• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada materi PAI sebelum penerapan Metode Resitasi dan sejauh mana model pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar khususnya pada materi PAI oleh siswa kelas V SDN Banyusari Tegalrejo Ma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada materi PAI sebelum penerapan Metode Resitasi dan sejauh mana model pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar khususnya pada materi PAI oleh siswa kelas V SDN Banyusari Tegalrejo Ma"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Terhadap Q.S. al-Shaffât ayat 101-112)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

Musyahid

NIM: 111 09025

JURUSAN TARBIYAH

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

(2)
(3)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

Musyahid

NIM: 111 09025

JURUSAN TARBIYAH

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

(4)
(5)
(6)

Saya yang bertanda tangan di bawahini:

Nama : Musyahid

NIM : 11109025

Jurusan : Tarbiyah

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan

karya saya sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau

temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan

kode etik ilmiah.

Salatiga, 25 Juni 2014

Penulis

(7)



Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” Q.S. al-Baqarah[2]: 148 (Departemen

(8)

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas

segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan

kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga

tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyusun

skripsiini dengan sebaik-baiknya, namun mengingat keterbatasan pengetahuan

dan kemampuan penulis, kritikdan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan agar skripsi ini benar-benar dapat menjadi sumbangan pemikiran yang

bermanfaat.

Dengan selesainya skripsi ini, tidak lupa penulis ucapkan terima kasih

yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku ketua STAIN Salatiga.

2. BapakSuwardi, M.Pd, selakuketuajurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.

3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si, selaku ketua program studi PAI.

4. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag, sebagai dosen pembimbing

skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya

serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk

(9)

banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak dan ibu serta saudara-sadaraku di rumah yang telah mendoakan

dan membantu dalam bentuk materi untuk membiayai penulis dalam

menyelesaikan studi di STAIN Salatiga dengan penuh kasih sayang

dan kesabaran.

8. Mas Muttaqin, mbak Barid, Zazak, Darwanto, Irhamna, Totok, Suko

dan Kariim yang telah memberi semangat untuk menyelesaikan

sekripsi ini.

9. Teman-teman IMM dan PAI A angkatan 2009 yang telah mendukung

sehingga dapat selesai sekripsi ini.

Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang

setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT.

Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis

khususnya dan para pembaca umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Salatiga,25 Juni 2014

(10)

Kata kunci: Paradigma, Pendidikan Partisipatif, Humanis, Perspektif Islam

Penelitian ini bertujuan; 1) Bagaimanadeskripsi dan munasabah Q.S. Al-Shaffât: 101 - 112. 2)Bagaimana konsep pendidikan partisipatif humanis menurut Q.S. Al-Shaffât: 101 - 112. 3) Bagaiman implemntasi konsep pendidikan partisipatif dalam Q.S. Al-Shaffât: 101 - 112.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, untuk memberi penjelasan terhadap ayattersebut, menggunakan metode studi pustaka (library research), maka langkah yangditempuh adalah dengan cara membaca, memahami serta menelaah buku-buku, kitab-kitab tafsir serta sumber-sumber yang berkenaandengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa.Sumber data adalah tafsir Al-Qur‟an surat Al-Shaffât ayat 101 -112. Kemudian dilengkapi buku dan ayat - ayat lain yang berhubungan dengan pokok bahasan skripsi ini.Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan pendekatankontekstual, yaitu

“mendudukkan keterkaitan antara yang sentral dengan yangperifer adalah

terapannya, yang sentral adalah studi tentang ayat-ayat Qur‟aniah, dan yang perifer adalah studi tentang ayat-ayat kauniah. Dalam menganalisis ayat penulis menggunakan metode maudhu’i, yakni menghimpun ayat-ayat Al-Qur‟an yang mempunyai maksud sama.Dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusun berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat tersebut. Kemudianpenafsirmulaimemberikanketerangandanpenjelasansertamengambilkesi mpulan.

(11)

ء ` ض Dh

ب B ط Th

ت T ظ Zh

ث Ts ع

ج J غ Gh

ح H ف F

خ kh ق Q

د d ك K

ذ dz ل L

ر r م M

ز z ن N

س s و W

ش sy ه H

ص sh ي Y

B. Konsonan Rangkap

Konsonan rangkap karena syaddah ditulis rangkap

C. Vokal Pendek

(12)
(13)

HALAMAN JUDUL...iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iv

LEMBAR PENGESAHAN KELULUSAN………v

DEKLARASI...vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...vii

KATA PENGANTAR ...viii

ABSTRAK ...ix

TRANSLITERASI...xi

DAFTAR ISI ...xiii

BAB I : PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat ... ... 8

D. Metode ...9

E. Penegasan Istilah...12

G. Sistematika Penulisan...15

BAB II DESKRIPSIDAN MUNASABAH SURAT AL-SHAFFÂT : 101-112...17

A. Deskripsi Suratal-Shaffât : 101-112...17

(14)

B. Profil Ismail...30

C. Tafsir Surat Al-Shaffât 101-112...31

1. Tafsir surat Al-Shaffât secara umum...31

2. Kabar Gembira ...32

3. Musyawarah...35

4. Kepasrahan...38

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS MENURUT SURAT AL-SHAFFÂT AYAT 101-112...42

A.Pendidikan Prtisipatif Humanis...42

1. Pengertian Pendidikan...42

2.Pendidikan Partisipatif...44

3.Pendidikan Humanis...46

4. Pendidikan Partisipatif Humanis ...47

a. Bersifat Dialogis...48

b. Memberdayakan...49

c. Tidak Monoton...50

B.Nilai-nilai Pendidikan Partisipatif Humanis Dalam Surat Al-Shaffât Ayat 101-112...50

(15)

b. Pujian ...54

C.Bentukan Pendidikan Partisipatif Humanis Dalam Surat Al-Shaffât Ayat 101-112...55

1. Pendidikan Tauhid ...55

2. Pendidikan Akhlak...57

3. Pendidikan Humanis...57

4. Pendidikan Spiritual dan Emosional...58

5. Pendidikan Karakter...58

6. Pendidikan Berlandaskan Metode Dialogis...59

7. PendidikanSosial...59

D.Implementasi Pendidikan Partispasipatif Humanis dalam Surat Al-Shaffât Ayat 101-112 Terhadap Pendidikan Global...61

1. Tantangan Kemiskinan...61

2. Jawaban atas Tantangan...62

BAB V KESIMPULAN...68

A. Kesimpulan ...68

B. Saran...70

C. Penutup ...70

DAFTAR PUSTAKA

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Membicarakan problematika pendidikan, berarti juga

membicarakan manusia pada tugas utamanya di muka bumi ini yakni

menjadi pemimpin (khalifah fii al-ardhi). Pendidikan merupakan sebuah

proses yang akan mengantarkan manusia kepada pribadi yang sempurna,

berkarakter dan mampu hidup secara damai bersama masyarakat yang

heterogen tanpa saling bermusuhan, karena akhir dari permusuhan

mengakibatkan perpecahan dan kehancuran. Pendidikan membuat mereka

hidup damai, saling menghormati karena kedewasaanya dalam berinteraksi

bukan malah sebaliknya.

Secara umum pendidikan bertujuan untuk menemukan hakikat

kemanusiaanya (Umiarso dan Zamroni, 2011: 7). Orang yang

berpendidikan diharapkan untuk mampu bersikap dewasa, dalam berpikir,

berkarya dan berinteraksi dengan sesama manusia. Dengan adanya

pendidikan, manusia bisa menyadari potensi yang ia miliki. Kemudian

dengan proses berpikirnya, manusia menemukan eksistensi kehadiran

dalam kehidupan di dunia yaitu sebagai pemimpin yang terpercaya Tuhan

(17)

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah : 30-33.

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!". Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?" (QS. Al-Baqarah [2]: 30-33).

Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang

cerdas dibanding malaikat. Malaikat hanya mengetahui apa yang diajarkan

(18)

merupakan simbol dari manusia dengan izin Allah mengetahui semuanya

ketika ditanya nama - nama benda yang ada di bumi bahkan mampu

menjelaskan nama dan teori dari suatu benda yang diminta untuk

disebutkannya. Tuhan menciptakan manusia tidak hanya sekedar

membentuk jasmani rohani begitu saja, namun Tuhan juga membekalinya

dengan potensi melekat dan merupakan sebuah karakter yang dimiliki

manusia. Dengan potensi tersebut manusia mampu mengejawantahkan

potensinya hingga mampu menjadi wakil Tuhan di muka bumi ini.

Manusia dengan potensinya mampu tanggap terhadap semua rangsangan,

termasuk rangsangan semua gejala alam semesta ini. Tanggapan ini

merupakan suatu pengalaman dan pengalaman itu dari zaman ke zaman

akan berakumulasi secara terus menerus terhadap segala sesuatu di alam

semesta ini hingga dapat diwariskan ke generasi berikutnya (Maslikhah

dan Susapti, 2009: 17).

Melihat tugas dan tanggung jawab manusia yang luhur seperti di

atas maka perlu adanya suatu konsep pendidikan yang kiranya mampu

mengantarkan manusia menuju pribadi yang unggul, mandiri atas

permasalahan yang ada di muka bumi. Mampu mengatur dengan bebas

sesuai dengan potensi yang melekat akan tetapi penuh dengan tanggung

jawab untuk kesejahteraan penduduk alam semesta. Pendidikan partisipatif

humanis merupakan pendidikan yang bersifat merdeka, dan

memanusiakan manusia. Maksudnya segala elemen yang bersinggungan

(19)

kemudian membebaskan dengan syarat pasti akan kembali kepada

fitrahnya yakni berkeinginan baik. Fitrah bukan berarti seperti kertas

kosong yang tidak ada setitik pun goresan tulisan akan tetapi memiliki

pembawaan atau potensi yang diberikan oleh Tuhan yang bisa

berpengaruh dalam kehidupan manusia.

Pada dasarnya manusia berkeinginan baik bagi hidupnya dan tidak

ada seorang pun di dunia ini yang menginginkan keburukan terjadi pada

diri maupun keluarganya. Seorang preman misalnya, dia tidak mungkin

membiarkan anaknya meniru profesi buruk yang diklaimkan oleh orang

bahwa dia itu preman yang jahat, meresahkan dan sebagai sampah

masyarakat, kecuali orang tersebut memiliki kelainan kejiwaan yang

mengharapkan anaknya celaka seperti dia, yang hidupnya tidak tenang

sama sekali, selalu merasa waswas, kalau-kalau dia ketahuan melakukan

kejahatan dan tertangkap. Kalau tidak kepepet (masalah ekonomi

misalnya) dia tidak sudi melakukan kejahatan yang merugikan diri dan

orang lain.

Pendidikan partisipatif humanis merupakan pendidikan yang

mengembangkan karakter seseorang dengan tanpa merusak potensi

menonjol yang dimiliki seseorang dengan perasaan bebas tanpa ada

ancaman yang membuat pelakunya merasa tidak nyaman karena ancaman

tersebut dalam menjalani kehidupanya sehari-hari. Potensi adalah

(20)

kehancuran harus dilakukan filter yaitu penyaringan dan pengendalian

agar tidak tumbuh subur dalam diri.

Potensi yang dimiliki manusia antara satu dengan yang lain

berbeda (Q.S. An – Nahl [16]: 71). Perbedaan tersebut tidak berarti yang

satu lebih cerdas atau lebih kurang dari yang lain. Setiap kali jika kita

diminta menilai siapa yang lebih cerdas diantara tokoh-tokoh nasional

tentunya kita akan mengalami kebingungan untuk menjawab dan tentunya

sangatlah subyektif. Dalam pendidikan, kita tidak bisa memakasakan

untuk menerapkan satu teori yang sama kepada orang yang berbeda.

Islam merupakan agama yang membidangi segala bidang sub

pokok kajian ilmu pengetahuan. Pendidikan dalam Islam, merupakan salah

satu pokok kajian dari ilmu pengetahuan yang memiliki peran penting bagi

kemajuan agama dalam eksistensinya di dunia dewasa ini. Al - Qur‟an

merupakan salah satu sumber dari agama Islam yang maha tinggi

bersumber dari kalam Ilahi terjaga dari kesalahan yang bersifat

manusiawi. Hal ini karena Al-Qur‟an bukan karya Muhammad sendiri

akan tetapi merupakan sebagai mukjizat yang berasal dari Ilahi Rabbi

untuk seluruh umat manusia di dunia ini. Dalam realitasnya, orang yang

mengaku dirinya beragamaIslam mereka belum mampu mengamalkannya

secara kaffah.

Sebagaiman yang diperintahkan Allah dalam surat Al - Baqarah:

(21)

Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu” (QS. Al-Baqarah: 208).

Jika kita rasakan dewasa ini orang dalam beragama masih

pilih-mayoritas Islam ini, namun belum yakin dan mampu untuk menunjukkan

pada dunia bahwa Islam itu adalah satu-satunya agama yang sesuai dengan

zaman dan mampu mengatasi segala persoalan mikro maupun yang ada

dalam kancah dunia. Islam adalah agama segala generasi, tidak terikat

pada ruang dan waktu, ia bersifat universal dan mampu mengatasi segala

persoalan umat yang ada di kolong langit ini. Hal ini yang perlu diyakini

bagi setiap muslim sehingga mampu mengaplikasikannya dalam

kehidupan nyata.

Dalam perjalanan dunia keilmuan Islam, rasa-rasanya umat Islam

mulai jauh dari sumber agamanya. Maka yang terjadi adalah kemunduran

dalam hal keilmuan yang relatif lebih jauh. Hal ini justru bertolak

(22)

dalam menapaki kehidupannya. Mereka yang mengaku tidak beragama

dalam urusan dunia mereka jauh lebih maju dan sukses daripada negara

berpenduduk mayoritas Muslim. Fakta sejarah memperlihatkan bahwa

orang – orang Barat telah mencuri karya-karya keilmuan Islam dan

membakar hangus karya yang mereka tidak butuhkan saat Islam

mengalami kekalahan pada perang salib. Umat Islam saat ini sedang

mengalami kebingungan yang mereka sendiri tidak menyadarinya.

Banyak diantara mereka yang lari kepada sesuatu yang membuat mereka

merasa bebas seperti minuman keras, obat-obatan terlarang, free sex dan

hal-hal nyeleneh karena kejenuhan yang mereka alami sebagai bentuk

ekspresi diri akibat broken home misalnya atau karena kegagalan dalam

meraih cita yang tidak bisa mereka teriman. Faktor utama penyebab dari

itu semua adalah : 1. Lupa terhadap sang pencipta yaitu Allah SWT, 2.

Tidak menjadikan Al-Qur‟an sebagai pegangan hidup, 3. Sebagian

lembaga pendidikan masih ada yang kurang mengapresiasi potensi peserta

didik.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk

mengangkat tema tersebut dengan mengambil judul skripsi:

PARADIGMA PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS DALAM

PERSPEKTIF ISLAM (STUDI TERHADAP AL - QURAN SURAT AL -

SHAFFÂT AYAT 101 - 112).

(23)

Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan permasalahan

yang akan dibahas dalam penelitian ini. Rumusan masalahnya adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana deskripsi dan munasabah Q.S. Al-Shaffât ayat 101-112?

2. Bagaimana konsep pendidikan partisipatif humanis dalam perspektif

Islam menurut Q.S. Al-Shaffât ayat 101 - 112?

3. Bagaimana implementasi konsep pendidikan partisipatif humanis dalam

persepektif Islam menurut Q.S. Al-Shaffât ayat 101 - 112?

C. Tujuan dan Manfaat

Dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan diatas maka

tujuan dan manfaatnya adalah sebagai berikut:

1. Tujuan

a. Untuk mengetahui deskripsi dan munasabah Q.S. Al-Shaffât: 101 -

112.

b. Untuk mengetahui konsep pendidikan partisipatif humanis menurut

Q.S. Al-Shaffât: 101 - 112.

c. Untuk mengimplementasikan pendidikan partisipatif dalam Q.S.

Al-Shaffât: 101 - 112.

2. Manfaat

a. Bagi peneliti, meningkatkan wawasan yang lebih komprehensif

terhadap pemahaman konsep pendidikan partisipatif humanis

menurut Q.S. Al-Shaffât ayat 101 - 112 dari berbagai sudut

(24)

b. Bagi subyek dan praktisi pendidikan, dapat diaplikasikan dalam

sikap dan perilaku yang Islami di dalam kehidupan nyata.

c. Masyarakat, sebagai i‟tibar bagi manusia agar tetap berpegang

teguh pada ajaran agama Islam yaitu Al - Qur‟an.

D. Metode

Usaha untuk memproses data ataupun informasi yang diperlukan

dilakukan dalam penulisan ini disusun sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian

yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,

secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan

bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode ilmiah (M. Quraish Shihab, 2003:

312-313). Jadi, dalam penelitian ini mencari konsep tentang pendidikan

partisipatif humanis dalam surat Al-Shaffât ayat 101 - 112 dari berbagai

kitab tafsir yang merupakan interpretasi para mufasir dalam memahami

maksud, isi dan kandungan yang ada dalam surat Al-Shaffât ayat 101 -

112 sehingga akan dapat mempermudah dalam kajian ini. Selanjutnya

untuk memberi penjelasan atau penafsiran terhadap ayat tersebut,

melalui metode studi pustaka (library research), maka langkah yang

(25)

buku-buku, baik berupa kitab-kitab tafsir maupun sumber-sumber lain

yang berkenaan dengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini, adalah tafsir Al-Qur‟an surat

Al-Shaffât ayat 101 - 112. Kemudian dilengkapi buku dan ayat - ayat lain

yang berhubungan dengan permasalahan dan menjadi pokok bahasan

skripsi ini yaitu antara lain : buku yang berjudul “Pendidikan

Partisipatif, Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John

Dewey” karya Muis Sad Imam, M.Ag., “Pendidikan Pembebasan dalam

Perspektif Barat dan Timur ” karya Umiarso, M.Pd.I dan Zamroni,

M.Pd, “Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran tentang Paradigma dan

Sistem Islam” karya H. Endang Saifudin Anshari,M.A., “Sekolahnya

Manusia” karya Munif Chatib, “Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an” karya

Syaikh Manna‟ Al-Qaththan dan buku–buku lain yang bersangkutan

dengan pembahasan skripsi ini.

3. Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan pendekatan

kontekstual, yaitu “mendudukkan keterkaitan antara yang sentral

dengan yang perifer adalah terapannya, yang sentral adalah studi

tentang ayat-ayat Qur‟aniah, dan yang perifer adalah studi tentang

ayat-ayat kauniah (bukti-bukti dalam kehidupan manusia dan alam)” (Al -

Farmawi, 1996: 12). Dengan pendekatan kontekstual ini diharapkan

(26)

102 tidak hanya dapat dimengerti dan dipahami, akan tetapi dapat juga

diterapkan dalam kehidupan nyata. Sehingga dengan konsep pendidikan

partisipatif humanis pendidikan yang dalam hal ini adalah seluruh

komponen pendidikan benar-benar dapat menjalankan fungsi

edukatifnya dalam keluarga, masyarakat maupun sekolah.

4. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menganalisis data dengan

menggunakan :

a. Metode Maudhu‟i

1) Metode

Metode diartikan sebagai cara teratur yang digunakan

untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan

yang dikehendaki (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 740),.

Jadi, metode adalah serangkain cara yang sistematis untuk

mencapai suatu tujuan.

2) Maudhu‟i

Kata maudhu‟i berarti tematik, sedang menjadi tren

(Atabiak, Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, 2003: 1863),.

Sedangkan menurut para ulama kontemporer, maudhu‟i yakni

menghimpun ayat-ayat Al-Qur‟an yang mempunyai maksud

sama. Dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah

dan menyusun berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat

(27)

penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir

melakukan studi tafsirnya ini dengan metode maudhu‟i, dimana ia

meneliti ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan melakukan

analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas

untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat

memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul

menguasainya, sehingga memungkinkan baginya untuk

memahami maksud yang terdalam dan dapat menolak segala

kritik (Al - Farmawi, 1996:36-37).

b. Analisis Isi (Content Analyze)

Guna mencari jawaban dari permasalahan yang ada di atas,

penulis menggunakan metode Analisis Isi (Content Analyze) dalam

penelitian ini. Menurut B. Berelson sebagaimana dikutip oleh Hasan

Sadily, metode Analisis Isi (Content Analyze) adalah suatu teknik

penyelidikan yang berusaha untuk menguraikan secara objektif,

sistematik, dan kuantitatif isi yang termanifestasikan dalam suatu

komunikasi (Hasan Sadily, 1980: 207).

E. Penegasan Istilah

Agar tehindar dari kata-kata yang kabur dan tidak runtut serta

menghindari timbulnya salah penafsiran atau misinterpretation serta

pengertian yang melebar dalam menafsirkan isi dan juga substansi dari

(28)

tersebut yang menjelaskan pengertian masing - masing kata yang

mendukung dalam judul penelitian ini, yakni sebagai berikut.

1. Paradigma

Arti kata paradigma adalah kerangka berpikir (Departemen

Pendidikan Nasional, 2007: 828),. Sedangkan menurut Partanto dan

Barry dalam buku Pendidikan Pembebasan Perspektif Barat dan Timur,

paradigma adalah suatu pedoman yang dipakai untuk menunjukkan

gugusan sistem pemikiran atau bentuk kasus dan pemecahannya

(Umiarso dan Zamroni, 2011: 39). Jadi, paradigma adalah teori dasar

untuk dijadikan pedoman suatu pemikiran.

2. Pendidikan

Kata Tarbiyah berarti pendidikan (Atabiak, Ali dan Ahmad Zuhdi

Muhdlor 2003: 454). Kata tarbiyah/ ةيبرت berasal dari bahasa Arab yaitu:

ىبر -يبري

-ةيبرت yang berarti: كلملا (raja/penguasa), ديسلا (tuan) رّبدملا

(pengatur) مّيقلا (penanggung jawab) معنملا (pemberi ni‟mat). Istilah

tarbiyah dapat diartikan sebagai proses penyampaian atau

pendampingan (asistenis) terhadap anak yang diampu sehingga dapat

mengantarkan masa kanak-kanak tersebut ke arah yang lebih baik, baik

anak tersebut anak sendiri maupun anak orang lain (Ahmad Munir,

2008:38-39). Jadi, tarbiyah adalah istilah yang menjelaskan untuk

(29)

3. Partisipatif

Partisipatif berasal dari kata partisipasi yang artinya perihal turut

serta dalam suatu kegiatan, keikut sertaan, peran serta (Departemen

Pendidikan Nasional, 2007: 831). Jadi dapat dikatakan bahwa

partisipatif adalah sebuah kegiatan yang memerlukan keikut sertaan dari

seluruh elemen yang mendukung dari kegiatan tersebut baik benda mati

maupun hidup, baik konsep maupun teori.

4. Humanis

Humanis diartikan sebagai orang yang mendambakan dan

memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik,

berdasarkan asas kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat

manusia (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 831). Jadi humanis

adalah subjek yang mendambakan keadilan.

5. Islam

Terminologi atau kata Islam berasal dari bahasa Arab yang

berasal dari kata ملس damai dan ملسُا yang artinya menyerahkan

(Mahmud Yunus, 1990: 177). Islam memiliki arti "penyerahan", atau

penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله, Allah). Pengikut

ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang

tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi

laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa

Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan

(30)

Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh

Allah.

Jadi paradigma pendidikan partisipatif humanis perspektif Islam

adalah teori dasar untuk dijadikan pedoman suatu pemikiran proses

penyampaian atau pendampingan (asistenis) terhadap anak yang

diampu sehingga dapat mengantarkan masa kanak-kanak tersebut ke

arah yang lebih baik,dan memerlukan keikut sertaan dari seluruh

elemen yang mendukung dari kegiatan tersebut baik benda mati

maupun hidup, baik konsep maupun teori berdasarkan asas

kemanusiaan, pengabdi kepentingan sesama umat manusia hasilnya

diserahan sepenuhnya kepada Tuhan.

F. Sistematika Penulisan

Untuk dapat dipahami urutan dan pola berpikir dari tulisan ini,

maka skripsi disusun dalam lima bab. Setiap bab merefleksikan muatan isi

yang satu sama lain saling berkesinambungan.

Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi dalam lima pokok

pikiran yang masing-masing termuat dalam bab yang berbeda-beda. Secara

rinci masing-masing bab akan membahas tentang hal-hal sebagai berikut :

Pada bab I, merupakan pendahuluan yang membahas mengenai

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat hasil

penelitian, metode, penegasan istilah, dan sistematika penulisan.

Pada bab II, merupakan deskripsi surat Al-Shaffât ayat 101 – 112

(31)

Quran surat Shaffât ayat 101 - 112 yang meliputi : deskripsi surat

Al-Shaffât ayat 101 - 112 yang disertai arti mufradat dan munasabah ayat.

Pada bab III , merupakan tafsir surat Ash - Shaffaat ayat 101 - 112.

Pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang tema penelitian yang

meliputi profil Ibrahim dan Isma‟il serta Tafsir surat Al-Shaffât ayat 101 -

112.

Pada bab IV, merupakan analisis pendidikan partisipatif humanis

menurut surat Al-Shaffât ayat 101 - 112. Pada bab ini peneliti akan

menjelaskan meliputi pengertian pendidikan partisipatif humanis dan hasil

analisis tentang pendidikan partisipatif humanis dalam surat Al-Shaffât

ayat 101 - 112.

Pada bab V, pada bab ini merupakan bagian penutup skripsi yang

terdiri dari kesimpulan, saran dan penutup.

(32)

BAB II

DESKRIPSI DAN MUNASABAH SURAT AL – SHAFFÂT : 101-112

A. Deskripsi Surat AL-SHAFFÂT AYAT 101-112

Surat al-Shaffât ayat 101 – 112 berbunyi sebagai berikut :

(33)

orang-ujian yang nyata. 107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. 108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, 109. (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". 110. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. 111. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. 112. Dan Kami beri dia kabar gembira dengan kelahiran Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh” (QS. al-Shaffât [37]: 101-112).

Arti mufrodat dari ayat 101-112 adalah sebagai berikut :

زشب

:

Berasal dari kata ازشب-زشبي-زشَب yang artinya bersuka hati,

gembira, menyampaikan kabar baik (Mahmud Yunus, 1989: 65).

Budihardjo mengutip dari al-Raghib al-Ashfahani bahwa kata kerja

basyara berarti bergembira, mengembirakan, dan menguliti (Budihardjo,

2010: 189). Jadi basyara bisa diartikan sebuah kabar baik yang apabila

disampaikan maka penerimanya akan merasa bersuka hati atau gembira.

ملغ

: Berasal dari kata

املغ

-

ملغي

-

ملغ

artinya dukana, sudah

memiliki syahwat terhadap perempuan (Mahmud Yunus, 1989: 300). Juga

bisa diartikan dengan Pemuda (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor

2003: 1356). Dalam kitab tafsir al-Mishbah ghulam adalah seorang

pemuda yang telah tumbuh memanjang kumisnya. Biasanya yang

mencapai usia tersebut telah tumbuh pesat pula nafsu seksualnya, karena

itu nafsu seksual dinamai juga

ةملغ

ghulmah (M. Quraish shihab, 2003:

61). Jadi ghulam merupakan anak muda yang secara fisik maupun biologis

sudah memasuki usia dewasa.

(34)

akar kata yang terdiri dari huruf ha‟, lam, dan mim, yang mempunyai tiga

makna dasar, yaitu tidak tergesa-gesa, lubang karena kerusakan serta

mimpi (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor 2003: 793). Budihardjo

mengutip dari Ahmad bin Faris bin Zakariya kata halim mempunyai tiga

arti dasar, yaitu tidak tergesa-gesa, melubang sesuatu dan melihat sesuatu

dalam mimpi (Budihardjo, 2010: 189). Jadi haliim merupakan ciri-ciri

anak laki-laki yang memasuki usia dewasa secara psikologi dan akal.

غلب

: Berasal dari kata

اغولب

-

غلبي

-

غلب

yang artinya sampai,

menyampaikan, mendapat, balig, masak (Mahmud Yunus, 1989: 71). Jadi

kata balagha diartikan dengan seorang anak yang telah berumur dewasa

secara biologi maupun akal karena sudah bisa berargumen.

يعس

:

Berasal dari kata

ايعس

-

يعسي

-

يعس

yang artinya bekerja,

berjalan dan berlari (Mahmud Yunus, 1998: 171). Juga bisa berarti لمع

amila bertindak, berbuat, berusaha (Ahamad Warson Munawwir, 1984:

634). Jadi sa‟ya diartikan sebuah gambaran tentang ciri bahwa seseorang

telah dewasa uang sudah bisa bekerja membantu menafkahi keluarga.

ىءَر

:

Berasal dari kata ةيؤر-ايءر-ىزي-ىءر yang berarti

memperlihatkan pendapat, pikiran, bermimpi (Mahmud Yunus, 1998:

136). Merupakan kata kerja mudhari‟ (masa kini dan datang) ini untuk

mengisyaratkan bahwa apa yang beliau lihat itu seakan-akan masih terlihat

hingga saat penyampaianya itu (M. Quraish Shihab, 2003: 63). Jadi

(35)

َ َب

:

Dari kata اتاحب / احب - بذي - ب artinya menyembelih,

memotong ((Mahmud Yunus,1998: 133). Juga berarti menyembelih,

membunuh, mencekik/menjerat leher sampai mati dan membelah atau

memecahkan (Ahmad Warson Munawwir, 1984: 441). Kata

بَك بَبذْ

ا

yang

artinya saya menyembelihmu merupakan kata kerja mudhari‟ (masa kini

dan datang). Penggunaan bentuk tersebut untuk kata menyembelihmu

untuk mengisyaratkan bahwa perintah Allah yang dikandung mimpi itu

belum selesai dilaksanakan, tetapi hendaknya segera dilaksanakan. Karena

itu pula jawaban sang anak menggunakan kata kerja masa kini juga untuk

mengisyaratkan bahwa ia siap, dan bahwa hendaknya sang ayah

melaksanakan perintah Allah yang sedang maupun yang akan di terimanya

(M. Quraish Shihab, 2003: 63).

زظن : Berasal dari kata زظنازظن-زظني– artinya melihat, merenungkan,

memikirka, mempertimbangkan (Ahamad Warson Munawwir, 1984:

1433). Terkait dengan ayat diatas nadhara merupakan sebuah kemampuan

intelektual yang digunakan untuk mempertimbangkan kemudian

memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan hidup dan mati.

فْ َ فْإئ

:

Dari kata فل إئ-لا إ- في–diartikan berkerja lebih efektif atau

efisien, lebih berdaya guna (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor,

2003: 176). Hal ini mengisyaratkan bentuk kepatuhan Nabi Ismail kepada

(36)

َزَ أً

:

Berasal dari kata

ارا

-

از

-

ز أي

-

ز

yang berarti menyuruh

(Mahmud Yunus, 1989: 48). Juga bisa berarti memerintahkan (Ahamad

Warson Munawwir, 1984: 38). Kata

ز إت

ا

Apa yang diperintahkan

kepadamu, bukan berkata: sembelihlah aku. masih berkaitan dengan kata

sebelumnya yakni hal tersebut adalah perintah Allah swt. Bagaimanapun

bentuk, cara dan kandungan apa yang diperintahkan-Nya, maka ia

sepenuhnya pasrah (M. Quraish Shihab, 2003: 63). Kalimat ini juga dapat

merupakan obat pelipur lara bagi keduanya dalam menghadapi ujian berat

itu.

دجو

:

Berasal dari kata

ادجو

-

دجي

-

دج

و yang artinya akan

mendapatkan sesuatu yang dimaksud (Mahmud Yunus, 1989: 492).

Maksudnya anak ini Ismail kelak akan menjadi orang yang ternama atas

ketaatan dan kebaikannya.

زبص

:

Berasal dari kata

ازبص

-

زىبصي

-

زبص

yang artinya sabar, tabah

hati, berani (Mahmud Yunus, 1998: 211). Juga bisa berarti

سبح

yang

artinya menahan, mencegah (Ahmad Warson Munawir 1984: 760).

Mengaitkan kesabarannya dengan kehendak Allah, sambil menyebut

terlebih dahulu kehendak-Nya, menunjukkan betapa tinggi akhlak dan

sopan santun sang anak kepada Allah swt. tidak dapat diragukan bahwa

jauh sebelum peristiwa ini pastilah sang ayah telah menanamkan dalam

hati dan benak anaknya tentang ke Esaan Allah dan sifat-sifat-Nya yang

(37)

sang anak yang di rekam ayat ini adalah buah pendidikan tersebut (M.

Quraish Shihab, 2003: 63).

ملس

: Berasal dari kata

ا لاسئ

-

ملسي

ملس

yang berarti tunduk,

patuh, menerima sesuatu, jika dikembalikan kebentuk tsulatsi mujarrad

berasal dari kata

ملسا لاس

-

ة لاس

-

ملسي

artinya selamat, sentosa (Mahmud

Yunus, 1998: 177). Jadi kata aslama atau salima bisa diartikan apabila

seseorang patuh teruma kepada Allah maka hidupnya akan

diselamatkan-Nya.

لَّ َت

:

Berarti bukit yang rendah (Mahmud Yunus, 1998: 79).

Terambil dari kata

تلا

at-tall yakni anak bukit, tanah yang lebih tinggi

daripada sekitarnya (Ahmad Warson Munawir 1984: 137). Ada juga yang

memahaminya dalam arti tumpukan pasir/ tanah yang keras. Kata tallahu

dari segi bahasa berarti melempar atau menjatuhkan seseorang keatas

tumpukan. Maksudnya adalah membaringkan dan meletakkan pelipisanya

dengan mantab pada satu tempat yang mantap dan keras, agar tidak

bergerak (M. Quraish Shihab, 2003: 64).

ى

دان

: Berasal dari kata

ءادن

-

ىداني

-

ىدان

yang artinya menyeru,

memanggil, berteriak (Mahmud Yunus, 1998: 447). Jadi nada berarti

bahwa ketika Ibrahim sudah bersiap akan menyembelih anaknya maka

Allah segera berteriak memanggilnya untuk menghemtikan

penyembelihan itu, karena telah nyata ketaatan Ibrahim kepada Allah dan

(38)

َ فْ لَّدَص

:

Berasal dari kata

ا دص

-

قدصي

-

قدص

yang artinya benar

(Mahmud Yunus, 1998: 214). Jadi artinya membenarkan dengan

melaksanakan sesuai batas kemampuan apa yang diperintahkan Allah.

ىزج

:

Berasal dari kata

ءازج

-

ىزجي

ىزج

yang artinya mencukupi,

membagi (Mahmud Yunus, 1998: 87). Jadi jaza‟ merupakan balasan yang

sangat banyak bagi orang yang mau berbuat baik dan sabar ketika

mendapat ujian.

ء بَلَبَبذْلا

:

Berasal dari kata

ءلاب

-

اولب

-

ولبي

-

لاب

mencobai, menguji

(Mahmud Yunus, 1998: 72). Budihardjo mengutip dari Ahmad bin Faris

bin Zakariya kata bala‟ mempunyai dua arti pokok, yaitu buruknya

sesuatu dan bagian percobaan (Budihardjo, 2010: 193). Agaknya dapat

diketahui dengan membayangkan keadaan Nabi Ibrahim as. ketika itu.

Anak yang telah beliau nantikan bertahun-tahun lamanya, kini harus beliau

sembelih pada usia remaja.

ىدإ

: Berasal dari kata

ءادإ

-

ىدإ

-

ءدفي

ىدإ

yang artinya menebus

sesuatu dari tawanan (Mahmud Yunus, 1998: 320). Jadi fada diartikan

dengan pengganti sesuatu yang tertahan. Tebusan biasanya diwujudkan

dalam bentu yang lebih baik dan tepat.

B. Munasabah

(39)

Kata munasabah yang berakar kata dari

ةبسانم

-

بس اني

-

بس ان

artinya patut, sesuai (Atabiak Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor 2003:

1878). Secara etimologi, munasabah berarti persesuaian, hubungan atau

relevansi sedang secara terminologi, munasabah adalah ilmu untuk

mengetahui alasan-alasan penertiban dari bagian-bagian al-Qur‟an yang

mulia (Abdul Djalal, 2000: 154). Jadi munasabah merupakan hubungan

persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang

sebelum dan sesudahnya.

Seperti yang telah dikemukakan di atas, mengenai munasabah,

para mufasir mengingatkan agar dalam memahami atau menafsirkan

ayat-ayat Al-Qur‟an, khususnya yang berkaitan dengan penafsiran

ilmiah, seseorang dituntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa

al-Qur‟an serta korelasi antar ayat (M. Quraish Shihab, 1998: 135).

2. Munasabah surat al-Shaffât dengan surat sebelum dan sesudahnya.

a. Hubungan surat al-Shaffât dengan surat Yasin adalah sebagai

berikut:

1) Surat al-Shaffât menjelaskan kisah-kisah Nabi Ibrahim dengan

kaumnya berupa dialog-dialog yang bersifat partisipatif dan

humanis yang juga kritis terhadap keadaan kaumnya. Hal ini

tercermin pada ayat 83-112 .

2) Pada surat Yasin disebut secara umum berisi dialog-dalog anatara

utusan-utusan Allah dengan kaumnya yang menentangya. Para

(40)

kaumnya berupa hinaan dan penentangan. Kemudiaan umat-umat

yang menentang para utusa dihancurkan Allah karena ingkar

kepada-Nya dan para utusan-Nya terlihat pada ayat 13-24.

(Departemen Agama RI, 2009: 258-259).

b. Hubungan Surat al-Shaffât dengan Surat Sad adalah sebagai berikut:

1) Dalam Surat al-Shaffât dikisahkan perjuangan nabi-nabi Nuh,

Ibrahim, Musa, Harun, Ilyas, Lut, dan Yunus serta nasib umat

mereka.

2) Dalam Surat Sad disampaikan nasib umat Nabi Nuh, „Ad,

Fir‟aun, dan Ashaab Al - Aikah dan kisah kesabaran nabi-nabi

Daud dan Sulaiman, Ayub, Ibrahim, Ismail, Ilyasa‟ dan Zulkifli

dalam berjuang.(Departemen Agama RI, 2009: 338).

3. Munasabah ayat 101-112 dengan ayat sebelum dan sesudahnya.

Surat al-Shaffât ayat 101-112 juga memiliki munasabah (korelasi)

dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Adapun hubungan antara ayat

sebelum dan sesudahnya Dalam ayat ini terjadi keterpaduan jalinan

antara ayat – ayat dalam satu tema. Ayat-ayat yang berkaitan dengan

tema tersebut dimulai dari 83 yaitu menceritakan tentang perjuangan

Nabi Ibrahim di tengah-tengah kaumnya, diawali dengan pendekatan

diri kepada Allah pada ayat 84, kemudian menanyakan soal apa yang

disembah ayahnya dan kaumnya pada ayat 85, dilanjutkan dengan

penghancuran berhala pada ayat 91, perlawanan kaumnya dengan cara

(41)

perntanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Ibrahim kemudian sampai pada putusan

membakarnya pada ayat 94-95 dan akhirnya beliau hijrah dari

negerinya(Departemen Agama RI, 2011: 450).

Kemudian dilanjutkan dengan Ayat berikutnya 100-112 yang

menceritakan tentang kisah Ibrahim dalam perjalanannya ke negeri

asing dengan anaknya Ismail. Diawali dengan do‟a Nabi Ibrahim

tentang permohonan anak, kemudian diberi kabar gembira dilanjutkan

dengan ketabahan hati ketika diuji oleh Allah dalam hal perintah

menyembelih anaknya. Berkat ketabahanya, karena telah membenarkan

mimpi dari Allah yang wajib dilaksanakannya, kemudian Ibrahim diberi

balasan oleh Allah dengan karunia yang amat besar. Kemudian Ismail

ditebus dengan seekor domba yang besar, dan akhirnya Kemudian

dilanjutkan dengan karunia Allah lainnya yang besar dengan turunnya

ayat sesudahnya kabar gembira tentang akan datangnya anak yang

kedua yaitu Ishak (Departemen Agama RI, 2011: 450).

Kemudian pada ayat 113-120 menerangkan tentang keberkahan

Allah kepada Nabi Ibrahim dan Ishak, serta melimpahkan nikmat serta

kesjahteraan kepada Nabi Musa dan Harun (Departemen Agama RI,

2011: 451).

BAB III

PROFIL IBRAHIM DAN ISMAIL SERTA TAFSIR SURAT AL-SHAFFÂT

(42)

A. Profil Ibrahim

Sebelum menguak lebih dalam tentang bagaimana proses

pendidikan yang dilakunan oleh Ibrahim dan anaknya yaitu Ismail, maka

perlu mengenal sosok sang khalilullah tersebut. Ibrahim lahir di kawasan

Damaskus. Ayahnya bernama Azar, seorang pembuat patung sekaligus

penyembahnya. Ibrahim adalah sosok pencari kebenaran. Sejak muda dia

kritis terhadap lingkungan hidupnya (Ahmad Chodjim, 2005: 130). Ketika

Ibrahim masih muda, ia telah mendapat hidayah dari Allah sehingga

merasa gelisah terhadap keimanan ayahnya. Melihat hal tersebut,

kemudian Ibrahim dengan santun mengajak ayahnya dan kaumnya untuk

beribadah kepada Allah serta meninggalkan penghambaan terhadap

berhala. Akan tetapi, ajakan tersebut tidak mendapat respon yang baik dari

kaumnya. Ibrahim pada suatu saat menghancurkan berhala-berhala yang

mereka sembah dan menyisakan satu yang paling besar (Syihabudin

Qalyubi, 2009: 32).

Ketika orang-orang musyrik menjumpai berhala-berhala mereka

yang dijadikan sesembahan dalam keadaan hancur, mereka langsung

menuduh Ibrahim sebagai pelakunya. Ibrahim kemudian dipanggil untuk

mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam pemanggilan tersebut,

Ibrahim mengajukan pembelaan bahwa perusakan terhadap sesembahan

mereka itu bukan dirinya melainkan berhala yang paling besar. Pembelaan

Ibrahim tersebut ternyata tidak diterima oleh kaumnya sehingga berbuah

(43)

perdebatan yang akhirnya mengantarkan ke dalam hukum bakar. Akibat

perbuatan tersebut Allah segera menolong, sehingga Ibrahim selamat dari

sengatan api. Ibrahim adalah manusia pertama yang menabuh genderang

perang penyembahan berhala (Ali Syari‟ati, 2003: 72).

Cobaan beruntun menimpa Ibrahim, namun tidak membuatnya

surut dalam berdakwah. Ia juga menyeru raja Namrud supaya menyembah

Allah. Perdebatan sengit terjadi antara mereka berdua dan berakhir dengan

kekalahan Namrud. Ia bertanya kepada Allah tentang bagaimana cara

menghidupkan orang mati. Allah kemudian menyuruh Ibrahim

menyembelih burung dan memotong-motongnya menjadi beberapa bagian.

Masing-masing bagian diletakkan di gunung yang berbeda. Lantas Ibrahim

memanggilnya. Dengan seizin Allah, burung itu hidup kembali dan datang

menghampirinya (Q.S. al-Baqarah [2]: 258).

Bersama Sarah, istrinya, dan Luth, keponakanya, Ibrahim

mengadakan perjalanan dakwah ke Syam (Syiria). Pada waktu itu,

penduduk Syam menyembah bintang. Disinilah terjadi Dialog tentang

fenomena alam dengan mereka. Dari Syam mereka melanjutkan perjalanan

dakwah ke Mesir. Raja Mesir terkenal bengis dan bermaksud menodai

Sarah. Akan tetapi, kemudian ia menyadari kesallahannya. Sarah dihadiahi

seorang hamba sahaya bernama Hajar yang kemudian dinikahkan kepada

suaminya (Ibrahim). Dari Mesir mereka kembali ke Palestina.

Pada awalnya, Sarah ikhlas untuk dimadu. Akan tetapi, setelah

(44)

menyelamatkan bahtera rumah tangga atas petunjuk Allah, Ibrahim

membawa Hajar dan Ismail ke Makkah. Dari situ, mulailah mereka

menjalani kehidupan baru di lembah Makkah ini. Berawal dengan

perjuangan berat, mereka bertahan untuk hidup. Lantas datang pertolongan

Allah dengan munculnya mata air Zam-zam. Melalui mimpi, Ibrahim

mendapat ujian keimanan berupa perintah Allah untuk menyembelih

Ismail, putera kesayangannya. Setelah lulus ujian, Ibrahim dan Ismail

mendapat perintah dari Allah untuk membangun dan memelihara

Baitullah.

Di Palestina, Sarah mendapat kabar gembira dari Allah melalui

malaikat. Dia akan dikaruniai seorang anak yang bernama Ishaq. Sarah

sangat senag mendengar berita ini. Akan tetapi, hatinya was-was. Ia

menyadari bahwa usianya sudah lanjut dan merasa tidak mungkin lagi

mendapat keturunan. Meskipun demikian, bagi Allah hal itu bukanlah hal

yang sulit. Ishaq pun lahir. Lebih lanjut, dari Ishaq lahirlah Ya‟qub. Nasab

ini berlanjut hingga para nabi dan rasul yang menyeru umat-umatnya

untuk beriman dan hanya beribadah kepada Allah (Syihabudin Qalyubi,

2009: 33-34).

B. Profil Ismail

Sebagaimana telah diketahui, bahwa Ismail adalah anak Ibrahim

dari ibunya Hajar. Ismail pada waktu kecil bersama ibunya dibawa oleh

(45)

Ibrahim berangkat ke tempat lain, sedang Ismail dan ibunya ditinggalkan

di Mekkah. Beberapa masa kemudian, barulah bermunculan orang-orang

yang datang bermukim di Mekkah.

Setelah Ismail mulai dewasa, Ibrahim menerima perintah Tuhan

lewat perantara mimpi, supaya menyembelih anak kesayanganya. Ismail

besedia untuk disembelih, sesuai dengan perintah Tuhan kepada ayahnya

tetapi setelah Ibrahim siap untuk melakukan penyembelihan, datanglah

perintah tuhan supaya penyembelihan Ismail itu ditukar dengan

penyembelihan seekor domba. Penyembelihan domba ini disebut

penyembelihan yang besar, karena di samping memperingati kepatuhan

Ibrahim dan Ismail kepada perintah Tuhan, juga pengganti penyembelihan

manusia. Ismail adalah sosok generasi muda yang membenarkan cit-cita

luhur para bapak pendiri bangsa, founding fathers (Ahmad Chodjim, 2005:

131).

Demi kebenaran, Ismail rela menjadi korban (bukan kurban) dan

Ibrahim pun rela kehilangan anaknya sebagai kurban penegak kebenaran.

Hal ini dilakukan bukan berarti Ibrahim adalah seorang yang edan.

Kerelaan putranya untuk menegakkan kebenaran disikapi dengan arif.

Sehingga yang dikurbankan bukan putranya, tetapi meterinya. Dalam

bahasa al-Qur‟an Ismail ketika akan disembelih , diganti dengan domba

dari surga (Ahmad Chodjim, 2005: 131).

Dalam kehidupan Ismail, tersebut pula kerja sama Ismail dengan

(46)

sekarang tetap dikunjungi oleh kaum Muslimin setiap tahun yang datang

dari segenap penjuru (Fachruddin Hs, 1992: 530).

C. Tafsir Surat Al-Shaffât 101-112

1. Tafsir surat Al-Shaffât secara umum

Surat al-Shaffât merupakan satu diantara banyak surat dalam

Al-Quran yang membahas bukti-bukti tentang kemahakuasaan Allah

SWT. Kata al-Shaffât berarti yang berbaris-baris merupakan kalimat

dari ayat yang pertama. Adapun yang disebut berbaris-baris itu ialah

malaikat-malaikat tuhan dialam malakut yang tidak diketahui berapa

jutakah bilanganya kecuali Allah sendiri (Hamka, 1983: 106).

Adapun kandungan dari surat al-shaffât diantaranya berisi

tentang perlunya manusia beriman terhadap adanya hari kemudian

serta menjalankan ajaran-ajaran yang disampaikan dalam al-Qur‟an.

Manusia setidaknya terbagi ke dalam dua kelompok yaitu mukmin

dan kafir yang masing-masing dari mereka nanti di akhirat

memperoleh tempat surga atau neraka. Tergambarkan dalam ayat 11

samapi 19 tentang perinah kepada utusan-Nya untuk menyampaikan

pertanyaan kepada manusia yang masih kafir dan tidak mau percaya

(Hamka, 1983: 120).

Dalam surat al-Shaffât ini dikisahkan perjuangan nabi-nabi

terdahulu. Diantaranya : Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Harun, Ilyas, Luth,

dan Yunus serta nasib umat mereka yang ingkar terhadap apa yang

(47)

Surat ini mengajak manusia supaya beriman, jangan

menyekutukan Allah serta tidak berpandangan salah terhadap Nabi

Muhammad SAW. Selain itu Allah melalui surat al-Shaffât

menghimbau untuk mengakui dan menjalankan ajaran al-Qur‟an,

mengimani bahwa hidup itu tidak hanya sekarang saja melainkan

bersambung sampai di akhirat. Manusi beriman mendapatkan hidup

bahagia, sedangkan yang kafir akan sengsara (Q.S. al-Shaffât [37]:

110).

Dalam surat ini juga menggambarkan tentang situasi kehidupan

di dalam surga dan neraka. Gambaran tersebut dilukiskan dengan

bagaimana penghuni-penghuni neraka itu saling menyalahkan tetapi

itu tidak ada gunanya (Departemen Agama RI, 2009: 340).

2. Kabar Gembira

Sebelum membahas ayat 101 perlu kita perhatika ayat

sebelumnya yang berkaitan. Dalam surat al-shaffât ayat 100 Ibrahim

menunjukkan ketaatanya dalam bertauhid kepada Allah. Dia berdo‟a

kepada-Nya sebagai bentuk pengharapan terhadap sesuatu, bentuk

kepasrahan dan wujud dalam beriman kepada-Nya. Do‟a yang

disampaikan Ibrahim adalah sebagai berikut:



“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang

(48)

Dari do‟a tersebut Allah menjawab dengan kabar gembira akan

datangnya anak yang amat sabar dan penyantun. Do‟a itu dijawab

Allah dengan ayat selanjutnya, yaitu pada surat al-Sahffat 101 sebagai

berikut: yang amat sabar”(Q.S. al-Shaffât [37]: 101).

Kabar yang disampaikan itu mengisyaratkan bahwa anak

tersebut adalah seorang lelaki. Hal itu di pahami dari kata ghulam.

Ayat di atas mengisyaratkan juga bahwa dia akan mencapai usia

dewasa. Ini di pahami dari sifatnya yang halîm/penyantun, karena

seorang yang belum dewasa tidak dapat menyandang sifat tersebut

(M. Quraish Shihab, 2003: 62).

Dari ayat diatas terjadilah perbedaan pendapat tentang siapa

yang dimaksud anak Ibrahim yang akan dsembelih antara Ismail atau

Ishaq. Orang yahudi mendakwakan bahwa yang dimaksud disini

adalah Ishaq, sebab Ishaqlah yang merupakan nenenk moyang

mereka. Sedang kebanyakan orang muslim berkeyakinan bahwa yang

dimaksud anak di sini adalah Ismail karena hanya dialah yang diajak

kekota Makah (Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, 2000: 42).

Melihat hal itu sebenarnya siapakah yang dimaksud ayat ini dan

kemudian akan dikorbankan. Anak yang dimaksud di sini adalah

(49)

karena kata Mekkah sudah diketahui orang-orang Yunani sejak lama

dengan nama Macroba. Macroba berasal dari bahasa Arab yang

berarti tempat melaksanakan korban. Ismai‟il dan Hajar tinggal di

Mekkah, sementara Ishaq tidak pernah sampai ke Mekkah

(Budihardjo, 2010: 189). Jadi ada hubungan antara tempat

mengorbankan dengan Ismail.

Ujian keimanan Ibrahim ini merupakan ujian yang sangat besar.

Dimana Ibrahim harus memilih putra yang ia sayangi, sumber

kebahagiaan dan memberi arti kepada eksistensi untuk dikorbankan

sebagaimana seekor domba. Ibrahim harus merobohkan, menginjak

tangan dan kakinya agar tidak terlepas. Jambak rambut dan potong

urat nadinya. Ibrahim jatuh pada dua pilihan antara menyelamatkan

Ismail atau menaati perintah Allah dengan mengurbankannya (Ali

Syariati, 2003: 165-166). Pada akhirnya Ibrahim merelakan Ismail

untuk dikorbankan dan dengan ini telah terbukti bahwa keimanan

yang dimiliki Ibrahim sangatlah kuat. Dengan beberapa ujian ini

Ibrahim dijadikan oleh Allah imam bagi seluruh manusia. Sebagaiman

tertuang dalam QS. Al-Baqarah: 124 berikut:

(50)

saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim" (QS. al-Baqarah [2]: 124).

3. Musyawarah

Nabi Ibrahim dalam menentukan suatu tindakan, dia

mengajarkan kepada anaknya dengan cara yang bijak yaitu berdialog

atau bermusyawarah. Meskipun sesuatu itu bersifat wahyu yaitu

perintah dari Allah untuk menyembelih anaknya Ibrahim tetap

menggunakan perasaan. Dialog ini tergambar dalam surat al-shaffât

ayat 102 sebagai berikut: bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”(Q.S. al-Shaffât [37]: 102)".

Musyawarah berarti rapat, berunding (Kamisa, 1997: 372).

Ketika Ismail sudah mencapai usia dewasa, Ibrahim diperintah agar

menyembelih anaknya. Perintah itu didapatnya mealalui mimpi. Dia

tidak lansung melaksanakannya, namun menanyakan pendat dulu

kepada anaknya. Inilah dialog yang begitu menarik, suatu sikap

terbuka, partisipatif dan komunikatif antara bapak dan anak. Hal ini

(51)

keistiqomahan anaknya dikala masih belia dalam menaati Allah dan

ayahnya (Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, 2000: 40).

Dalam ayat ini, Ibrahim memberi kabar tentang perintah Allah

kepadanya untuk menyembelih anaknya dengan cara memberikan

tawaran padanya. Cara seperti itu dilakukan agar lebih mudah diterima

oleh anaknya dan dengan maksud menguji kesabaran, ketegaran, dan

keistiqamahan anaknya di kala masih kecil dalam mentaati Allah dan

ayahnya (M. Quraish Shihab, 2003: 63).

Kemudian Ismail menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa

yang telah diperintahkan kepadamu, niscaya kamu akan

mendapatkanku termasuk orang-orang yang sabar”. Dalam Dialog ini

Ismail merasa sangat yakin bahwa yang diperintahkan Allah pasti baik

bagi hambanya dan tidak mungkin akan membuat celaka. Ismail juga

ingin belajar sabar dengan apa yang diperintahkan Allah berupa ujian

untuk menyembelihnya. Adapun dalam mengahadapi ujian, Ismail

melaluinya dengan sabar (Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, 2000: 40). .

Tidak memaksakan kehendak atau memberikan kebebasan

kepada anaknya merupakan salah satu hal yang ditempuh Ibrahim

dalam menaati perintah Allah. Hal ini tergambarkan dari sikap Nabi

Ibrahim ketika mendapatkan perintah Allah melalui mimpi dia tidak

langsung Melakukan perintah tersebut melainkan menawarkan

terlebih dahulu kepada anaknya. Sebgaimana firman Allah dalam QS.

(52)

"Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!"(QS. al-Shaffât [37]: 102).

Begitu mulianya sikap Ibrahim yang tergambarkan dalam ayat

diatas. Ibrahim menawarkan sebuah perintah yang dia dapat dari

Tuhan melalui mimpi sebelum melaksanakannya. Ini agaknya Ibrahim

memahami bahwa perintah tersebut tidak dinyatakan sebagai harus

memaksakan kepada anaknya. Meskipun itu perintah Tuhan yang

berarti wahyu dia menawarkan terlebih dahulu kepada anaknya. Bisa

saja langsung melakukan tanpa harus meminta persetujuannya.

Namun apabila sang anak membangkang maka itu adalah urusan ia

dengan Allah. Ia ketika akan di nilai durhaka, tidak ubahnya dengan

anak Nabi Nuh as. Yang membangkang nasihat orang tuanya (M.

Quraish Shihab, 2003: 63). Hal ini menandakan betapa tingginya

akhlaq Ibrahim dengan menghormati kebebasan berkeyakinan. Dalam

Islam fitrah bertuhan adalah sebuah doktrin utama, namun dalam hak

asasi manusia Islam memfokuskan diri pada persoalan eksistensi

setelah dilahirkan ke bumi, berkembang menjadi dewasa dengan akal

pikiran yang dipandang cukup untuk menentukan pilihan atas

tindakannya (Zakiyyudin Baidhawy, 2011: 18).

4. Kepasrahan

(53)

membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ) dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”(QS. al-Shaffât [37]: 103-105).

Ayat diatas menggambarkan tentang keimanan dengan bentuk

kepasrahan Ibrahim dan kepatuhan Ismail kepada Tuhannya. Ibrahim

yakin bahwa Tuhannya tidak mungkin akan menyakiti dirinya dan

anaknya. Kesadaran bahwa segala sesuatu itu milik Allah membuat

Ibrahim tidak goyah imannya (Achmad Chodjim, 2005: 147). Sekian

lama Ibrahim menantikannya kemudian harus dia serahkan kepada

Allah sebagai bentuk ketaatan. Kecintaan kepada Tuhan tidak dapat

disepadankan dengan kecintaan kepada anak atau sekedar materi.

Namun Allah berkehendak lain dengan diselamatkannya Ismail

sebagai balasan atas usaha yang Ibrahim lakukan selama hidupnya.

Ibrahim adalah nabi yang dijadikan panutan bagi orang-orang

setelahnya. Dia menjadi imam dari Nabi Musa, Isa dan Muhamad hal

ini sesuai dengan QS. Al-Baqarah ayat 124 sebagai berikut:

...

(54)

Kata imam dalam ayat tersebut berarti pemimpin atau teladan

(Budihardjo, 2010: 187). Artinya Ibrahim adalah sosok nabi yang

dijadikan panutan para nabi-nabi setelahnya. Dia dijadikan teladan

karena ujian yang telah ia terima sangatlah dahsyat dansulit untuk

dijalankan.

Didalam QS. „Ali ‟Imran juga ditunjukkan bahwa kita

dianjurkan untuk mengikuti jejaknya. Berikut bunyi ayatnya:

Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung semua orang-orang yang beriman” (QS. „Ali ‟Imran [3]: 68).

Ayat diatas menunjukkan bahwa untuk menjadi guru harus bisa

dijadikan teladan bagi siswanya. Istilah dalam bahasa Jawa guru itu

isa digugu lan ditiru. Keteladanan merupakan salah satu aspek penting

dalam pendidikan. Bagaimana tidak, pepatah bilang jika guru kencing

dengan berdiri misalnya murid pasti kencing dengan berlari.

Ibrahim dijadikan panutan karena memiliki

keistimewaan-keistimewaan yang memang patut dijadikan panutan (Ashad Kusuma

Djaya, 2003: 94). Salah satu keistimewaan itu adalah pandangan

visionernya yang mampu menembus sekat-sekat zaman. Ibrahim

(55)

kemudian dia yakin kelak akan menjadi tempat yang banyak

penduduknya.

Dia melahirkan sebuah kehidupan baru di wilayah gurun tandus

bernama Bakkah (Makkah), dimana tidak ada kehidupan sebelumnya

disana. Tentu Hajar budak yang dijadikan istri pada waktu itu tidak

tahu bahwa di tanah tandus itu kelak akan lahir orang besar dari

keturunannya. Kenyataan itu haruslah dipahami bahwa kehadiran

Muhammad telah jauh-jauh dipersiapkan oleh Ibrahim ketika

membuang istrinya, Hajar dan anaknya, Ismail di gurun tandus itu

(Ashad Kusuma Djaya, 2003: 95).

Pola pikir yang seperti ini harusnya dijadikan contoh bagi umat

Islam dalam mengembangkan potensi yang ada. Ibrahim memiliki

keyakinan kuat tentang masa depan. Segala sesuatu bisa berubah

menjadi lebih baik dengan cara bersabar dalam berproses dan

(56)

BAB IV

ANALISIS PENDIDIKAN PARTISIPATIF HUMANIS MENURUT SURAT AL-SHAFFÂT AYAT 101-112

A.Pendidikan Partisipatif Humanis

Pendidikan partisipatif humanis terdiri dari tiga suku kata, pertama

“pendidikan” yang kedua “partisipatif” dan yang ketiga “humanis”. Untuk

lebih memberikan makna secara mendalam, maka perlu di telusuri apa arti

dari tiga kata diatas.

1. Pengertian Pendidikan.

Orang-orang Yunani, lebih kurang 600 tahun sebelum Masehi,

telah menyatakan bahwa pendidikan ialah usaha membantu manusia

menjadi manusia (Ahmad Tafsir, 2010: 33). Ada dua kata yang penting

dalam kalimat itu, pertama “membantu” dan kedua “manusia.” Manusia

perlu dibantu agar ia berhasil menjadi manusia. Seseorang dapat

dikatakan telah menjadi manusia bila telah memiliki nilai kemanusiaan.

Pada zaman Nabi Muhammmad pengertian pendidikan dapat

digambarkan dengan usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi

Muhammad dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah,

menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat,

memberi motivasi, dan menciptakan lingkungan soaial yang medukung

pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim (Zakiah Darajat, dkk,

(57)

musyrik, kafir, kasar dan sombong maka dengan usaha dan kegiatan Nabi

mengislamkan mereka, lalu tingkah laku mereka berubah menjadi

penyembah Allah Tuhan Yang Maha Esa, mukmin, muslim, lemah

lembut dan hormat pada orang lain. Dengan perubahan yang lebih baik

itu berarti Nabi Muhammad telah mendidik, membentuk kepribadian

muslim orang – orang Mekah. Dapat disimpulkan, Nabi Muhammad

adalah seorang pendidik yang berhasil.

Melihat pemaparan di atas, penulis berpendapat bahwa pendidikan

merupakan proses perubahan manusia menjadi manusia yang dewasa

sepanjang hidup. Artinya pendidikan itu berlangsung terus hingga

manusia itu dewasa, dan proses pendewasaan itu terus berkembang

sampai akhirnya manusia itu mati. Orang yang berpendidikan ialah orang

yang mampu dalam pengendalian diri, cinta tanah air, dan memiliki

pengetahuan luas.

Melihat situasi masyarakat saat ini pendidikan kita masih belum

berhasil dan perlu pembenahan di semua lini. Aturan yang ada tidak

membuat mereka berubah menjadi baik akan tetapi mereka berusaha

untuk melanggarnya. Berbagai tindak kecurangan terjadi pada hampir

seluruh lini kehidupan. Mulai dari hal terkecil saja sudah teerjadi seperti

mencontek ketika ulangan di bangku sekolah, melanggar rambu - rambu

lalu lintas ketika di jalanan hingga membuang sampah sembarangan. Ini

merupakan bukti betapa remuknya pendidikan kita. Betapapun,

Referensi

Dokumen terkait

This white paper describes in detail the Data Modeling profile for the UML as implemented by Rational Rose  Data Modeler, including descriptions and examples for each

Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada permintaan kerja.. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja, mereka

coli dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran kemih, diare dan meningitis (Madigan et al., 2012). Tujuan dari penelitian ini adalah 1) melakukan isolasi

[r]

[r]

Namun pada lapang pandang yang menggunakan air perasan buah merah ( Pandanus sp.) dan aquadest (1:2) masih terlihat banyak kotoran sebagai pengganggu dan tidak memberi

Nama saya dr Mardiana Hasibuan, saat ini saya sedang menjalani program pendidikan sebagai dokter spesialis anak dan kali ini saya sedang melakukan penelitian untuk menilai hubungan

tahunan, selebaran berita, surat pembaca (di surat kabar, majalah) dan karangan di surat kabar. 27 Dengan dokumentasi, peneliti mencatat tentang sejarah Pondok