• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak

2. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga

Pendidikan akhlak menurut UU No. 20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan secara sederhana diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadian sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan (Hasbullah, 2009: 11).

Sesungguhnya pendidikan akhlak menjadi hal yang sangat penting dalam subtansi pendidikan Islam, sehingga Al-Qur’an

menjadikan rujukan terpenting bagi seorang muslim, rumah tangga Islami, masyarakat Islami, dan umat manusia seluruhnya. Akhlak adalah buahnya Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan umat manusia, dan akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis dan elok. Tanpa akhlak yang merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan sosial bagi individu dan masyarakatnya, maka kehidupan manusia tidak berbeda dengan kehidupan hewan.

Pendidikan akhlak dalam Islam yang terangkum dalam berpegang atas kebajikan dan kebaikan dan menjauhkan diri dari kejelekan dan kemungkaran sangat terkait dengan tujuan utama pendidikan Islam yaitu taqwa kepada Allah, takut kepada-Nya, beribadah dalam makna yang luas. Pendidikan akhlak dalam Islam pertama kali menegaskan pentingnya niat yang ikhlas karena Allah semata, agar akhlak itu senantiasa orisinil tidak dibuat-buat, yang berubah dikarenakan perubahan jabatan, lingkungan, waktu, tempat, dan seseorang yang kita ajak bergaul (Hafidz dan Kastolani, 2009: 107-111).

Achmad Mubarok dalam (Baiquni, 2016: 138) mengemukakan bahwa pendidikan akhlak adalah berbicara megenai perilaku baik dan buruk manusia, serta bagaimana membetuk perilaku baik menjadi sebuah karakter. Sealin itu juga berbicara tentang bagaimana manusia merasakan dekat dengan Allah SWT.

Dalam Islam ruang lingkup pendidikan akhlak adalah akhlak seorang hamba kepada Allah SWT, akhlak seseorang kepada tetangganya, akhlak seseorang kepada tamunya, akhlak seseorang kepada orang yang lebih tua dan lebih muda, akhlak seseorang kepada keluarganya, dan lain sebagainya.

Dalam keluarga, orang tua memiliki kewajiban memberikan pendidikan akhlak kepada anak-anaknya. Orang tua bertanggung jawab memperkenalkan anaknya bagaimana cara berperilaku yang baik. Anak yang sejak dini sudah dididik dengan ilmu akhlak, maka ia akan tumbuh menjadi orang yang berkarakter, selalu memiliki pikiran positif, dan berkelakuan baik. Orang tua harus memiliki dasar pengetahuan yang baik agar mampu mengarahkan dan memimbing anak. Sebab, tidaklah mungkin apabila orang tua mampu mengajarkan akhlak yang baik kepada anak apabila mereka belum atau tidak memiliki konsep dasar tentang konsep akhlak pengetahuan yang baik. a. Pentingnya Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga

Keluarga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 535) terdiri dari ibu dan bapak beserta anak-anaknya; seisi rumah yang menjadi tanggungan. Keluarga merupakan unit terkecil masyarakat yang anggotanya terdiri dari seorang laki-laki yang berstatus sebagai suami dan seorang perempuan yang berstatus sebagai isteri. Keluarga pokok tersebut menjadi keluarga inti jika ditambahi dengan adanya anak-anak. Kadang-kadang terdapat

keluarga besar, yang anggotanya bukan cuma ayah, ibu, dan anak- anak, tetapi juga bersama anggota keluarga lain, semisal kakek, nenek, dan sanak keluarga lainnya.

Keluarga dalam konsep Islam adalah kesatuan hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan yang dilakukan dengan melalui akad nikah menurut ajaran Islam. Dengan kata lain, ikatan apapun antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tidak dilakukan dengan melalui akad nikah secara Islam, tidak diakui sebagai suatu keluarga (rumah tangga) Islam.

Dengan adanya ikatan akad nikah (pernikahan) diantara laki-laki dengan perempuan, maka anak keteurunan yang dihasilkan dari ikatan tersebut menjadi sah secara hukum agama sebagi anak, dan terikat dengan norma-norma atau kaidah-kaidah yang berkaitan dengan pernikahan dan kekeluargaan.

Agar menjadi keluarga yang diliputi rasa mencintai (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah), maka keluarga harus diciptakan untuk memenuhi lima fondasi di lingkugan keluarga, yaitu sebagai berikut:

1) Memiliki sikap ingin menguasai dan mengamalkan ilmu-ilmu agama.

2) Yang lebih muda menghormati yang lebih tua. 3) Berusaha memiliki rezeki yang memadai.

4) Hemat (efisiensi dan efektif) dalam membelanjakan harta (nafkah).

5) Mampu melihat segala kekurangan dan kesalahan diri dan segera bertaubat (Musnawar dkk, 1992: 55-69).

Salah satu bagian dalam keluarga adalah anak. Anak adalah amanah dari Allah SWT yang juga merupakan aset bangsa. Untuk itu anak harus diasuh, dididik, dibina, dan dilatih agar kelak menjadi anak yang shaleh, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, beramal dan punya etika serta menguasai ilmu pengetahuan daan tekhologi. Dengan kata lain

menguasai “iptek dan imtaq” yang berguna dan bermanfaat bagi

dirinya sendiri, bagi orang lain, bagi masyarakat dan bagi bangsanya. Tanpa penguasaan iptek dan imtaq, hal tersebut dapat dicapai apalagi kita akan menyonsong era globalisasi dengan mengharapkan generasi kita yang akan datang akan mampu bersaing dan memenangkan persaingan.

Bagi seorang anak, keluarga merupakan persekutuan hidup pada lingkungan keluarga tempat dimana ia menjadi diri pribadi. Keluarga juga merupakan wadah bagi anak dalam konteks proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri dalam fungsi sosialnya. Sudah jelas bahwa orang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap kebelangsugan hidup dan pendidikan adalah orang tua.

Orang tua memiliki tanggung jawab atas pendidikan anaknya, seperti kewajiban atas cinta kasih, moral anak, dan tanggung jawab sosial yang merupakan bagian dari keluarga, yang pada gilirannya merupakan bagian dari masyarakat, bangsa dan juga negaranya (Syam dkk, 1981:17).

Sebagiamana dikemukakan terlebih dahulu bahwa keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi seseorang, dengan orang tua sebagai kuncinya dalam hal ini Al-Qur’an secara tegas mengungkapkan tentang perananan orang tua untuk mendidik anak-anaknya, seperti yang dinyatakan dalam Surat At-Tahrim ayat 6, yaitu:















































Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Pendidikan dalam keluarga terutama berperan dalam mengembangkan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai-nilai

pendidikan sekolah adalah perluasan pendidikan dalam keluarga. Pendidikan akhlak mempunyai arti sebagai proses sosial dan enkulturasi secara berkelanjutan dengan tujuan untuk mengantarkan anak agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, tangguh, mandiri, inovatif, kreatif, beretos kerja, setia kawan, peduli lingkungan, dan banyak lagi seperti yang tretera dlam pendidikan Nasional pada GBHN maupun Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional (Hasbullah, 2009: 184-185).

Sementara itu yang berkenaan dengan keluarga menyediakan situasi belajar, bayi sangatlah bergantung pada orang tua baik keadaan jasmani maupun kemampuan intelektual, sosial, dan moral. Anak belajar dan meniru apa yang dilakukan orang tuanya. Seperti cara orang tua melatih anak untuk mengurus diri (seperti cara makan, buang air, berbicara, berjalan, dan berdoa) sangat membekas dalam diri anak sebagai perkembangan dirinya sebagai pribadinya. Sikap orang tua sangat memengaruhi perkembangan anak. Sikap menerima atau menolak, sikap kasih sayang atau acuh tak acuh, sikap sabar atau tergesa-gesa, sikap melindungi atau membiarkan secara langsung memengaruhi reaksi emosional anak.

Tanggung jawab pendidikan yang perlu dibina oleh orang tua adalah sebagai berikut:

1) Memelihara dan membesarkan anak.

2) Melindungi dan menjamin kesehatannya baik jasmani atau rohninya.

3) Mendidik dengan berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan yang berguna bagi masa depannya serta berakhlak mulia.

4) Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah SWT sebagai tujuan akhir hidup muslim.

b. Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga Keberhasilan pendidikan akhlak seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal atau faktor eksternal.

1) Faktor Internal

a) Kecerdasan, yaitu kemampuan untuk memahami dan menghadapi situasi dan kondisi sekitar dengan cepat atau sering disebut dengan kata “pintar”.

b) Bakat, yaitu potensi atau kemampuan terpendam yang sangat menonjol dari bidang tertentu.

c) Minat, yaitu dorongan untuk mencurahkan daya kemampuan pengamatan (observasi) dengan panca idera terhadap sesuatu.

d) Keadaan mental (psikis), yaitu keadaan senang, sedih, gembira, duka, gelisah, frustasi, emosi dan sebagainya. e) Keadaan fisik, yaitu dalam keadaan sehat ataupun sakit.

2) Faktor Eksternal

a) Bahan/materi yang dipelajari, yaitu faktor mudah sulitnya bahan/materi tersebut untuk dipelajari seseorang.

b) Situasi dan kondisi lingkungan fisik, yaitu tempat untuk melakukan pembelajaran baik atau tidak.

c) Situasi dan kondisi lingkungan sosial, yaitu tempat melakukan pembelajaran kondusif atau tidak.

d) Sistem pendidikan, yaitu bagaimana proses pendidikan tersebut akan berlangsung (Musnawar dkk, 1992: 89-91). c. Faktor Penghambat Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga

Dalam mendidik anak terdapat faktor yang menghambat proses pelaksanaan pendidikan, antara lain sebgai berikut:

1) Faktor Internal

Yaitu berasal dari dalam pribadi anak yang berupa malas untuk belajar, keinginan untuk bermain berlebihan, sikap melawan, gangguan kesehatan, dan lain-lain.

2) Faktor Eksternal

Yaitu berasal dari luar diri anak seperti, perilaku orang tua yang berlaku keras, terlalu otoriter, terlalu memanjakan, terlalu khawatir, terlalu lemah, terlalu egois, terlalu pesimistis, terlalu banyak aturan dan permintaan, hubungan kurang harmonis dengan anak, dan keadaan ekonomi keluarga yang kurang menguntungkan.

Selain adanya kendala yang dapat menghambat proses mendidik anak, juga terdapat dampak negatif kegagalan dalam melaksanakan pendidikan akhlak, diantaranya yaitu:

a) Anak akan tumbuh dan berkembang tanpa terkendali, tidak terarah sesuai dengan norma-norma pendidikan, susila, dan agama.

b) Menjadi beban yang tidak ringan bagi keluarga, masyarakat, dan negara.

c) Menjadi ancaman dan gangguan terhadap integritas, persatuan, dan kesatuan bangsa, serta keamanan dan kenyamanan lingkungan (Syafei, 2002: 90).

d. Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga

Semua orang tua mungkin menyadari bahwa tidak mudah mendidik anak terutama dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak. Perlu kesabaran, kesungguhan, perjuangan, dan pengorbanan yang besar. Oleh karena itu orang tua perlu metode mendidik anak yang baik. Berikut adalah metode yang digunakan para orang shalih dalam mendidik serta menanamkan nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak:

1) Mendidik sebagaimana nabi Ibrahim as. yaitu sebagai berikut: a) Mencari dan membentuk perilaku yang baik dari lingkungan

yaitu baitullah.

c) Melakukan hal yang disenangi orang-orang pada umumnya, seperti berlaku lemah-lembut, penuh hormat, pandai berterimakasih, dan sebagainya.

d) Semangat dan mandiri dalam memperoleh rezeki Allah. artinya diberikan bekal keterampilan yang akan mendatangkan rezeki Allah.

e) Selalu memperkuat keimanan, sehingga akan benar-benar merasa bahwa hidupnya selalu diawasi oleh Allah.

f) Mau memperhatikan dan menghargai orang-orang yang berjasa dan peduli terhadap mereka yang beriman.

2) Mendidik sebagaimana Rasulullah saw. yaitu:

a) Ketika anak baru lahir, Islam mengajarkan untuk mengadzaninya.

b) Mengadakan aqiqah.

c) Memberikan nama yang terbaik.

d) Menumbuhkembangkan kepribadian anak dengan cara menghormatinya.

3) Mendidik sebagaimana Imam Syafi’i adalah dengan memberikan anak ilmu yang bermanfaat, yaitu:

a) Ilmu adalah sesuatu yang sangat penting dan dibutuhkan seseorang agar dirinya menjadi lebih baik, dan bertakwa. b) Ilmu utama yang dipelajari adalah ilmu Al-Qur’an, hadis,

c) Menuntut ilmu dengan kesungguhan, kesabaran, konsisten, keuletan.

d) Orang tua mengetahui berbagai metode dalam memberikan nasihat dan memberikan pendidikan yang baik bagi anak.

B. Pendidikan Akhlak di Lingkungan PSK

Dokumen terkait