• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tes Pendengaran

Dalam dokumen A. Pendahuluan - Buku fisika Kesehatan (Halaman 46-50)

B. Laju Gelombang Buny

2. Tes Pendengaran

Untuk mengetahui tuli konduksi atau tuli saraf dapat dilakukan tes pendengaran. Dalam perkembangannya, seiring dengan kemajuan teknologi moderen, tes pendengaran semakin disempurnakan. Beberapa jenis tes pendengaran yang dapat di lakukan adalah:

a. Tes Berbisik

Dahulu tes pendengaran dilakukan dengan suara berbisik atau bicara pada jarak tertentu dan penderita disuruh menirukannya (Voice test). Dengan cara ini dapat diketahui secara kasar apakah penderita yang diperiksa tuli atau tidak. Telinga normal dapat mendengar suara berbisik dengan tone atau nada rendah. Misal suara konsonan, dan platal : b, p, t, m, n pada jarak 5-10 meter. Sedang suara berbisik dengan nada tinggi menggunakan nada suara desis atau sibiland: s, z, ch, sh, shel pada jarak 20 m. b. Tes Garputala

Pada tahun 1855, Rinne, Weber dan Schwabach mengadakan pemeriksaan dengan garputala dari bermacam-macam frekuensi. Pemeriksaan ini didasarkan pada fisiologi pendengaran bahwa suara dapat didengar melalui hantaran udara dan hantaran tulang. Dengan cara ini dapat diketahui ketulian secara kualitatif yaitu tuli konduktif, tuli sensori neural (tuli saraf) dan tuli campuran. Frekuensi garputala yang digunakan adalah C

128, C1024, dan C2048.

1) Tes Weber, dilakukan dengan menggetarkan garputala C128, kemudian diletakkan pada vertex dahi/puncak dari vertex. Pada penderita tuli konduksi akan terdengar terang pada telinga yang sakit. Sedang pada penderita tuli persepsi, getaran garputala terdengar terang pada telinga normal. Misal telinga kanan yang terdengar terang, maka hasil tes disebut Weber lateralisasi ke kanan.

2) Tes Rinne, tes ini membandingkan antara konduksi bunyi melalui tulang dan udara. Garputala C128 digetarkan, kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus (di belakang telinga). Setelah tidak mendengar getaran lagi, garputala dipindahkan di depan liang telinga, kemudian penderita ditanya apakah masih mendengar bunyi garputala. Pada telinga normal, konduksi melalui udara 85-90 detik dan konduksi melalui tulang 45 detik. Hasil tes dinyatakan dengan Tes Rinne Positif (Rinne + ) apabila pendengaran penderita baik, begitu juga pada penderita tuli persepsi. Sedangkan hasil tes dinyatakan Tes Rinne Negatif (Rinne - ) pada penderita tuli konduksi di mana jarak waktu konduksi tulang mungkin sama atau bahkan lebih panjang.

3) Tes Schwabach, tes ini membandingkan antara jangka waktu konduksi tulang melalui verteks atau prosesus mastoideus

penderita terhadap konduksi tulang pemeriksa. Pada tuli konduksi, konduksi tulang penderita lebih panjang dari pada konduksi tulang pemeriksa. Sedangkan pada tuli persepsi, konduksi tulang penderita sangat pendek.

Garputala C2048 digunakan untuk memeriksa ketajaman pendengaran terhadap nada tinggi. Pada manusia usia lanjut dan tuli persepsi akan kehilangan pendengaran terhadap nada tinggi. c. Audiometer

Seiring dengan perkembangan yang pesat di bidang elektro- akustik, maka tes pendengaran semakin disempurnakan. Pada saat ini telah diciptakan bermacam-macam alat elektro-akustik yang disebut audiometer. Seiring dengan perkembangan teknologi mod- ern, saat ini juga telah dikembangkan audiometer terkomputerisasi di mana hasil pemeriksaan dan analisis dapat langsung ditampilkan pada komputer. Audiometer dapat menghasilkan nada-nada tunggal dengan frekuensi dan intensitas yang dapat diukur. Komponen utama terdiri dari dua bagian, yaitu sumber getaran

dan peredam intensitas (attenuator).

Sumber getaran untuk nada murni adalah sebuah alat yang disebut oscillator. Frekuensi yang dikehendaki oleh pemeriksa dapat diatur dengan memutar tombol (dial). Kemudian dengan menekan tombol penyaji, bunyi tersebut dapat diterima oleh probandus melalui head phones untuk hantaran udara dan melalui vibrator

untuk hantaran tulang. Audiometer yang banyak dipakai sekarang dapat menghasilkan frekuensi-frekuensi 125, 250, 500, 750, 1000, 1.500, 2000, 3000, 4000, 6000, dan 8000 Hz. Vibrator untuk pemeriksaan hantaran tulang hanya dapat menghasilkan frekuensi antara 250 - 4000 Hz.

Attenuator atau peredam intensitas adalah alat untuk mengatur intensitas bunyi sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan. Intensitas tertinggi 120 dB dan terendah -10 dB, dengan jenjang penurunan biasanya 5 dB. Vibrator Untuk pemeriksaan hantaran tulang biasanya hanya dapat menghasilkan intensitas tertinggi 60 dB pada frekuensi tengah, dan 20 dB pada frekuensi rendah.

Kalibrasi atau peneraan angka 0 dB pada audiometer saat ini dipakai penetapan menurut standar ISO 1964 (International Standardation Organisation). ISO 1964 dibuat berdasarkan telinga normal oang-orang dewasa dari berbagai bangsa. Untuk vibrator kalibrasi digunakan dari ANSI 1969 (American National Standards Institute). Nilai 0 dB dari hantaran tulang ANSI 1969 diperoleh dari ambang rata-rata telinga orang dewasa normal antara 18–30 tahun.

Pemeriksaan dengan audiometer bertujuan untuk menentukan nilai ambang pendengaran, yaitu frekuensi yang dikaitkan dengan nineau bunyi (dB). Hasil pemeriksaan dengan menggunakan audiometer digambarkan dalam bentuk tabel maupun grafik yang disebut audiogram. Ambang pendengaran untuk setiap frekuensi hantaran udara telinga kanan digambarkan dengan tanda bulatan kecil (o), sedang untuk telinga kiri digambarkan dengan tanda silang (x). Tiap tipe ketulian akan memberikan gambaran audiogram yang khas, sedang derajat ketulian ditentukan dengan mengambil nilai rata-rata dari frekuensi percakapan 500, 1000 dan 2000 Hz.

Tabel 3.1 Scale Of Hearing Impairment

Hearing Loss (dB) Descriptive Term

-10 – 26 27 – 40 41 – 55 56 – 70 71 – 90 91 plus Normal Limite Mild hearing loss Moderate hearing loss

Moderate Severe hearing loss Severe hearing loss

Profaund hearing loss

Pemeriksaan pendengaran dengan audiometer dapat diketahui keadaan fungsi pendengaran masing-masing telinga baik secara kualitatif (pendengaran normal, tuli konduksi, tuli persepsi/ neural dan tuli campuran) maupun secara kuantitatif (normal, tuli ringan, tuli sedang dan tuli berat).

E. Kebisingan

Bunyi biasa seperti yang dihasilkan dengan memukulkan dua batu, merupakan bunyi yang mempunyai kualitas tertentu, tetapi ketinggian yang jelas tidak dapat dilihat. Bunyi seperti ini merupakan campuran dari banyak frekuensi yang sedikit hubungannya satu sama lain. Bunyi seperti ini disebut kebisingan. Bising didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki yang berasal dari aktivitas alam seperti bicara manusia, dan buatan manusia seperti bunyi mesin. Kebisingan mempengaruhi kita baik secara psikologis maupun fisiologis. Kadang-kadang kebisingan hanya merupakan gangguan biasa, tetapi kebisingan yang keras dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang saat ini menjadi permasalahan di pabrik-pabrik dan tempat industri. Kehilangan pendengaran karena tingkat kebisingan yang berlebihan ditemukan oleh orang Romawi kuno. Kebisingan menyebabkan kehilangan pendengaran yang serius pada frekuensi 2000-5000 Hz yang merupakan daerah penting untuk percakapan dan musik. Kebisingan dapat diukur dengan sound level meter yang dapat mengukur kebisingan antara 30-130 dB dan frekuensi 20-20.000 Hz.

Dalam dokumen A. Pendahuluan - Buku fisika Kesehatan (Halaman 46-50)