• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Progresif

Dalam dokumen Filsafat dalam pendidikan (Halaman 129-132)

DAN PENDEKATAN FILSAFAT DALAM MEMECAHKAN

D. Pendekatan Filsafat Dalam Pendidikan

1. Pendekatan Progresif

Pendekatan dalam disiplin ilmu yang disebut filsafat pendidikan akan lebih mudah di pahami arti pengertian bila diajukan pandangan Dewey tentang pokok masalah, yaitu tentang permasalahan filsafat pendidikan yang berarti hubu-ngan antara filsafat dan pendidikan (Ali Saifullah:121). Dapat dilihat dari:

a. Antara Teori dan Praktek

Pada dasarnya antara teori dan praktek adalah hubu-ngan saling mengontrol, teori akan dikontrol oleh pelaksa-naan praktek yang baik, dan sebaiknya praktek dikontrol oleh atau didasarkan pada landasan teoritis yang baik De-wey berpendapat bahwa teori harus merupakan hasil peng-galian dalam kenyataan empiris sosiologis yang berlaku saat itu.

b. Pendekatan Problematis terhadap kenyataan So-siologis

Seperti apa yang dipercontohkan pada saat ia meru-muskan teori pendidikannya, problema sosial yang dihapi dengan cermat dan dengan tepat, merumuskannya ke da-lam filsafat pendidikannya. Berdasar atas kesulitan-kesuli-tan dan problema yang dihadapi masyarakatnya ia menco-ba merumuskannya ke dalam sebuah System pemikiran filosofis, yaitu filsafat pendidikan problematik atau expe-rimentalisme, dalam bentuk pola mental intelektual dan sikap moral kesusilaan. Sikap moral yang dianggapnya tepat untuk melestarikan kenyataan perubahan sosial yang cepat di atas adalah nilai sikap yang menghormati keragaman, pembaharuan, individualitas dan kebebasan inilah yang di-sebut dengan pendekatan problematis terhadap kenyataan sosial yang cepat berubah. (Ibid: 123)

c. Filsafat dan Teori Pendidikan

Sebagai pokok pikiran ketiga yang tersirat dalam ca-tatan di atas adalah hubungan antara filsafat dengan teori pendidikan. Dan Dewey berkesinambungan bahwa filsafat dirumuskan sebagai teori pendidikan yang bersifat umum dan konsepsional. Pendekatan-pendekatan dalam teori pen-didikan, pendekatan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: 1) Pendidikan sebagai praktek, 2) Pendidikan sebagai teori

Pendidikan sebagai praktek yaitu seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan didasari dengan tu-juan untuk membantu pihak lain (Baca: peserta didik) agar memperoleh perubahan prilaku (Hasan Langgulung: 2001). Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramal-kan, dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa pendi-dikan baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenu-ngan yang mendalam untuk melihat makna pendidikan da-lam konteks yang lebih luas. Diantaranya keduanya me-miliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktek pen-didikan seyogianya berlandaskan pada teori penpen-didikan (Uyoh Sadullo:60). Demikian pula sistem pamong dapat di-kaitkan dengan nilai dasar kodrat alam, di mana guru dan pendidikan tiada lebih fungsinya sebagai pamong dari anak didik yang sedang menjelajahi perkembangan kodrat ala-miahnya. System pamong ini didasarkan pada asas psikolo-gis dalam perkembangan manusia, yaitu kebebasan dan bekerja sendiri.

Beda antara Deweysme dengan Herbartianisme mau-pun Dewantaraisme adalah bahwa kedua terakhir ini men-dasarkan diri pada filsafat tradisional, termasuk cabang

filsafat metafisika, yang mengakui bahwa kenyataan yang bersifat metafisis transendental.

Tiga bidang pembangunan serempak. Pokok pikiran ke-empat adalah masalah pembaharuan sosial, yang harus se-rempak dan searah tujuan dengan pembaharuan pemikiran filsafat dan sistem pendidikan, sehingga merupakan tiga bi-dang atau sektor pembangunan. Sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada pokok pikiran kedua, ketiga bidang pemba-ngunan di atas harus diarahkan pada pengembangan sikap moral dan mental yang sama dan berjalan serempak, yang sa-tu bidang tidak boleh mendahului yang lain, apalagi diarah-kan ke tujuan yang bertentangan atau berbeda.

Dengan demikian dan sesuai dengan pokok pikiran yang kelima, yaitu tenaga pengembang sosial, dan peninjauan kembali filsafat sistem tradisional dalam rangka pembangu-nan pendidikan, oleh sebab kesamaan arah dan keserempa-kan pelaksanaannya dari ketiga bidang pembangunan terse-but merupakan akibat dari sebab-sebab yang sama, atau fak-tor-faktor penyebab yang sama, yaitu tenaga pengembangan sosial, yang terdiri faktor kemajuan ilmu pengetahuan, revo-lusi industri dan perkembangan demokrasi.

Gejala keserempakan dan kesamaan sebagai akibat ke-samaan faktor-faktor penyebabnya dibuktikan dan diperkuat pendapat Dewey tentang rumusan tujuan pendidikannya, ya-itu efesiensi social (Social efficiency) yang berbunyi “The Po-wer of join freely and fully in shared or common activi-ties,” yang artinya kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan bersama dan kesejahteraan bersama secara maksimal dan bebas.

Sebagai penghujung yang lain dari pendekatan di atas dan dari kontinuitas aliran filsafat pendidikan adalah

pende-katan progresif kontemporer dengan dasar-dasar pemikiran, sebagai berikut :

a. Bahwa dasar-dasar pendidikan adalah sosiologi, atau fil-safat sosial humanisme ilmiah, yang skeptis terhadap ke-nyataan yang bersifat metafisis transcendental

b. Bahwa kenyataan adalah perubahan, artinya kenyataan hidup yang essensial adalah kenyataan yang selalu berubah dan berkembang.

c. Bahwa “truth is the man-made”, artinya kebenaran dan kebajikan itu adalah kreasi manusia, dengan sifatnya yang relative temporer bahkan subyektif.

d. Bahwa tujuan dan dasar-dasar hidup dan pendidikan re-lative ditentukan oleh perkembangan tenaga pengemba-ngan sosial dan manusia, yang merupakan sumber per-kembangan sosial masyarakat.

e. Bila antara tujuan dan alat adalah bersifat kontinu, bah-wa tujuan dapat menjadi alat untuk tujuan yang lebih lanjut sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat. Dua pola dasar pendekatan di atas dapat dibagi menjadi bermacam-macam variasi yang antara lain seperti: religious philosophy of education, humanistic metaphysical philosophy of education, humanistic epistemological philoshophy of educa-tion, cultural philosophy or educaeduca-tion, social philosophy or edu-cation (Ibid:63).

Dalam dokumen Filsafat dalam pendidikan (Halaman 129-132)