SISTEM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DAN PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI GURU
DALAM PEMBELAJARAN PADA SISWA TUNANETRA
DI SMPLB WANTUWIRAWAN
TAHUN PELAJARAN
2015/2016
SKRIPSI
Diajukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)
Oleh
SITI MASITOH
NIM 111 11 197
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
MOTTO
Artinya:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
PERSEMBAHAN
Atas rahmat dan ridho Allah SWT, skripsi ini aku persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku yang sangat aku hormati dan cintai Bapak Asrodin dan Ibu Surati, karena dengan bimbingan, kasih sayang, dan doa keduanya lah aku melangkah ke depan dengan optimis untuk meraih cita-cita.
2. Adiku Tini yang senantiasa memotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 3. Sahabatku Ria Winarni, Nurul Fadlilah, Ika Khusnul Fadhilah, , Usriya Hidayati,
Dwi Silvia, Yuli Hastuti yang selalu memberikan semangat dan motivasi.
KATA PENGANTAR
Asslamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi M.Pd Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). 4. Ibu Muna Erawati, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas
mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Ibu Huru Tryasti sebagai guru PAI di SMPLB Wantuwirawan yang telah memotivasi dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT.
Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Salatiga, 7 September 2015 Penulis
SITI MASITOH
ABSTRAK
Masitoh, Siti. 2015. Promblematika yang dihadapi guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunanetra di SMPLB Wantuwirawan Tahun Pelajaran 2015/2016. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr Muna Erawati, M.Si
Kata kunci: Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam, Siswa Tunanetra
Siswa Tunanetra merupakan anak yang mengalami hambatan pada indera penglihatanya, walaupun telah diberi alat-alat bantu khusus mereka masih memerlukan pendidikan khusus. Kunci keberhasilan proses pembelajaran tersebut ditentukan oleh beberapa komponen, diantaranya guru, metode yang digunakan,dan kurikulum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunanetra di SMPLB Wantuwirawan tahun pelajaran 2015/2016. Hasil penelitian ini diharapakan dapat dipergunakan untuk memberikan informasi dan masukan kepada semua pihak terutama guru dan lembaga pendidikan.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, Sedangkan analisis data dilakukan dengan klasifikasi data, penyaringan data dan Penyimpulan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... I LEMBAR BERLOGO ... Ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... Iii PENGESAHAN KELULUSAN ... Iv DEKLARASI... ... V
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Fokus Penelitian... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
1. Manfaat Teoritik ... 5
2. Manfaat Praktik ... 5
E. Penegasan Istilah... 5
1. Pembelajaran pendidikan Agama Islam... 5
2. Penyandang Tunanetra... 7
F. Metode Penelitian... 8
Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 8
1. Kehadiran Peneliti ... 8
2. Lokasi Penelitian ... 8
3. Sumber Data... 9
4. Prosedur Pengumpulan Data... 9
5. Analisis Data ... 11
6. Pengecekan Keabsahan Data... 12
7. Tahap-tahap Penelitian... 12
G. Sistematika Penulisan Skripsi ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA 15 A. Problematika Pembelajaran ... 15
1. Kesulitan Belajar... ... 15
4. Faktor-fakor Problem Pembelajaran ... 20
B. Pendidikan Agama Islam... ... 26
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam... 26
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam... 28
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam... 30
4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam... 31
5. Sumber Pendidikan Agama Islam... 6. Komponen Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam... 32 32 C. Penyandang Tunanetra... 1. Pengertian Tunanetra... ... 2. Faktor Penyebab Ketunanetraan... 3. Karakteristik Anak Tunanetra... 4. Ciri-ciri Anak Tunanetra... 35
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 50
1. Sejarah Singkat SLB Wantuwirawan... 50
2. Identitas Sekolah... 51
3. Struktur Organisasi Sekolah... 53
4. Data Guru dan Karyawan... 54
5. Sarana dan Prasarana... 54
B. Temuan Penelitian... 57
1. Sistem Pembelajaran PAI... 57
2. Kendala yang di Alami Guru PAI... 64
BAB IV PEMBAHASAN... 67
A. Sistem PembelajaranPAI... 67
1. Perencanaan Pembelajaran PAI... 66
2. Pelaksanaan Pembelajaran PAI... 73
3. Evaluasi Pembelajaran PAI... 77
B. Kendala yang di alami Guru PAI... 80
BAB V PENUTUP... 82
A. Kesimpulan... 81
B. Saran... 83
.DAFTAR PUSTAKA... 85
DAFTAR LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Verbatim... 87
2. Pedoman Wawancara... 95
3. Pedoman observasi... 97
4. Riwayat Hidup... 99
5. Surat Ijin Penelitian... 100
6. Surat Keterangan Penelitian... 101
7. Lembar Konsultasi... 102
8. Sumber Belajar... 103
9. Kurikulum untuk Siswa Tunanetra...
10. SKK...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan anugrah Allah SWT yang wajib disyukuri.
Kelahiran anak harus diterima sebagai berkah, baik ia dilahirkan dalam
keadaan sempurna maupun kurang sempurna. Sebagai wujud rasa
syukur,orang tua hendaknya memberikan pelayanan kepada putra-putrinya
sesuai dengan kebutuhan mereka. Orang tua mengupayakan hal terbaik
untuk perkembangan anak , dengan harapan cita-cita yang mungkin belum
bisa terwujud dapat terealisasi.
Namun, bagaimana jika anak yang terlahir memiliki beberapa
keterbatasan atau lebih dikenal dengan anak berkebutuhan khusus?
Pertanyaan ini mengingatkan kepada semua pihak mengenai pentingnya
pendidikan yang sesuai dengan karakteristik siswa berkebutuhan khusus.
Untuk itu, seharusnya orang tua membimbing dan mengarahkan anak
secara tepat adalah memberikan kesempatan kepada anak belajar di
sekolah luar biasa (SLB). Bentuk dukungan ini menjadikan anak menjadi
pribadi yang mandiri.
Pada UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,
dijelaskan dalam pasal 5 ayat (1) dan (2) menyatakan : (1) Setiap warga
bermutu. (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental intelektual, dan sosial berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Anak tunanetra merupakan anak yang berkebutuhan khusus yang memiliki
ketunaan dalan indera penglihatan,sehingga telah jelas undang-undang
tersebut pada pasal 5 ayat (2), menunjukan bahwa anak tunanetra berhak
mendapatkan pendidikan. Untuk itu dukungan perkembangan dan
kemajuan anak tunanetra dapat dibekali lewat sekolah luar biasa (SLB).
Pendidikan adalah sarana utama untuk menumbuh-kembangkan
kepribadian anak, baik secara fisiologis maupun psikologis. Pendidikan
artinya memberi pelajaran kepada anak didik, yang mencakup fungsi
kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan) dan psikomotor (perubahan
tingkah laku). Demikian pula dengan pendidikan dalam islam, bertujuan
untuk membentuk pribadi yang utuh, sehat jasmani dan rohani (Surviani,
2004: 24).
Pendidikan Agama Islam secara khusus adalah pendidikan melalui
ajaran-ajaran agama islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap
anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan itu ia dapat
memahami, mengahayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam sebagai
suatu pandangan hidupnya demi kemaslahatan dan kesejahteraan hidup di
dunia maupun di akhirat kelak (Darajat, 1998: 88). Dalam pandangan
Islam setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), semua tergantung
pada orang tuanya, kemana mereka hendak mengarahkanya (Muslim, tt:
yang digariskan dalam syari‟at Islam, yang dalam sitem pendidikan
dikenal dengan istilah Pendidikan Agama Islam (PAI).
Pendidikan luar biasa adalah pendidikan dengan cara yang khusus
yang disesuaikan dengan jenis dan taraf kelainannya. Dengan demikian
dalam mengajarkan Pendidikan Agama Islam, pendidik atau guru PAI
menggunakan metode khusus, alat khusus, dan kurikulum yang khusus
pula (Ihsan, 2001: 128).
Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) adalah suatu
lembaga pendidikan atau sekolah lanjutan yang bertanggung jawab
melaksanakan pendidikan untuk mencerdaskan anak didik yang
berkebutuhan khusus.
Terutama dalam proses pembelajaran terhadap anak berkebutuhan
khusus, para pengajar kemungkinan besar akan menghadapi banyak
masalah.Hal ini menarik untuk diteliti lebih lanjut, agar berbagai
permasalahan yang timbul dapat diatasi, sehingga Pendidikan Agama
Islam bagi anak berkebutuhan khusus dapat terlaksana secara maksimal
dan tepat guna. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang
“SISTEM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN
PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI GURU DALAM
PEMBELAJARAN PADA SISWA DENGAN TUNANETRA DI
SMPLB WANTUWIRAWAN TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016”.
Untuk membatasi pokok bahasan dalam penelitian ini, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada
siswa penyandang tunanetra di SMPLB Wantuwirawan tahun
pelajaran 2015/2016?
2. Apa saja kendala yang di hadapi guru PAI dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada
siswa penyandang tunanetra di Wantuwirawan tahun pelajaran
2015/2016?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas , tujuan penelitian ini adalah
untuk:
1. Mengetahui pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa
penyandang tunanetra di SMPLB Wantuwirawan tahun pelajaran
2015/2016?.
2. Mengetahui kendala yang di hadapi guru PAI dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam baik proses perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pada siswa penyandang tunanetra di SMPLB Wantuwirawan
tahun pelajaran 2015/2016.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberikan informasi yang jelas
tentang proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada
1. Manfaat teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat menambahkan wawasan ilmu yang
didapatkkan dalam Pendidikan Agama Islam bagi penyandang
tunanetra dilembaga pendidikan formal.
2. Manfaat praktis
Memberikan rujukan bagi guru Pendidikan Agama Islam dalam
melaksanakan pembelajaran khususnya bagi siswa penyandang
tunanetra.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalah pahaman dalam memahami judul
tersebut, maka perlu dijelaskan maksud istilah yang dipakai. Adapun
istilah-istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Istilah pengajaran, berbeda dengan pembelajaran. Pengajaran
adalah upaya pendidik dalam mengajarakan suatu materi berupa
pengetahuan, perasaan, dan tingkah laku kepada peserta didiknya.
Dalam hal ini subjek utamanya adalah pendidik, sementara
pembelajaran adalah suatu proses perubahan tigkah laku individu
akibat interaksi dengan lingkungannya. Lebih jelasnya, menurut
Rusyan, dkk, istilah pembelajran berasal dari kata dasar „belajar‟ yang
perubahan tingkah laku melalui interaksi antara individu dan
lingkunganya (Rusyan, dkk.,1989:7). Oleh karena itu, pembelajaran
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha guru dalam dalam
mengubah tingkah laku anak didiknya ke arah yang lebih baik.
Pendidikan Agama Islam (PAI), menurut Zakiyah Daradjat,
adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yang berupa
bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah
selesai dari pendidikan itu, ia dapat memahami, mengahayati, dan
mengamalkan ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya,
demi kemaslahatan dan kesejahteraan hidupnya .
Jadi penulis memberikan pengertian pembelajaran Pendidikan
Agama Islam adalah upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi
terciptanya suatu kegiatan belajar yang memenuhi atau sesuai
ajaran-ajaran Islam.
2. Penyandang Tunanetra
Mengenai apa arti dari tunanetra itu sendiri, banyak versi yang
menyebutkan arti dari istilah tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat melihat, buta.
Menurut persatuan Tunanetra Indonesia atau Pertuni (2004)
mendefenisikan ketunanetraan sebagai berikut :
Ini berarti orang tunanetra mungkin tidak mempunyai
penglihtan sama sekali meskipun hanya membedakan antara terang
dan gelap. Orang dengan kondisi penglihatan seperti ini kita katakan
sebagai “buta total”. Di pihak lain, ada orang tunanetra yang masih
mempunyai sedikit sisa penglihatan sehingga mereka masih dapat
menggunakan sisa penglihatanya untuk melakukan kegiatan
sehari-hari. Orang tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan yang
fungsional seperti ini kita sebut sebagai orang “kurang awas” atau
lebih dikenal dengan sebutan “low vision” ( Widjaya, 2012: 11-12).
Anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatanya
(kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi
dalam kegiatan seperti halnya orang awas (Somantri, 2006: 65).
Tunanetra merupakan sebutan untuk individu yang mengalami
gangguan pada indera penglihatan. Pada dasarnya, tunanetra dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu buta total dan kurang penglihatan (low
vision) (Smart, 2012: 36).
Oleh karena itu, yang dimaksud sebagai penyandang tunanetra
merupakan siswa yang mengalami gangguan dalam indera
penglihatanya. Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan
dalam pnglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan.
F. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, Sugiyono
menjelaskan penelitian kualitaif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek secara alamiah, dimana
penelitian adalah sebagai instrumen kunci (Sugiyono, 2008:9).
Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
deskriptif kualitatif untuk menggambarkan secara sistematis mengenai
fakta-faktayang ditemukan dilapangan, foto, memo, dan dokumen
resmi lainya.
2. Kehadiran Penelitian
Kehadiran peneliti sebagai pengamat, dalam hal ini yakni
melakukan fungsi pengamatan (Moleong, 2007: 77).
Dalam penelitian ini, peneliti ikut berperan serta sebagai
pengamat guru dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam pada anak tunanetra di Wantuwirawan tahun pelajaran 2015.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLB Wantuwirawan, tepatnya berada di
Jl. Argobogo No.282 Ledok, Salatiga. Kec. Argomulyo 50732 Jawa
Tengah. Adapun strata pendidikan mencakup: TKLB (Taman
Kanak-Kanak), SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa), SMPLB (Sekolah
Menengah Pertama Luar Biasa),dan SMALB (Sekolah Menengah
Atas Luar Biasa). Subjek yang digunakan peneliti adalah SMPLB
Wantuwirawan.
Menurut Sugiyono (2014: 308), teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan sumber primer dan sumber
sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data yang langsung meberikan
data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber
yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, baik
melalui dokumen maupun orang lain.
Adapun dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian
adalah siswa penyandang tunanetra di SMPLB Wantuwirawan,
Sedangkan informanya adalah Guru Pendidikan Agama Islam, kepala
sekolah dan guru lain.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam
penelitian ini adalah :
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistematis tentang fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi,
1987:142).
Metode ini peneliti gunakan untuk mendapatkan data
mengenai kondisi sekolah, interaksi guru dengan siswa dan
kegiatan pembelajaran dikelas.
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan
tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematisdan
berdasar pada tujuan penelitian (Hadi, 1989:193).
Metode ini ditujukan kepada Kepala Sekolah, guru
Pendidikan Agama Islam, dan juga teman sejawat guru di sekolah.
untuk mengumpulkan informasi mengenai pelaksanaan Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM). Lebih lanjut, peneliti akan menanyakan
tentang metode yang diterapkan untuk siswa penyandang tunanetra
dan menanyakan kendala dalam pelaksanaan pembelajaran
pendidikan agama Islam.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, buku, dan sebagainya (Arikunto,
1998:236).
Metode ini peneliti gunakan untuk meperoleh data
mengenai informasi sekolah yang meliputi struktur
organisasi,sarana dan prasarana, data guru dan data siswa.
6. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu
segera digarap oleh peneliti. Di dalam buku-buku lain sering disebut
pengolahan data. Ada yang menyebut data preparation, ada pula data
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis data
meliputi klasifikasi data, penyaringan data, dan penyimpulan. Pada
tahap klasifikasi data dilakukan pengelompokan data berdasarkan
rumusan masalah yang ditetapkan. Pada tahap penyaringan data
dilakukan pemilahan data yang berguna dan tidak berguna, dan data
yang tidak dibuang. Pada tahap penyimpulan dilakukan penelaahan
data yang berguna dihubungkan dengan masalah penelitian yang
dirumuskan kemudian dipadukan dengan teori-teori yang ada dalam
konteks pembelajaran PAI.
Setelah data diperoleh secara utuh, seluruh data dianalisis
secara detail dan mendalam. Hal ini dilakukan untuk mengindari
adanya kesalahandalam penyajian data dan untuk menjaga keutuhan
penelitian. Kemudian disajikan dalam bentuk laporan penelitian.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian metode analisis data yang digunakan yaitu
triangulasi (keabsahan), triangulasi adalah teknik pemeriksaan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari data itu, untuk keperluan
pengecekan atau perbandingan terhadap data itu.
Triangulasi dengan sumber dan metode membandingkan dan
mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda. Dalam metode kualitatif hal ini dicapai
dengan jalan:
b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
terkait.
c. Membandingkan apa yang dikatakan key person(informan) dengan
informan.
8. Tahap-tahap Penelitian
a. Penelitian Pendahulan
Penelitian pendahuluan ini mengkaji buku-buku yang
berkaitan dengan pendidikan agama Islam pada siswa penyandang
tunanetra.
b. Tahap Penelitian di Lapangan
Setelah mengetahui kurikulum yang dilaksanakan dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak penyandang
tunanetra berdasarakan buku-buku yang telah dikaji kemudian
peneliti juga wawancara langsung kepada kepala sekolah dan guru
Pendidikan Agama Islam.
c. Tahap Analisis dan Pelaporan
Peneliti mengkaji antar informasi yang terdapat dalam buku
mengenai pembelajaran pendidikan agama Islam dengan data yang
diperoleh di lapangan.
Setelah data terkumpul maka dilakukan penelaian secara
selektif dan disesuaikan dengan permaslahaan yang diangkat dalam
penelitian.Setelah itu, dilakukan pengolahan dengan permasalahan
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan
untuk mempermudah jalan pikiran memahami secara keseluruhan isi
skripsi.
Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang
masalah, fokus penelitian, penegasaan istilah, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam meleputi :
pengertian perencanaan, fungsi perencanaan, prinsip-prinsip perencanaan.
Pelaksanaan materi pendidikan agama Islam: Pengertian pendidikan
agama Islam, tujuan pendidikan agama Islam, materi pendidikan agama
Islam. Evalusai pembelajaran: Pengertian evaluasi, fungsi evaluasi, dan
prinsip-prinsip evaluasi. Penyandang tunanetra: Pengertian tunanetra, Jenis
/karakteristik tunanetra , faktor penyebab tunanetra.
Bab III merupakan paparan data dan temuan penelitian meliputi:
paparan data SLB Wantuwirawan, sistem pembelajaran Pendidikan Agam
Islam pada siswa penyandang tuannetra di SMPLB Wantuwirawan dalam
tahap perencanaan, pelaksaan, dan evaluasi, kendala yang yang dialami
guru PAI dalam proses perencaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran
Pendidikan Agama Islam.
Bab IV merupakan analisis data meliputi sistem pembelajaran
Pendidikan Agama Islam pada siswa penyandang tunanetra di SMPLB
pembelajaran Pendidkan Agama Islam, kendala yang dialami guru PAI
dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran
Pendidikan Agama Islam.
Bab V merupakan penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Problematika Pembelajaran
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui
pendidikan atau lebih khusus melalui prosedur latihan (Sukardi, 1980:
17).Sementara mengajar adalah suatu proses menanamakan pengetahuan
sebanyak-banyaknya kepada peserta didik, menyampaikakan suatu
kebudayaan,dan membimbing kegiatan anak untuk mencapai suatu
perubahan (Mansyur, 1982: 35-36).
Suatu proses pembelajaran, tidak dilakukan dengan semudah
membalikkan telapak tangan, melainkan membutuhkan waktu dan usaha
sungguh-sungguh. Banyak problem yang harus dihadapai dan diselesaikan
dengan baik. Problem-problem pembelajaran itu, tentu saja berkaitan
dengan proses transfer ilmu pengetahuan dan pembentukan tingkah laku.
Dalam kesempatan ini akan diuraikan terlebih dahulu mengenai problem
belajar, yang sering dialami oleh siswa/peserta didik. Problem ini sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan suatu proses pembelajaran. Berikut
faktor-faktor yang mempengarahui:
Kesulitan belajar pada anak atau sering disebut dengan
learning disorders sangat erat kaitanya dengan pencapaian hasil
akademik dan aktivitas sehari-hari. Karena itu, tak jarang orang tua
begitu menghawatirkan masalah ini.
Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah yang memiliki
gangguan satu atau lebih dari proses dasar yang mencakup pemahaman
penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin
menampakan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna
dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis,
mengeja, atau menghitung.
Selain itu, kesulitan belajar merupakan kondisi di mana
kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria
standar yang telah ditetapkan, baik berbentuk sikap, pengetahuan,
maupun ketrampilan. Proses belajar yang ditandai dengan
hambatan-hambatan tertentu untuk menggapai hasil belajar (Subini, 2013: 12).
Ada beberapa problem belajar, yang terdiagnosa oleh para ahli dari
berbagai sepesialisasi, pendidikan, pengajaran, dan ilmu jiwa baik dari
kalangan Islam maupun non Islam. Problem-problem tersebut antara
lain motivasi, penugasan, konsentrasi, pemahaman, lupa, biaya, dan
kepercayaan diri (Syahatah, 2004: 92-113).
a. Motivasi
Seringkali motivasi menjadi persoalan dalam proses belajar
oleh berbagai macam alasan, tentu akan sangat mempengaruhi
hasil pembelajaran, meskipun berbagai sarana dan prasarana telah
dilengkapi. Demikian juga motivasi dalam mengajar, kurangnya
motivasi dalam mengajar, akan mengakibatkan proses transfer ilmu
pnegetahuan kepada anak didik tidak berhasil dengan sempurna.
Oleh karena, antara pengajar dan objek ajar ( pendidik dan peserta
didik) harus memiliki motivasi yang kuat untuk keberhasilan dalam
belajar dan mengajar.
b. Penugasaan
Akumulasi tugas dan pelajaran yang cukup banyak, sementara
dalam kehidupan sehari-hari seseorang bisa saja ada persoalan
waktu dan kondisi. Karena banyaknya tugas, atau karena sakit,
seseorang tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik,
sementara tugas-tugas lainnya sudah menunggu sehingga tidak bisa
mengejar ketertinggalan. Hal ini sering kali menyebabkan
kehilangan semangat, atau permasalahan-permasalahan lainya.
Solusinya, seseorang harus menerbitkan dan mengevaluasi jadwal
dengan cermat, menggunakan kembali motivasi, meminta bantuan
orang lain (teman atau guru) dan menghilangkan keputusasaan.
c. Konsentrasi
Kesulitan belajar juga dipengaruhi oleh daya konsentrasi
pada anak yang sedang belajar. Anak dengan dengan konsentrasi
yang mempengaruhi seperti kebisingan, acara lebih menarik dan
sebagainya. Namun sebaliknya jika seseorang tidak bisa memiliki
konsentrasi untuk belajar,hal yang mudah pun akan terasa sulit
untuk dipelajari , apalagi pelajaran yang sulit tentu akan terasa
lebih berat lagi. Tekanan dan permasalahan tertentu dapat
mengakibatkan seseorang kehilangan konsentrasi. Solusinya,
mencari tempat yang tepat sesuai yang diinginkan, mencatat
poin-poin penting, belajar bersama, dan menggunakan sarana-sarana
yang dapat membantu berkonsentrasi.
d. Pemahaman
Bagi peserta didik, persoalan pemahaman berkaitan dengan
tingkat intelektual (IQ) dan tingkat interest terhadap suatu materi
pelajaran. Meskipun bukan sebagai satu-satunya yang menentukan
kecerdasaan seseorang, inteligensi juga memberi pengaruh pada
kseulitan belajar seseorang. Inteligensi merupakan kemampuan
umum seseorang dalam menyesuaikan diri, belajar, atau berpikir.
Sementara guru, lebih diarahkan pada tingkat kemauanya dalam
memahami peserta didiknya dan bagaimana ia dapat memahami
arti dari tugas dantangggung jawabnya sebagai pendidik.
Solusinya, instropeksi diri, menyembuhkan penyakit fisik maupun
mental yang diderita, menambah jam belajar, dan belajar di tempat
tenang.
Daya ingat rendah sangat mempengaruhi hasil belajar
seseorang. Anak yang sudah belajar dengan keras namun
mempunyai daya ingat dibawah rata-rata hasilnya akan kalah
dengan anak yang mempunyai daya ingat tinggi. Hasil usaha
belajarnya tidak sepadan dengan prestasi yang didapatkanya.
Solusinya, refreshing, konsisten dengan jadwal, mengkosongkan
pikiran dari hal-hal yang membebani,mengulang-ulang pelajaran,
mamanfaatkan catatan, dan membuat ringkasan.
f. Biaya
Faktor ekonomi juga menjadi salah satu penyebab kesulitan
belajar pada anak. Keluarga dengan ekonomi pas-pasan cenderung
sulit memenuhi kebutuhan anak terutama dalam hal fasilitas yang
mendukung kegiatan belajar. Hal ini tentu berpengaruh pada
kesulitan belajarnya. Solusinya, Manajemen yang baik,
memaksimalkan penggunaan waktu belajar, dan mencari donasi.
g. Kepercayaan diri
Rasa percaya diri merupakan modal belajar yang sangat
penting. Bagaimana tidak? Seseorang yang merasa dirinya mampu
mempelajari sesuatu maka keyakinannya itu yang akan
menuntunya menuju keberhasilan. Berbeda jika tidak memiliki
kepercayaan bahwa ia mampu maka dalam perjalanan belajar pun
tidak ada semangat untuk meraih apa yang diinginkan. Pelajaran
akan dapat meraihnya. Solusinya banyak berlatih menumbuhkan
keyakinan bahwa sesungguhnya manusia itu sama, yaitu hanya
berhak berusha sementara Tuhan yang menentukan.
2. Problem Pembelajaran
Untuk permasalahan pembelajaran yang terfokus pada pendidik,
selain permasalahan pribadi yang menyangkut abilitas dan kapabilitas,
biasanya mengikuti permasalahan peserta didik. Keadaan peserta didik
menjadi faktor yang sangat menentukan keberhasilan dalam proses
belajar-mengajar. Selain itu, masih banyak faktor-faktor penting yang
mendukung keberhasilan, faktor lingkungan sekolah juga dapat
mempengaruhi kesulitan belajar anak, menurut Subini (2013: 34-38)
sebagai berikut :
a. Guru
Disekolah, guru merupakan orang yang mendidik anak dalam
segala hal. Guru dan cara mengajarnya merupakan faktor penting dalam
menentukan keberhasilan anak dalam belajar. Bagaimana sikap dan
kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh
guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada
anak-anak didiknya dan turut menentukan hasil belajar yang akan
dicapai.
Dalam kegiatan belajar, guru berperan sebagai pembimbing.
menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi
yang kondusif. Dengan demikian, cara mengajar guru harus efektif dan
mengerti oleh anak didiknya, baik dalam menggunakan model, teknik,
ataupun metode dalam mengajar yang akan disampaikan kepada anak
didiknya dalam proses belajar mengajar dan disesuaikan dengan konsep
yang diajarkan berdasarkan kebutuhan siswa dalam proses belajar
mengajar.
Sulit tidaknya suatu pelajaran dimata anak-anak tergantung pada
bagaimana gurunya mengungkapkan. Terkadang ada guru yang selalu
meremehkan siswanya. Guru yang tidak bisa memotivasi anak untuk
belajar lebih giat lagi. Bahkan, sering kita temukan guru yang
membiarkan anak yang tidak mengerjakan PR, tidak memberi sanksi
terhadap anak yang terlambat ataupun membolos. Oleh karena itu,
sangat penting memperhatikan guru demi mengatasi kesulitan belajar
pada anak.
b. Metode mengajar
Metode merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan mengajar hakikatnya adalah
suatu proses, yaitu mengatur, mengorganisasikan lingkungan yang ada
disekitar anak sehingga dapat menumbuhkan dan mendorongnya
untuk melakukan proses belajar.
Dalam kegiatan belajar mengajar, metode sangat diperlukan
mengajar yang dapat digunakan guru saat kegiatan belajar mengajar
berlangsung. Tergantung masing-masing menyukai yang mana.
Metode yang monoton, begitu-begitu saja kadang juga bisa menjadi
salah satu penyebab kesulitan belajar pada anak. Mungkin anak
merasa tidak cocok dengan metode yang digunakan gurunya sehingga
tidak tertarik menyimak materi yang diajarkan. Dapat juga anak
merasa bosan.Oleh, karena itu, bagi para guru alangkah baiknya
menggunakan metode mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai.
c. Instrumen/ fasilitas
Alat merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam
rangka mencapai tujuan pengajaran maka alat mempunyai fungsi
sebagai pelengkapuntuk mencapai tujuan. Dalam hal ini, meskipun
hanya berfungsi sebagai pelengkap namun dapat menyebabkan
kesulitan belajar pada anak.
Misalnya saja komputer. Untuk belajar ilmu grafis, seorang
anak membutuhkan seseuatu untuk menggambar. Memang
menggambar bisa dilakukan diatas kertas atau apapun, namun akan
lebih mudah lagi jika melakukanya didalam komputer. Hal ini
menunjukan bahwa instrumen atau fasilitas yang ada disekolah juga
menjadi faktor kesulitan belajar.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan tertentu.
Relasi guru dengan anak.
Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan anak. Oleh
karena itu, cara belajar anak juga dipengaruhi oleh relasinya dengan
guru yang bersangkutan. Anak akan menyukai mata pelajaran yang
diberikannya sehingga siswa berusaha mempelajari dengan
sebaik-baiknya. Namun, jika hubungan antara guru dan anak kurang baik,
seperti ada jarak karena takut, tidak akrab, anak menjuluki guru galak,
dan sebagainya maka akan berpengaruh pada kelancaran belajar
mengajarnya.
e. Relasi antarsiswa
Selain dengan guru, hubungan antarsiswa disekolah juga
menentukan tingkat kecerdasan siswa. siswa yang pendiam,
mengurung diri, dan tidak mau bergaul dengan teman lainya tentu
kesulitan bertanya jika ada materi yang belum dipahaminya. Siswa
akan cenderung diam daripada mencari tahu penyelesaian masalahnya.
Apabila dengan sesama teman saja hubungan tidak baik, dengan guru
pun kemungkinan juga jauh. Anak akan merasa lebih takut dan
akhirnya membiarkan dirinya tidak paham dengan apa yang
f. Disiplin sekolah
Kedisiplinan sekolah erat hubunganya dengan kerajinan siswa
dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan guru dalam
mengajar dengan pelaksanaan tata tertib, kedisiplinan pengawas atau
karyawan dalam pekerjaan administrasi dan keberhasilan atau
keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman, dan lain-lain. Sebagai
contoh, jika ada siswa yang tidak mengerjakan PR dibiarkan saja
tanpa diberi hukuman, selamanya jika ada tugas rumah ia tidak akan
mengerjakan. Berbeda dengan guru yang memberi sanksi pada siswa
yang lupa mengerjakan tugasnya, siswa akan berusaha mengerjakan
apa yang menjadi pekerjaan rumahnya.
h. Pelajaran dan waktu
Waktu sekolah adalah saat terjadinya proses belajar mengajar
di sekolah. Waktu sekolah dapat pagi hari, siang, sore bahkan malam
hari. Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar anak. Anak yang
sekolahnya masuk pagi tentu berbeda semangat belajarnya dengan
yang siang. Pagi hari tubuh masih fresh, lingkungan sekitar masiih
mendukung karena tidak terlalu panas,dan kebanyakan orang sibuk
dengan dengan aktivitasnya masing-masing. Berbeda dengan sekolah
yang masuk siang hari. Tubuh anak lebih lelah, keadaan sekitar pun
lebih ramai. Tentu proses belajar mengajar lebih terganggu. Begitu
juga di malam hari, tubuh terasa capek karena telah beraktivitas
Selain itu, hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa setiap
orang setiap harinya mempunyai jumlah waktu sama, yakni 24 jam.
Oleh karena waktu yang sama maka anak berhasil dalam belajar tanpa
mengalami kesulitan tidak lain karena kemampuanya dalam mengatur
waktu.
i. Standar pelajaran
Standar pelajaran yang terlalu tinggi juga dapat menyulitkan
belajar anak. Apalagi, kemampuan anak juga berbeda-beda. Anak
akan merasa sulit memahami pelajaran karena standar pelajaran yang
dipatok diatas kemampuan mereka. Meskipun standar pelajaranya
biasanya ditentukan oleh dinas pendidikan, namun guru dapat
mengakali dengan memberikan materi dasar dari standar yang ada.
Hal ini tentu akan mengurangi kesulitan anak dalam memahami yang
diajarkan guru.
j. Kebijakan penilaian
Faktor lain yang mempengaruhi kesulitan belajar anak adalah
kebijakan penilaian. Tidak semua guru sama dalam hal memberikan
nilai. Ada guru yang terlalu murah memberikan nilai, namun tidak
sedikit juga yang „pelit‟. Ketika anak sudah belajar dengan sungguh
-sungguh, berusaha semaksimal mungkin, namun semua kembali pada
sang guru yang menilai. Hal ini tentu akan mempengaruhi hasil
belajar anak.
Keadaan gedung disekolah sebagai tempat belajar juga ikut
memberi pengaruh pada keberhasilan anak. Gedung yang rusak, kotor,
banyak sampah yang berserakan atau bahkan atapnya bocor tentu
menjadi kendala saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Bagaimana mungkin dapat belajar dengan baik jika fasilitas gedung
sekolah tidak mendukung. Meskipun anak dengan semangat yang
menggebu untuk belajar, namun keadaan gedung sekolah
menghawatirkan dapat menurunkan niatnya mencari ilmu.
B. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam (PAI), menurut Zakiyah Daradjat,
adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yang berupa
bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah
selesai dari pendidikan itu, ia dapat memahami, mengahayati, dan
mengamalkan ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya,
demi kemaslahatan dan kesejahteraan hidupnya.
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana
dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
mengahayati, hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan
tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubunganya
dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan
Sementara itu pengertian lebih sepesifik tentang Pendidikan
Agama Islam diberikan (Syafaat, 2008: 16) Pendidikan Agama Islam
yaitu usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap
anak agar kelak selesai kependidikanya dapat memahami,
mengahayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam, serta
menjadikanya sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun
kehidupan bermasyarakat.
Pendidikan juga mempersiapkan anak-anak agar menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan memecahkan masalah
kehidupan. Penggunaan fikiran atau akal ini bukan saja untuk
menyelesaikan masalah, tetapi juga selalu diingatkan Allah SWT
melalui wahyunya agar dipergunakan dalam menghadapi gejala alam
yang tidak terkira jumlahnya. Seperti dalam firman Allah SWT di
dalam surat Ar-Rahman ayat 33 sebagai berikut:
Artinya :
Demikian pentingnya akal dan fikiran yang dikatakan kekuatan
di dalam wahyu Allah SWT tersebut diatas. Dengan akal atau fikiran
manusia menemukan ilmu dan teknologi, yang dapat digunakanya
untuk menembus ruang angkasa dan bumi (Nawawi, 1993: 197).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
implementasi pendidikan agama Islam adalah suatu pelaksanaan
kegiatan yang terencana untuk memperoleh hasil efektif dan efesien,
sesuai dengan tujuan yang ditunjukan kepeda anak didik yang sedang
tumbuh agar mereka mampu menumbuhkan sikap dan budi pekerti
yang baik, serta dapat memelihara perkembangan jasmani dan rohani
secara seimbang dimasa sekarang dan mendatang sesuai aturan agama
Islam dan menjadikan Agama Islam menjadi pandangan hidup.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Makna tujuan secara etimologi adalah “arah, maksud atau
haluan”, dalam bahasa arab “tujuan” disitillahkan dengan ghayat,
ahdaf, atau maqashid. Sementara dalam bahasa Inggris diistilahkan
dengan goal, purpose, objectives. Secara terminologi,tujuan berarti “sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan
selesai”. Oleh H. M. Arifin menyebutkan, bahwa tujuan proses
pendidikan agama Islam adalah “Idealitas (cita-cita) yang mengandung
nilai-nilai Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang
Dari pandangan Islam tentang alam ini tampaklah dengan jelas,
bahwa tujuan asasi dari adanya manusia di dalam alam ini adalah
beribadah dan tunduk kepada Allah, serta menjadi khalifah di muka
bumi untuk memakmurkannya dengan melaksanakan sya‟riat dan
menaati Allah. Allah SWT telah menjelaskan tujuan ini didalam
firman-Nya dalam surat ad-Dzariyat: 56 sebagai berikut:
Artinya:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.
Jika ini tujuan hidup manusia, maka pendidikanya pun harus
mempunyai tujuan yang sama, yaitu : mengembangkan fikiran manusia
dan mengatur tingkah laku serta perasaanya berdasarkan islam
(Nahlawi, 1996: 162).
Secara umum, tujuan pendidikan agama Islam menurut
(Daradjat, 2011: 30-33) terbagi kepada : tujuan umum, tujuan
sementara, tujuan akhir dan tujuan oprasional.
a. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua
kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengancara
lain. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusian yang
b. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak
didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan
dalam suatu kurikulum pendidikan formal.
c. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik
menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia
mengahabisi sisa umurnya.
d. Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai
dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Suatu unit
kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah
dipersiapakan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu.
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Berbicara mengenai Pendidikan Agama Islam tentunya tidak
terlepas dari apa fungsi dan tujuanya. Maka dari itu Pendidikan Agama
Islam mempunyai beberapa fungsi yaitu :
a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaatan
peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam
lingkungan keluarga.
b. Penanaman mental, yaitu sebagai pedoman hidup untuk
mencari kebahagian hidup didunia dan diakhirat.
c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial dan dapat mengubah lingkunganya sesuai dengan ajaran
d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta
didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari.
e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari
lingkunganya atau buadaya lain yang dapat membahayakan
dirinya dan menghamabat perkembanganya menuju manusia
Indonesia seutuhnya.
f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara
umum, sistem dan fungsionalnya.
g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang
memiliki bakat khusus dibidang agama Islam agar bakat
tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat
dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain (Majid,
2006: 134-135).
4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Ruang lingkup pendidkan agama Islam meliputi keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan antara lain: huungan manusia dengan
Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan
manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan mahluk
lain dan lingkunganya (Ramayulis, 2008: 22-23).
Sebagaimana diketahui, ajaran pokok islam adalah aqidah
pokok ini kemudian diajarkan dalam bentuk rukun iman, rukun islam,
dan akhlak. Dari ketiganya lahirlah Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh,dan Ilmu
Akhlak. Ketiga kelompok ini kemudian dilengkapi dengan
pembahasan dasar hukum Islam yaitu al-Qur‟an dan al-Hadits,
ditambah lagi dengan sejarah Islam (tarikh) sehingga secara
beruntutan: Ilmu Tauhid, Ilmu (keimanan), Ilmu Fiqh, Aqidah Akhlak,
Ilmu Al-Qur‟an dan Al-Hadits, Tarikh Islam (Majid, 2006: 77).
5. Sumber Pendidikan Agama Islam
Sumber pendidikan agama Islam yaitu al-Qur‟an, as-Sunnah,
ucapan para sahabat (mazhab al-sahabl), kemaslahatan umat (marsalih
al-mursalah), tradisi atau adat yang sudah dipraktikkan dalam kehidupan
masyarakat (al-„urf), dan hasil ijtihad para ahli. Selain itu ada pula yang
meringkaskan sumber pendidikan Islam menjadi tiga macam yaitu
al-Qur‟an, as-Sunnah, dan Ijtihad.
6. Komponen Pelaksanaan Pembelajaran PAI
Komponen pelaksanaan pendidikan berarti kajian tentang
sistem pndidikan yang merupakan satu kesatuan, saling berkaitan dan
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainya. Menurut Hunt
dalam (Syaifuddin dkk, 2007: 10) pembelajaran itu efektif jika siswa
memperoleh pengalaman barudan perilakunya berubah menuju titik
akumulasi kompetensi yang dikehendaki. Terdapat lima bagian penting
dalam peningkatan efektivitas pembelajaran, yaitu perencanaan,
pengaturan, dan evaluasi. Pada penelitian ini, peneliti hanya membahas
tentang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
a. Perencanaan pembelajaran
Perencanaan pembelajaran adalah suatu proses pembuatan
rencana, model, pola, bentuk, konstruksi, yang melibatkan guru,
peserta didik, serta fasilitas lain yang dibutuhkan, yang tersusun
secara sistematis agar terjadi proses pembelajaran yang efektif dan
efesien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan
(Chamsijiatin dkk, 2008: 4).
Beberapa tahap yang harus dilalui dalam perencanaan
pembelajaran dan pengorganisasian siswa berkebutuhan khusus.
Tahapan tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) menetapkan
bidang-bidang atau aspek problema/kesulitan belajar yang akan
ditangani, apakah seluruh mata pelajaran, sebagian mata pelajaran,
atau hanya bagian tertentu dari suatu mata pelajaran. 2)Menetapkan
penedekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk rencana
pengorganisasian siswa, apakah bentuknya berupa pelajaran remedial,
penambahan latihan-latihan di dalam kelas atau luar kelas, pendekatan
kooperatif, atau kompetitif. 3) Menyusun program pembelajaran
individual. Program pembelajaran individual (PPI) disusun agar anak
peproblema belajar/bermasalah mendapatkan layanan pendidikan
sesuai dengan kebutuhan khusus mereka (Yusuf dkk, 2003: 48).
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari
rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan
pembelajaran menjadi panduan yang harus digunakan dalam
pembelajaran, karena di dalam rencana pembelajaran tersebut telah
ditetapkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan penilaian pembelajaran.
c. Evaluasi pembelajaran
Evaluasi diterapkan untuk mengetahui tingkat kebrhasilan
Seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran,
mmenemukan kelemahan-kelemahan yang baik berkaitan dengan
materi, metode, media, ataupun sarana (Nizar, 2002: 78).
Evaluasi dilakukan untuk membantu mengatasi problema
belajar siswa, perlu dilakukan pemantauan secara terus-menerus
terhadap kemajuan atau kemunduran belajar siswa. Jika siswa
mengalami kemajuan dalam belajar, pendekatan yang dipilh oleh guru
perlu terus dimantapkan, tetapi jika terdapat kemajuan perlu diadakan
peninjuan kembali, baik mengenai isi dan pendekatan program,
maupun motivasi siswa yang bersangkutan untuk memperbaiki
kekurangan-kekuranganya. Diharapkan pada akhirnya semua
problema belajar pada siswa secara bertahap dapat diperbaiki sehingga
siswa terhindar dari kemungkinan tidak naik kelas atau bahkan putus
C. Penyandang Tunanetra 1. Pengertian Tunanetra
Mengenai apa arti dari tunanetra itu sendiri, banyak versi yang
menyebutkan arti dari istilah tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat melihat, buta. Menurut
persatuan Tunanetra Indonsia atau Pertuni (2004) mendefenisikan
ketunanetraan sebagai berikut :
Orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatanya untuk membaca tulisan biasa berukuran dua belas point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas).
Ini berarti orang tunanetra mungkin tidak mempunyai penglihtan
sama sekali meskipun hanya membedakan antara terang dan gelap.
Orang dengan kondisi penglihatan seperti ini kita katakan sebagai “buta
total”. Di pihak lain, ada orang tunanetra yang masih mempunyai
sedikit sisa penglihatan sehingga mereka masih dapat menggunakan
sisa penglihatanya untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Orang
tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan yang fungsional seperti
ini kita sebut sebagai orang “kurang awas” atau lebih dikenal dengan
Anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatanya
(kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi
dalam kegiatan seperti halnya orang awas (Somantri, 2006: 65).
Tunanetra merupakan sebutan untuk individu yang mengalami
gangguan pada indera penglihatan. Pada dasarnya, tunanetra dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu buta total dan kurang penglihatan (low
vision) (Smart, 2012: 36).
Oleh karena itu, yang dimaksud sebagai penyandang tunanetra
merupakan siswa yang mengalami gangguan dalam indera
penglihatanya. Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan
dalam pnglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan.
2. Faktor penyebab ketunanetraan
Secara ilmiah ketunanetraan anak dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, baik faktor dalam diri anak (internal) ataupun faktor
dari luar anak (eksternal).
a. Pre-natal (dalam kandungan)
Faktor penyebab tunanetra pada masa pre-natal sangat erat
kaitanya dengan adanya riwayat dari orangtuanya atau adanya
kelainan pada masa kehamilan.
Keturunan, pernikahan dengan sesama tunanetra dapat
menghasilkan anak dengan kekurangan yang sama, yaitu
tunanetra, jika salah satu orangtua memiliki riwayat tunanetra,
faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, yaitu penyakit
pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Selain itu,
katarak juga disebabkan oleh faktor keturunan.
Pertumbuhan anak didalam kandungan, ketunanetraan
anak yang disebabkan pertumbuhan anak dalam kandungan
biasa disebabkan oleh: gangguan pada saat ibu hamil, adanya
penyakit manahun, seperti TBC sehingga merusak sel-sel darah
tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan. Infeksi
atau luka yang dialami ibu hamil akibat terkena rubella atau
cacar air dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga,
jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang
berkembang. Infeksi karena penyakit kotor, toxopalsmosis,
trachoma, dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang
berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata,
dan kekurangan vitamin tertentu dapat menyebabkan gangguan
pada mata sehingga kehilangan fungsi penglihatan.
b. Post-natal
Post-natal merupakan masa setelah bayi dilahirkan.
Tunanetra bisa terjadi pada masa ini, penyebabnya antara lain:
Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu
persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras.
Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe
akhirmya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat
hilangnya daya penglihatan.
Mengalami penyakit mata yang menyebabkan
ketunanetraan, misalnya : Xeropthalmia; yakni penyakit mata
karena kekurangan vitamin A, Trachoma; yaitu penyakit mata
karena virus chilimidezoon trachomanis. Catarac; yaitu
penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata
menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar menjadi putih.
Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan
dalam bola mata sehingga tekanan pada bola mata meningkat.
Diabtek Retinopathy; yaitu gangguan pada retina yang
disebabkan oleh penyakit diabetes militus. Retina penuh dengan
pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh
kerusakan sistem sirkulasi sehingga merusak penglihatan.
Macular Degeneration; yaitu kondisi umum yang agak baik,
ketika daerah tengah retina secara berangsur memburuk. Anak
dengan retina degenerasi masih memiliki penglihatan perifer,
tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas
obejek-objek di bagian tengah bidang penglihatan. Retinopathy of
prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya
terlalu prematur. Pada saat lahir, bayi masih memiliki potensi
penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur
dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari
inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat
menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak
normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan
mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput
jela (retina) dan tunanetra total.
Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan,
seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang
berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dan lain-lain (Smart,
2012: 41-44).
Menurut direktorat pembinaan sekolah luar biasa, ada
beberapa klasifikasi tunanetra, seperti di bawah ini :
Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan :
a. Tunanettra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang
sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka
telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual
tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja;
mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan
meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap
d. Tunanettra pada usia dewasa; pada umumnya mereka
yang dengan segala kesadaran mampu melakukan
latihan-latihan penyesuaian diri.
e. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit
mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
Berdasarkan kemampuan daya penglihatan:
a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni
mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan
akan tetapi mereka masih dapat mengikuti
program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/
kegiatanyang menggunakan fungsi penglihatan. Anak
masih bisa menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi
ketajamanya lebih dari 6/21, atau anak hanya mampu
membaca headline pada surat kabar. Berdasarkan
defenisi World Health Organization (WHO), seseorang
dikatakan Low Vision apabila: memiliki kelainan fungsi
penglihatan meskipun telah dilakukan pengobatan,
misalnya operasi dan atau koreksi refraksi standart
(kacamata atau lensa). Mempunyai ketajaman
penglihatan kurang dari 6/18 sampai dapat menerima
persepsi cahaya. Luas penglihatan kurang dari 10
derajat dari titik fiksasi secara potensial masih dapat
atau pelaksanaan suatu tugas. Ciri-ciri Low Vision
antara lain: menulis dan membaca dengan jarak yang
sangat dekat, hanya dapat membaca huruf berukuran
besar, memicingkan mata atau mengerutkan kening
terutama dicahaya terang atau saat mencoba melihat
sesuatu.
b. Tunanentra setengah berat (partially sighted); yakni
mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan,
hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu
mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca
tulisan yang bercetak tebal.
c. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama
sekali tidak dapat mellihat.
3. Karakteristik anak tunanetra
Bayangkan ketika seorang anak dengan penglihatan yang
normal dapat dengan mudah bergerak dari lingkunganya, menemukan
mainan dan teman-teman bermainnya, serta melihat dan meniru
orangtuanya dalam aktivitas sehari-hari. Siswa tunanertra kehilanan
saat-saat belajar kritis seperti itu, yang mungkin berdampa terhadap
perkembangan, belajar, keterampilan sosial, dan perilakunya.
Ketika siswa tunanetra memiliki keterbatasan untuk melakukan
kita untuk memahami karakter dari siswa-siswa tunanetra , menurut
Widjaya (2012: 23-27) sebagai berikut:
a. Karakteristik Kognitif
Ketunanetraan secara langsung berpengaruh pada
perkembangan dan belajar dalam hal yang bervariasi.
Lowenfeldmenggambarkan dampak kebutaan dan low vision
terhadap perkembangan kognitif, dengan mengidentifikasi
keterbatasan yang mendasar pada anak dalam tiga ara berikut ini :
Tingkat dan keanekaragaman pengalaman
Ketika seorang anak mengalami ketunanetraan , maka
pengalaman harus diperoleh dengan menggunakan indera-indera
yang masih berfungsi, khususnya perabaan dan pendengaran.
Tetapi bagaimanapun indera-indera tersbut tidak dapat secara cepat
dan menyeluruh dalam memperoleh informasi, misalnya ukuran,
warna, dan hubungan ruang yang sebenarnya bisa diperoleh dengan
segera melalui penglihatan. Tidak seperti halnya penglihatan,
ketika mengeksplorasi benda dengan perabaan merupakan proses
dari bagian keseluruhan, dan orang tersebut harus melakukan
kontak dengan bendanya selama dia melakukan eksplorasi tersebut.
Beberapa benda mungkin terlalu jauh (misalnya bintang, dan
terlalu rapuh (misalnya binatang kecil, dan sebagainya), atau
membahayakan (misalnya api dan sebagainya) untuk diteliti
dengan perabaan.
1) Kemampuan untuk berpindah tempat.
Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan
leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai
keterbatasan dalam melakukan gerakan tersebut. Keterbatasan
tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh
pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan sosial. Tidak
seperti anak-anak yang lainya, anak tunanetra harus belajar cara
berjalan dengan aman dan efesien dalam suatu lingkungan dengan
berbagai keterampilan orientasi dan mobilitas.
2) Interaksi dengan lingkungan.
Jika anda berada disuatu tempat yang ramai, anda dengan
segera bisa melihat ruangan dimana anda bearada, melihat
orang-orang disekitar, dan anda bisa dengan bebas bergerak dilingkungan
tersebut. Orang tunanetra tidak memiliki kontrol seperti itu. Bahkan
dengan keterampilan mobilitas yang dimilkinya, gambaran tentang
lingkungan masih tetap tidak utuh.
b. Karakteristik Akademik
Dampak ketunanetraan tidak hanya terhadap perkembangan
akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis. Sebagai
contoh, ketika anda membaca atau menulis anda tidak perlu
memperhatikan secara rinci bentuk huruf atau kata, tetapi bagi
tunanetra hal tersebut tidak bisa dilakukan karena ada gangguan
pada ketajaman penglihatanya. Anak-anak seperti itu sebagai
gantinya mempergunakan berbagai alternatif media atau alat untuk
membaca dan menulis, sesuai dengan kebutuhanya masing-masing.
Mereka mungkin menggunakan braille atau huruf cetak dengan
berbagai alternatif ukuran. Dengan asesmen dan pembelajaran yang
sesuai, anak tunanetra tanpa kecacatan tambahan dapat
mengembangkan kemampuan membaca dan menulisnya seperti
teman-teman lainya yang dapat melihat.
c. Karakteristik sosial dan emosional
Perilaku sosial secara tipikal dikembangkan melalui
observasi terhadap kebiasaan dan kejadian sosial serta menirunya.
Perbaikan biasanya dilakukan melalui penggunaan yang
berulang-ulang dan bila diperlukan meminta masukan dari orang lain yang
berkompeten. Karena tunanetra mempunyai keterbatasan dalam
belajar melalui pengamatan dan menirukan, siswa tunanetra sering
mempunyai kesulitan dalam melakukanperilaku sosial yang benar.
Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh
terhadap keterampilan sosial, sehingga kurang bisa
tunanetra menjaga kontak mata orientasi wajah, penampilan postur
tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi
wajah dengan benar, mengekspresikan perasaan, menyampaikan
pesan yang tepat pada waktu melakukan komunikasi, serta
mempergunakan alat bantu yang tepat.
d. Karakteristik perilaku
Ketunanetraan itu sendiri tidak menimbulkan masalah atau
penyimpangan perilaku pada diri siswa, meskipun demikian hal
tersebut berpengaruh pada perilakunya. Siswa tunanetra
kadang-kadang sering kurang memperhatikan kebutuhan sehari-harinya,
sehingga ada kencenderungan orang lain untuk membantunya.
Apabila hal ini terjadi maka siswa akan berkecendrungan berlaku
pasif.
Beberapa siswa tunanetra sering menunjukan perilaku
stereotip (berulang-ulang),sehingga menunjukan perilaku yang
tidak semestinya. Sebagai contoh mereka sering menekan matanya,
membuat suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan kepala
dan badan, atau berputar-putar. Ada beberapa teori yang
mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadang mengembangkan
perilaku stereotipnya. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat dari
tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya aktifitas dan gerak di
dalam lingkungan, serta keterbatasan sosial. Biasanya para ahli