• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

C. Prestasi Belajar PAK

2. Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik di sekolah dipahami sebagai proses pendidikan dalam iman atau proses pendidikan untuk membantu para siswa agar makin beriman (Heryatno, 2003). PAK merupakan suatu proses pendidikan yang berjalan secara berkesinambungan. PAK di sekolah merupakan sarana untuk membantu peserta untuk mencapai kedewasan iman. Dari proses tersebut guru PAK harus mempunyai dan merumuskan secara jelas arah PAK yang terangkum dalam visi, arah, orientasi, tujuan dan sasaran PAK.

Tujuan yang hendak dirumuskan di samping sungguh memperhatikan kondisi kehidupan kongkret peserta (Dapiyanta, 1995: 88-89) artinya digali dari kebutuhan dan kepentingan peserta bahkan kalau perlu dirumuskan bersama semua peserta, bersifat holistik (Heryatno, 2003). Bersifat holistik artinya, sesuai dengan kepentingan hidup siswa, tujuan tersebut harus merangkum segi kognitif, afeksi dan praksis. Ketiga hal ini juga merupakan unsur pokok dalam kehidupan umat beriman. Oleh karenanya, ketiga hal ini tidak dapat dipisah-pisahkan; tidak dapat satu unsur dilebihkan dan yang lain diabaikan.

Sebagai pendidikan iman PAK perlu menekankan sifatnya yang praktis, bermula dari penghayatan pengalaman iman dan menuju pada penghayatan iman baru yang lebih baik. PAK menjadi mediasi transformasi iman yang berlangsung

secara terus menerus. Maka dari itu, PAK juga dipahami sebagai ekspresi iman yang dihayati dalam hidup sehari-hari. Iman tentu akan menggerakan orang untuk bersikap belaskasih, berbuat kebaikan kepada sesamanya, peka dan peduli pada yang miskin dan menderita, rindu dan ingin dekat dengan Tuhannya. Yang ditekankan dalam PAK, bukan pemberian materi yang banyak melalui pendidikan agama, tetapi proses perkembangan dan pendewasaan iman, harapan dan kasih.

Pendidikan Agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa dan berakhlak mulia serta peningkatan potensi spiritual. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. Maka, Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional dalam menjaga keharmonisan hidup manusia.

PAK memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang

bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari bahwa peran agama amat penting bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Maka, PAK di sekolah hendaknya dapat mengakomodasi pergualatan dan pergumulan hidup siswa yang tercermin dalam visi, tujuan, bahan, proses dan peranan guru.

a. Visi PAK

Pendidikan Agama Katolik (PAK) pada dasarnya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk membangun hidup yang semakin beriman. Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil Yesus Kristus, yang memiliki keprihatinan tunggal, yakni Kerajaan Allah. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan: situasi dan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesetiaan, kelestarian lingkungan hidup, yang dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan.

Pendidikan agama yang diberikan di sekolah bertujuan membangun hidup yang semakin beriman kepada siswa juga menanamkan pendidikan moral, menciptakan lingkungan hidup yang dijiwai semangat injil, kebebasan dan cinta kasih sehingga siswa terbantu mengembangkan kepribadiannya. Konsili Vatikan II pun menegaskan bahwa sekolah Katolik pertama-tama tidak dimaksudkan sebagai lembaga komersial yang diselenggarakan guna mengejar keuntungan melainkan sebagai lembaga pendidikan demi mengembangkan bakat, minat dan kemampuan peserta didik agar mereka dapat tumbuh menjadi pribadi yang matang, bebas dan mandiri (GE,5).

Kehadiran Gereja di bidang persekolahan nampak terutama melalui sekolah Katolik dimana sekolah Katolik bertujuan mengusahakan memanusiakan angkatan muda. Akan tetapi tugas khasnya adalah menciptakan lingkungan paguyuban sekolah yang dijiwai semangat kebebasan dan cinta kasih injili, membantu tunas muda agar dalam mengembangkan pribadinya serentak pula bertumbuh menurut ciptaan baru, yang merupakan keadaan mereka berdasarkan permandian dan akhirnya mengarahkan segala pengetahuan yang diperoleh dengan terang iman (GE, 8).

Pendidikan iman, menanamkan pendidikan moral, kebebasan dan cinta kasih merupakan dinamika dasar dari PAK di sekolah sehingga sangat perlu diperhatiakan dalam proses terselenggaranya PAK di sekolah sehingga harapan dan keprihatian peserta khususnya menyangkut pergulatan dan permasalahan hidup mereka di akomodasi dalam PAK

b. Tujuan PAK

PAK pada dasarnya bertujuan memampukan siswa untuk membangun hidup yang semakin beriman. Membangun hidup beriman kristiani berarti membangun kesetiaan pada injil Yesus Kristus, yang memiliki keprihatinan tunggal, yakni Kerajaan Allah (Komkat KWI, 2005). Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan: situasi dan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesetiaan yang dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan.

Tujuan PAK untuk SMU dirumuskan berdasarkan Pendidikan Agama Katolik kurikulum 1984 dengan penekanan dan membentuk serta membangun hidup

beriman kristiani. Membentuk dan membangun hidup beriman kristiani berarti mengenal, memahami dan mencintai Yesus Kristus dengan mewujudkan kepedulian Yesus Kristus dalam hidup. Secara umum tujuannya adalah agar siswa lebih mengenal, memahami dan mencintai Yesus Kristus, dan mampu mempertanggungjawabkan kejadian-kejadian mengenai Allah yang berkarya di dunia dan bersedia mewujudkan kepedulian Yesus Kristus di dalam hidup siswa. Disamping itu siswa memiliki dinamika, sikap kritis dan kreatif demi perkembangan diri serta kemampuan untuk berdialog, berpartisipasi dan berkomunikasi dalam proses pemahaman iman.

Kemampuan mengenal dari siswa SMU di sekolah dicapai melalui dialog partisipatif pemahaman iman. Sikap kritis siswa menuntut supaya materi yang disampaikan dalam PAK tidak ditumpukan pada kewibawaan melulu, tetapi lebih-lebih didasarkan atas fakta. Siswa juga diundang keluar dari keasyikan memikirkan diri sendiri tetapi terbuka akan cakrawala hidup yang luas dan bermakna, yakni hidup bersama yang mengacu pada Kerajaan Allah, seperti yang diwartakan oleh Yesus Kristus. Pemikiran tujuan PAK secara umum tersebut didasarkan atas kejadian nyata yang dialami dan dirumuskan oleh para murid Yesus yaitu “ Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman Hidup, itulah yang kami tuliskan kepadamu” (1 Yoh. 1:1)

Akhirnya, tujuan PAK di sekolah tidak hanya agar siswa tahu dan paham melainkan mereka mampu mengambil sikap kritis atas pengetahuan dan pemahamannya itu (Dapiyanta, 1995 : 77).

c. Bahan PAK

Bahan yang dibahas dalam PAK SMU di sekolah adalah keseluruhan hidup beriman kristiani yang berkisar pada tiga pokok yakni kelas I: memahami nilai-nilai keteladanan Yesus Kristus sebagai landasan mengembangkan diri sebagai perempuan dan laki-laki yang memilki rupa-rupa kemampuan dan keterbatasan sehingga dapat berelasi dengan sesama secara lebih baik. Kelas II : memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah dan penerusannya oleh Gereja sehingga dapat mengembangkan diri sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah. Kelas III : memahami makna Firman Allah, ajaran Yesus dan ajaran Gereja dalam mengembangkan kehidupan bersama sesuai dengan kehendak Allah, sehingga mampu mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan kurikulum PAK 2004 yaitu Kurikulum Berbasis Kompentensi (KBK). Kurikulum ini lebih menekankan kompentensi atau kemampuan. Orientasi PAK tidak lagi pada materi, tetapi lebih pada kompentensi. Seseorang dianggap kompeten apabila: ia mampu menguasai imannya, menginterpretasikan, dan membuat sintesis-sintesis secara bertanggung jawab, selain itu ia juga harus mampu bertindak, berbuat sesuai dengan ajaran imannya, ia mampu berprilaku dan berkembang dalam kepribadian sesuai dengan ajaran imannya, serta ia dapat hidup mengumat dan bermasyarakat sesuai dengan ajaran imannya. Adapun kompetensi dasar PAK SMU berdasarkan KBK 2004 ( Komkat KWI 2004) adalah:

1. Mengenal diri dengan segala kelebihan dan kekurangannya, cita-cita dan panggilan hidupnya sehingga menerima diri sebagaimana adanya

2. Memahami dirinya sebagai manusia yang diciptakan Allah menurut citra-Nya, sehingga menyadari bahwa semua manusia adalah saudara dalam Tuhan

3. Memahami jati diri pria dan wanita yang diciptakan Allah untuk saling melengkapi sebagai patner yang sederajat.

4. Mengenal suara hatinya sehingga dapat bertindak secara benar dan tepat

5. Bersikap kritis terhadap pengaruh media massa, kelompok tertentu sehingga mampu mengambil keputusan yang tepat dan benar yang dapat dipertanggungjawabkan

d. Proses/Pola Pendekatan PAK

Dilihat dari pola pendekatan proses pembelajaran, kurikulum PAK 1984 memakai pola pergumulan. Melalui pola pergumulan ini diharapkan PAK di sekolah bertanggung jawab terhadap pengalaman kongkret siswa sehari-hari khususnya pergulatan dan permasalahan yang dialami oleh siswa itu diolah dan didalami dalam proses dinamika PAK di kelas. Melalui pola pergumulan PAK menyajikan mutu iman karena para siswa dilatih untuk menjadi siswa yang mempunyai iman yang mendalam. Pola pergumulan ini juga memberi dampak pada pengendapan nilai-nilai kristiani. Nilai-nilai ini pada akhirnya dapat terintegrasi dan menjadi bagian dari hidup dan perilaku siswa dalam masyarakat.

Kalau pola pendekatan pada kurikulum 1984 memakai pola pergumulan, maka kurikulum PAK 1994 menekankan komunikasi iman atau interaksi iman. Itu berarti dalam PAK yang dikomunikasikan adalah iman akan Yesus Kristus. Supaya komunikasi iman itu dapat berjalan dengan baik dalam hal ini ada respon balik dari

siswa maka diperlukan berbagai metode dan pendekatan. Metode dan pendekatan yang cocok untuk kurikulum 1994 ini adalah naratif eksperiensial. Bersifat naratif eksperiensial artinya; interaksi yang terjadi dalam PAK berangkat dari pengalaman kongkrit hidup sehari-hari siswa. Dengan demikian proses interaksi guru dan siswa menjadi menarik karena apa yang diajarkan tidak jauh dari pengalaman hidup siswa sendiri.

Salah satu permasalahan mendasar yang dialami dua kurikulum PAK sebelumnya adalah sifatnya yang menekankan pada pencapaian materi dengan guru sebagai pusat. Hal ini sangat dilatarbelakangi oleh aliran pemikiran tentang pendidikan yang dipergunakan yakni aliran instrumentalisme. Aliran instrumentalisme/tradisional, proses pembelajaran bertujuan untuk penguasaan materi sebanyak mungkin oleh siswa, tetapi pengetahuan yang berjejal itu kurang membantu siswa mengembangkan kemampuan dan kemauan dan kurang menyentuh inti kepribadian siswa. Pembelajaran lebih berorientasi pada hasil yang dapat dilihat, berupa pengetahuan dan ketrampilan yang bisa hancur dan dilupakan sesaat, tetapi tidak berkaitan langsung dengan hidup siswa.

Usaha mengatasi iklim pembelajaran yang membosankan itu maka kurikulum baru muncul lagi yakni Kurikulum Berbasis Kompentensi (KBK). Kurikulum ini dilatarbelakangi oleh aliran progresivisme. Dalam aliran ini pembelajaran bertujuan agar melalui penguasaan pengetahuan tertentu siswa terdorong untuk memahaminya lebih dalam serta memotivasi dirinya untuk mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam relasinya dengan sesama

KBK, hendak mengembangkan proses pembelajaran siswa aktif, tetapi dengan tetap berorientasi pada pencapaian kompentensi yang telah ditetapkan. KBK bersifat siswa centered, siswa menjadi pusat, sedangkan guru terutama berfungsi sebagai fasilitator. Hal ini akan membawa perubahan dalam iklim pembelajaran. Proses pembelajaran dialami sebagai kegiatan yang menarik, menyenangkan sekaligus membebaskan.

e. Peranan Guru PAK

Guru agama mengemban tugas mulia dan suci. Dikatakan tugas mulia karena menuntun siswa didik supaya hidup terpuji, di hadapan manusia terutama di hadapan Allah (Telaumbanua, 1999:162). Guru agama diharapkan bukan hanya mengajar tetapi sekaligus juga mendidik. Mengajarkan pengetahuan agama bukanlah tujuan akhir dari pelajaran agama. Pengetahuan itu dibutuhkan tetapi lingkup itu harus dilewati sehingga sampai pada mengenal dan mencintai Allah. Inilah yang menjadi titik akhir dari tugas guru. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa pendidikan agama mesti mengandung tiga kompenen edukatif yakni kognitif, afektif dan operatif.

Guru PAK di sekolah adalah seorang yang mempunyai pekerjaan utama sebagai pengajar. Ia mengajar dan menyampaikan sesuatu yang berhubungan dengan Agama Katolik. Guru tidak hanya menyampaikan tentang pengetahuan agama saja tetapi juga menjadi saksi Kristus di lingkungan sekolah (Setyakarjana, 1997:69). Hal serupa ditegaskan dalam GE (gravisimum Educationes) bahwa: hendaklah para guru sadar bahwa merekalah pelaku utama yang menyebabkan sekolah Katolik dapat memperoleh tujuan dan melaksanakan usahanya. Maka peranan guru haruslah dapat memberi kesaksian bagi satu-satunya Guru: Kristus, baik dengan kehidupan maupun

dengan pengajarannya, bersama orang tua, hendaknya para guru dalam seluruh pendidikan memberi perhatian yang wajar terhadap perbedaan dan tujuan khas kedua jenis kelamin peserta didik, disamping itu guru hendaknya mendorong kegiatan pribadi para murid dan sesuai kurikulum sekolah terus mengikuti mereka dengan nasihat, sikap bersahabat. Dan akhirnya ditegaskan bahwa pelayanan para guru benar-benar merupakan kerasulan (GE,8).

TH. Groome, (dalam Heryatno, 2003) seorang ahli pendidikan berpendapat bahwa pandangan kita terhadap jati diri para peserta didik – siapa mereka dan ke arah mana mereka akan kita pimpin. TH. Groome, percaya bahwa memperlakukan siswa-siswi dengan sikap positif banyak potensi dan mengundang mereka untuk mewujudkannya, akan mengalami dan memperoleh banyak hal. Sebaliknya guru yang mengenakan sikap negatif pada muridnya, hanya sedikit yang dapat dipetik. Pada dasarnya, manusia itu sungguh baik karena diciptakan oleh Allah menurut citraNya sendiri (bdk.Kejadian 1:26-27).

Keyakinan dasar dari TH. Groome, bahwa manusia itu sungguh baik karena diciptakan secitra dengan Allah dapat dijadikan inspirasi untuk berefleksi mengenai pengalaman dan harapan sebagai guru. Bagaimana seharusnya guru PAK bersikap, berelasi dengan siswa-siswi di sekolah sehingga penyelenggaran PAK sungguh mendapat tempat yang baik dan menyenangkan bagi siswa. Beberapa faktor yang harus mendapat perhatian dari guru PAK antara lain:

1) Meneguhkan pribadi dan jati diri mereka

Sebagai guru PAK wajib meneguhkan sifat dasar dari siswa yang sungguh baik. Dengan tulus hendaknya guru PAK menghormati martabat mereka yang mulia,

menghargai segala talenta dan keunikan mereka serta mempercayai kemampuan mereka. Di sini guru PAK memfokuskan perhatian pada kemampuan dan bakat-bakat mereka, bukan pada kekurangan dan permasalahan, kesalahan, memvonis secara berat sebelah, melainkan bersikap murah hati, setia mendampingi mereka.

2) Tetap yakin dan penuh harapan pada mereka

Sebagai guru PAK jangan pernah kehilangan kesabaran dan keyakinan bahwa mereka dapat berkembang sesuai dengan bakat-bakat yang mereka terima dari Tuhan sendiri, mereka semua dapat sampai pada hidup di dalam kelimpahan dan kepenuhan.

3) Mengasihi mereka: cinta yang total

Meneguhkan berarti mempercayai mereka, yakin dan penuh harap bahwa mereka dapat berkembang. Yang menjadi pokok adalah guru PAK harus mengasihi mereka. Mengasihi siswa-siswi itulah yang menjadi sikap, tekat dan kesadaran yang wajib diwujudkan oleh guru PAK dalam menunaikan tugas panggilannya sebagai pendidik iman di sekolah.

4) Menghormati mereka sebagai subyek

Dengan memperlakukan siswa-siswi sebagai subyek atau pelaku utama dalam proses penyelenggaraan PAK, guru mewujudkan relasi antara pendidik dengan murid dan bukan relasi subyek dengan obyek melainkan subyek dengan subyek. Sebagai pendidik, hendaknya tidak memperlakukan siswa-siswi sebagai benda atau obyek yang perlu diisi melainkan sebagai pribadi yang dipercayai dan dikasihi. Sebagai pendidik iman di sekolah guru PAK bertugas membentuk alam pikir dan nilai-nilai

hidup, membimbing ke arah kedewasaan, serta membantu siswa untuk memiliki kemampuan mengambil keputusan sehingga pada akhirnya mampu memberikan penilaian secara individu dan dewasa . Guru PAK di sekolah hendaknya selalu menempatkan Kristus sebagai pusat dari seluruh pengajaran PAK di sekolah.

3. Prestasi Belajar PAK

Telah disadari bahwa kenyataan atau konteks sosial masyarakat membentuk dan mempengaruhi cara manusia berpikir serta berprilaku sebagai anggota masyarakat. Kenyataan sosial ikut membentuk pola hidup, identitas, pandangan serta sistim nilai yang dianut. Dengan kata lain keadaan atau lingkungan hidup manusia dapat menjadi faktor penentu cara mereka mempertimbangkan, mengambil keputusan dan bertindak. Lingkungan dapat menjadi ‘guru’ bagi proses pembentukan karakter dan tingkah laku hidup manusia.

Cara berpikir tersebut berlaku juga pada konteks PAK. Berbicara mengenai konteks PAK berarti memperhatikan paling sedikit empat lembaga yang baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan (Heryatno: 2003). keempat lembaga itu adalah keluarga, Gereja, masyarakat dan sekolah. Keempat lembaga ini saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Seperti pendidikan pada umumnya, PAK, merupakan upaya sadar dan terencana dalam membentuk peserta didik berkembang menjadi dewasa dalam berbagai aspeknya. Namun kekhususannya bahwa PAK dilaksanakan dalam rangka mengembangkan kemampuan siswa untuk memperteguh iman dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Agama Katolik (KBK, Depdiknas, 2003). Dalam kekhasannya ini PAK memperhatikan penghormatan kepada agama lain dalam relasi

dengan agama lain di masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Karena itu, PAK merupakan bentuk komunikasi iman di mana pemahaman, pergumulan, dan penghayatan iman siswa dengan guru dipertajam dan diperteguh dalam lingkungan yang nyata. Dengan kata lain PAK adalah usaha-usaha dari pihak Gereja melalui sekolah untuk menolong siswa agar semakin memahami, menghayati, dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Di dalamnya terdapat unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman, pembinaan, pengukuhan serta pendewasaan (Telaumbanua, 1999: 4).

Dilihat dari orientasinya, TH. Groome, (dalam Heryatno,2003) menyebutkan bahwa ada tiga tujuan PAK di sekolah yaitu: demi terwujudnya Kerajaan Allah, demi kedewasaan iman, dan demi kebebasan manusia. Dari orientasi tersebut, peserta didik pertama-tama dibantu untuk menghayati imannya akan Yesus Kristus, yang mempunyai keprihatinan tunggal untuk mewartakan Kerajaan Allah. Para siswa perlu dibantu untuk menghayati iman mereka dalam hidup sehari-hari sehingga mereka menjadi orang kristen yang makin beriman dewasa.

Kedewasan iman peserta didik mestinya menyentuh seluruh aspek hidup mereka baik segi kognitif, afeksi dan praksis (Heryatno, 2003). Salah satu ukuran prestasi belajar PAK adalah kematangan iman dalam dimensi pemahaman, afeksi dan kehendak yang dinyatakan dalam sikap dan prilaku hidup siswa sehari-hari secara dewasa dan bertanggung jawab.

Iman yang dewasa ialah iman yang berkembang dalam semua komponennya secara harmonis (Adisusanto, 1995: 16). Perkembangan iman siswa harus tampak dalam ketiga komponen iman yakni : kognitif/pemahaman, afeksi, dan prilaku secara

serentak dan seimbang. Jika mengabaikan ketiga aspek ini akan terjadi disintegrasi iman yaitu pengetahuan siswa tentang agamanya hanya berhenti pada pengetahuan saja. Begitu juga perasaan dan afeksi keagamaan siswa tidak menjamin pendewasaan iman jika tidak dilengkapi dengan pengertian dan kesadaran iman yang menuju ke tindakan nyata.

PAK, berusaha untuk mendidik siswa menjadi beriman yang dewasa dan bertanggung jawab dan tidak bersifat dangkal. Siswa yang dewasa imannya mengetahui dan mempertanggungjawabkan imannya. Di samping itu siswa yang bersangkutan mampu membuat pertimbangan dan membedakan yang pokok dari yang tambahan, dari yang tak bisa dirubah ke yang dapat dirubah. Dengan kata lain iman yang dewasa adalah iman yang memperkembangkan secara integral dimensi afeksi, emosi dan sikap iman (Adisusanto, 1995 : 17).

Prestasi belajar PAK pada dasarnya merupakan hasil yang telah dicapai siswa dalam mata pelajaran PAK di sekolah yang pada umumnya dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf. Namun pencapaian itu belumlah cukup jika tidak ada keseimbangan antara pengetahuan dan sikap serta tindakan hidup siswa dalam mengaplikasikan imannya dalam hidup bermasyarakat. Hasil belajar siswa dari proses belajar PAK secara umum idealnya meliputi tiga aspek yakni pengetahuan ( kognitif), sikap (afektif), dan ketrampilan (psikomotorik). Disadari bahwa sekolah selama ini hanya menekankan aspek kongintif semata dan mengesampingkan dua aspek yang lainnya sehingga tidak membentuk pengetahuan yang holistik bagi siswa.

Tekanan yang berlebihan pada segi kognitif dan kurangnya perhatian pada segi afeksi tampaknya menjadi masalah utama PAK di sekolah. Namun, Dapiyanta

(dalam Widya Dharma, Oktober 2005 :90) berpendapat lain. Tekanan berlebihan pada segi kognitif lebih merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembagian jam pelajaran. Tekanan PAK pada pengetahuan lebih terkait dengan jam pelajaran yang sangat terbatas. Ia menyatakan:

“Dalam keseluruhan kurikulum di sekolah PAK menempati dua jam pelajaran per minggu. Dalam porsi seperti itu sulit diharapkan para murid mempunyai motivasi tinggi dalam mengikuti PAK. Belum lagi kalau memperhitungkan kepentingan mata pelajaran yang umumnya dilihat dalam perspektif ujian nasional. Maka PAK mendapat bagian perhatian yang lebih kecil lagi, baik dari murid, orang tua maupun sekolah.”

Karena keterbatasan jam pelajaran PAK mudah dimengerti mengapa internalisasi nilai-nilai keagamaan tidak terjadi secara seimbang. Dapat pula dimengerti mengapa segi kognitif dalam PAK mendapat tekanan sama seperti mata pelajaran yang lain. Selain kurangnya perhatian pada segi afeksi dan pembatinan nilai PAK di sekolah

Dokumen terkait