(Studi Terhadap Q.S. al-Shaffât ayat 101-112)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
Musyahid
NIM: 111 09025
JURUSAN TARBIYAH
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh:
Musyahid
NIM: 111 09025
JURUSAN TARBIYAH
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
Saya yang bertanda tangan di bawahini:
Nama : Musyahid
NIM : 11109025
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan
karya saya sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah.
Salatiga, 25 Juni 2014
Penulis
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” Q.S. al-Baqarah[2]: 148 (Departemen
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyusun
skripsiini dengan sebaik-baiknya, namun mengingat keterbatasan pengetahuan
dan kemampuan penulis, kritikdan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan agar skripsi ini benar-benar dapat menjadi sumbangan pemikiran yang
bermanfaat.
Dengan selesainya skripsi ini, tidak lupa penulis ucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku ketua STAIN Salatiga.
2. BapakSuwardi, M.Pd, selakuketuajurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.
3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si, selaku ketua program studi PAI.
4. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag, sebagai dosen pembimbing
skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya
serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk
banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak dan ibu serta saudara-sadaraku di rumah yang telah mendoakan
dan membantu dalam bentuk materi untuk membiayai penulis dalam
menyelesaikan studi di STAIN Salatiga dengan penuh kasih sayang
dan kesabaran.
8. Mas Muttaqin, mbak Barid, Zazak, Darwanto, Irhamna, Totok, Suko
dan Kariim yang telah memberi semangat untuk menyelesaikan
sekripsi ini.
9. Teman-teman IMM dan PAI A angkatan 2009 yang telah mendukung
sehingga dapat selesai sekripsi ini.
Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang
setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT.
Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Salatiga,25 Juni 2014
Kata kunci: Paradigma, Pendidikan Partisipatif, Humanis, Perspektif Islam
Penelitian ini bertujuan; 1) Bagaimanadeskripsi dan munasabah Q.S. Al-Shaffât: 101 - 112. 2)Bagaimana konsep pendidikan partisipatif humanis menurut Q.S. Al-Shaffât: 101 - 112. 3) Bagaiman implemntasi konsep pendidikan partisipatif dalam Q.S. Al-Shaffât: 101 - 112.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, untuk memberi penjelasan terhadap ayattersebut, menggunakan metode studi pustaka (library research), maka langkah yangditempuh adalah dengan cara membaca, memahami serta menelaah buku-buku, kitab-kitab tafsir serta sumber-sumber yang berkenaandengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa.Sumber data adalah tafsir Al-Qur‟an surat Al-Shaffât ayat 101 -112. Kemudian dilengkapi buku dan ayat - ayat lain yang berhubungan dengan pokok bahasan skripsi ini.Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan pendekatankontekstual, yaitu
“mendudukkan keterkaitan antara yang sentral dengan yangperifer adalah
terapannya, yang sentral adalah studi tentang ayat-ayat Qur‟aniah, dan yang perifer adalah studi tentang ayat-ayat kauniah. Dalam menganalisis ayat penulis menggunakan metode maudhu’i, yakni menghimpun ayat-ayat Al-Qur‟an yang mempunyai maksud sama.Dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusun berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat tersebut. Kemudianpenafsirmulaimemberikanketerangandanpenjelasansertamengambilkesi mpulan.
ء ` ض Dh
ب B ط Th
ت T ظ Zh
ث Ts ع „
ج J غ Gh
ح H ف F
خ kh ق Q
د d ك K
ذ dz ل L
ر r م M
ز z ن N
س s و W
ش sy ه H
ص sh ي Y
B. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap karena syaddah ditulis rangkap
C. Vokal Pendek
HALAMAN JUDUL...iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iv
LEMBAR PENGESAHAN KELULUSAN………v
DEKLARASI...vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN...vii
KATA PENGANTAR ...viii
ABSTRAK ...ix
TRANSLITERASI...xi
DAFTAR ISI ...xiii
BAB I : PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat ... ... 8
D. Metode ...9
E. Penegasan Istilah...12
G. Sistematika Penulisan...15
BAB II DESKRIPSIDAN MUNASABAH SURAT AL-SHAFFÂT : 101-112...17
A. Deskripsi Suratal-Shaffât : 101-112...17
B. Profil Ismail...30
C. Tafsir Surat Al-Shaffât 101-112...31
1. Tafsir surat Al-Shaffât secara umum...31
2. Kabar Gembira ...32
3. Musyawarah...35
4. Kepasrahan...38
BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS MENURUT SURAT AL-SHAFFÂT AYAT 101-112...42
A.Pendidikan Prtisipatif Humanis...42
1. Pengertian Pendidikan...42
2.Pendidikan Partisipatif...44
3.Pendidikan Humanis...46
4. Pendidikan Partisipatif Humanis ...47
a. Bersifat Dialogis...48
b. Memberdayakan...49
c. Tidak Monoton...50
B.Nilai-nilai Pendidikan Partisipatif Humanis Dalam Surat Al-Shaffât Ayat 101-112...50
b. Pujian ...54
C.Bentukan Pendidikan Partisipatif Humanis Dalam Surat Al-Shaffât Ayat 101-112...55
1. Pendidikan Tauhid ...55
2. Pendidikan Akhlak...57
3. Pendidikan Humanis...57
4. Pendidikan Spiritual dan Emosional...58
5. Pendidikan Karakter...58
6. Pendidikan Berlandaskan Metode Dialogis...59
7. PendidikanSosial...59
D.Implementasi Pendidikan Partispasipatif Humanis dalam Surat Al-Shaffât Ayat 101-112 Terhadap Pendidikan Global...61
1. Tantangan Kemiskinan...61
2. Jawaban atas Tantangan...62
BAB V KESIMPULAN...68
A. Kesimpulan ...68
B. Saran...70
C. Penutup ...70
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membicarakan problematika pendidikan, berarti juga
membicarakan manusia pada tugas utamanya di muka bumi ini yakni
menjadi pemimpin (khalifah fii al-ardhi). Pendidikan merupakan sebuah
proses yang akan mengantarkan manusia kepada pribadi yang sempurna,
berkarakter dan mampu hidup secara damai bersama masyarakat yang
heterogen tanpa saling bermusuhan, karena akhir dari permusuhan
mengakibatkan perpecahan dan kehancuran. Pendidikan membuat mereka
hidup damai, saling menghormati karena kedewasaanya dalam berinteraksi
bukan malah sebaliknya.
Secara umum pendidikan bertujuan untuk menemukan hakikat
kemanusiaanya (Umiarso dan Zamroni, 2011: 7). Orang yang
berpendidikan diharapkan untuk mampu bersikap dewasa, dalam berpikir,
berkarya dan berinteraksi dengan sesama manusia. Dengan adanya
pendidikan, manusia bisa menyadari potensi yang ia miliki. Kemudian
dengan proses berpikirnya, manusia menemukan eksistensi kehadiran
dalam kehidupan di dunia yaitu sebagai pemimpin yang terpercaya Tuhan
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah : 30-33.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!". Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (QS. Al-Baqarah [2]: 30-33).
Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang
cerdas dibanding malaikat. Malaikat hanya mengetahui apa yang diajarkan
merupakan simbol dari manusia dengan izin Allah mengetahui semuanya
ketika ditanya nama - nama benda yang ada di bumi bahkan mampu
menjelaskan nama dan teori dari suatu benda yang diminta untuk
disebutkannya. Tuhan menciptakan manusia tidak hanya sekedar
membentuk jasmani rohani begitu saja, namun Tuhan juga membekalinya
dengan potensi melekat dan merupakan sebuah karakter yang dimiliki
manusia. Dengan potensi tersebut manusia mampu mengejawantahkan
potensinya hingga mampu menjadi wakil Tuhan di muka bumi ini.
Manusia dengan potensinya mampu tanggap terhadap semua rangsangan,
termasuk rangsangan semua gejala alam semesta ini. Tanggapan ini
merupakan suatu pengalaman dan pengalaman itu dari zaman ke zaman
akan berakumulasi secara terus menerus terhadap segala sesuatu di alam
semesta ini hingga dapat diwariskan ke generasi berikutnya (Maslikhah
dan Susapti, 2009: 17).
Melihat tugas dan tanggung jawab manusia yang luhur seperti di
atas maka perlu adanya suatu konsep pendidikan yang kiranya mampu
mengantarkan manusia menuju pribadi yang unggul, mandiri atas
permasalahan yang ada di muka bumi. Mampu mengatur dengan bebas
sesuai dengan potensi yang melekat akan tetapi penuh dengan tanggung
jawab untuk kesejahteraan penduduk alam semesta. Pendidikan partisipatif
humanis merupakan pendidikan yang bersifat merdeka, dan
memanusiakan manusia. Maksudnya segala elemen yang bersinggungan
kemudian membebaskan dengan syarat pasti akan kembali kepada
fitrahnya yakni berkeinginan baik. Fitrah bukan berarti seperti kertas
kosong yang tidak ada setitik pun goresan tulisan akan tetapi memiliki
pembawaan atau potensi yang diberikan oleh Tuhan yang bisa
berpengaruh dalam kehidupan manusia.
Pada dasarnya manusia berkeinginan baik bagi hidupnya dan tidak
ada seorang pun di dunia ini yang menginginkan keburukan terjadi pada
diri maupun keluarganya. Seorang preman misalnya, dia tidak mungkin
membiarkan anaknya meniru profesi buruk yang diklaimkan oleh orang
bahwa dia itu preman yang jahat, meresahkan dan sebagai sampah
masyarakat, kecuali orang tersebut memiliki kelainan kejiwaan yang
mengharapkan anaknya celaka seperti dia, yang hidupnya tidak tenang
sama sekali, selalu merasa waswas, kalau-kalau dia ketahuan melakukan
kejahatan dan tertangkap. Kalau tidak kepepet (masalah ekonomi
misalnya) dia tidak sudi melakukan kejahatan yang merugikan diri dan
orang lain.
Pendidikan partisipatif humanis merupakan pendidikan yang
mengembangkan karakter seseorang dengan tanpa merusak potensi
menonjol yang dimiliki seseorang dengan perasaan bebas tanpa ada
ancaman yang membuat pelakunya merasa tidak nyaman karena ancaman
tersebut dalam menjalani kehidupanya sehari-hari. Potensi adalah
kehancuran harus dilakukan filter yaitu penyaringan dan pengendalian
agar tidak tumbuh subur dalam diri.
Potensi yang dimiliki manusia antara satu dengan yang lain
berbeda (Q.S. An – Nahl [16]: 71). Perbedaan tersebut tidak berarti yang
satu lebih cerdas atau lebih kurang dari yang lain. Setiap kali jika kita
diminta menilai siapa yang lebih cerdas diantara tokoh-tokoh nasional
tentunya kita akan mengalami kebingungan untuk menjawab dan tentunya
sangatlah subyektif. Dalam pendidikan, kita tidak bisa memakasakan
untuk menerapkan satu teori yang sama kepada orang yang berbeda.
Islam merupakan agama yang membidangi segala bidang sub
pokok kajian ilmu pengetahuan. Pendidikan dalam Islam, merupakan salah
satu pokok kajian dari ilmu pengetahuan yang memiliki peran penting bagi
kemajuan agama dalam eksistensinya di dunia dewasa ini. Al - Qur‟an
merupakan salah satu sumber dari agama Islam yang maha tinggi
bersumber dari kalam Ilahi terjaga dari kesalahan yang bersifat
manusiawi. Hal ini karena Al-Qur‟an bukan karya Muhammad sendiri
akan tetapi merupakan sebagai mukjizat yang berasal dari Ilahi Rabbi
untuk seluruh umat manusia di dunia ini. Dalam realitasnya, orang yang
mengaku dirinya beragamaIslam mereka belum mampu mengamalkannya
secara kaffah.
Sebagaiman yang diperintahkan Allah dalam surat Al - Baqarah:
Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (QS. Al-Baqarah: 208).
Jika kita rasakan dewasa ini orang dalam beragama masih
pilih-mayoritas Islam ini, namun belum yakin dan mampu untuk menunjukkan
pada dunia bahwa Islam itu adalah satu-satunya agama yang sesuai dengan
zaman dan mampu mengatasi segala persoalan mikro maupun yang ada
dalam kancah dunia. Islam adalah agama segala generasi, tidak terikat
pada ruang dan waktu, ia bersifat universal dan mampu mengatasi segala
persoalan umat yang ada di kolong langit ini. Hal ini yang perlu diyakini
bagi setiap muslim sehingga mampu mengaplikasikannya dalam
kehidupan nyata.
Dalam perjalanan dunia keilmuan Islam, rasa-rasanya umat Islam
mulai jauh dari sumber agamanya. Maka yang terjadi adalah kemunduran
dalam hal keilmuan yang relatif lebih jauh. Hal ini justru bertolak
dalam menapaki kehidupannya. Mereka yang mengaku tidak beragama
dalam urusan dunia mereka jauh lebih maju dan sukses daripada negara
berpenduduk mayoritas Muslim. Fakta sejarah memperlihatkan bahwa
orang – orang Barat telah mencuri karya-karya keilmuan Islam dan
membakar hangus karya yang mereka tidak butuhkan saat Islam
mengalami kekalahan pada perang salib. Umat Islam saat ini sedang
mengalami kebingungan yang mereka sendiri tidak menyadarinya.
Banyak diantara mereka yang lari kepada sesuatu yang membuat mereka
merasa bebas seperti minuman keras, obat-obatan terlarang, free sex dan
hal-hal nyeleneh karena kejenuhan yang mereka alami sebagai bentuk
ekspresi diri akibat broken home misalnya atau karena kegagalan dalam
meraih cita yang tidak bisa mereka teriman. Faktor utama penyebab dari
itu semua adalah : 1. Lupa terhadap sang pencipta yaitu Allah SWT, 2.
Tidak menjadikan Al-Qur‟an sebagai pegangan hidup, 3. Sebagian
lembaga pendidikan masih ada yang kurang mengapresiasi potensi peserta
didik.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
mengangkat tema tersebut dengan mengambil judul skripsi:
PARADIGMA PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS DALAM
PERSPEKTIF ISLAM (STUDI TERHADAP AL - QURAN SURAT AL -
SHAFFÂT AYAT 101 - 112).
Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini. Rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana deskripsi dan munasabah Q.S. Al-Shaffât ayat 101-112?
2. Bagaimana konsep pendidikan partisipatif humanis dalam perspektif
Islam menurut Q.S. Al-Shaffât ayat 101 - 112?
3. Bagaimana implementasi konsep pendidikan partisipatif humanis dalam
persepektif Islam menurut Q.S. Al-Shaffât ayat 101 - 112?
C. Tujuan dan Manfaat
Dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan diatas maka
tujuan dan manfaatnya adalah sebagai berikut:
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui deskripsi dan munasabah Q.S. Al-Shaffât: 101 -
112.
b. Untuk mengetahui konsep pendidikan partisipatif humanis menurut
Q.S. Al-Shaffât: 101 - 112.
c. Untuk mengimplementasikan pendidikan partisipatif dalam Q.S.
Al-Shaffât: 101 - 112.
2. Manfaat
a. Bagi peneliti, meningkatkan wawasan yang lebih komprehensif
terhadap pemahaman konsep pendidikan partisipatif humanis
menurut Q.S. Al-Shaffât ayat 101 - 112 dari berbagai sudut
b. Bagi subyek dan praktisi pendidikan, dapat diaplikasikan dalam
sikap dan perilaku yang Islami di dalam kehidupan nyata.
c. Masyarakat, sebagai i‟tibar bagi manusia agar tetap berpegang
teguh pada ajaran agama Islam yaitu Al - Qur‟an.
D. Metode
Usaha untuk memproses data ataupun informasi yang diperlukan
dilakukan dalam penulisan ini disusun sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,
secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah (M. Quraish Shihab, 2003:
312-313). Jadi, dalam penelitian ini mencari konsep tentang pendidikan
partisipatif humanis dalam surat Al-Shaffât ayat 101 - 112 dari berbagai
kitab tafsir yang merupakan interpretasi para mufasir dalam memahami
maksud, isi dan kandungan yang ada dalam surat Al-Shaffât ayat 101 -
112 sehingga akan dapat mempermudah dalam kajian ini. Selanjutnya
untuk memberi penjelasan atau penafsiran terhadap ayat tersebut,
melalui metode studi pustaka (library research), maka langkah yang
buku-buku, baik berupa kitab-kitab tafsir maupun sumber-sumber lain
yang berkenaan dengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini, adalah tafsir Al-Qur‟an surat
Al-Shaffât ayat 101 - 112. Kemudian dilengkapi buku dan ayat - ayat lain
yang berhubungan dengan permasalahan dan menjadi pokok bahasan
skripsi ini yaitu antara lain : buku yang berjudul “Pendidikan
Partisipatif, Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John
Dewey” karya Muis Sad Imam, M.Ag., “Pendidikan Pembebasan dalam
Perspektif Barat dan Timur ” karya Umiarso, M.Pd.I dan Zamroni,
M.Pd, “Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran tentang Paradigma dan
Sistem Islam” karya H. Endang Saifudin Anshari,M.A., “Sekolahnya
Manusia” karya Munif Chatib, “Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an” karya
Syaikh Manna‟ Al-Qaththan dan buku–buku lain yang bersangkutan
dengan pembahasan skripsi ini.
3. Pendekatan Penelitian
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan pendekatan
kontekstual, yaitu “mendudukkan keterkaitan antara yang sentral
dengan yang perifer adalah terapannya, yang sentral adalah studi
tentang ayat-ayat Qur‟aniah, dan yang perifer adalah studi tentang
ayat-ayat kauniah (bukti-bukti dalam kehidupan manusia dan alam)” (Al -
Farmawi, 1996: 12). Dengan pendekatan kontekstual ini diharapkan
102 tidak hanya dapat dimengerti dan dipahami, akan tetapi dapat juga
diterapkan dalam kehidupan nyata. Sehingga dengan konsep pendidikan
partisipatif humanis pendidikan yang dalam hal ini adalah seluruh
komponen pendidikan benar-benar dapat menjalankan fungsi
edukatifnya dalam keluarga, masyarakat maupun sekolah.
4. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menganalisis data dengan
menggunakan :
a. Metode Maudhu‟i
1) Metode
Metode diartikan sebagai cara teratur yang digunakan
untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan
yang dikehendaki (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 740),.
Jadi, metode adalah serangkain cara yang sistematis untuk
mencapai suatu tujuan.
2) Maudhu‟i
Kata maudhu‟i berarti tematik, sedang menjadi tren
(Atabiak, Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, 2003: 1863),.
Sedangkan menurut para ulama kontemporer, maudhu‟i yakni
menghimpun ayat-ayat Al-Qur‟an yang mempunyai maksud
sama. Dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah
dan menyusun berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat
penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir
melakukan studi tafsirnya ini dengan metode maudhu‟i, dimana ia
meneliti ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan melakukan
analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas
untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat
memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul
menguasainya, sehingga memungkinkan baginya untuk
memahami maksud yang terdalam dan dapat menolak segala
kritik (Al - Farmawi, 1996:36-37).
b. Analisis Isi (Content Analyze)
Guna mencari jawaban dari permasalahan yang ada di atas,
penulis menggunakan metode Analisis Isi (Content Analyze) dalam
penelitian ini. Menurut B. Berelson sebagaimana dikutip oleh Hasan
Sadily, metode Analisis Isi (Content Analyze) adalah suatu teknik
penyelidikan yang berusaha untuk menguraikan secara objektif,
sistematik, dan kuantitatif isi yang termanifestasikan dalam suatu
komunikasi (Hasan Sadily, 1980: 207).
E. Penegasan Istilah
Agar tehindar dari kata-kata yang kabur dan tidak runtut serta
menghindari timbulnya salah penafsiran atau misinterpretation serta
pengertian yang melebar dalam menafsirkan isi dan juga substansi dari
tersebut yang menjelaskan pengertian masing - masing kata yang
mendukung dalam judul penelitian ini, yakni sebagai berikut.
1. Paradigma
Arti kata paradigma adalah kerangka berpikir (Departemen
Pendidikan Nasional, 2007: 828),. Sedangkan menurut Partanto dan
Barry dalam buku Pendidikan Pembebasan Perspektif Barat dan Timur,
paradigma adalah suatu pedoman yang dipakai untuk menunjukkan
gugusan sistem pemikiran atau bentuk kasus dan pemecahannya
(Umiarso dan Zamroni, 2011: 39). Jadi, paradigma adalah teori dasar
untuk dijadikan pedoman suatu pemikiran.
2. Pendidikan
Kata Tarbiyah berarti pendidikan (Atabiak, Ali dan Ahmad Zuhdi
Muhdlor 2003: 454). Kata tarbiyah/ ةيبرت berasal dari bahasa Arab yaitu:
ىبر -يبري
-ةيبرت yang berarti: كلملا (raja/penguasa), ديسلا (tuan) رّبدملا
(pengatur) مّيقلا (penanggung jawab) معنملا (pemberi ni‟mat). Istilah
tarbiyah dapat diartikan sebagai proses penyampaian atau
pendampingan (asistenis) terhadap anak yang diampu sehingga dapat
mengantarkan masa kanak-kanak tersebut ke arah yang lebih baik, baik
anak tersebut anak sendiri maupun anak orang lain (Ahmad Munir,
2008:38-39). Jadi, tarbiyah adalah istilah yang menjelaskan untuk
3. Partisipatif
Partisipatif berasal dari kata partisipasi yang artinya perihal turut
serta dalam suatu kegiatan, keikut sertaan, peran serta (Departemen
Pendidikan Nasional, 2007: 831). Jadi dapat dikatakan bahwa
partisipatif adalah sebuah kegiatan yang memerlukan keikut sertaan dari
seluruh elemen yang mendukung dari kegiatan tersebut baik benda mati
maupun hidup, baik konsep maupun teori.
4. Humanis
Humanis diartikan sebagai orang yang mendambakan dan
memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik,
berdasarkan asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat
manusia (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 831). Jadi humanis
adalah subjek yang mendambakan keadilan.
5. Islam
Terminologi atau kata Islam berasal dari bahasa Arab yang
berasal dari kata ملس damai dan ملسُا yang artinya menyerahkan
(Mahmud Yunus, 1990: 177). Islam memiliki arti "penyerahan", atau
penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله, Allah). Pengikut
ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang
tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi
laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa
Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan
Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh
Allah.
Jadi paradigma pendidikan partisipatif humanis perspektif Islam
adalah teori dasar untuk dijadikan pedoman suatu pemikiran proses
penyampaian atau pendampingan (asistenis) terhadap anak yang
diampu sehingga dapat mengantarkan masa kanak-kanak tersebut ke
arah yang lebih baik,dan memerlukan keikut sertaan dari seluruh
elemen yang mendukung dari kegiatan tersebut baik benda mati
maupun hidup, baik konsep maupun teori berdasarkan asas
kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia hasilnya
diserahan sepenuhnya kepada Tuhan.
F. Sistematika Penulisan
Untuk dapat dipahami urutan dan pola berpikir dari tulisan ini,
maka skripsi disusun dalam lima bab. Setiap bab merefleksikan muatan isi
yang satu sama lain saling berkesinambungan.
Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi dalam lima pokok
pikiran yang masing-masing termuat dalam bab yang berbeda-beda. Secara
rinci masing-masing bab akan membahas tentang hal-hal sebagai berikut :
Pada bab I, merupakan pendahuluan yang membahas mengenai
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat hasil
penelitian, metode, penegasan istilah, dan sistematika penulisan.
Pada bab II, merupakan deskripsi surat Al-Shaffât ayat 101 – 112
Quran surat Shaffât ayat 101 - 112 yang meliputi : deskripsi surat
Al-Shaffât ayat 101 - 112 yang disertai arti mufradat dan munasabah ayat.
Pada bab III , merupakan tafsir surat Ash - Shaffaat ayat 101 - 112.
Pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang tema penelitian yang
meliputi profil Ibrahim dan Isma‟il serta Tafsir surat Al-Shaffât ayat 101 -
112.
Pada bab IV, merupakan analisis pendidikan partisipatif humanis
menurut surat Al-Shaffât ayat 101 - 112. Pada bab ini peneliti akan
menjelaskan meliputi pengertian pendidikan partisipatif humanis dan hasil
analisis tentang pendidikan partisipatif humanis dalam surat Al-Shaffât
ayat 101 - 112.
Pada bab V, pada bab ini merupakan bagian penutup skripsi yang
terdiri dari kesimpulan, saran dan penutup.
BAB II
DESKRIPSI DAN MUNASABAH SURAT AL – SHAFFÂT : 101-112
A. Deskripsi Surat AL-SHAFFÂT AYAT 101-112
Surat al-Shaffât ayat 101 – 112 berbunyi sebagai berikut :
orang-ujian yang nyata. 107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. 108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, 109. (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". 110. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 111. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. 112. Dan Kami beri dia kabar gembira dengan kelahiran Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh” (QS. al-Shaffât [37]: 101-112).
Arti mufrodat dari ayat 101-112 adalah sebagai berikut :
زشب
:
Berasal dari kata ازشب-زشبي-زشَب yang artinya bersuka hati,gembira, menyampaikan kabar baik (Mahmud Yunus, 1989: 65).
Budihardjo mengutip dari al-Raghib al-Ashfahani bahwa kata kerja
basyara berarti bergembira, mengembirakan, dan menguliti (Budihardjo,
2010: 189). Jadi basyara bisa diartikan sebuah kabar baik yang apabila
disampaikan maka penerimanya akan merasa bersuka hati atau gembira.
ملغ
: Berasal dari kataاملغ
-
ملغي
-
ملغ
artinya dukana, sudahmemiliki syahwat terhadap perempuan (Mahmud Yunus, 1989: 300). Juga
bisa diartikan dengan Pemuda (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor
2003: 1356). Dalam kitab tafsir al-Mishbah ghulam adalah seorang
pemuda yang telah tumbuh memanjang kumisnya. Biasanya yang
mencapai usia tersebut telah tumbuh pesat pula nafsu seksualnya, karena
itu nafsu seksual dinamai juga
ةملغ
ghulmah (M. Quraish shihab, 2003:61). Jadi ghulam merupakan anak muda yang secara fisik maupun biologis
sudah memasuki usia dewasa.
akar kata yang terdiri dari huruf ha‟, lam, dan mim, yang mempunyai tiga
makna dasar, yaitu tidak tergesa-gesa, lubang karena kerusakan serta
mimpi (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor 2003: 793). Budihardjo
mengutip dari Ahmad bin Faris bin Zakariya kata halim mempunyai tiga
arti dasar, yaitu tidak tergesa-gesa, melubang sesuatu dan melihat sesuatu
dalam mimpi (Budihardjo, 2010: 189). Jadi haliim merupakan ciri-ciri
anak laki-laki yang memasuki usia dewasa secara psikologi dan akal.
غلب
: Berasal dari kataاغولب
-
غلبي
-غلب
yang artinya sampai,menyampaikan, mendapat, balig, masak (Mahmud Yunus, 1989: 71). Jadi
kata balagha diartikan dengan seorang anak yang telah berumur dewasa
secara biologi maupun akal karena sudah bisa berargumen.
يعس
:
Berasal dari kataايعس
-
يعسي
-
يعس
yang artinya bekerja,
berjalan dan berlari (Mahmud Yunus, 1998: 171). Juga bisa berarti لمع
amila bertindak, berbuat, berusaha (Ahamad Warson Munawwir, 1984:
634). Jadi sa‟ya diartikan sebuah gambaran tentang ciri bahwa seseorang
telah dewasa uang sudah bisa bekerja membantu menafkahi keluarga.
ىءَر
:
Berasal dari kata ةيؤر-ايءر-ىزي-ىءر yang berartimemperlihatkan pendapat, pikiran, bermimpi (Mahmud Yunus, 1998:
136). Merupakan kata kerja mudhari‟ (masa kini dan datang) ini untuk
mengisyaratkan bahwa apa yang beliau lihat itu seakan-akan masih terlihat
hingga saat penyampaianya itu (M. Quraish Shihab, 2003: 63). Jadi
َ َب
:
Dari kata اتاحب / احب - بذي - ب artinya menyembelih,memotong ((Mahmud Yunus,1998: 133). Juga berarti menyembelih,
membunuh, mencekik/menjerat leher sampai mati dan membelah atau
memecahkan (Ahmad Warson Munawwir, 1984: 441). Kata
بَك بَبذْ
ا
yangartinya saya menyembelihmu merupakan kata kerja mudhari‟ (masa kini
dan datang). Penggunaan bentuk tersebut untuk kata menyembelihmu
untuk mengisyaratkan bahwa perintah Allah yang dikandung mimpi itu
belum selesai dilaksanakan, tetapi hendaknya segera dilaksanakan. Karena
itu pula jawaban sang anak menggunakan kata kerja masa kini juga untuk
mengisyaratkan bahwa ia siap, dan bahwa hendaknya sang ayah
melaksanakan perintah Allah yang sedang maupun yang akan di terimanya
(M. Quraish Shihab, 2003: 63).
زظن : Berasal dari kata زظنازظن-زظني– artinya melihat, merenungkan,
memikirka, mempertimbangkan (Ahamad Warson Munawwir, 1984:
1433). Terkait dengan ayat diatas nadhara merupakan sebuah kemampuan
intelektual yang digunakan untuk mempertimbangkan kemudian
memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan hidup dan mati.
فْ َ فْإئ
:
Dari kata فل إئ-لا إ- في–diartikan berkerja lebih efektif atauefisien, lebih berdaya guna (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor,
2003: 176). Hal ini mengisyaratkan bentuk kepatuhan Nabi Ismail kepada
َزَ أً
:
Berasal dari kataارا
-
از
-
ز أي
-
ز
yang berarti menyuruh(Mahmud Yunus, 1989: 48). Juga bisa berarti memerintahkan (Ahamad
Warson Munawwir, 1984: 38). Kata
ز إت
ا
Apa yang diperintahkankepadamu, bukan berkata: sembelihlah aku. masih berkaitan dengan kata
sebelumnya yakni hal tersebut adalah perintah Allah swt. Bagaimanapun
bentuk, cara dan kandungan apa yang diperintahkan-Nya, maka ia
sepenuhnya pasrah (M. Quraish Shihab, 2003: 63). Kalimat ini juga dapat
merupakan obat pelipur lara bagi keduanya dalam menghadapi ujian berat
itu.
دجو
:
Berasal dari kataادجو
-
دجي
-
دج
و yang artinya akanmendapatkan sesuatu yang dimaksud (Mahmud Yunus, 1989: 492).
Maksudnya anak ini Ismail kelak akan menjadi orang yang ternama atas
ketaatan dan kebaikannya.
زبص
:
Berasal dari kataازبص
-
زىبصي
-
زبص
yang artinya sabar, tabahhati, berani (Mahmud Yunus, 1998: 211). Juga bisa berarti
سبح
yangartinya menahan, mencegah (Ahmad Warson Munawir 1984: 760).
Mengaitkan kesabarannya dengan kehendak Allah, sambil menyebut
terlebih dahulu kehendak-Nya, menunjukkan betapa tinggi akhlak dan
sopan santun sang anak kepada Allah swt. tidak dapat diragukan bahwa
jauh sebelum peristiwa ini pastilah sang ayah telah menanamkan dalam
hati dan benak anaknya tentang ke Esaan Allah dan sifat-sifat-Nya yang
sang anak yang di rekam ayat ini adalah buah pendidikan tersebut (M.
Quraish Shihab, 2003: 63).
ملس
: Berasal dari kataا لاسئ
-
ملسي
–
ملس
yang berarti tunduk,patuh, menerima sesuatu, jika dikembalikan kebentuk tsulatsi mujarrad
berasal dari kata
ملسا لاس
-
ة لاس
-
ملسي
–
artinya selamat, sentosa (MahmudYunus, 1998: 177). Jadi kata aslama atau salima bisa diartikan apabila
seseorang patuh teruma kepada Allah maka hidupnya akan
diselamatkan-Nya.
لَّ َت
:
Berarti bukit yang rendah (Mahmud Yunus, 1998: 79).Terambil dari kata
تلا
at-tall yakni anak bukit, tanah yang lebih tinggidaripada sekitarnya (Ahmad Warson Munawir 1984: 137). Ada juga yang
memahaminya dalam arti tumpukan pasir/ tanah yang keras. Kata tallahu
dari segi bahasa berarti melempar atau menjatuhkan seseorang keatas
tumpukan. Maksudnya adalah membaringkan dan meletakkan pelipisanya
dengan mantab pada satu tempat yang mantap dan keras, agar tidak
bergerak (M. Quraish Shihab, 2003: 64).
ى
دان
: Berasal dari kataءادن
-
ىداني
-ىدان
yang artinya menyeru,memanggil, berteriak (Mahmud Yunus, 1998: 447). Jadi nada berarti
bahwa ketika Ibrahim sudah bersiap akan menyembelih anaknya maka
Allah segera berteriak memanggilnya untuk menghemtikan
penyembelihan itu, karena telah nyata ketaatan Ibrahim kepada Allah dan
َ فْ لَّدَص
:
Berasal dari kataا دص
-
قدصي
-
قدص
yang artinya benar(Mahmud Yunus, 1998: 214). Jadi artinya membenarkan dengan
melaksanakan sesuai batas kemampuan apa yang diperintahkan Allah.
ىزج
:
Berasal dari kataءازج
-
ىزجي
–
ىزج
yang artinya mencukupi,membagi (Mahmud Yunus, 1998: 87). Jadi jaza‟ merupakan balasan yang
sangat banyak bagi orang yang mau berbuat baik dan sabar ketika
mendapat ujian.
ء بَلَبَبذْلا
:
Berasal dari kataءلاب
-
اولب
-
ولبي
-
لاب
mencobai, menguji(Mahmud Yunus, 1998: 72). Budihardjo mengutip dari Ahmad bin Faris
bin Zakariya kata bala‟ mempunyai dua arti pokok, yaitu buruknya
sesuatu dan bagian percobaan (Budihardjo, 2010: 193). Agaknya dapat
diketahui dengan membayangkan keadaan Nabi Ibrahim as. ketika itu.
Anak yang telah beliau nantikan bertahun-tahun lamanya, kini harus beliau
sembelih pada usia remaja.
ىدإ
: Berasal dari kataءادإ
-
ىدإ
-
ءدفي
–
ىدإ
yang artinya menebussesuatu dari tawanan (Mahmud Yunus, 1998: 320). Jadi fada diartikan
dengan pengganti sesuatu yang tertahan. Tebusan biasanya diwujudkan
dalam bentu yang lebih baik dan tepat.
B. Munasabah
Kata munasabah yang berakar kata dari
ةبسانم
-
بس اني
-
بس ان
artinya patut, sesuai (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor 2003:
1878). Secara etimologi, munasabah berarti persesuaian, hubungan atau
relevansi sedang secara terminologi, munasabah adalah ilmu untuk
mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian al-Qur‟an yang
mulia (Abdul Djalal, 2000: 154). Jadi munasabah merupakan hubungan
persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang
sebelum dan sesudahnya.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, mengenai munasabah,
para mufasir mengingatkan agar dalam memahami atau menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur‟an, khususnya yang berkaitan dengan penafsiran
ilmiah, seseorang dituntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa
al-Qur‟an serta korelasi antar ayat (M. Quraish Shihab, 1998: 135).
2. Munasabah surat al-Shaffât dengan surat sebelum dan sesudahnya.
a. Hubungan surat al-Shaffât dengan surat Yasin adalah sebagai
berikut:
1) Surat al-Shaffât menjelaskan kisah-kisah Nabi Ibrahim dengan
kaumnya berupa dialog-dialog yang bersifat partisipatif dan
humanis yang juga kritis terhadap keadaan kaumnya. Hal ini
tercermin pada ayat 83-112 .
2) Pada surat Yasin disebut secara umum berisi dialog-dalog anatara
utusan-utusan Allah dengan kaumnya yang menentangya. Para
kaumnya berupa hinaan dan penentangan. Kemudiaan umat-umat
yang menentang para utusa dihancurkan Allah karena ingkar
kepada-Nya dan para utusan-Nya terlihat pada ayat 13-24.
(Departemen Agama RI, 2009: 258-259).
b. Hubungan Surat al-Shaffât dengan Surat Sad adalah sebagai berikut:
1) Dalam Surat al-Shaffât dikisahkan perjuangan nabi-nabi Nuh,
Ibrahim, Musa, Harun, Ilyas, Lut, dan Yunus serta nasib umat
mereka.
2) Dalam Surat Sad disampaikan nasib umat Nabi Nuh, „Ad,
Fir‟aun, dan Ashaab Al - Aikah dan kisah kesabaran nabi-nabi
Daud dan Sulaiman, Ayub, Ibrahim, Ismail, Ilyasa‟ dan Zulkifli
dalam berjuang.(Departemen Agama RI, 2009: 338).
3. Munasabah ayat 101-112 dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
Surat al-Shaffât ayat 101-112 juga memiliki munasabah (korelasi)
dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Adapun hubungan antara ayat
sebelum dan sesudahnya Dalam ayat ini terjadi keterpaduan jalinan
antara ayat – ayat dalam satu tema. Ayat-ayat yang berkaitan dengan
tema tersebut dimulai dari 83 yaitu menceritakan tentang perjuangan
Nabi Ibrahim di tengah-tengah kaumnya, diawali dengan pendekatan
diri kepada Allah pada ayat 84, kemudian menanyakan soal apa yang
disembah ayahnya dan kaumnya pada ayat 85, dilanjutkan dengan
penghancuran berhala pada ayat 91, perlawanan kaumnya dengan cara
perntanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Ibrahim kemudian sampai pada putusan
membakarnya pada ayat 94-95 dan akhirnya beliau hijrah dari
negerinya(Departemen Agama RI, 2011: 450).
Kemudian dilanjutkan dengan Ayat berikutnya 100-112 yang
menceritakan tentang kisah Ibrahim dalam perjalanannya ke negeri
asing dengan anaknya Ismail. Diawali dengan do‟a Nabi Ibrahim
tentang permohonan anak, kemudian diberi kabar gembira dilanjutkan
dengan ketabahan hati ketika diuji oleh Allah dalam hal perintah
menyembelih anaknya. Berkat ketabahanya, karena telah membenarkan
mimpi dari Allah yang wajib dilaksanakannya, kemudian Ibrahim diberi
balasan oleh Allah dengan karunia yang amat besar. Kemudian Ismail
ditebus dengan seekor domba yang besar, dan akhirnya Kemudian
dilanjutkan dengan karunia Allah lainnya yang besar dengan turunnya
ayat sesudahnya kabar gembira tentang akan datangnya anak yang
kedua yaitu Ishak (Departemen Agama RI, 2011: 450).
Kemudian pada ayat 113-120 menerangkan tentang keberkahan
Allah kepada Nabi Ibrahim dan Ishak, serta melimpahkan nikmat serta
kesjahteraan kepada Nabi Musa dan Harun (Departemen Agama RI,
2011: 451).
BAB III
PROFIL IBRAHIM DAN ISMAIL SERTA TAFSIR SURAT AL-SHAFFÂT
A. Profil Ibrahim
Sebelum menguak lebih dalam tentang bagaimana proses
pendidikan yang dilakunan oleh Ibrahim dan anaknya yaitu Ismail, maka
perlu mengenal sosok sang khalilullah tersebut. Ibrahim lahir di kawasan
Damaskus. Ayahnya bernama Azar, seorang pembuat patung sekaligus
penyembahnya. Ibrahim adalah sosok pencari kebenaran. Sejak muda dia
kritis terhadap lingkungan hidupnya (Ahmad Chodjim, 2005: 130). Ketika
Ibrahim masih muda, ia telah mendapat hidayah dari Allah sehingga
merasa gelisah terhadap keimanan ayahnya. Melihat hal tersebut,
kemudian Ibrahim dengan santun mengajak ayahnya dan kaumnya untuk
beribadah kepada Allah serta meninggalkan penghambaan terhadap
berhala. Akan tetapi, ajakan tersebut tidak mendapat respon yang baik dari
kaumnya. Ibrahim pada suatu saat menghancurkan berhala-berhala yang
mereka sembah dan menyisakan satu yang paling besar (Syihabudin
Qalyubi, 2009: 32).
Ketika orang-orang musyrik menjumpai berhala-berhala mereka
yang dijadikan sesembahan dalam keadaan hancur, mereka langsung
menuduh Ibrahim sebagai pelakunya. Ibrahim kemudian dipanggil untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam pemanggilan tersebut,
Ibrahim mengajukan pembelaan bahwa perusakan terhadap sesembahan
mereka itu bukan dirinya melainkan berhala yang paling besar. Pembelaan
Ibrahim tersebut ternyata tidak diterima oleh kaumnya sehingga berbuah
perdebatan yang akhirnya mengantarkan ke dalam hukum bakar. Akibat
perbuatan tersebut Allah segera menolong, sehingga Ibrahim selamat dari
sengatan api. Ibrahim adalah manusia pertama yang menabuh genderang
perang penyembahan berhala (Ali Syari‟ati, 2003: 72).
Cobaan beruntun menimpa Ibrahim, namun tidak membuatnya
surut dalam berdakwah. Ia juga menyeru raja Namrud supaya menyembah
Allah. Perdebatan sengit terjadi antara mereka berdua dan berakhir dengan
kekalahan Namrud. Ia bertanya kepada Allah tentang bagaimana cara
menghidupkan orang mati. Allah kemudian menyuruh Ibrahim
menyembelih burung dan memotong-motongnya menjadi beberapa bagian.
Masing-masing bagian diletakkan di gunung yang berbeda. Lantas Ibrahim
memanggilnya. Dengan seizin Allah, burung itu hidup kembali dan datang
menghampirinya (Q.S. al-Baqarah [2]: 258).
Bersama Sarah, istrinya, dan Luth, keponakanya, Ibrahim
mengadakan perjalanan dakwah ke Syam (Syiria). Pada waktu itu,
penduduk Syam menyembah bintang. Disinilah terjadi Dialog tentang
fenomena alam dengan mereka. Dari Syam mereka melanjutkan perjalanan
dakwah ke Mesir. Raja Mesir terkenal bengis dan bermaksud menodai
Sarah. Akan tetapi, kemudian ia menyadari kesallahannya. Sarah dihadiahi
seorang hamba sahaya bernama Hajar yang kemudian dinikahkan kepada
suaminya (Ibrahim). Dari Mesir mereka kembali ke Palestina.
Pada awalnya, Sarah ikhlas untuk dimadu. Akan tetapi, setelah
menyelamatkan bahtera rumah tangga atas petunjuk Allah, Ibrahim
membawa Hajar dan Ismail ke Makkah. Dari situ, mulailah mereka
menjalani kehidupan baru di lembah Makkah ini. Berawal dengan
perjuangan berat, mereka bertahan untuk hidup. Lantas datang pertolongan
Allah dengan munculnya mata air Zam-zam. Melalui mimpi, Ibrahim
mendapat ujian keimanan berupa perintah Allah untuk menyembelih
Ismail, putera kesayangannya. Setelah lulus ujian, Ibrahim dan Ismail
mendapat perintah dari Allah untuk membangun dan memelihara
Baitullah.
Di Palestina, Sarah mendapat kabar gembira dari Allah melalui
malaikat. Dia akan dikaruniai seorang anak yang bernama Ishaq. Sarah
sangat senag mendengar berita ini. Akan tetapi, hatinya was-was. Ia
menyadari bahwa usianya sudah lanjut dan merasa tidak mungkin lagi
mendapat keturunan. Meskipun demikian, bagi Allah hal itu bukanlah hal
yang sulit. Ishaq pun lahir. Lebih lanjut, dari Ishaq lahirlah Ya‟qub. Nasab
ini berlanjut hingga para nabi dan rasul yang menyeru umat-umatnya
untuk beriman dan hanya beribadah kepada Allah (Syihabudin Qalyubi,
2009: 33-34).
B. Profil Ismail
Sebagaimana telah diketahui, bahwa Ismail adalah anak Ibrahim
dari ibunya Hajar. Ismail pada waktu kecil bersama ibunya dibawa oleh
Ibrahim berangkat ke tempat lain, sedang Ismail dan ibunya ditinggalkan
di Mekkah. Beberapa masa kemudian, barulah bermunculan orang-orang
yang datang bermukim di Mekkah.
Setelah Ismail mulai dewasa, Ibrahim menerima perintah Tuhan
lewat perantara mimpi, supaya menyembelih anak kesayanganya. Ismail
besedia untuk disembelih, sesuai dengan perintah Tuhan kepada ayahnya
tetapi setelah Ibrahim siap untuk melakukan penyembelihan, datanglah
perintah tuhan supaya penyembelihan Ismail itu ditukar dengan
penyembelihan seekor domba. Penyembelihan domba ini disebut
penyembelihan yang besar, karena di samping memperingati kepatuhan
Ibrahim dan Ismail kepada perintah Tuhan, juga pengganti penyembelihan
manusia. Ismail adalah sosok generasi muda yang membenarkan cit-cita
luhur para bapak pendiri bangsa, founding fathers (Ahmad Chodjim, 2005:
131).
Demi kebenaran, Ismail rela menjadi korban (bukan kurban) dan
Ibrahim pun rela kehilangan anaknya sebagai kurban penegak kebenaran.
Hal ini dilakukan bukan berarti Ibrahim adalah seorang yang edan.
Kerelaan putranya untuk menegakkan kebenaran disikapi dengan arif.
Sehingga yang dikurbankan bukan putranya, tetapi meterinya. Dalam
bahasa al-Qur‟an Ismail ketika akan disembelih , diganti dengan domba
dari surga (Ahmad Chodjim, 2005: 131).
Dalam kehidupan Ismail, tersebut pula kerja sama Ismail dengan
sekarang tetap dikunjungi oleh kaum Muslimin setiap tahun yang datang
dari segenap penjuru (Fachruddin Hs, 1992: 530).
C. Tafsir Surat Al-Shaffât 101-112
1. Tafsir surat Al-Shaffât secara umum
Surat al-Shaffât merupakan satu diantara banyak surat dalam
Al-Quran yang membahas bukti-bukti tentang kemahakuasaan Allah
SWT. Kata al-Shaffât berarti yang berbaris-baris merupakan kalimat
dari ayat yang pertama. Adapun yang disebut berbaris-baris itu ialah
malaikat-malaikat tuhan dialam malakut yang tidak diketahui berapa
jutakah bilanganya kecuali Allah sendiri (Hamka, 1983: 106).
Adapun kandungan dari surat al-shaffât diantaranya berisi
tentang perlunya manusia beriman terhadap adanya hari kemudian
serta menjalankan ajaran-ajaran yang disampaikan dalam al-Qur‟an.
Manusia setidaknya terbagi ke dalam dua kelompok yaitu mukmin
dan kafir yang masing-masing dari mereka nanti di akhirat
memperoleh tempat surga atau neraka. Tergambarkan dalam ayat 11
samapi 19 tentang perinah kepada utusan-Nya untuk menyampaikan
pertanyaan kepada manusia yang masih kafir dan tidak mau percaya
(Hamka, 1983: 120).
Dalam surat al-Shaffât ini dikisahkan perjuangan nabi-nabi
terdahulu. Diantaranya : Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, Ilyas, Luth,
dan Yunus serta nasib umat mereka yang ingkar terhadap apa yang
Surat ini mengajak manusia supaya beriman, jangan
menyekutukan Allah serta tidak berpandangan salah terhadap Nabi
Muhammad SAW. Selain itu Allah melalui surat al-Shaffât
menghimbau untuk mengakui dan menjalankan ajaran al-Qur‟an,
mengimani bahwa hidup itu tidak hanya sekarang saja melainkan
bersambung sampai di akhirat. Manusi beriman mendapatkan hidup
bahagia, sedangkan yang kafir akan sengsara (Q.S. al-Shaffât [37]:
110).
Dalam surat ini juga menggambarkan tentang situasi kehidupan
di dalam surga dan neraka. Gambaran tersebut dilukiskan dengan
bagaimana penghuni-penghuni neraka itu saling menyalahkan tetapi
itu tidak ada gunanya (Departemen Agama RI, 2009: 340).
2. Kabar Gembira
Sebelum membahas ayat 101 perlu kita perhatika ayat
sebelumnya yang berkaitan. Dalam surat al-shaffât ayat 100 Ibrahim
menunjukkan ketaatanya dalam bertauhid kepada Allah. Dia berdo‟a
kepada-Nya sebagai bentuk pengharapan terhadap sesuatu, bentuk
kepasrahan dan wujud dalam beriman kepada-Nya. Do‟a yang
disampaikan Ibrahim adalah sebagai berikut:
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang
Dari do‟a tersebut Allah menjawab dengan kabar gembira akan
datangnya anak yang amat sabar dan penyantun. Do‟a itu dijawab
Allah dengan ayat selanjutnya, yaitu pada surat al-Sahffat 101 sebagai
berikut: yang amat sabar”(Q.S. al-Shaffât [37]: 101).
Kabar yang disampaikan itu mengisyaratkan bahwa anak
tersebut adalah seorang lelaki. Hal itu di pahami dari kata ghulam.
Ayat di atas mengisyaratkan juga bahwa dia akan mencapai usia
dewasa. Ini di pahami dari sifatnya yang halîm/penyantun, karena
seorang yang belum dewasa tidak dapat menyandang sifat tersebut
(M. Quraish Shihab, 2003: 62).
Dari ayat diatas terjadilah perbedaan pendapat tentang siapa
yang dimaksud anak Ibrahim yang akan dsembelih antara Ismail atau
Ishaq. Orang yahudi mendakwakan bahwa yang dimaksud disini
adalah Ishaq, sebab Ishaqlah yang merupakan nenenk moyang
mereka. Sedang kebanyakan orang muslim berkeyakinan bahwa yang
dimaksud anak di sini adalah Ismail karena hanya dialah yang diajak
kekota Makah (Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, 2000: 42).
Melihat hal itu sebenarnya siapakah yang dimaksud ayat ini dan
kemudian akan dikorbankan. Anak yang dimaksud di sini adalah
karena kata Mekkah sudah diketahui orang-orang Yunani sejak lama
dengan nama Macroba. Macroba berasal dari bahasa Arab yang
berarti tempat melaksanakan korban. Ismai‟il dan Hajar tinggal di
Mekkah, sementara Ishaq tidak pernah sampai ke Mekkah
(Budihardjo, 2010: 189). Jadi ada hubungan antara tempat
mengorbankan dengan Ismail.
Ujian keimanan Ibrahim ini merupakan ujian yang sangat besar.
Dimana Ibrahim harus memilih putra yang ia sayangi, sumber
kebahagiaan dan memberi arti kepada eksistensi untuk dikorbankan
sebagaimana seekor domba. Ibrahim harus merobohkan, menginjak
tangan dan kakinya agar tidak terlepas. Jambak rambut dan potong
urat nadinya. Ibrahim jatuh pada dua pilihan antara menyelamatkan
Ismail atau menaati perintah Allah dengan mengurbankannya (Ali
Syariati, 2003: 165-166). Pada akhirnya Ibrahim merelakan Ismail
untuk dikorbankan dan dengan ini telah terbukti bahwa keimanan
yang dimiliki Ibrahim sangatlah kuat. Dengan beberapa ujian ini
Ibrahim dijadikan oleh Allah imam bagi seluruh manusia. Sebagaiman
tertuang dalam QS. Al-Baqarah: 124 berikut:
saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim" (QS. al-Baqarah [2]: 124).
3. Musyawarah
Nabi Ibrahim dalam menentukan suatu tindakan, dia
mengajarkan kepada anaknya dengan cara yang bijak yaitu berdialog
atau bermusyawarah. Meskipun sesuatu itu bersifat wahyu yaitu
perintah dari Allah untuk menyembelih anaknya Ibrahim tetap
menggunakan perasaan. Dialog ini tergambar dalam surat al-shaffât
ayat 102 sebagai berikut: bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”(Q.S. al-Shaffât [37]: 102)".
Musyawarah berarti rapat, berunding (Kamisa, 1997: 372).
Ketika Ismail sudah mencapai usia dewasa, Ibrahim diperintah agar
menyembelih anaknya. Perintah itu didapatnya mealalui mimpi. Dia
tidak lansung melaksanakannya, namun menanyakan pendat dulu
kepada anaknya. Inilah dialog yang begitu menarik, suatu sikap
terbuka, partisipatif dan komunikatif antara bapak dan anak. Hal ini
keistiqomahan anaknya dikala masih belia dalam menaati Allah dan
ayahnya (Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, 2000: 40).
Dalam ayat ini, Ibrahim memberi kabar tentang perintah Allah
kepadanya untuk menyembelih anaknya dengan cara memberikan
tawaran padanya. Cara seperti itu dilakukan agar lebih mudah diterima
oleh anaknya dan dengan maksud menguji kesabaran, ketegaran, dan
keistiqamahan anaknya di kala masih kecil dalam mentaati Allah dan
ayahnya (M. Quraish Shihab, 2003: 63).
Kemudian Ismail menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa
yang telah diperintahkan kepadamu, niscaya kamu akan
mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar”. Dalam Dialog ini
Ismail merasa sangat yakin bahwa yang diperintahkan Allah pasti baik
bagi hambanya dan tidak mungkin akan membuat celaka. Ismail juga
ingin belajar sabar dengan apa yang diperintahkan Allah berupa ujian
untuk menyembelihnya. Adapun dalam mengahadapi ujian, Ismail
melaluinya dengan sabar (Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, 2000: 40). .
Tidak memaksakan kehendak atau memberikan kebebasan
kepada anaknya merupakan salah satu hal yang ditempuh Ibrahim
dalam menaati perintah Allah. Hal ini tergambarkan dari sikap Nabi
Ibrahim ketika mendapatkan perintah Allah melalui mimpi dia tidak
langsung Melakukan perintah tersebut melainkan menawarkan
terlebih dahulu kepada anaknya. Sebgaimana firman Allah dalam QS.
"Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!"(QS. al-Shaffât [37]: 102).
Begitu mulianya sikap Ibrahim yang tergambarkan dalam ayat
diatas. Ibrahim menawarkan sebuah perintah yang dia dapat dari
Tuhan melalui mimpi sebelum melaksanakannya. Ini agaknya Ibrahim
memahami bahwa perintah tersebut tidak dinyatakan sebagai harus
memaksakan kepada anaknya. Meskipun itu perintah Tuhan yang
berarti wahyu dia menawarkan terlebih dahulu kepada anaknya. Bisa
saja langsung melakukan tanpa harus meminta persetujuannya.
Namun apabila sang anak membangkang maka itu adalah urusan ia
dengan Allah. Ia ketika akan di nilai durhaka, tidak ubahnya dengan
anak Nabi Nuh as. Yang membangkang nasihat orang tuanya (M.
Quraish Shihab, 2003: 63). Hal ini menandakan betapa tingginya
akhlaq Ibrahim dengan menghormati kebebasan berkeyakinan. Dalam
Islam fitrah bertuhan adalah sebuah doktrin utama, namun dalam hak
asasi manusia Islam memfokuskan diri pada persoalan eksistensi
setelah dilahirkan ke bumi, berkembang menjadi dewasa dengan akal
pikiran yang dipandang cukup untuk menentukan pilihan atas
tindakannya (Zakiyyudin Baidhawy, 2011: 18).
4. Kepasrahan
membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ) dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”(QS. al-Shaffât [37]: 103-105).Ayat diatas menggambarkan tentang keimanan dengan bentuk
kepasrahan Ibrahim dan kepatuhan Ismail kepada Tuhannya. Ibrahim
yakin bahwa Tuhannya tidak mungkin akan menyakiti dirinya dan
anaknya. Kesadaran bahwa segala sesuatu itu milik Allah membuat
Ibrahim tidak goyah imannya (Achmad Chodjim, 2005: 147). Sekian
lama Ibrahim menantikannya kemudian harus dia serahkan kepada
Allah sebagai bentuk ketaatan. Kecintaan kepada Tuhan tidak dapat
disepadankan dengan kecintaan kepada anak atau sekedar materi.
Namun Allah berkehendak lain dengan diselamatkannya Ismail
sebagai balasan atas usaha yang Ibrahim lakukan selama hidupnya.
Ibrahim adalah nabi yang dijadikan panutan bagi orang-orang
setelahnya. Dia menjadi imam dari Nabi Musa, Isa dan Muhamad hal
ini sesuai dengan QS. Al-Baqarah ayat 124 sebagai berikut:
...
Kata imam dalam ayat tersebut berarti pemimpin atau teladan
(Budihardjo, 2010: 187). Artinya Ibrahim adalah sosok nabi yang
dijadikan panutan para nabi-nabi setelahnya. Dia dijadikan teladan
karena ujian yang telah ia terima sangatlah dahsyat dansulit untuk
dijalankan.
Didalam QS. „Ali ‟Imran juga ditunjukkan bahwa kita
dianjurkan untuk mengikuti jejaknya. Berikut bunyi ayatnya:
“ Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman” (QS. „Ali ‟Imran [3]: 68).
Ayat diatas menunjukkan bahwa untuk menjadi guru harus bisa
dijadikan teladan bagi siswanya. Istilah dalam bahasa Jawa guru itu
isa digugu lan ditiru. Keteladanan merupakan salah satu aspek penting
dalam pendidikan. Bagaimana tidak, pepatah bilang jika guru kencing
dengan berdiri misalnya murid pasti kencing dengan berlari.
Ibrahim dijadikan panutan karena memiliki
keistimewaan-keistimewaan yang memang patut dijadikan panutan (Ashad Kusuma
Djaya, 2003: 94). Salah satu keistimewaan itu adalah pandangan
visionernya yang mampu menembus sekat-sekat zaman. Ibrahim
kemudian dia yakin kelak akan menjadi tempat yang banyak
penduduknya.
Dia melahirkan sebuah kehidupan baru di wilayah gurun tandus
bernama Bakkah (Makkah), dimana tidak ada kehidupan sebelumnya
disana. Tentu Hajar budak yang dijadikan istri pada waktu itu tidak
tahu bahwa di tanah tandus itu kelak akan lahir orang besar dari
keturunannya. Kenyataan itu haruslah dipahami bahwa kehadiran
Muhammad telah jauh-jauh dipersiapkan oleh Ibrahim ketika
membuang istrinya, Hajar dan anaknya, Ismail di gurun tandus itu
(Ashad Kusuma Djaya, 2003: 95).
Pola pikir yang seperti ini harusnya dijadikan contoh bagi umat
Islam dalam mengembangkan potensi yang ada. Ibrahim memiliki
keyakinan kuat tentang masa depan. Segala sesuatu bisa berubah
menjadi lebih baik dengan cara bersabar dalam berproses dan
BAB IV
ANALISIS PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS MENURUT SURAT AL-SHAFFÂT AYAT 101-112
A.Pendidikan Partisipatif Humanis
Pendidikan partisipatif humanis terdiri dari tiga suku kata, pertama
“pendidikan” yang kedua “partisipatif” dan yang ketiga “humanis”. Untuk
lebih memberikan makna secara mendalam, maka perlu di telusuri apa arti
dari tiga kata diatas.
1. Pengertian Pendidikan.
Orang-orang Yunani, lebih kurang 600 tahun sebelum Masehi,
telah menyatakan bahwa pendidikan ialah usaha membantu manusia
menjadi manusia (Ahmad Tafsir, 2010: 33). Ada dua kata yang penting
dalam kalimat itu, pertama “membantu” dan kedua “manusia.” Manusia
perlu dibantu agar ia berhasil menjadi manusia. Seseorang dapat
dikatakan telah menjadi manusia bila telah memiliki nilai kemanusiaan.
Pada zaman Nabi Muhammmad pengertian pendidikan dapat
digambarkan dengan usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah,
menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat,
memberi motivasi, dan menciptakan lingkungan soaial yang medukung
pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim (Zakiah Darajat, dkk,
musyrik, kafir, kasar dan sombong maka dengan usaha dan kegiatan Nabi
mengislamkan mereka, lalu tingkah laku mereka berubah menjadi
penyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa, mukmin, muslim, lemah
lembut dan hormat pada orang lain. Dengan perubahan yang lebih baik
itu berarti Nabi Muhammad telah mendidik, membentuk kepribadian
muslim orang – orang Mekah. Dapat disimpulkan, Nabi Muhammad
adalah seorang pendidik yang berhasil.
Melihat pemaparan di atas, penulis berpendapat bahwa pendidikan
merupakan proses perubahan manusia menjadi manusia yang dewasa
sepanjang hidup. Artinya pendidikan itu berlangsung terus hingga
manusia itu dewasa, dan proses pendewasaan itu terus berkembang
sampai akhirnya manusia itu mati. Orang yang berpendidikan ialah orang
yang mampu dalam pengendalian diri, cinta tanah air, dan memiliki
pengetahuan luas.
Melihat situasi masyarakat saat ini pendidikan kita masih belum
berhasil dan perlu pembenahan di semua lini. Aturan yang ada tidak
membuat mereka berubah menjadi baik akan tetapi mereka berusaha
untuk melanggarnya. Berbagai tindak kecurangan terjadi pada hampir
seluruh lini kehidupan. Mulai dari hal terkecil saja sudah teerjadi seperti
mencontek ketika ulangan di bangku sekolah, melanggar rambu - rambu
lalu lintas ketika di jalanan hingga membuang sampah sembarangan. Ini
merupakan bukti betapa remuknya pendidikan kita. Betapapun,