• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI GURU DALAM PEMBELAJARAN PADA SISWA TUNANETRA DI SMPLB WANTUWIRAWAN TAHUN PELAJARAN 20152016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SISTEM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI GURU DALAM PEMBELAJARAN PADA SISWA TUNANETRA DI SMPLB WANTUWIRAWAN TAHUN PELAJARAN 20152016"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DAN PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI GURU

DALAM PEMBELAJARAN PADA SISWA TUNANETRA

DI SMPLB WANTUWIRAWAN

TAHUN PELAJARAN

2015/2016

SKRIPSI

Diajukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

Oleh

SITI MASITOH

NIM 111 11 197

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO















































Artinya:

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan

orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha

(7)

PERSEMBAHAN

Atas rahmat dan ridho Allah SWT, skripsi ini aku persembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku yang sangat aku hormati dan cintai Bapak Asrodin dan Ibu Surati, karena dengan bimbingan, kasih sayang, dan doa keduanya lah aku melangkah ke depan dengan optimis untuk meraih cita-cita.

2. Adiku Tini yang senantiasa memotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 3. Sahabatku Ria Winarni, Nurul Fadlilah, Ika Khusnul Fadhilah, , Usriya Hidayati,

Dwi Silvia, Yuli Hastuti yang selalu memberikan semangat dan motivasi.

(8)

KATA PENGANTAR

Asslamu‟alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas

segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan

kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga

tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh

gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima

kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi M.Pd Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). 4. Ibu Muna Erawati, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas

mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

(9)

7. Ibu Huru Tryasti sebagai guru PAI di SMPLB Wantuwirawan yang telah memotivasi dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT.

Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb

Salatiga, 7 September 2015 Penulis

SITI MASITOH

(10)

ABSTRAK

Masitoh, Siti. 2015. Promblematika yang dihadapi guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunanetra di SMPLB Wantuwirawan Tahun Pelajaran 2015/2016. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr Muna Erawati, M.Si

Kata kunci: Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam, Siswa Tunanetra

Siswa Tunanetra merupakan anak yang mengalami hambatan pada indera penglihatanya, walaupun telah diberi alat-alat bantu khusus mereka masih memerlukan pendidikan khusus. Kunci keberhasilan proses pembelajaran tersebut ditentukan oleh beberapa komponen, diantaranya guru, metode yang digunakan,dan kurikulum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunanetra di SMPLB Wantuwirawan tahun pelajaran 2015/2016. Hasil penelitian ini diharapakan dapat dipergunakan untuk memberikan informasi dan masukan kepada semua pihak terutama guru dan lembaga pendidikan.

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, Sedangkan analisis data dilakukan dengan klasifikasi data, penyaringan data dan Penyimpulan.

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... I LEMBAR BERLOGO ... Ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... Iii PENGESAHAN KELULUSAN ... Iv DEKLARASI... ... V

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

1. Manfaat Teoritik ... 5

2. Manfaat Praktik ... 5

E. Penegasan Istilah... 5

1. Pembelajaran pendidikan Agama Islam... 5

2. Penyandang Tunanetra... 7

F. Metode Penelitian... 8

Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 8

1. Kehadiran Peneliti ... 8

2. Lokasi Penelitian ... 8

3. Sumber Data... 9

4. Prosedur Pengumpulan Data... 9

5. Analisis Data ... 11

6. Pengecekan Keabsahan Data... 12

7. Tahap-tahap Penelitian... 12

G. Sistematika Penulisan Skripsi ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA 15 A. Problematika Pembelajaran ... 15

1. Kesulitan Belajar... ... 15

(12)

4. Faktor-fakor Problem Pembelajaran ... 20

B. Pendidikan Agama Islam... ... 26

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam... 26

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam... 28

3. Fungsi Pendidikan Agama Islam... 30

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam... 31

5. Sumber Pendidikan Agama Islam... 6. Komponen Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam... 32 32 C. Penyandang Tunanetra... 1. Pengertian Tunanetra... ... 2. Faktor Penyebab Ketunanetraan... 3. Karakteristik Anak Tunanetra... 4. Ciri-ciri Anak Tunanetra... 35

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 50

1. Sejarah Singkat SLB Wantuwirawan... 50

2. Identitas Sekolah... 51

3. Struktur Organisasi Sekolah... 53

4. Data Guru dan Karyawan... 54

5. Sarana dan Prasarana... 54

B. Temuan Penelitian... 57

1. Sistem Pembelajaran PAI... 57

2. Kendala yang di Alami Guru PAI... 64

BAB IV PEMBAHASAN... 67

A. Sistem PembelajaranPAI... 67

1. Perencanaan Pembelajaran PAI... 66

2. Pelaksanaan Pembelajaran PAI... 73

3. Evaluasi Pembelajaran PAI... 77

B. Kendala yang di alami Guru PAI... 80

BAB V PENUTUP... 82

A. Kesimpulan... 81

B. Saran... 83

.DAFTAR PUSTAKA... 85

(13)

DAFTAR LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Verbatim... 87

2. Pedoman Wawancara... 95

3. Pedoman observasi... 97

4. Riwayat Hidup... 99

5. Surat Ijin Penelitian... 100

6. Surat Keterangan Penelitian... 101

7. Lembar Konsultasi... 102

8. Sumber Belajar... 103

9. Kurikulum untuk Siswa Tunanetra...

10. SKK...

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan anugrah Allah SWT yang wajib disyukuri.

Kelahiran anak harus diterima sebagai berkah, baik ia dilahirkan dalam

keadaan sempurna maupun kurang sempurna. Sebagai wujud rasa

syukur,orang tua hendaknya memberikan pelayanan kepada putra-putrinya

sesuai dengan kebutuhan mereka. Orang tua mengupayakan hal terbaik

untuk perkembangan anak , dengan harapan cita-cita yang mungkin belum

bisa terwujud dapat terealisasi.

Namun, bagaimana jika anak yang terlahir memiliki beberapa

keterbatasan atau lebih dikenal dengan anak berkebutuhan khusus?

Pertanyaan ini mengingatkan kepada semua pihak mengenai pentingnya

pendidikan yang sesuai dengan karakteristik siswa berkebutuhan khusus.

Untuk itu, seharusnya orang tua membimbing dan mengarahkan anak

secara tepat adalah memberikan kesempatan kepada anak belajar di

sekolah luar biasa (SLB). Bentuk dukungan ini menjadikan anak menjadi

pribadi yang mandiri.

Pada UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,

dijelaskan dalam pasal 5 ayat (1) dan (2) menyatakan : (1) Setiap warga

(15)

bermutu. (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,

mental intelektual, dan sosial berhak mendapatkan pendidikan khusus.

Anak tunanetra merupakan anak yang berkebutuhan khusus yang memiliki

ketunaan dalan indera penglihatan,sehingga telah jelas undang-undang

tersebut pada pasal 5 ayat (2), menunjukan bahwa anak tunanetra berhak

mendapatkan pendidikan. Untuk itu dukungan perkembangan dan

kemajuan anak tunanetra dapat dibekali lewat sekolah luar biasa (SLB).

Pendidikan adalah sarana utama untuk menumbuh-kembangkan

kepribadian anak, baik secara fisiologis maupun psikologis. Pendidikan

artinya memberi pelajaran kepada anak didik, yang mencakup fungsi

kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan) dan psikomotor (perubahan

tingkah laku). Demikian pula dengan pendidikan dalam islam, bertujuan

untuk membentuk pribadi yang utuh, sehat jasmani dan rohani (Surviani,

2004: 24).

Pendidikan Agama Islam secara khusus adalah pendidikan melalui

ajaran-ajaran agama islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap

anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan itu ia dapat

memahami, mengahayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam sebagai

suatu pandangan hidupnya demi kemaslahatan dan kesejahteraan hidup di

dunia maupun di akhirat kelak (Darajat, 1998: 88). Dalam pandangan

Islam setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), semua tergantung

pada orang tuanya, kemana mereka hendak mengarahkanya (Muslim, tt:

(16)

yang digariskan dalam syari‟at Islam, yang dalam sitem pendidikan

dikenal dengan istilah Pendidikan Agama Islam (PAI).

Pendidikan luar biasa adalah pendidikan dengan cara yang khusus

yang disesuaikan dengan jenis dan taraf kelainannya. Dengan demikian

dalam mengajarkan Pendidikan Agama Islam, pendidik atau guru PAI

menggunakan metode khusus, alat khusus, dan kurikulum yang khusus

pula (Ihsan, 2001: 128).

Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) adalah suatu

lembaga pendidikan atau sekolah lanjutan yang bertanggung jawab

melaksanakan pendidikan untuk mencerdaskan anak didik yang

berkebutuhan khusus.

Terutama dalam proses pembelajaran terhadap anak berkebutuhan

khusus, para pengajar kemungkinan besar akan menghadapi banyak

masalah.Hal ini menarik untuk diteliti lebih lanjut, agar berbagai

permasalahan yang timbul dapat diatasi, sehingga Pendidikan Agama

Islam bagi anak berkebutuhan khusus dapat terlaksana secara maksimal

dan tepat guna. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang

“SISTEM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN

PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI GURU DALAM

PEMBELAJARAN PADA SISWA DENGAN TUNANETRA DI

SMPLB WANTUWIRAWAN TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016”.

(17)

Untuk membatasi pokok bahasan dalam penelitian ini, penulis

merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada

siswa penyandang tunanetra di SMPLB Wantuwirawan tahun

pelajaran 2015/2016?

2. Apa saja kendala yang di hadapi guru PAI dalam proses perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada

siswa penyandang tunanetra di Wantuwirawan tahun pelajaran

2015/2016?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas , tujuan penelitian ini adalah

untuk:

1. Mengetahui pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa

penyandang tunanetra di SMPLB Wantuwirawan tahun pelajaran

2015/2016?.

2. Mengetahui kendala yang di hadapi guru PAI dalam pembelajaran

Pendidikan Agama Islam baik proses perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi pada siswa penyandang tunanetra di SMPLB Wantuwirawan

tahun pelajaran 2015/2016.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberikan informasi yang jelas

tentang proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada

(18)

1. Manfaat teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat menambahkan wawasan ilmu yang

didapatkkan dalam Pendidikan Agama Islam bagi penyandang

tunanetra dilembaga pendidikan formal.

2. Manfaat praktis

Memberikan rujukan bagi guru Pendidikan Agama Islam dalam

melaksanakan pembelajaran khususnya bagi siswa penyandang

tunanetra.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalah pahaman dalam memahami judul

tersebut, maka perlu dijelaskan maksud istilah yang dipakai. Adapun

istilah-istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Istilah pengajaran, berbeda dengan pembelajaran. Pengajaran

adalah upaya pendidik dalam mengajarakan suatu materi berupa

pengetahuan, perasaan, dan tingkah laku kepada peserta didiknya.

Dalam hal ini subjek utamanya adalah pendidik, sementara

pembelajaran adalah suatu proses perubahan tigkah laku individu

akibat interaksi dengan lingkungannya. Lebih jelasnya, menurut

Rusyan, dkk, istilah pembelajran berasal dari kata dasar „belajar‟ yang

(19)

perubahan tingkah laku melalui interaksi antara individu dan

lingkunganya (Rusyan, dkk.,1989:7). Oleh karena itu, pembelajaran

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha guru dalam dalam

mengubah tingkah laku anak didiknya ke arah yang lebih baik.

Pendidikan Agama Islam (PAI), menurut Zakiyah Daradjat,

adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yang berupa

bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah

selesai dari pendidikan itu, ia dapat memahami, mengahayati, dan

mengamalkan ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya,

demi kemaslahatan dan kesejahteraan hidupnya .

Jadi penulis memberikan pengertian pembelajaran Pendidikan

Agama Islam adalah upaya untuk menciptakan suatu kondisi bagi

terciptanya suatu kegiatan belajar yang memenuhi atau sesuai

ajaran-ajaran Islam.

2. Penyandang Tunanetra

Mengenai apa arti dari tunanetra itu sendiri, banyak versi yang

menyebutkan arti dari istilah tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat melihat, buta.

Menurut persatuan Tunanetra Indonesia atau Pertuni (2004)

mendefenisikan ketunanetraan sebagai berikut :

(20)

Ini berarti orang tunanetra mungkin tidak mempunyai

penglihtan sama sekali meskipun hanya membedakan antara terang

dan gelap. Orang dengan kondisi penglihatan seperti ini kita katakan

sebagai “buta total”. Di pihak lain, ada orang tunanetra yang masih

mempunyai sedikit sisa penglihatan sehingga mereka masih dapat

menggunakan sisa penglihatanya untuk melakukan kegiatan

sehari-hari. Orang tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan yang

fungsional seperti ini kita sebut sebagai orang “kurang awas” atau

lebih dikenal dengan sebutan “low vision” ( Widjaya, 2012: 11-12).

Anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatanya

(kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi

dalam kegiatan seperti halnya orang awas (Somantri, 2006: 65).

Tunanetra merupakan sebutan untuk individu yang mengalami

gangguan pada indera penglihatan. Pada dasarnya, tunanetra dibagi

menjadi dua kelompok, yaitu buta total dan kurang penglihatan (low

vision) (Smart, 2012: 36).

Oleh karena itu, yang dimaksud sebagai penyandang tunanetra

merupakan siswa yang mengalami gangguan dalam indera

penglihatanya. Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan

dalam pnglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan.

F. Pendekatan Penelitian

(21)

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, Sugiyono

menjelaskan penelitian kualitaif adalah metode penelitian yang

digunakan untuk meneliti pada kondisi objek secara alamiah, dimana

penelitian adalah sebagai instrumen kunci (Sugiyono, 2008:9).

Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

deskriptif kualitatif untuk menggambarkan secara sistematis mengenai

fakta-faktayang ditemukan dilapangan, foto, memo, dan dokumen

resmi lainya.

2. Kehadiran Penelitian

Kehadiran peneliti sebagai pengamat, dalam hal ini yakni

melakukan fungsi pengamatan (Moleong, 2007: 77).

Dalam penelitian ini, peneliti ikut berperan serta sebagai

pengamat guru dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama

Islam pada anak tunanetra di Wantuwirawan tahun pelajaran 2015.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SLB Wantuwirawan, tepatnya berada di

Jl. Argobogo No.282 Ledok, Salatiga. Kec. Argomulyo 50732 Jawa

Tengah. Adapun strata pendidikan mencakup: TKLB (Taman

Kanak-Kanak), SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa), SMPLB (Sekolah

Menengah Pertama Luar Biasa),dan SMALB (Sekolah Menengah

Atas Luar Biasa). Subjek yang digunakan peneliti adalah SMPLB

Wantuwirawan.

(22)

Menurut Sugiyono (2014: 308), teknik pengumpulan data

dalam penelitian ini menggunakan sumber primer dan sumber

sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung

memberikan data kepada pengumpul data yang langsung meberikan

data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber

yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, baik

melalui dokumen maupun orang lain.

Adapun dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian

adalah siswa penyandang tunanetra di SMPLB Wantuwirawan,

Sedangkan informanya adalah Guru Pendidikan Agama Islam, kepala

sekolah dan guru lain.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam

penelitian ini adalah :

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara

sistematis tentang fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi,

1987:142).

Metode ini peneliti gunakan untuk mendapatkan data

mengenai kondisi sekolah, interaksi guru dengan siswa dan

kegiatan pembelajaran dikelas.

(23)

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan

tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematisdan

berdasar pada tujuan penelitian (Hadi, 1989:193).

Metode ini ditujukan kepada Kepala Sekolah, guru

Pendidikan Agama Islam, dan juga teman sejawat guru di sekolah.

untuk mengumpulkan informasi mengenai pelaksanaan Kegiatan

Belajar Mengajar (KBM). Lebih lanjut, peneliti akan menanyakan

tentang metode yang diterapkan untuk siswa penyandang tunanetra

dan menanyakan kendala dalam pelaksanaan pembelajaran

pendidikan agama Islam.

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal

atau variabel yang berupa catatan, buku, dan sebagainya (Arikunto,

1998:236).

Metode ini peneliti gunakan untuk meperoleh data

mengenai informasi sekolah yang meliputi struktur

organisasi,sarana dan prasarana, data guru dan data siswa.

6. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu

segera digarap oleh peneliti. Di dalam buku-buku lain sering disebut

pengolahan data. Ada yang menyebut data preparation, ada pula data

(24)

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis data

meliputi klasifikasi data, penyaringan data, dan penyimpulan. Pada

tahap klasifikasi data dilakukan pengelompokan data berdasarkan

rumusan masalah yang ditetapkan. Pada tahap penyaringan data

dilakukan pemilahan data yang berguna dan tidak berguna, dan data

yang tidak dibuang. Pada tahap penyimpulan dilakukan penelaahan

data yang berguna dihubungkan dengan masalah penelitian yang

dirumuskan kemudian dipadukan dengan teori-teori yang ada dalam

konteks pembelajaran PAI.

Setelah data diperoleh secara utuh, seluruh data dianalisis

secara detail dan mendalam. Hal ini dilakukan untuk mengindari

adanya kesalahandalam penyajian data dan untuk menjaga keutuhan

penelitian. Kemudian disajikan dalam bentuk laporan penelitian.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian metode analisis data yang digunakan yaitu

triangulasi (keabsahan), triangulasi adalah teknik pemeriksaan data

yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari data itu, untuk keperluan

pengecekan atau perbandingan terhadap data itu.

Triangulasi dengan sumber dan metode membandingkan dan

mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui

waktu dan alat yang berbeda. Dalam metode kualitatif hal ini dicapai

dengan jalan:

(25)

b. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

terkait.

c. Membandingkan apa yang dikatakan key person(informan) dengan

informan.

8. Tahap-tahap Penelitian

a. Penelitian Pendahulan

Penelitian pendahuluan ini mengkaji buku-buku yang

berkaitan dengan pendidikan agama Islam pada siswa penyandang

tunanetra.

b. Tahap Penelitian di Lapangan

Setelah mengetahui kurikulum yang dilaksanakan dalam

pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak penyandang

tunanetra berdasarakan buku-buku yang telah dikaji kemudian

peneliti juga wawancara langsung kepada kepala sekolah dan guru

Pendidikan Agama Islam.

c. Tahap Analisis dan Pelaporan

Peneliti mengkaji antar informasi yang terdapat dalam buku

mengenai pembelajaran pendidikan agama Islam dengan data yang

diperoleh di lapangan.

Setelah data terkumpul maka dilakukan penelaian secara

selektif dan disesuaikan dengan permaslahaan yang diangkat dalam

penelitian.Setelah itu, dilakukan pengolahan dengan permasalahan

(26)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan

untuk mempermudah jalan pikiran memahami secara keseluruhan isi

skripsi.

Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang

masalah, fokus penelitian, penegasaan istilah, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab II sistem pembelajaran Pendidikan Agama Islam meleputi :

pengertian perencanaan, fungsi perencanaan, prinsip-prinsip perencanaan.

Pelaksanaan materi pendidikan agama Islam: Pengertian pendidikan

agama Islam, tujuan pendidikan agama Islam, materi pendidikan agama

Islam. Evalusai pembelajaran: Pengertian evaluasi, fungsi evaluasi, dan

prinsip-prinsip evaluasi. Penyandang tunanetra: Pengertian tunanetra, Jenis

/karakteristik tunanetra , faktor penyebab tunanetra.

Bab III merupakan paparan data dan temuan penelitian meliputi:

paparan data SLB Wantuwirawan, sistem pembelajaran Pendidikan Agam

Islam pada siswa penyandang tuannetra di SMPLB Wantuwirawan dalam

tahap perencanaan, pelaksaan, dan evaluasi, kendala yang yang dialami

guru PAI dalam proses perencaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran

Pendidikan Agama Islam.

Bab IV merupakan analisis data meliputi sistem pembelajaran

Pendidikan Agama Islam pada siswa penyandang tunanetra di SMPLB

(27)

pembelajaran Pendidkan Agama Islam, kendala yang dialami guru PAI

dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran

Pendidikan Agama Islam.

Bab V merupakan penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Problematika Pembelajaran

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui

pendidikan atau lebih khusus melalui prosedur latihan (Sukardi, 1980:

17).Sementara mengajar adalah suatu proses menanamakan pengetahuan

sebanyak-banyaknya kepada peserta didik, menyampaikakan suatu

kebudayaan,dan membimbing kegiatan anak untuk mencapai suatu

perubahan (Mansyur, 1982: 35-36).

Suatu proses pembelajaran, tidak dilakukan dengan semudah

membalikkan telapak tangan, melainkan membutuhkan waktu dan usaha

sungguh-sungguh. Banyak problem yang harus dihadapai dan diselesaikan

dengan baik. Problem-problem pembelajaran itu, tentu saja berkaitan

dengan proses transfer ilmu pengetahuan dan pembentukan tingkah laku.

Dalam kesempatan ini akan diuraikan terlebih dahulu mengenai problem

belajar, yang sering dialami oleh siswa/peserta didik. Problem ini sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan suatu proses pembelajaran. Berikut

faktor-faktor yang mempengarahui:

(28)

Kesulitan belajar pada anak atau sering disebut dengan

learning disorders sangat erat kaitanya dengan pencapaian hasil

akademik dan aktivitas sehari-hari. Karena itu, tak jarang orang tua

begitu menghawatirkan masalah ini.

Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah yang memiliki

gangguan satu atau lebih dari proses dasar yang mencakup pemahaman

penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin

menampakan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna

dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis,

mengeja, atau menghitung.

Selain itu, kesulitan belajar merupakan kondisi di mana

kompetensi atau prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria

standar yang telah ditetapkan, baik berbentuk sikap, pengetahuan,

maupun ketrampilan. Proses belajar yang ditandai dengan

hambatan-hambatan tertentu untuk menggapai hasil belajar (Subini, 2013: 12).

Ada beberapa problem belajar, yang terdiagnosa oleh para ahli dari

berbagai sepesialisasi, pendidikan, pengajaran, dan ilmu jiwa baik dari

kalangan Islam maupun non Islam. Problem-problem tersebut antara

lain motivasi, penugasan, konsentrasi, pemahaman, lupa, biaya, dan

kepercayaan diri (Syahatah, 2004: 92-113).

a. Motivasi

Seringkali motivasi menjadi persoalan dalam proses belajar

(29)

oleh berbagai macam alasan, tentu akan sangat mempengaruhi

hasil pembelajaran, meskipun berbagai sarana dan prasarana telah

dilengkapi. Demikian juga motivasi dalam mengajar, kurangnya

motivasi dalam mengajar, akan mengakibatkan proses transfer ilmu

pnegetahuan kepada anak didik tidak berhasil dengan sempurna.

Oleh karena, antara pengajar dan objek ajar ( pendidik dan peserta

didik) harus memiliki motivasi yang kuat untuk keberhasilan dalam

belajar dan mengajar.

b. Penugasaan

Akumulasi tugas dan pelajaran yang cukup banyak, sementara

dalam kehidupan sehari-hari seseorang bisa saja ada persoalan

waktu dan kondisi. Karena banyaknya tugas, atau karena sakit,

seseorang tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik,

sementara tugas-tugas lainnya sudah menunggu sehingga tidak bisa

mengejar ketertinggalan. Hal ini sering kali menyebabkan

kehilangan semangat, atau permasalahan-permasalahan lainya.

Solusinya, seseorang harus menerbitkan dan mengevaluasi jadwal

dengan cermat, menggunakan kembali motivasi, meminta bantuan

orang lain (teman atau guru) dan menghilangkan keputusasaan.

c. Konsentrasi

Kesulitan belajar juga dipengaruhi oleh daya konsentrasi

pada anak yang sedang belajar. Anak dengan dengan konsentrasi

(30)

yang mempengaruhi seperti kebisingan, acara lebih menarik dan

sebagainya. Namun sebaliknya jika seseorang tidak bisa memiliki

konsentrasi untuk belajar,hal yang mudah pun akan terasa sulit

untuk dipelajari , apalagi pelajaran yang sulit tentu akan terasa

lebih berat lagi. Tekanan dan permasalahan tertentu dapat

mengakibatkan seseorang kehilangan konsentrasi. Solusinya,

mencari tempat yang tepat sesuai yang diinginkan, mencatat

poin-poin penting, belajar bersama, dan menggunakan sarana-sarana

yang dapat membantu berkonsentrasi.

d. Pemahaman

Bagi peserta didik, persoalan pemahaman berkaitan dengan

tingkat intelektual (IQ) dan tingkat interest terhadap suatu materi

pelajaran. Meskipun bukan sebagai satu-satunya yang menentukan

kecerdasaan seseorang, inteligensi juga memberi pengaruh pada

kseulitan belajar seseorang. Inteligensi merupakan kemampuan

umum seseorang dalam menyesuaikan diri, belajar, atau berpikir.

Sementara guru, lebih diarahkan pada tingkat kemauanya dalam

memahami peserta didiknya dan bagaimana ia dapat memahami

arti dari tugas dantangggung jawabnya sebagai pendidik.

Solusinya, instropeksi diri, menyembuhkan penyakit fisik maupun

mental yang diderita, menambah jam belajar, dan belajar di tempat

tenang.

(31)

Daya ingat rendah sangat mempengaruhi hasil belajar

seseorang. Anak yang sudah belajar dengan keras namun

mempunyai daya ingat dibawah rata-rata hasilnya akan kalah

dengan anak yang mempunyai daya ingat tinggi. Hasil usaha

belajarnya tidak sepadan dengan prestasi yang didapatkanya.

Solusinya, refreshing, konsisten dengan jadwal, mengkosongkan

pikiran dari hal-hal yang membebani,mengulang-ulang pelajaran,

mamanfaatkan catatan, dan membuat ringkasan.

f. Biaya

Faktor ekonomi juga menjadi salah satu penyebab kesulitan

belajar pada anak. Keluarga dengan ekonomi pas-pasan cenderung

sulit memenuhi kebutuhan anak terutama dalam hal fasilitas yang

mendukung kegiatan belajar. Hal ini tentu berpengaruh pada

kesulitan belajarnya. Solusinya, Manajemen yang baik,

memaksimalkan penggunaan waktu belajar, dan mencari donasi.

g. Kepercayaan diri

Rasa percaya diri merupakan modal belajar yang sangat

penting. Bagaimana tidak? Seseorang yang merasa dirinya mampu

mempelajari sesuatu maka keyakinannya itu yang akan

menuntunya menuju keberhasilan. Berbeda jika tidak memiliki

kepercayaan bahwa ia mampu maka dalam perjalanan belajar pun

tidak ada semangat untuk meraih apa yang diinginkan. Pelajaran

(32)

akan dapat meraihnya. Solusinya banyak berlatih menumbuhkan

keyakinan bahwa sesungguhnya manusia itu sama, yaitu hanya

berhak berusha sementara Tuhan yang menentukan.

2. Problem Pembelajaran

Untuk permasalahan pembelajaran yang terfokus pada pendidik,

selain permasalahan pribadi yang menyangkut abilitas dan kapabilitas,

biasanya mengikuti permasalahan peserta didik. Keadaan peserta didik

menjadi faktor yang sangat menentukan keberhasilan dalam proses

belajar-mengajar. Selain itu, masih banyak faktor-faktor penting yang

mendukung keberhasilan, faktor lingkungan sekolah juga dapat

mempengaruhi kesulitan belajar anak, menurut Subini (2013: 34-38)

sebagai berikut :

a. Guru

Disekolah, guru merupakan orang yang mendidik anak dalam

segala hal. Guru dan cara mengajarnya merupakan faktor penting dalam

menentukan keberhasilan anak dalam belajar. Bagaimana sikap dan

kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki oleh

guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada

anak-anak didiknya dan turut menentukan hasil belajar yang akan

dicapai.

Dalam kegiatan belajar, guru berperan sebagai pembimbing.

(33)

menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi

yang kondusif. Dengan demikian, cara mengajar guru harus efektif dan

mengerti oleh anak didiknya, baik dalam menggunakan model, teknik,

ataupun metode dalam mengajar yang akan disampaikan kepada anak

didiknya dalam proses belajar mengajar dan disesuaikan dengan konsep

yang diajarkan berdasarkan kebutuhan siswa dalam proses belajar

mengajar.

Sulit tidaknya suatu pelajaran dimata anak-anak tergantung pada

bagaimana gurunya mengungkapkan. Terkadang ada guru yang selalu

meremehkan siswanya. Guru yang tidak bisa memotivasi anak untuk

belajar lebih giat lagi. Bahkan, sering kita temukan guru yang

membiarkan anak yang tidak mengerjakan PR, tidak memberi sanksi

terhadap anak yang terlambat ataupun membolos. Oleh karena itu,

sangat penting memperhatikan guru demi mengatasi kesulitan belajar

pada anak.

b. Metode mengajar

Metode merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan mengajar hakikatnya adalah

suatu proses, yaitu mengatur, mengorganisasikan lingkungan yang ada

disekitar anak sehingga dapat menumbuhkan dan mendorongnya

untuk melakukan proses belajar.

Dalam kegiatan belajar mengajar, metode sangat diperlukan

(34)

mengajar yang dapat digunakan guru saat kegiatan belajar mengajar

berlangsung. Tergantung masing-masing menyukai yang mana.

Metode yang monoton, begitu-begitu saja kadang juga bisa menjadi

salah satu penyebab kesulitan belajar pada anak. Mungkin anak

merasa tidak cocok dengan metode yang digunakan gurunya sehingga

tidak tertarik menyimak materi yang diajarkan. Dapat juga anak

merasa bosan.Oleh, karena itu, bagi para guru alangkah baiknya

menggunakan metode mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan

yang ingin dicapai.

c. Instrumen/ fasilitas

Alat merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam

rangka mencapai tujuan pengajaran maka alat mempunyai fungsi

sebagai pelengkapuntuk mencapai tujuan. Dalam hal ini, meskipun

hanya berfungsi sebagai pelengkap namun dapat menyebabkan

kesulitan belajar pada anak.

Misalnya saja komputer. Untuk belajar ilmu grafis, seorang

anak membutuhkan seseuatu untuk menggambar. Memang

menggambar bisa dilakukan diatas kertas atau apapun, namun akan

lebih mudah lagi jika melakukanya didalam komputer. Hal ini

menunjukan bahwa instrumen atau fasilitas yang ada disekolah juga

menjadi faktor kesulitan belajar.

(35)

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan

sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan pembelajaran untuk

mencapai tujuan tertentu.

Relasi guru dengan anak.

Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan anak. Oleh

karena itu, cara belajar anak juga dipengaruhi oleh relasinya dengan

guru yang bersangkutan. Anak akan menyukai mata pelajaran yang

diberikannya sehingga siswa berusaha mempelajari dengan

sebaik-baiknya. Namun, jika hubungan antara guru dan anak kurang baik,

seperti ada jarak karena takut, tidak akrab, anak menjuluki guru galak,

dan sebagainya maka akan berpengaruh pada kelancaran belajar

mengajarnya.

e. Relasi antarsiswa

Selain dengan guru, hubungan antarsiswa disekolah juga

menentukan tingkat kecerdasan siswa. siswa yang pendiam,

mengurung diri, dan tidak mau bergaul dengan teman lainya tentu

kesulitan bertanya jika ada materi yang belum dipahaminya. Siswa

akan cenderung diam daripada mencari tahu penyelesaian masalahnya.

Apabila dengan sesama teman saja hubungan tidak baik, dengan guru

pun kemungkinan juga jauh. Anak akan merasa lebih takut dan

akhirnya membiarkan dirinya tidak paham dengan apa yang

(36)

f. Disiplin sekolah

Kedisiplinan sekolah erat hubunganya dengan kerajinan siswa

dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan guru dalam

mengajar dengan pelaksanaan tata tertib, kedisiplinan pengawas atau

karyawan dalam pekerjaan administrasi dan keberhasilan atau

keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman, dan lain-lain. Sebagai

contoh, jika ada siswa yang tidak mengerjakan PR dibiarkan saja

tanpa diberi hukuman, selamanya jika ada tugas rumah ia tidak akan

mengerjakan. Berbeda dengan guru yang memberi sanksi pada siswa

yang lupa mengerjakan tugasnya, siswa akan berusaha mengerjakan

apa yang menjadi pekerjaan rumahnya.

h. Pelajaran dan waktu

Waktu sekolah adalah saat terjadinya proses belajar mengajar

di sekolah. Waktu sekolah dapat pagi hari, siang, sore bahkan malam

hari. Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar anak. Anak yang

sekolahnya masuk pagi tentu berbeda semangat belajarnya dengan

yang siang. Pagi hari tubuh masih fresh, lingkungan sekitar masiih

mendukung karena tidak terlalu panas,dan kebanyakan orang sibuk

dengan dengan aktivitasnya masing-masing. Berbeda dengan sekolah

yang masuk siang hari. Tubuh anak lebih lelah, keadaan sekitar pun

lebih ramai. Tentu proses belajar mengajar lebih terganggu. Begitu

juga di malam hari, tubuh terasa capek karena telah beraktivitas

(37)

Selain itu, hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa setiap

orang setiap harinya mempunyai jumlah waktu sama, yakni 24 jam.

Oleh karena waktu yang sama maka anak berhasil dalam belajar tanpa

mengalami kesulitan tidak lain karena kemampuanya dalam mengatur

waktu.

i. Standar pelajaran

Standar pelajaran yang terlalu tinggi juga dapat menyulitkan

belajar anak. Apalagi, kemampuan anak juga berbeda-beda. Anak

akan merasa sulit memahami pelajaran karena standar pelajaran yang

dipatok diatas kemampuan mereka. Meskipun standar pelajaranya

biasanya ditentukan oleh dinas pendidikan, namun guru dapat

mengakali dengan memberikan materi dasar dari standar yang ada.

Hal ini tentu akan mengurangi kesulitan anak dalam memahami yang

diajarkan guru.

j. Kebijakan penilaian

Faktor lain yang mempengaruhi kesulitan belajar anak adalah

kebijakan penilaian. Tidak semua guru sama dalam hal memberikan

nilai. Ada guru yang terlalu murah memberikan nilai, namun tidak

sedikit juga yang „pelit‟. Ketika anak sudah belajar dengan sungguh

-sungguh, berusaha semaksimal mungkin, namun semua kembali pada

sang guru yang menilai. Hal ini tentu akan mempengaruhi hasil

belajar anak.

(38)

Keadaan gedung disekolah sebagai tempat belajar juga ikut

memberi pengaruh pada keberhasilan anak. Gedung yang rusak, kotor,

banyak sampah yang berserakan atau bahkan atapnya bocor tentu

menjadi kendala saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.

Bagaimana mungkin dapat belajar dengan baik jika fasilitas gedung

sekolah tidak mendukung. Meskipun anak dengan semangat yang

menggebu untuk belajar, namun keadaan gedung sekolah

menghawatirkan dapat menurunkan niatnya mencari ilmu.

B. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam (PAI), menurut Zakiyah Daradjat,

adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yang berupa

bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah

selesai dari pendidikan itu, ia dapat memahami, mengahayati, dan

mengamalkan ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya,

demi kemaslahatan dan kesejahteraan hidupnya.

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana

dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,

mengahayati, hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan

tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubunganya

dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan

(39)

Sementara itu pengertian lebih sepesifik tentang Pendidikan

Agama Islam diberikan (Syafaat, 2008: 16) Pendidikan Agama Islam

yaitu usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap

anak agar kelak selesai kependidikanya dapat memahami,

mengahayati, dan mengamalkan ajaran agama Islam, serta

menjadikanya sebagai jalan kehidupan, baik pribadi maupun

kehidupan bermasyarakat.

Pendidikan juga mempersiapkan anak-anak agar menjadi

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan memecahkan masalah

kehidupan. Penggunaan fikiran atau akal ini bukan saja untuk

menyelesaikan masalah, tetapi juga selalu diingatkan Allah SWT

melalui wahyunya agar dipergunakan dalam menghadapi gejala alam

yang tidak terkira jumlahnya. Seperti dalam firman Allah SWT di

dalam surat Ar-Rahman ayat 33 sebagai berikut:



































































Artinya :

(40)

Demikian pentingnya akal dan fikiran yang dikatakan kekuatan

di dalam wahyu Allah SWT tersebut diatas. Dengan akal atau fikiran

manusia menemukan ilmu dan teknologi, yang dapat digunakanya

untuk menembus ruang angkasa dan bumi (Nawawi, 1993: 197).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

implementasi pendidikan agama Islam adalah suatu pelaksanaan

kegiatan yang terencana untuk memperoleh hasil efektif dan efesien,

sesuai dengan tujuan yang ditunjukan kepeda anak didik yang sedang

tumbuh agar mereka mampu menumbuhkan sikap dan budi pekerti

yang baik, serta dapat memelihara perkembangan jasmani dan rohani

secara seimbang dimasa sekarang dan mendatang sesuai aturan agama

Islam dan menjadikan Agama Islam menjadi pandangan hidup.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Makna tujuan secara etimologi adalah “arah, maksud atau

haluan”, dalam bahasa arab “tujuan” disitillahkan dengan ghayat,

ahdaf, atau maqashid. Sementara dalam bahasa Inggris diistilahkan

dengan goal, purpose, objectives. Secara terminologi,tujuan berarti “sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan

selesai”. Oleh H. M. Arifin menyebutkan, bahwa tujuan proses

pendidikan agama Islam adalah “Idealitas (cita-cita) yang mengandung

nilai-nilai Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang

(41)

Dari pandangan Islam tentang alam ini tampaklah dengan jelas,

bahwa tujuan asasi dari adanya manusia di dalam alam ini adalah

beribadah dan tunduk kepada Allah, serta menjadi khalifah di muka

bumi untuk memakmurkannya dengan melaksanakan sya‟riat dan

menaati Allah. Allah SWT telah menjelaskan tujuan ini didalam

firman-Nya dalam surat ad-Dzariyat: 56 sebagai berikut:

























Artinya:

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.

Jika ini tujuan hidup manusia, maka pendidikanya pun harus

mempunyai tujuan yang sama, yaitu : mengembangkan fikiran manusia

dan mengatur tingkah laku serta perasaanya berdasarkan islam

(Nahlawi, 1996: 162).

Secara umum, tujuan pendidikan agama Islam menurut

(Daradjat, 2011: 30-33) terbagi kepada : tujuan umum, tujuan

sementara, tujuan akhir dan tujuan oprasional.

a. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua

kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengancara

lain. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusian yang

(42)

b. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak

didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan

dalam suatu kurikulum pendidikan formal.

c. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik

menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia

mengahabisi sisa umurnya.

d. Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai

dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Suatu unit

kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah

dipersiapakan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu.

3. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Berbicara mengenai Pendidikan Agama Islam tentunya tidak

terlepas dari apa fungsi dan tujuanya. Maka dari itu Pendidikan Agama

Islam mempunyai beberapa fungsi yaitu :

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaatan

peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam

lingkungan keluarga.

b. Penanaman mental, yaitu sebagai pedoman hidup untuk

mencari kebahagian hidup didunia dan diakhirat.

c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan

sosial dan dapat mengubah lingkunganya sesuai dengan ajaran

(43)

d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,

kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta

didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman dalam

kehidupan sehari-hari.

e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari

lingkunganya atau buadaya lain yang dapat membahayakan

dirinya dan menghamabat perkembanganya menuju manusia

Indonesia seutuhnya.

f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara

umum, sistem dan fungsionalnya.

g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang

memiliki bakat khusus dibidang agama Islam agar bakat

tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat

dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain (Majid,

2006: 134-135).

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Ruang lingkup pendidkan agama Islam meliputi keserasian,

keselarasan, dan keseimbangan antara lain: huungan manusia dengan

Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan

manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan mahluk

lain dan lingkunganya (Ramayulis, 2008: 22-23).

Sebagaimana diketahui, ajaran pokok islam adalah aqidah

(44)

pokok ini kemudian diajarkan dalam bentuk rukun iman, rukun islam,

dan akhlak. Dari ketiganya lahirlah Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh,dan Ilmu

Akhlak. Ketiga kelompok ini kemudian dilengkapi dengan

pembahasan dasar hukum Islam yaitu al-Qur‟an dan al-Hadits,

ditambah lagi dengan sejarah Islam (tarikh) sehingga secara

beruntutan: Ilmu Tauhid, Ilmu (keimanan), Ilmu Fiqh, Aqidah Akhlak,

Ilmu Al-Qur‟an dan Al-Hadits, Tarikh Islam (Majid, 2006: 77).

5. Sumber Pendidikan Agama Islam

Sumber pendidikan agama Islam yaitu al-Qur‟an, as-Sunnah,

ucapan para sahabat (mazhab al-sahabl), kemaslahatan umat (marsalih

al-mursalah), tradisi atau adat yang sudah dipraktikkan dalam kehidupan

masyarakat (al-„urf), dan hasil ijtihad para ahli. Selain itu ada pula yang

meringkaskan sumber pendidikan Islam menjadi tiga macam yaitu

al-Qur‟an, as-Sunnah, dan Ijtihad.

6. Komponen Pelaksanaan Pembelajaran PAI

Komponen pelaksanaan pendidikan berarti kajian tentang

sistem pndidikan yang merupakan satu kesatuan, saling berkaitan dan

tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainya. Menurut Hunt

dalam (Syaifuddin dkk, 2007: 10) pembelajaran itu efektif jika siswa

memperoleh pengalaman barudan perilakunya berubah menuju titik

akumulasi kompetensi yang dikehendaki. Terdapat lima bagian penting

dalam peningkatan efektivitas pembelajaran, yaitu perencanaan,

(45)

pengaturan, dan evaluasi. Pada penelitian ini, peneliti hanya membahas

tentang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

a. Perencanaan pembelajaran

Perencanaan pembelajaran adalah suatu proses pembuatan

rencana, model, pola, bentuk, konstruksi, yang melibatkan guru,

peserta didik, serta fasilitas lain yang dibutuhkan, yang tersusun

secara sistematis agar terjadi proses pembelajaran yang efektif dan

efesien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan

(Chamsijiatin dkk, 2008: 4).

Beberapa tahap yang harus dilalui dalam perencanaan

pembelajaran dan pengorganisasian siswa berkebutuhan khusus.

Tahapan tersebut meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) menetapkan

bidang-bidang atau aspek problema/kesulitan belajar yang akan

ditangani, apakah seluruh mata pelajaran, sebagian mata pelajaran,

atau hanya bagian tertentu dari suatu mata pelajaran. 2)Menetapkan

penedekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk rencana

pengorganisasian siswa, apakah bentuknya berupa pelajaran remedial,

penambahan latihan-latihan di dalam kelas atau luar kelas, pendekatan

kooperatif, atau kompetitif. 3) Menyusun program pembelajaran

individual. Program pembelajaran individual (PPI) disusun agar anak

peproblema belajar/bermasalah mendapatkan layanan pendidikan

sesuai dengan kebutuhan khusus mereka (Yusuf dkk, 2003: 48).

(46)

Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari

rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan

pembelajaran menjadi panduan yang harus digunakan dalam

pembelajaran, karena di dalam rencana pembelajaran tersebut telah

ditetapkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, dan penilaian pembelajaran.

c. Evaluasi pembelajaran

Evaluasi diterapkan untuk mengetahui tingkat kebrhasilan

Seorang pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran,

mmenemukan kelemahan-kelemahan yang baik berkaitan dengan

materi, metode, media, ataupun sarana (Nizar, 2002: 78).

Evaluasi dilakukan untuk membantu mengatasi problema

belajar siswa, perlu dilakukan pemantauan secara terus-menerus

terhadap kemajuan atau kemunduran belajar siswa. Jika siswa

mengalami kemajuan dalam belajar, pendekatan yang dipilh oleh guru

perlu terus dimantapkan, tetapi jika terdapat kemajuan perlu diadakan

peninjuan kembali, baik mengenai isi dan pendekatan program,

maupun motivasi siswa yang bersangkutan untuk memperbaiki

kekurangan-kekuranganya. Diharapkan pada akhirnya semua

problema belajar pada siswa secara bertahap dapat diperbaiki sehingga

siswa terhindar dari kemungkinan tidak naik kelas atau bahkan putus

(47)

C. Penyandang Tunanetra 1. Pengertian Tunanetra

Mengenai apa arti dari tunanetra itu sendiri, banyak versi yang

menyebutkan arti dari istilah tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat melihat, buta. Menurut

persatuan Tunanetra Indonsia atau Pertuni (2004) mendefenisikan

ketunanetraan sebagai berikut :

Orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatanya untuk membaca tulisan biasa berukuran dua belas point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas).

Ini berarti orang tunanetra mungkin tidak mempunyai penglihtan

sama sekali meskipun hanya membedakan antara terang dan gelap.

Orang dengan kondisi penglihatan seperti ini kita katakan sebagai “buta

total”. Di pihak lain, ada orang tunanetra yang masih mempunyai

sedikit sisa penglihatan sehingga mereka masih dapat menggunakan

sisa penglihatanya untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Orang

tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan yang fungsional seperti

ini kita sebut sebagai orang “kurang awas” atau lebih dikenal dengan

(48)

Anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatanya

(kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi

dalam kegiatan seperti halnya orang awas (Somantri, 2006: 65).

Tunanetra merupakan sebutan untuk individu yang mengalami

gangguan pada indera penglihatan. Pada dasarnya, tunanetra dibagi

menjadi dua kelompok, yaitu buta total dan kurang penglihatan (low

vision) (Smart, 2012: 36).

Oleh karena itu, yang dimaksud sebagai penyandang tunanetra

merupakan siswa yang mengalami gangguan dalam indera

penglihatanya. Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan

dalam pnglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan.

2. Faktor penyebab ketunanetraan

Secara ilmiah ketunanetraan anak dapat disebabkan oleh

berbagai faktor, baik faktor dalam diri anak (internal) ataupun faktor

dari luar anak (eksternal).

a. Pre-natal (dalam kandungan)

Faktor penyebab tunanetra pada masa pre-natal sangat erat

kaitanya dengan adanya riwayat dari orangtuanya atau adanya

kelainan pada masa kehamilan.

Keturunan, pernikahan dengan sesama tunanetra dapat

menghasilkan anak dengan kekurangan yang sama, yaitu

tunanetra, jika salah satu orangtua memiliki riwayat tunanetra,

(49)

faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, yaitu penyakit

pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Selain itu,

katarak juga disebabkan oleh faktor keturunan.

Pertumbuhan anak didalam kandungan, ketunanetraan

anak yang disebabkan pertumbuhan anak dalam kandungan

biasa disebabkan oleh: gangguan pada saat ibu hamil, adanya

penyakit manahun, seperti TBC sehingga merusak sel-sel darah

tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan. Infeksi

atau luka yang dialami ibu hamil akibat terkena rubella atau

cacar air dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga,

jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang

berkembang. Infeksi karena penyakit kotor, toxopalsmosis,

trachoma, dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang

berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata,

dan kekurangan vitamin tertentu dapat menyebabkan gangguan

pada mata sehingga kehilangan fungsi penglihatan.

b. Post-natal

Post-natal merupakan masa setelah bayi dilahirkan.

Tunanetra bisa terjadi pada masa ini, penyebabnya antara lain:

Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu

persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras.

Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe

(50)

akhirmya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat

hilangnya daya penglihatan.

Mengalami penyakit mata yang menyebabkan

ketunanetraan, misalnya : Xeropthalmia; yakni penyakit mata

karena kekurangan vitamin A, Trachoma; yaitu penyakit mata

karena virus chilimidezoon trachomanis. Catarac; yaitu

penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata

menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar menjadi putih.

Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan

dalam bola mata sehingga tekanan pada bola mata meningkat.

Diabtek Retinopathy; yaitu gangguan pada retina yang

disebabkan oleh penyakit diabetes militus. Retina penuh dengan

pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh

kerusakan sistem sirkulasi sehingga merusak penglihatan.

Macular Degeneration; yaitu kondisi umum yang agak baik,

ketika daerah tengah retina secara berangsur memburuk. Anak

dengan retina degenerasi masih memiliki penglihatan perifer,

tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas

obejek-objek di bagian tengah bidang penglihatan. Retinopathy of

prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya

terlalu prematur. Pada saat lahir, bayi masih memiliki potensi

penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur

(51)

dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari

inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat

menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak

normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan

mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput

jela (retina) dan tunanetra total.

Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan,

seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang

berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dan lain-lain (Smart,

2012: 41-44).

Menurut direktorat pembinaan sekolah luar biasa, ada

beberapa klasifikasi tunanetra, seperti di bawah ini :

Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan :

a. Tunanettra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang

sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.

b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka

telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual

tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.

c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja;

mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan

meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap

(52)

d. Tunanettra pada usia dewasa; pada umumnya mereka

yang dengan segala kesadaran mampu melakukan

latihan-latihan penyesuaian diri.

e. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit

mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.

Berdasarkan kemampuan daya penglihatan:

a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni

mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan

akan tetapi mereka masih dapat mengikuti

program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/

kegiatanyang menggunakan fungsi penglihatan. Anak

masih bisa menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi

ketajamanya lebih dari 6/21, atau anak hanya mampu

membaca headline pada surat kabar. Berdasarkan

defenisi World Health Organization (WHO), seseorang

dikatakan Low Vision apabila: memiliki kelainan fungsi

penglihatan meskipun telah dilakukan pengobatan,

misalnya operasi dan atau koreksi refraksi standart

(kacamata atau lensa). Mempunyai ketajaman

penglihatan kurang dari 6/18 sampai dapat menerima

persepsi cahaya. Luas penglihatan kurang dari 10

derajat dari titik fiksasi secara potensial masih dapat

(53)

atau pelaksanaan suatu tugas. Ciri-ciri Low Vision

antara lain: menulis dan membaca dengan jarak yang

sangat dekat, hanya dapat membaca huruf berukuran

besar, memicingkan mata atau mengerutkan kening

terutama dicahaya terang atau saat mencoba melihat

sesuatu.

b. Tunanentra setengah berat (partially sighted); yakni

mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan,

hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu

mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca

tulisan yang bercetak tebal.

c. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama

sekali tidak dapat mellihat.

3. Karakteristik anak tunanetra

Bayangkan ketika seorang anak dengan penglihatan yang

normal dapat dengan mudah bergerak dari lingkunganya, menemukan

mainan dan teman-teman bermainnya, serta melihat dan meniru

orangtuanya dalam aktivitas sehari-hari. Siswa tunanertra kehilanan

saat-saat belajar kritis seperti itu, yang mungkin berdampa terhadap

perkembangan, belajar, keterampilan sosial, dan perilakunya.

Ketika siswa tunanetra memiliki keterbatasan untuk melakukan

(54)

kita untuk memahami karakter dari siswa-siswa tunanetra , menurut

Widjaya (2012: 23-27) sebagai berikut:

a. Karakteristik Kognitif

Ketunanetraan secara langsung berpengaruh pada

perkembangan dan belajar dalam hal yang bervariasi.

Lowenfeldmenggambarkan dampak kebutaan dan low vision

terhadap perkembangan kognitif, dengan mengidentifikasi

keterbatasan yang mendasar pada anak dalam tiga ara berikut ini :

Tingkat dan keanekaragaman pengalaman

Ketika seorang anak mengalami ketunanetraan , maka

pengalaman harus diperoleh dengan menggunakan indera-indera

yang masih berfungsi, khususnya perabaan dan pendengaran.

Tetapi bagaimanapun indera-indera tersbut tidak dapat secara cepat

dan menyeluruh dalam memperoleh informasi, misalnya ukuran,

warna, dan hubungan ruang yang sebenarnya bisa diperoleh dengan

segera melalui penglihatan. Tidak seperti halnya penglihatan,

ketika mengeksplorasi benda dengan perabaan merupakan proses

dari bagian keseluruhan, dan orang tersebut harus melakukan

kontak dengan bendanya selama dia melakukan eksplorasi tersebut.

Beberapa benda mungkin terlalu jauh (misalnya bintang, dan

(55)

terlalu rapuh (misalnya binatang kecil, dan sebagainya), atau

membahayakan (misalnya api dan sebagainya) untuk diteliti

dengan perabaan.

1) Kemampuan untuk berpindah tempat.

Penglihatan memungkinkan kita untuk bergerak dengan

leluasa dalam suatu lingkungan, tetapi tunanetra mempunyai

keterbatasan dalam melakukan gerakan tersebut. Keterbatasan

tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam memperoleh

pengalaman dan juga berpengaruh pada hubungan sosial. Tidak

seperti anak-anak yang lainya, anak tunanetra harus belajar cara

berjalan dengan aman dan efesien dalam suatu lingkungan dengan

berbagai keterampilan orientasi dan mobilitas.

2) Interaksi dengan lingkungan.

Jika anda berada disuatu tempat yang ramai, anda dengan

segera bisa melihat ruangan dimana anda bearada, melihat

orang-orang disekitar, dan anda bisa dengan bebas bergerak dilingkungan

tersebut. Orang tunanetra tidak memiliki kontrol seperti itu. Bahkan

dengan keterampilan mobilitas yang dimilkinya, gambaran tentang

lingkungan masih tetap tidak utuh.

b. Karakteristik Akademik

Dampak ketunanetraan tidak hanya terhadap perkembangan

(56)

akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis. Sebagai

contoh, ketika anda membaca atau menulis anda tidak perlu

memperhatikan secara rinci bentuk huruf atau kata, tetapi bagi

tunanetra hal tersebut tidak bisa dilakukan karena ada gangguan

pada ketajaman penglihatanya. Anak-anak seperti itu sebagai

gantinya mempergunakan berbagai alternatif media atau alat untuk

membaca dan menulis, sesuai dengan kebutuhanya masing-masing.

Mereka mungkin menggunakan braille atau huruf cetak dengan

berbagai alternatif ukuran. Dengan asesmen dan pembelajaran yang

sesuai, anak tunanetra tanpa kecacatan tambahan dapat

mengembangkan kemampuan membaca dan menulisnya seperti

teman-teman lainya yang dapat melihat.

c. Karakteristik sosial dan emosional

Perilaku sosial secara tipikal dikembangkan melalui

observasi terhadap kebiasaan dan kejadian sosial serta menirunya.

Perbaikan biasanya dilakukan melalui penggunaan yang

berulang-ulang dan bila diperlukan meminta masukan dari orang lain yang

berkompeten. Karena tunanetra mempunyai keterbatasan dalam

belajar melalui pengamatan dan menirukan, siswa tunanetra sering

mempunyai kesulitan dalam melakukanperilaku sosial yang benar.

Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh

terhadap keterampilan sosial, sehingga kurang bisa

(57)

tunanetra menjaga kontak mata orientasi wajah, penampilan postur

tubuh yang baik, mempergunakan gerakan tubuh dan ekspresi

wajah dengan benar, mengekspresikan perasaan, menyampaikan

pesan yang tepat pada waktu melakukan komunikasi, serta

mempergunakan alat bantu yang tepat.

d. Karakteristik perilaku

Ketunanetraan itu sendiri tidak menimbulkan masalah atau

penyimpangan perilaku pada diri siswa, meskipun demikian hal

tersebut berpengaruh pada perilakunya. Siswa tunanetra

kadang-kadang sering kurang memperhatikan kebutuhan sehari-harinya,

sehingga ada kencenderungan orang lain untuk membantunya.

Apabila hal ini terjadi maka siswa akan berkecendrungan berlaku

pasif.

Beberapa siswa tunanetra sering menunjukan perilaku

stereotip (berulang-ulang),sehingga menunjukan perilaku yang

tidak semestinya. Sebagai contoh mereka sering menekan matanya,

membuat suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan kepala

dan badan, atau berputar-putar. Ada beberapa teori yang

mengungkap mengapa tunanetra kadang-kadang mengembangkan

perilaku stereotipnya. Hal itu terjadi mungkin sebagai akibat dari

tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya aktifitas dan gerak di

dalam lingkungan, serta keterbatasan sosial. Biasanya para ahli

Referensi

Dokumen terkait

Hasil kajian secara keseluruhan menunjukkan bahwa potensi baik dari segi kuantitas maupun kualitas batuan perlit di daerah Karangnunggal cukup memadai sebagai bahan eksperimentasi,

Pendapatan total keluarga petani adalah pendapatan yang diperoleh dari hasil usahatani, hasil usaha penggemukan sapi potong, dan hasil usaha lain dalam satu tahun

Barchart adalah sekumpulan daftar kegiatan yang menyerupai balok dan menunjukkan perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan bagian-bagian pekerjaan dari

1) Fobia : penolakan terhadap benda-benda dan situasi yang dihadapi. Contohnya takut dengan sesuatu yang dianggap merupakan ancaman yang berbahaya. 2) Agrofobia : ketakutan

Penyusunan Laporan Akhir ini dibuat untuk memenuhi syarat menyelesaikan program pendidikan Diploma III (D3) pada Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik

Pak Najib, Mbak Armi, Mbak Dewi, Mbak Yani, Pak Slamet Rahardjo, Mbak Agnes, Kakak Maru dan seluruh staf yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu) yang telah banyak

Akhir yang berjudul “ Aplikasi Realisasi Penerimaan RTW ( Rail Tank Wagon ) pada PT Pertamina (Persero) Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Lahat ” ini dengan tepat waktu..

Sebagai masukan bagi institusi terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan bahan