• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS MENURUT

C. Bentukan Pendidikan Partisipatif Humanis Dalam Surat Al-Shaff â t

2. Pendidikan Akhlak

Kata Tarbiyah berarti pendidikan (Atabiak, Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor 2003: 454). Kata tarbiyah/ ةيبرت berasal dari bahasa Arab yaitu:

ىبر -يبري

-ةيبرت yang berarti: كلملا (raja/penguasa), ديسلا (tuan) رّبدملا

(pengatur) مّيقلا (penanggung jawab) معنملا (pemberi ni‟mat). Istilah

tarbiyah dapat diartikan sebagai proses penyampaian atau pendampingan (asistenis) terhadap anak yang diampu sehingga dapat mengantarkan masa kanak-kanak tersebut ke arah yang lebih baik, baik anak tersebut anak sendiri maupun anak orang lain (Ahmad Munir, 2008:38-39). Jadi, tarbiyah adalah istilah yang menjelaskan untuk pedagogi.

3. Partisipatif

Partisipatif berasal dari kata partisipasi yang artinya perihal turut serta dalam suatu kegiatan, keikut sertaan, peran serta (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 831). Jadi dapat dikatakan bahwa partisipatif adalah sebuah kegiatan yang memerlukan keikut sertaan dari seluruh elemen yang mendukung dari kegiatan tersebut baik benda mati maupun hidup, baik konsep maupun teori.

4. Humanis

Humanis diartikan sebagai orang yang mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik, berdasarkan asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 831). Jadi humanis adalah subjek yang mendambakan keadilan.

5. Islam

Terminologi atau kata Islam berasal dari bahasa Arab yang berasal dari kata ملس damai dan ملسُا yang artinya menyerahkan (Mahmud Yunus, 1990: 177). Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله, Allah). Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa

Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.

Jadi paradigma pendidikan partisipatif humanis perspektif Islam adalah teori dasar untuk dijadikan pedoman suatu pemikiran proses penyampaian atau pendampingan (asistenis) terhadap anak yang diampu sehingga dapat mengantarkan masa kanak-kanak tersebut ke arah yang lebih baik,dan memerlukan keikut sertaan dari seluruh elemen yang mendukung dari kegiatan tersebut baik benda mati maupun hidup, baik konsep maupun teori berdasarkan asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia hasilnya diserahan sepenuhnya kepada Tuhan.

F. Sistematika Penulisan

Untuk dapat dipahami urutan dan pola berpikir dari tulisan ini, maka skripsi disusun dalam lima bab. Setiap bab merefleksikan muatan isi yang satu sama lain saling berkesinambungan.

Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi dalam lima pokok pikiran yang masing-masing termuat dalam bab yang berbeda-beda. Secara rinci masing-masing bab akan membahas tentang hal-hal sebagai berikut :

Pada bab I, merupakan pendahuluan yang membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat hasil penelitian, metode, penegasan istilah, dan sistematika penulisan.

Pada bab II, merupakan deskripsi surat Al-Shaffât ayat 101 – 112 yang berisi pemaparan hasil penelitian yang berupa telaah terhadap Al –

Quran surat Shaffât ayat 101 - 112 yang meliputi : deskripsi surat Al-Shaffât ayat 101 - 112 yang disertai arti mufradat dan munasabah ayat.

Pada bab III , merupakan tafsir surat Ash - Shaffaat ayat 101 - 112. Pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang tema penelitian yang meliputi profil Ibrahim dan Isma‟il serta Tafsir surat Al-Shaffât ayat 101 - 112.

Pada bab IV, merupakan analisis pendidikan partisipatif humanis menurut surat Al-Shaffât ayat 101 - 112. Pada bab ini peneliti akan menjelaskan meliputi pengertian pendidikan partisipatif humanis dan hasil analisis tentang pendidikan partisipatif humanis dalam surat Al-Shaffât ayat 101 - 112.

Pada bab V, pada bab ini merupakan bagian penutup skripsi yang terdiri dari kesimpulan, saran dan penutup.

BAB II

DESKRIPSI DAN MUNASABAH SURAT AL – SHAFFÂT : 101-112

A. Deskripsi Surat AL-SHAFFÂT AYAT 101-112

Surat al-Shaffât ayat 101 – 112 berbunyi sebagai berikut :





































































































































































Artinya :

101. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. 102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". 103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). 104. Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, 105. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada

orang-ujian yang nyata. 107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. 108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, 109. (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". 110. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 111. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. 112. Dan Kami beri dia kabar gembira dengan kelahiran Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh” (QS. al-Shaffât [37]: 101-112).

Arti mufrodat dari ayat 101-112 adalah sebagai berikut :

زشب :

Berasal dari kata ازشب-زشبي-زشَب yang artinya bersuka hati, gembira, menyampaikan kabar baik (Mahmud Yunus, 1989: 65). Budihardjo mengutip dari al-Raghib al-Ashfahani bahwa kata kerja basyara berarti bergembira, mengembirakan, dan menguliti (Budihardjo, 2010: 189). Jadi basyara bisa diartikan sebuah kabar baik yang apabila disampaikan maka penerimanya akan merasa bersuka hati atau gembira.

ملغ

: Berasal dari kata

املغ-ملغي-ملغ

artinya dukana, sudah memiliki syahwat terhadap perempuan (Mahmud Yunus, 1989: 300). Juga bisa diartikan dengan Pemuda (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor 2003: 1356). Dalam kitab tafsir al-Mishbah ghulam adalah seorang pemuda yang telah tumbuh memanjang kumisnya. Biasanya yang mencapai usia tersebut telah tumbuh pesat pula nafsu seksualnya, karena itu nafsu seksual dinamai juga

ةملغ

ghulmah (M. Quraish shihab, 2003: 61). Jadi ghulam merupakan anak muda yang secara fisik maupun biologis sudah memasuki usia dewasa.

akar kata yang terdiri dari huruf ha‟, lam, dan mim, yang mempunyai tiga makna dasar, yaitu tidak tergesa-gesa, lubang karena kerusakan serta mimpi (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor 2003: 793). Budihardjo mengutip dari Ahmad bin Faris bin Zakariya kata halim mempunyai tiga arti dasar, yaitu tidak tergesa-gesa, melubang sesuatu dan melihat sesuatu dalam mimpi (Budihardjo, 2010: 189). Jadi haliim merupakan ciri-ciri anak laki-laki yang memasuki usia dewasa secara psikologi dan akal.

غلب

: Berasal dari kata

اغولب -غلبي

-

غلب

yang artinya sampai, menyampaikan, mendapat, balig, masak (Mahmud Yunus, 1989: 71). Jadi kata balagha diartikan dengan seorang anak yang telah berumur dewasa secara biologi maupun akal karena sudah bisa berargumen.

يعس :

Berasal dari kata

ايعس -يعسي -يعس

yang artinya bekerja, berjalan dan berlari (Mahmud Yunus, 1998: 171). Juga bisa berarti لمع amila bertindak, berbuat, berusaha (Ahamad Warson Munawwir, 1984: 634). Jadi sa‟ya diartikan sebuah gambaran tentang ciri bahwa seseorang telah dewasa uang sudah bisa bekerja membantu menafkahi keluarga.

ىءَر :

Berasal dari kata ةيؤر-ايءر-ىزي-ىءر yang berarti memperlihatkan pendapat, pikiran, bermimpi (Mahmud Yunus, 1998: 136). Merupakan kata kerja mudhari‟ (masa kini dan datang) ini untuk mengisyaratkan bahwa apa yang beliau lihat itu seakan-akan masih terlihat hingga saat penyampaianya itu (M. Quraish Shihab, 2003: 63). Jadi maksud dari penggunaan kata ini adalah untuk membuat sesuatu yang

َ َب :

Dari kata اتاحب / احب - بذي - ب artinya menyembelih,

memotong ((Mahmud Yunus,1998: 133). Juga berarti menyembelih, membunuh, mencekik/menjerat leher sampai mati dan membelah atau memecahkan (Ahmad Warson Munawwir, 1984: 441). Kata

بَك بَبذْ ا

yang artinya saya menyembelihmu merupakan kata kerja mudhari‟ (masa kini dan datang). Penggunaan bentuk tersebut untuk kata menyembelihmu untuk mengisyaratkan bahwa perintah Allah yang dikandung mimpi itu belum selesai dilaksanakan, tetapi hendaknya segera dilaksanakan. Karena itu pula jawaban sang anak menggunakan kata kerja masa kini juga untuk mengisyaratkan bahwa ia siap, dan bahwa hendaknya sang ayah melaksanakan perintah Allah yang sedang maupun yang akan di terimanya (M. Quraish Shihab, 2003: 63).

زظن : Berasal dari kata زظنازظن-زظني– artinya melihat, merenungkan, memikirka, mempertimbangkan (Ahamad Warson Munawwir, 1984: 1433). Terkait dengan ayat diatas nadhara merupakan sebuah kemampuan intelektual yang digunakan untuk mempertimbangkan kemudian memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan hidup dan mati.

فْ َ فْإئ :

Dari kata فل إئ-لا إ- في–diartikan berkerja lebih efektif atau

efisien, lebih berdaya guna (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, 2003: 176). Hal ini mengisyaratkan bentuk kepatuhan Nabi Ismail kepada Allah dan orang tuannya dengan mematuhi perintah.

َزَ أً :

Berasal dari kata

ارا -از -ز أي -ز

yang berarti menyuruh (Mahmud Yunus, 1989: 48). Juga bisa berarti memerintahkan (Ahamad Warson Munawwir, 1984: 38). Kata

ز إت ا

Apa yang diperintahkan kepadamu, bukan berkata: sembelihlah aku. masih berkaitan dengan kata sebelumnya yakni hal tersebut adalah perintah Allah swt. Bagaimanapun bentuk, cara dan kandungan apa yang diperintahkan-Nya, maka ia sepenuhnya pasrah (M. Quraish Shihab, 2003: 63). Kalimat ini juga dapat merupakan obat pelipur lara bagi keduanya dalam menghadapi ujian berat itu.

دجو:

Berasal dari kata

ادجو-دجي-دج

و yang artinya akan mendapatkan sesuatu yang dimaksud (Mahmud Yunus, 1989: 492). Maksudnya anak ini Ismail kelak akan menjadi orang yang ternama atas ketaatan dan kebaikannya.

زبص :

Berasal dari kata

ازبص-زىبصي-زبص

yang artinya sabar, tabah hati, berani (Mahmud Yunus, 1998: 211). Juga bisa berarti

سبح

yang artinya menahan, mencegah (Ahmad Warson Munawir 1984: 760). Mengaitkan kesabarannya dengan kehendak Allah, sambil menyebut terlebih dahulu kehendak-Nya, menunjukkan betapa tinggi akhlak dan sopan santun sang anak kepada Allah swt. tidak dapat diragukan bahwa jauh sebelum peristiwa ini pastilah sang ayah telah menanamkan dalam hati dan benak anaknya tentang ke Esaan Allah dan sifat-sifat-Nya yang indah serat bagaimana seharusnya bersikap kepada-Nya. Sikap dan ucapan

sang anak yang di rekam ayat ini adalah buah pendidikan tersebut (M. Quraish Shihab, 2003: 63).

ملس

: Berasal dari kata

ا لاسئ - ملسي ملس

yang berarti tunduk, patuh, menerima sesuatu, jika dikembalikan kebentuk tsulatsi mujarrad berasal dari kata

ملسا لاس-ة لاس-ملسي

artinya selamat, sentosa (Mahmud Yunus, 1998: 177). Jadi kata aslama atau salima bisa diartikan apabila seseorang patuh teruma kepada Allah maka hidupnya akan diselamatkan-Nya.

لَّ َت :

Berarti bukit yang rendah (Mahmud Yunus, 1998: 79).

Terambil dari kata

تلا

at-tall yakni anak bukit, tanah yang lebih tinggi daripada sekitarnya (Ahmad Warson Munawir 1984: 137). Ada juga yang memahaminya dalam arti tumpukan pasir/ tanah yang keras. Kata tallahu dari segi bahasa berarti melempar atau menjatuhkan seseorang keatas tumpukan. Maksudnya adalah membaringkan dan meletakkan pelipisanya dengan mantab pada satu tempat yang mantap dan keras, agar tidak bergerak (M. Quraish Shihab, 2003: 64).

ى

دان

: Berasal dari kata

ءادن -ىداني

-

ىدان

yang artinya menyeru, memanggil, berteriak (Mahmud Yunus, 1998: 447). Jadi nada berarti bahwa ketika Ibrahim sudah bersiap akan menyembelih anaknya maka Allah segera berteriak memanggilnya untuk menghemtikan penyembelihan itu, karena telah nyata ketaatan Ibrahim kepada Allah dan ketaatan Ismail kepada Tuhan dan ayahnya.

َ فْ لَّدَص:

Berasal dari kata

ا دص -قدصي -قدص

yang artinya benar (Mahmud Yunus, 1998: 214). Jadi artinya membenarkan dengan melaksanakan sesuai batas kemampuan apa yang diperintahkan Allah.

ىزج :

Berasal dari kata

ءازج-ىزجيىزج

yang artinya mencukupi, membagi (Mahmud Yunus, 1998: 87). Jadi jaza‟ merupakan balasan yang sangat banyak bagi orang yang mau berbuat baik dan sabar ketika mendapat ujian.

ء بَلَبَبذْلا :

Berasal dari kata

ءلاب-اولب-ولبي -لاب

mencobai, menguji (Mahmud Yunus, 1998: 72). Budihardjo mengutip dari Ahmad bin Faris bin Zakariya kata bala‟ mempunyai dua arti pokok, yaitu buruknya sesuatu dan bagian percobaan (Budihardjo, 2010: 193). Agaknya dapat diketahui dengan membayangkan keadaan Nabi Ibrahim as. ketika itu. Anak yang telah beliau nantikan bertahun-tahun lamanya, kini harus beliau sembelih pada usia remaja.

ىدإ

: Berasal dari kata

ءادإ -ىدإ-ءدفي ىدإ

yang artinya menebus sesuatu dari tawanan (Mahmud Yunus, 1998: 320). Jadi fada diartikan dengan pengganti sesuatu yang tertahan. Tebusan biasanya diwujudkan dalam bentu yang lebih baik dan tepat.

B. Munasabah

Kata munasabah yang berakar kata dari

ةبسانم -بس اني -بس ان

artinya patut, sesuai (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor 2003: 1878). Secara etimologi, munasabah berarti persesuaian, hubungan atau relevansi sedang secara terminologi, munasabah adalah ilmu untuk mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian al-Qur‟an yang

mulia (Abdul Djalal, 2000: 154). Jadi munasabah merupakan hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang sebelum dan sesudahnya.

Seperti yang telah dikemukakan di atas, mengenai munasabah, para mufasir mengingatkan agar dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an, khususnya yang berkaitan dengan penafsiran ilmiah, seseorang dituntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa

al-Qur‟an serta korelasi antar ayat (M. Quraish Shihab, 1998: 135). 2. Munasabah surat al-Shaffât dengan surat sebelum dan sesudahnya.

a. Hubungan surat al-Shaffât dengan surat Yasin adalah sebagai berikut:

1) Surat al-Shaffât menjelaskan kisah-kisah Nabi Ibrahim dengan kaumnya berupa dialog-dialog yang bersifat partisipatif dan humanis yang juga kritis terhadap keadaan kaumnya. Hal ini tercermin pada ayat 83-112 .

2) Pada surat Yasin disebut secara umum berisi dialog-dalog anatara utusan-utusan Allah dengan kaumnya yang menentangya. Para utusan berdialog dengan cara yang santun akan tetapi balasan dari

kaumnya berupa hinaan dan penentangan. Kemudiaan umat-umat yang menentang para utusa dihancurkan Allah karena ingkar kepada-Nya dan para utusan-Nya terlihat pada ayat 13-24. (Departemen Agama RI, 2009: 258-259).

b. Hubungan Surat al-Shaffât dengan Surat Sad adalah sebagai berikut: 1) Dalam Surat al-Shaffât dikisahkan perjuangan nabi-nabi Nuh,

Ibrahim, Musa, Harun, Ilyas, Lut, dan Yunus serta nasib umat mereka.

2) Dalam Surat Sad disampaikan nasib umat Nabi Nuh, „Ad, Fir‟aun, dan Ashaab Al - Aikah dan kisah kesabaran nabi-nabi

Daud dan Sulaiman, Ayub, Ibrahim, Ismail, Ilyasa‟ dan Zulkifli

dalam berjuang.(Departemen Agama RI, 2009: 338). 3. Munasabah ayat 101-112 dengan ayat sebelum dan sesudahnya.

Surat al-Shaffât ayat 101-112 juga memiliki munasabah (korelasi) dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Adapun hubungan antara ayat sebelum dan sesudahnya Dalam ayat ini terjadi keterpaduan jalinan antara ayat – ayat dalam satu tema. Ayat-ayat yang berkaitan dengan tema tersebut dimulai dari 83 yaitu menceritakan tentang perjuangan Nabi Ibrahim di tengah-tengah kaumnya, diawali dengan pendekatan diri kepada Allah pada ayat 84, kemudian menanyakan soal apa yang disembah ayahnya dan kaumnya pada ayat 85, dilanjutkan dengan penghancuran berhala pada ayat 91, perlawanan kaumnya dengan cara berdialog kepadanya. Karena tidak mampu menjawab

perntanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Ibrahim kemudian sampai pada putusan membakarnya pada ayat 94-95 dan akhirnya beliau hijrah dari negerinya(Departemen Agama RI, 2011: 450).

Kemudian dilanjutkan dengan Ayat berikutnya 100-112 yang menceritakan tentang kisah Ibrahim dalam perjalanannya ke negeri asing dengan anaknya Ismail. Diawali dengan do‟a Nabi Ibrahim

tentang permohonan anak, kemudian diberi kabar gembira dilanjutkan dengan ketabahan hati ketika diuji oleh Allah dalam hal perintah menyembelih anaknya. Berkat ketabahanya, karena telah membenarkan mimpi dari Allah yang wajib dilaksanakannya, kemudian Ibrahim diberi balasan oleh Allah dengan karunia yang amat besar. Kemudian Ismail ditebus dengan seekor domba yang besar, dan akhirnya Kemudian dilanjutkan dengan karunia Allah lainnya yang besar dengan turunnya ayat sesudahnya kabar gembira tentang akan datangnya anak yang kedua yaitu Ishak (Departemen Agama RI, 2011: 450).

Kemudian pada ayat 113-120 menerangkan tentang keberkahan Allah kepada Nabi Ibrahim dan Ishak, serta melimpahkan nikmat serta kesjahteraan kepada Nabi Musa dan Harun (Departemen Agama RI, 2011: 451).

BAB III

PROFIL IBRAHIM DAN ISMAIL SERTA TAFSIR SURAT AL-SHAFFÂT AYAT 101 – 112

A. Profil Ibrahim

Sebelum menguak lebih dalam tentang bagaimana proses pendidikan yang dilakunan oleh Ibrahim dan anaknya yaitu Ismail, maka perlu mengenal sosok sang khalilullah tersebut. Ibrahim lahir di kawasan Damaskus. Ayahnya bernama Azar, seorang pembuat patung sekaligus penyembahnya. Ibrahim adalah sosok pencari kebenaran. Sejak muda dia kritis terhadap lingkungan hidupnya (Ahmad Chodjim, 2005: 130). Ketika Ibrahim masih muda, ia telah mendapat hidayah dari Allah sehingga merasa gelisah terhadap keimanan ayahnya. Melihat hal tersebut, kemudian Ibrahim dengan santun mengajak ayahnya dan kaumnya untuk beribadah kepada Allah serta meninggalkan penghambaan terhadap berhala. Akan tetapi, ajakan tersebut tidak mendapat respon yang baik dari kaumnya. Ibrahim pada suatu saat menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah dan menyisakan satu yang paling besar (Syihabudin Qalyubi, 2009: 32).

Ketika orang-orang musyrik menjumpai berhala-berhala mereka yang dijadikan sesembahan dalam keadaan hancur, mereka langsung menuduh Ibrahim sebagai pelakunya. Ibrahim kemudian dipanggil untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam pemanggilan tersebut, Ibrahim mengajukan pembelaan bahwa perusakan terhadap sesembahan mereka itu bukan dirinya melainkan berhala yang paling besar. Pembelaan Ibrahim tersebut ternyata tidak diterima oleh kaumnya sehingga berbuah

perdebatan yang akhirnya mengantarkan ke dalam hukum bakar. Akibat perbuatan tersebut Allah segera menolong, sehingga Ibrahim selamat dari sengatan api. Ibrahim adalah manusia pertama yang menabuh genderang

perang penyembahan berhala (Ali Syari‟ati, 2003: 72).

Cobaan beruntun menimpa Ibrahim, namun tidak membuatnya surut dalam berdakwah. Ia juga menyeru raja Namrud supaya menyembah Allah. Perdebatan sengit terjadi antara mereka berdua dan berakhir dengan kekalahan Namrud. Ia bertanya kepada Allah tentang bagaimana cara menghidupkan orang mati. Allah kemudian menyuruh Ibrahim menyembelih burung dan memotong-motongnya menjadi beberapa bagian. Masing-masing bagian diletakkan di gunung yang berbeda. Lantas Ibrahim memanggilnya. Dengan seizin Allah, burung itu hidup kembali dan datang menghampirinya (Q.S. al-Baqarah [2]: 258).

Bersama Sarah, istrinya, dan Luth, keponakanya, Ibrahim mengadakan perjalanan dakwah ke Syam (Syiria). Pada waktu itu, penduduk Syam menyembah bintang. Disinilah terjadi Dialog tentang fenomena alam dengan mereka. Dari Syam mereka melanjutkan perjalanan dakwah ke Mesir. Raja Mesir terkenal bengis dan bermaksud menodai Sarah. Akan tetapi, kemudian ia menyadari kesallahannya. Sarah dihadiahi seorang hamba sahaya bernama Hajar yang kemudian dinikahkan kepada suaminya (Ibrahim). Dari Mesir mereka kembali ke Palestina.

Pada awalnya, Sarah ikhlas untuk dimadu. Akan tetapi, setelah Hajar melahirkan Ismail, kecemburuan tampak pada dirinya. Untuk

menyelamatkan bahtera rumah tangga atas petunjuk Allah, Ibrahim membawa Hajar dan Ismail ke Makkah. Dari situ, mulailah mereka menjalani kehidupan baru di lembah Makkah ini. Berawal dengan perjuangan berat, mereka bertahan untuk hidup. Lantas datang pertolongan Allah dengan munculnya mata air Zam-zam. Melalui mimpi, Ibrahim mendapat ujian keimanan berupa perintah Allah untuk menyembelih Ismail, putera kesayangannya. Setelah lulus ujian, Ibrahim dan Ismail mendapat perintah dari Allah untuk membangun dan memelihara Baitullah.

Di Palestina, Sarah mendapat kabar gembira dari Allah melalui malaikat. Dia akan dikaruniai seorang anak yang bernama Ishaq. Sarah sangat senag mendengar berita ini. Akan tetapi, hatinya was-was. Ia menyadari bahwa usianya sudah lanjut dan merasa tidak mungkin lagi mendapat keturunan. Meskipun demikian, bagi Allah hal itu bukanlah hal yang sulit. Ishaq pun lahir. Lebih lanjut, dari Ishaq lahirlah Ya‟qub. Nasab

ini berlanjut hingga para nabi dan rasul yang menyeru umat-umatnya untuk beriman dan hanya beribadah kepada Allah (Syihabudin Qalyubi, 2009: 33-34).

B. Profil Ismail

Sebagaimana telah diketahui, bahwa Ismail adalah anak Ibrahim dari ibunya Hajar. Ismail pada waktu kecil bersama ibunya dibawa oleh Ibrahim ke Mekkah yang diwaktu itu masih belum mempunyai penghuni.

Ibrahim berangkat ke tempat lain, sedang Ismail dan ibunya ditinggalkan di Mekkah. Beberapa masa kemudian, barulah bermunculan orang-orang yang datang bermukim di Mekkah.

Setelah Ismail mulai dewasa, Ibrahim menerima perintah Tuhan lewat perantara mimpi, supaya menyembelih anak kesayanganya. Ismail besedia untuk disembelih, sesuai dengan perintah Tuhan kepada ayahnya tetapi setelah Ibrahim siap untuk melakukan penyembelihan, datanglah perintah tuhan supaya penyembelihan Ismail itu ditukar dengan penyembelihan seekor domba. Penyembelihan domba ini disebut penyembelihan yang besar, karena di samping memperingati kepatuhan Ibrahim dan Ismail kepada perintah Tuhan, juga pengganti penyembelihan manusia. Ismail adalah sosok generasi muda yang membenarkan cit-cita luhur para bapak pendiri bangsa, founding fathers (Ahmad Chodjim, 2005: 131).

Demi kebenaran, Ismail rela menjadi korban (bukan kurban) dan Ibrahim pun rela kehilangan anaknya sebagai kurban penegak kebenaran. Hal ini dilakukan bukan berarti Ibrahim adalah seorang yang edan. Kerelaan putranya untuk menegakkan kebenaran disikapi dengan arif. Sehingga yang dikurbankan bukan putranya, tetapi meterinya. Dalam bahasa al-Qur‟an Ismail ketika akan disembelih , diganti dengan domba

dari surga (Ahmad Chodjim, 2005: 131).

Dalam kehidupan Ismail, tersebut pula kerja sama Ismail dengan ayahnya Ibrahim membangun Baitullah (Ka‟bah) di Mekkah yang sampai

sekarang tetap dikunjungi oleh kaum Muslimin setiap tahun yang datang dari segenap penjuru (Fachruddin Hs, 1992: 530).

C. Tafsir Surat Al-Shaffât 101-112

1. Tafsir surat Al-Shaffât secara umum

Surat al-Shaffât merupakan satu diantara banyak surat dalam Al-Quran yang membahas bukti-bukti tentang kemahakuasaan Allah SWT. Kata al-Shaffât berarti yang berbaris-baris merupakan kalimat dari ayat yang pertama. Adapun yang disebut berbaris-baris itu ialah malaikat-malaikat tuhan dialam malakut yang tidak diketahui berapa jutakah bilanganya kecuali Allah sendiri (Hamka, 1983: 106).

Adapun kandungan dari surat al-shaffât diantaranya berisi tentang perlunya manusia beriman terhadap adanya hari kemudian serta menjalankan ajaran-ajaran yang disampaikan dalam al-Qur‟an.

Manusia setidaknya terbagi ke dalam dua kelompok yaitu mukmin dan kafir yang masing-masing dari mereka nanti di akhirat memperoleh tempat surga atau neraka. Tergambarkan dalam ayat 11 samapi 19 tentang perinah kepada utusan-Nya untuk menyampaikan pertanyaan kepada manusia yang masih kafir dan tidak mau percaya (Hamka, 1983: 120).

Dalam surat al-Shaffât ini dikisahkan perjuangan nabi-nabi terdahulu. Diantaranya : Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, Ilyas, Luth, dan Yunus serta nasib umat mereka yang ingkar terhadap apa yang para Nabi ajarkan (Departemen Agama RI, 2009: 339-340)..

Surat ini mengajak manusia supaya beriman, jangan menyekutukan Allah serta tidak berpandangan salah terhadap Nabi Muhammad SAW. Selain itu Allah melalui surat al-Shaffât

Dokumen terkait