• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA A. Problematika Pembelajaran

B. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam (PAI), menurut Zakiyah Daradjat, adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yang berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan itu, ia dapat memahami, mengahayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya, demi kemaslahatan dan kesejahteraan hidupnya.

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, mengahayati, hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubunganya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (Kurikulum PAI, 2002:3)

Sementara itu pengertian lebih sepesifik tentang Pendidikan Agama Islam diberikan (Syafaat, 2008: 16) Pendidikan Agama Islam yaitu usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak selesai kependidikanya dapat memahami, mengahayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam, serta menjadikanya sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun kehidupan bermasyarakat.

Pendidikan juga mempersiapkan anak-anak agar menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan memecahkan masalah kehidupan. Penggunaan fikiran atau akal ini bukan saja untuk menyelesaikan masalah, tetapi juga selalu diingatkan Allah SWT melalui wahyunya agar dipergunakan dalam menghadapi gejala alam yang tidak terkira jumlahnya. Seperti dalam firman Allah SWT di dalam surat Ar-Rahman ayat 33 sebagai berikut:





Artinya :

Hai para jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus ruang angkasa dan bumi, tembuslah! Tidak mungkin kamu menembusnya kecuali dengan kekuatan (ilmu pengetahuan).

Demikian pentingnya akal dan fikiran yang dikatakan kekuatan di dalam wahyu Allah SWT tersebut diatas. Dengan akal atau fikiran manusia menemukan ilmu dan teknologi, yang dapat digunakanya untuk menembus ruang angkasa dan bumi (Nawawi, 1993: 197).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi pendidikan agama Islam adalah suatu pelaksanaan kegiatan yang terencana untuk memperoleh hasil efektif dan efesien, sesuai dengan tujuan yang ditunjukan kepeda anak didik yang sedang tumbuh agar mereka mampu menumbuhkan sikap dan budi pekerti yang baik, serta dapat memelihara perkembangan jasmani dan rohani secara seimbang dimasa sekarang dan mendatang sesuai aturan agama Islam dan menjadikan Agama Islam menjadi pandangan hidup.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Makna tujuan secara etimologi adalah “arah, maksud atau haluan”, dalam bahasa arab “tujuan” disitillahkan dengan ghayat, ahdaf, atau maqashid. Sementara dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan goal, purpose, objectives. Secara terminologi,tujuan berarti “sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai”. Oleh H. M. Arifin menyebutkan, bahwa tujuan proses pendidikan agama Islam adalah “Idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam secara bertahap” (Arief, 2002: 19).

Dari pandangan Islam tentang alam ini tampaklah dengan jelas, bahwa tujuan asasi dari adanya manusia di dalam alam ini adalah beribadah dan tunduk kepada Allah, serta menjadi khalifah di muka bumi untuk memakmurkannya dengan melaksanakan sya‟riat dan menaati Allah. Allah SWT telah menjelaskan tujuan ini didalam firman-Nya dalam surat ad-Dzariyat: 56 sebagai berikut:



Artinya:

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.

Jika ini tujuan hidup manusia, maka pendidikanya pun harus mempunyai tujuan yang sama, yaitu : mengembangkan fikiran manusia dan mengatur tingkah laku serta perasaanya berdasarkan islam (Nahlawi, 1996: 162).

Secara umum, tujuan pendidikan agama Islam menurut (Daradjat, 2011: 30-33) terbagi kepada : tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir dan tujuan oprasional.

a. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengancara lain. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusian yang meliputi sikap, ingkah laku, kebiasaan, dan pandangan.

b. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.

c. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia mengahabisi sisa umurnya.

d. Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Suatu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapakan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu. 3. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Berbicara mengenai Pendidikan Agama Islam tentunya tidak terlepas dari apa fungsi dan tujuanya. Maka dari itu Pendidikan Agama Islam mempunyai beberapa fungsi yaitu :

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaatan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.

b. Penanaman mental, yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagian hidup didunia dan diakhirat.

c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkunganya sesuai dengan ajaran agama Islam.

d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.

e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkunganya atau buadaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghamabat perkembanganya menuju manusia Indonesia seutuhnya.

f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum, sistem dan fungsionalnya.

g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus dibidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain (Majid, 2006: 134-135).

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Ruang lingkup pendidkan agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara lain: huungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan mahluk lain dan lingkunganya (Ramayulis, 2008: 22-23).

Sebagaimana diketahui, ajaran pokok islam adalah aqidah (keimanan), syariah (keislaman), dan akhlak (ihsan). Ketiga ajaran

pokok ini kemudian diajarkan dalam bentuk rukun iman, rukun islam, dan akhlak. Dari ketiganya lahirlah Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh,dan Ilmu Akhlak. Ketiga kelompok ini kemudian dilengkapi dengan pembahasan dasar hukum Islam yaitu al-Qur‟an dan al-Hadits, ditambah lagi dengan sejarah Islam (tarikh) sehingga secara beruntutan: Ilmu Tauhid, Ilmu (keimanan), Ilmu Fiqh, Aqidah Akhlak, Ilmu Al-Qur‟an dan Al-Hadits, Tarikh Islam (Majid, 2006: 77).

5. Sumber Pendidikan Agama Islam

Sumber pendidikan agama Islam yaitu al-Qur‟an, as-Sunnah, ucapan para sahabat (mazhab al-sahabl), kemaslahatan umat (marsalih al-mursalah), tradisi atau adat yang sudah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat (al-„urf), dan hasil ijtihad para ahli. Selain itu ada pula yang meringkaskan sumber pendidikan Islam menjadi tiga macam yaitu

al-Qur‟an, as-Sunnah, dan Ijtihad.

6. Komponen Pelaksanaan Pembelajaran PAI

Komponen pelaksanaan pendidikan berarti kajian tentang sistem pndidikan yang merupakan satu kesatuan, saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainya. Menurut Hunt dalam (Syaifuddin dkk, 2007: 10) pembelajaran itu efektif jika siswa memperoleh pengalaman barudan perilakunya berubah menuju titik akumulasi kompetensi yang dikehendaki. Terdapat lima bagian penting dalam peningkatan efektivitas pembelajaran, yaitu perencanaan, komunikasi, pembelajaran itu sendiri (pelaksanaan pembelajaran),

pengaturan, dan evaluasi. Pada penelitian ini, peneliti hanya membahas tentang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

a. Perencanaan pembelajaran

Perencanaan pembelajaran adalah suatu proses pembuatan rencana, model, pola, bentuk, konstruksi, yang melibatkan guru, peserta didik, serta fasilitas lain yang dibutuhkan, yang tersusun secara sistematis agar terjadi proses pembelajaran yang efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan (Chamsijiatin dkk, 2008: 4).

Beberapa tahap yang harus dilalui dalam perencanaan pembelajaran dan pengorganisasian siswa berkebutuhan khusus. Tahapan tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) menetapkan bidang-bidang atau aspek problema/kesulitan belajar yang akan ditangani, apakah seluruh mata pelajaran, sebagian mata pelajaran, atau hanya bagian tertentu dari suatu mata pelajaran. 2)Menetapkan penedekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk rencana pengorganisasian siswa, apakah bentuknya berupa pelajaran remedial, penambahan latihan-latihan di dalam kelas atau luar kelas, pendekatan kooperatif, atau kompetitif. 3) Menyusun program pembelajaran individual. Program pembelajaran individual (PPI) disusun agar anak peproblema belajar/bermasalah mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan khusus mereka (Yusuf dkk, 2003: 48). b. Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran menjadi panduan yang harus digunakan dalam pembelajaran, karena di dalam rencana pembelajaran tersebut telah ditetapkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran.

c. Evaluasi pembelajaran

Evaluasi diterapkan untuk mengetahui tingkat kebrhasilan Seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran, mmenemukan kelemahan-kelemahan yang baik berkaitan dengan materi, metode, media, ataupun sarana (Nizar, 2002: 78).

Evaluasi dilakukan untuk membantu mengatasi problema belajar siswa, perlu dilakukan pemantauan secara terus-menerus terhadap kemajuan atau kemunduran belajar siswa. Jika siswa mengalami kemajuan dalam belajar, pendekatan yang dipilh oleh guru perlu terus dimantapkan, tetapi jika terdapat kemajuan perlu diadakan peninjuan kembali, baik mengenai isi dan pendekatan program, maupun motivasi siswa yang bersangkutan untuk memperbaiki kekurangan-kekuranganya. Diharapkan pada akhirnya semua problema belajar pada siswa secara bertahap dapat diperbaiki sehingga siswa terhindar dari kemungkinan tidak naik kelas atau bahkan putus sekolah.

C. Penyandang Tunanetra 1. Pengertian Tunanetra

Mengenai apa arti dari tunanetra itu sendiri, banyak versi yang menyebutkan arti dari istilah tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat melihat, buta. Menurut persatuan Tunanetra Indonsia atau Pertuni (2004) mendefenisikan ketunanetraan sebagai berikut :

Orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatanya untuk membaca tulisan biasa berukuran dua belas point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas).

Ini berarti orang tunanetra mungkin tidak mempunyai penglihtan sama sekali meskipun hanya membedakan antara terang dan gelap. Orang dengan kondisi penglihatan seperti ini kita katakan sebagai “buta total”. Di pihak lain, ada orang tunanetra yang masih mempunyai sedikit sisa penglihatan sehingga mereka masih dapat menggunakan sisa penglihatanya untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Orang tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan yang fungsional seperti ini kita sebut sebagai orang “kurang awas” atau lebih dikenal dengan sebutan “low vision” ( Widjaya, 2012: 11-12).

Anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatanya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan seperti halnya orang awas (Somantri, 2006: 65).

Tunanetra merupakan sebutan untuk individu yang mengalami gangguan pada indera penglihatan. Pada dasarnya, tunanetra dibagi menjadi dua kelompok, yaitu buta total dan kurang penglihatan (low vision) (Smart, 2012: 36).

Oleh karena itu, yang dimaksud sebagai penyandang tunanetra merupakan siswa yang mengalami gangguan dalam indera penglihatanya. Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam pnglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan.

2. Faktor penyebab ketunanetraan

Secara ilmiah ketunanetraan anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor dalam diri anak (internal) ataupun faktor dari luar anak (eksternal).

a. Pre-natal (dalam kandungan)

Faktor penyebab tunanetra pada masa pre-natal sangat erat kaitanya dengan adanya riwayat dari orangtuanya atau adanya kelainan pada masa kehamilan.

Keturunan, pernikahan dengan sesama tunanetra dapat menghasilkan anak dengan kekurangan yang sama, yaitu tunanetra, jika salah satu orangtua memiliki riwayat tunanetra, juga akan mendapatkan anak tunanetra. Ketunanetraan akibat

faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Selain itu, katarak juga disebabkan oleh faktor keturunan.

Pertumbuhan anak didalam kandungan, ketunanetraan anak yang disebabkan pertumbuhan anak dalam kandungan biasa disebabkan oleh: gangguan pada saat ibu hamil, adanya penyakit manahun, seperti TBC sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan. Infeksi atau luka yang dialami ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang. Infeksi karena penyakit kotor, toxopalsmosis, trachoma, dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata, dan kekurangan vitamin tertentu dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga kehilangan fungsi penglihatan.

b. Post-natal

Post-natal merupakan masa setelah bayi dilahirkan. Tunanetra bisa terjadi pada masa ini, penyebabnya antara lain:

Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras.

Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe

akhirmya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan.

Mengalami penyakit mata yang menyebabkan

ketunanetraan, misalnya : Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A, Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis. Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar menjadi putih.

Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata sehingga tekanan pada bola mata meningkat.

Diabtek Retinopathy; yaitu gangguan pada retina yang

disebabkan oleh penyakit diabetes militus. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi sehingga merusak penglihatan. Macular Degeneration; yaitu kondisi umum yang agak baik, ketika daerah tengah retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi masih memiliki penglihatan perifer, tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas obejek-objek di bagian tengah bidang penglihatan. Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir, bayi masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen

dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jela (retina) dan tunanetra total.

Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dan lain-lain (Smart, 2012: 41-44).

Menurut direktorat pembinaan sekolah luar biasa, ada beberapa klasifikasi tunanetra, seperti di bawah ini :

Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan :

a. Tunanettra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.

b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.

c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.

d. Tunanettra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.

e. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.

Berdasarkan kemampuan daya penglihatan:

a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/ kegiatanyang menggunakan fungsi penglihatan. Anak masih bisa menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajamanya lebih dari 6/21, atau anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar. Berdasarkan defenisi World Health Organization (WHO), seseorang dikatakan Low Vision apabila: memiliki kelainan fungsi penglihatan meskipun telah dilakukan pengobatan, misalnya operasi dan atau koreksi refraksi standart (kacamata atau lensa). Mempunyai ketajaman penglihatan kurang dari 6/18 sampai dapat menerima persepsi cahaya. Luas penglihatan kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi secara potensial masih dapat menggunakan penglihatanya untuk perencananaan dan

atau pelaksanaan suatu tugas. Ciri-ciri Low Vision

antara lain: menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat, hanya dapat membaca huruf berukuran besar, memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama dicahaya terang atau saat mencoba melihat sesuatu.

b. Tunanentra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.

c. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat mellihat.

3. Karakteristik anak tunanetra

Bayangkan ketika seorang anak dengan penglihatan yang normal dapat dengan mudah bergerak dari lingkunganya, menemukan mainan dan teman-teman bermainnya, serta melihat dan meniru orangtuanya dalam aktivitas sehari-hari. Siswa tunanertra kehilanan saat-saat belajar kritis seperti itu, yang mungkin berdampa terhadap perkembangan, belajar, keterampilan sosial, dan perilakunya.

Ketika siswa tunanetra memiliki keterbatasan untuk melakukan berbagai hal lakyaknya siswa-siswa normal pada umumnya,perlu bagi

kita untuk memahami karakter dari siswa-siswa tunanetra , menurut Widjaya (2012: 23-27) sebagai berikut:

a. Karakteristik Kognitif

Ketunanetraan secara langsung berpengaruh pada perkembangan dan belajar dalam hal yang bervariasi. Lowenfeldmenggambarkan dampak kebutaan dan low vision

terhadap perkembangan kognitif, dengan mengidentifikasi keterbatasan yang mendasar pada anak dalam tiga ara berikut ini : Tingkat dan keanekaragaman pengalaman

Ketika seorang anak mengalami ketunanetraan , maka pengalaman harus diperoleh dengan menggunakan indera-indera yang masih berfungsi, khususnya perabaan dan pendengaran. Tetapi bagaimanapun indera-indera tersbut tidak dapat secara cepat dan menyeluruh dalam memperoleh informasi, misalnya ukuran, warna, dan hubungan ruang yang sebenarnya bisa diperoleh dengan segera melalui penglihatan. Tidak seperti halnya penglihatan, ketika mengeksplorasi benda dengan perabaan merupakan proses dari bagian keseluruhan, dan orang tersebut harus melakukan kontak dengan bendanya selama dia melakukan eksplorasi tersebut. Beberapa benda mungkin terlalu jauh (misalnya bintang, dan sebagainya), terlalu besar (misalanya gunung, dan sebagainya),

terlalu rapuh (misalnya binatang kecil, dan sebagainya), atau membahayakan (misalnya api dan sebagainya) untuk diteliti dengan perabaan.

1) Kemampuan untuk berpindah tempat.

Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakan tersebut. Keterbatasan tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan sosial. Tidak seperti anak-anak yang lainya, anak tunanetra harus belajar cara berjalan dengan aman dan efesien dalam suatu lingkungan dengan berbagai keterampilan orientasi dan mobilitas.

2) Interaksi dengan lingkungan.

Jika anda berada disuatu tempat yang ramai, anda dengan segera bisa melihat ruangan dimana anda bearada, melihat orang-orang disekitar, dan anda bisa dengan bebas bergerak dilingkungan tersebut. Orang tunanetra tidak memiliki kontrol seperti itu. Bahkan dengan keterampilan mobilitas yang dimilkinya, gambaran tentang lingkungan masih tetap tidak utuh.

b. Karakteristik Akademik

Dampak ketunanetraan tidak hanya terhadap perkembangan kognitif, tetapi juga berpengaruh pada perkembangan keterampilan

akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis. Sebagai contoh, ketika anda membaca atau menulis anda tidak perlu memperhatikan secara rinci bentuk huruf atau kata, tetapi bagi tunanetra hal tersebut tidak bisa dilakukan karena ada gangguan pada ketajaman penglihatanya. Anak-anak seperti itu sebagai gantinya mempergunakan berbagai alternatif media atau alat untuk membaca dan menulis, sesuai dengan kebutuhanya masing-masing. Mereka mungkin menggunakan braille atau huruf cetak dengan berbagai alternatif ukuran. Dengan asesmen dan pembelajaran yang sesuai, anak tunanetra tanpa kecacatan tambahan dapat mengembangkan kemampuan membaca dan menulisnya seperti teman-teman lainya yang dapat melihat.

c. Karakteristik sosial dan emosional

Perilaku sosial secara tipikal dikembangkan melalui observasi terhadap kebiasaan dan kejadian sosial serta menirunya. Perbaikan biasanya dilakukan melalui penggunaan yang berulang-ulang dan bila diperlukan meminta masukan dari orang lain yang berkompeten. Karena tunanetra mempunyai keterbatasan dalam belajar melalui pengamatan dan menirukan, siswa tunanetra sering mempunyai kesulitan dalam melakukanperilaku sosial yang benar.

Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan sosial, sehingga kurang bisa mengembangkan persahabatan, hal ini disebabkan siswa dengan

tunanetra menjaga kontak mata orientasi wajah, penampilan postur tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi wajah dengan benar, mengekspresikan perasaan, menyampaikan pesan yang tepat pada waktu melakukan komunikasi, serta mempergunakan alat bantu yang tepat.

d. Karakteristik perilaku

Ketunanetraan itu sendiri tidak menimbulkan masalah atau penyimpangan perilaku pada diri siswa, meskipun demikian hal tersebut berpengaruh pada perilakunya. Siswa tunanetra kadang-kadang sering kurang memperhatikan kebutuhan sehari-harinya, sehingga ada kencenderungan orang lain untuk membantunya. Apabila hal ini terjadi maka siswa akan berkecendrungan berlaku pasif.

Beberapa siswa tunanetra sering menunjukan perilaku stereotip (berulang-ulang),sehingga menunjukan perilaku yang tidak semestinya. Sebagai contoh mereka sering menekan matanya, membuat suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan kepala dan badan, atau berputar-putar. Ada beberapa teori yang mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadang mengembangkan perilaku stereotipnya. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya aktifitas dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan sosial. Biasanya para ahli mencoba mengurangi atau menghilangkan perilaku tersebut dengan

membantu mereka memperbanyak aktifitas, atau dengan mempergunakan strategi perilaku tertentu, misalnya memberikan pujian atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih positif, dan sebagainya.

Perbedaan kondisi anak tunanetra baik dari segi waktu terjadinya ketunanetraan ataupun dari segi kemampuan daya penglihatanya menyebabkan adanya perbedaan kemampuan, sikap dan tingkah laku anak tunanetra tersebut, baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam beraktifitas di sekolah. Sehingga

Dokumen terkait