• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA ANAK DI LINGKUNGAN PSK (PEKERJA SEKS KOMERSIAL) (STUDI KASUS DI BANDUNGAN, KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2017). - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA ANAK DI LINGKUNGAN PSK (PEKERJA SEKS KOMERSIAL) (STUDI KASUS DI BANDUNGAN, KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2017). - Test Repository"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

PADA ANAK DI LINGKUNGAN PSK (PEKERJA SEKS KOMESIAL) (Studi Kasus di Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2017)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

SITI LAILATUL MUNAWAROH NIM : 111-13-067

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

(2)
(3)

Rasimin, M.Pd. Dosen IAIN Salatiga Nota Pembimbing Lamp. : 4 eksemplar Hal : Naskah skripsi

Saudari Siti Lailatul Munawaroh

Kepada :

Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga Di Tempat

Assalamualaikum. Wr. Wb.

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudari :

Nama : Siti Lailatul Munawaroh

NIM : 111-13-067

Fakultas/Jurusan : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan/Pendidikan Agama Islam (PAI)

Judul : Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Anak Di Lingkungan PSK (Pekerja Seks Komersial) (Studi Kasus di Kelurahan Bandungan, Kabupaten Semarang Tahun 2017)

Dengan ini kami mohon skripsi saudari tersebut di atas supaya segera dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamualaikum, Wr. Wb.

Salatiga, 14 September 2017 Pembimbing

Rasimin, M.Pd.

(4)
(5)
(6)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO

“Doa

serta

usaha”

Doa itu senjata dan kekuatan bagi orang beriman

PERSEMBAHAN Skripsi ini ku persembahkan untuk :

 Orang tuaku tercinta bapak Suroto, ibu Siti Maemonah yang telah mengasuh,

membesarkan dan mendidikku dengan penuh kerelaan dan pengorbanan baik

secara lahir maupun batin dengan iringan do’a restunya.

 Seluruh keluarga besar saya, terima kasih atas dorongan, motivasinya, serta

do’anya yang telah memperlancar saya dalam menyelesaikan tanggung jawab ini.

 Kepada bapak Rasimin, M.Pd. selaku pembimbing dan sekaligus sebagai

motivator serta pengarah sampai selesainya penulisan skripsi ini.

 Kawan-kawan seperjuangan angakatan 2013 terlebih khusus kelas PAI.B yang

telah memberikan motivasi, inspirasi dan semangat belajar.

 Kepada keluargaku di kos yang selalu memberikan semangat kepadaku.

 Kepada Rifka, dan semua Sahabat Karibku yang selalu memberikan motivasi

dan membantu wira-wiri sehingga terselesaikan tugas ini.

 Kepada Iswan tercinta yang senantiasa memberikanku semangat.

 Kepada adikku tersayang Ilma yang memberikan keceriaannya untukku.  Kepada keluarga besar perpustakaan di Salatiga.

 Kepada Lurah Bandungan dan warga Bandungan yang berpartisipasi dalam

penyelesaian skripsi ini.

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr.Wb

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya.

Sholawat dan salam tercurah kepada khotamul anbiya Muhammad SAW, beserta

keluarga dan sahabatnya.

Penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan juga

arahan serta saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat

terselesaikan. Oleh karna itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Suwardi, M.Pd selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.

3. Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI FTIK IAIN Salatiga.

4. Rasimin, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan secara tulus,

ikhlas, dan sabar meluangkan waktu serta mencurahkan pikiran dan

tenaganya, memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna sejak

awal proses penyusunan dan penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Dr. Miftahuddin, M.Ag. selaku pembimbing akademik.

6. Seluruh Dosen Fakultas tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan pendidikan

Agama Islam yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan kepada

penulis dan pelayanan hingga studi ini dapat selesai

7. Keluarga, saudara, sahabat semua yang telah memberikan dukungan dalam

(8)

8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam penulisan skripsi ini.

Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta

mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Penulis sadar bahwa dalam penulisan

ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun

demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan memberikan

sumbangan bagi pengetahuan dalam dunia pendidikan.

Salatiga, 14 September 2017

Penulis,

Siti Lailatul Munawaroh

(9)

ABSTRAK

Munawaroh, Siti Lailatul. 2017. Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Anak Di Lingkungan PSK (Pekerja Seks Komersial) (Studi Kasus di Bandungan, Kabupaten Semarang Tahun 2017). Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Rasimin, M.Pd. Kata Kunci : Pendidikan Akhlak, PSK

Pendidikan agama dalam membina akhlak anak sebagai bagian dari lingkungan PSK tentunya tidak mudah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam bagaimana pendidikan akhlak pada anak di lingkungan PSK?. Bagaimana penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga PSK?. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga PSK di Bandungan Kabupaten Semarang.

Pendekatan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data dan penelitian ini meliputi sumber primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh dengan teknik perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, dan pengecekan anggota. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data, dan verifikasi.

(10)

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR……… ... vi

ABSTRAK……… ... viii

DAFTAR ISI……… ... ix

DAFTAR LAMPIRAN……… ... xi

BAB I PENDAHULUAN ……… ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

E. Kajian Penelitian Terdahulu ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ……… ... 12

A. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak ... 12

1. Pendidikan Akhlak ... 12

2. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga ... 21

B. Pendidikan Akhlak di Lingkungan PSK ... 32

(11)

2. PSK ... 35

3. Lingkungan PSK dan Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga ... 42

BAB III METODE PENELITIAN ……… 45

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ………... 45

B. Lokasi Penelitian ... 45

C. Sumber Data ... 46

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 47

E. Analisis Data ... 48

F. Pengecekan Keabsahan Data ... 49

G. Tahap-Tahap Penelitian ... 50

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS ... 51

A. Paparan Data ... 51

B. Temuan Penelitian ... 53

C. Pembahasan ... 64

BAB V PENUTUP ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Permohonan Ijin Penelitian

Lampiran 3 Surat Keterangan Melakukan Penelitian

Lampiran 4 Surat Rekomendasi Penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Semarang

Lampiran 4 Surat Pengajuan Pembimbing

Lampiran 5 Lembar Konsultasi Skripsi

Lampiran 6 Pedoman Wawancara

Lampiran 7 Dokumentasi Foto Penelitian

Lampiran 8 Laporan SKK

Lampiran 9 Stuktur Organisasi Kecamatan Bandungan

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia.

Tujuan pendidikan yaitu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara (Saebani, 2010: 36).

Pendidikan yaitu upaya untuk mengembangkan ranah kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Muara ranah kognitif adalah tumbuh dan

berkembangnya kecerdasan dan kemampuan intelektual akademik, ranah

afektif bermuara pada terbentuknya karakter kepribadian, dan ranah

psikomotorik akan bermuara pada keterampilan vokasional dan perilaku

(Damayanti, 2014: 9).

Jadi, pendidikan merupakan usaha dan kegiatan yang berproses

dengan tujuan yang bertingkat. Pendidikan akan menghasilkan manusia

yang berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat serta senang dan gemar

mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya, dan dapat mengambil

(14)

Manusia tanpa pendidikan maka tidak akan menjadi manusia yang

sebenarnya, yaitu manusia yang utuh dengan segala fungsinya, secara fisik

maupun psikisnya. Dengan pendidikan semua aspek yang ada dalam diri

manusia akan tercapai, aspek tersebut meliputi aspek fisikal dan spiritual.

Pendidikan telah terbukti menjadi tonggak dalam kehidupan manusia,

apalagi di era globalisasi ini manusia dituntut untuk selalu belajar agar

dapat eksis dan bertahan membaur dalam masyarakat. Melihat banyaknya

peranan pendidikan di antaranya seperti yang telah dipaparkan di atas,

maka pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan.

Nilai-nilai Islam ditumbuhkembangkan dalam diri pribadi manusia

melalui proses transformasi kependidikan. Proses kependidikan yang

mentransformasikan (mengubah) nilai tersebut selalu berorientasi pada

kekuasaan Allah dan Iradah-Nya yang menentukan keberhasilannya.

Fokus dalam pendidikan Islam adalah akhlak. Masalah akhlak adalah suatu

masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam

masyarakat yang telah maju maupun dalam masyarakat yang masih

belakang (Basri dan Saebani, 2010: 20-22).

Lingkungan tempat tinggal bagi setiap orang dimanapun dia

berada, merupakan suatu dasar yang signifikan dalam pembentukan akhlak

orang yang berada di sekitarnya, khususnya dalam keluarga dan umumnya

masyarakat sekelilingnya. Terlebih pengaruh itu akan lebih besar

(15)

dengan perkembangan dan dinamikanya saat itu, mereka sedang mencari

jati diri dan pengakuan atas eksistensinya.

Berbagai upaya untuk membangun dan meningkatkan kualitas

sumber daya manusia di dalam lingkungan masyarakat pada umumnya,

saat ini telah dilaksanakan oleh berbagai lembaga, melalui berbagai

program yang telah disiapkan, baik itu lembaga pemerintah maupun

swasta dan lembaga-lembaga sosial dengan sumber dana dari dalam dan

luar negeri, bahkan lembaga pendidikan, yang mana secara keseluruhan

tujuan utamanya adalah agar tercipta sebuah masyarakat madani yang

didukung oleh kemandirian melalui penyerapan program yang telah

disiapkan. Lingkungan pendidikan pertama adalah keluarga. Orang tua

menentukan pola pembinaan pertama bagi anak dengan sebaik-baiknya.

Memberikan pengetahuan jenis-jenis kebajikan dan keburukan serta dapat

memilah sekaligus mengamalkannya secara maksimal (Basri dan Saebani,

2010: 133).

Manusia memiliki hak asasi untuk memperoleh pendidikan

dimanapun dan kapanpun. Kunci utama untuk menjadikan pribadi anak

yang baik adalah pendidikan dalam keluarga. Sehingga orang tua disini

harus memiliki bekal yang cukup untuk memberikan karakter, akhlak,

moral, agama, dan pengetahuan dengan berbagai cara yang dilakukan.

Pada umumnya pendidikan dalam keluarga itu bukan dari sesuatu yang

telah direncanakan secara terstruktur dan bukan pula terlahir dari

(16)

strukturnya memberikan kemungkinan secara alami membangun situasi

pendidikan. Semua itu terwujud berkat pergaulan dan hubungan pengaruh

mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak. Orang tua,

baik ayah maupun ibu keduanya merupakan pendidik bagi anak.

Kependidikannya akan dinilai berhasil apabila keduanya tidak hanya

sekedar memberi nasihat, perintah, dan membuat berbagai peraturan, tetapi

juga dengan keteladanan tentang pendidikan karakter, akhlak, moral,

agama dan pengetahuan dari keduanya yang pantas dicontohkan kepada

anak.

Tidak dapat dipungkiri juga kegiatan pendidikan akhlak pada anak

dipengaruhi oleh unsur pergaulan dan unsur lingkungan, yang keduanya

tidak dapat dipisahkan namun dapat dibedakan. Dalam pergaulan tidak

selalu berlangsung pendidikan walaupun di dalamnya terdapat

faktor-faktor yang berdaya guna untuk mendidik. Pergaulan merupakan unsur

lingkungan yang turut serta mendidik seseorang.

Melihat dinamika kehidupan masyarakat dengan keanekaragaman

kepentingan mulai dari politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama serta

lainnya, mengakibatkan terjadinya berbagai fenomena yang sangat

beragam. Salah satu fenomena yang sangat menyentuh hati setiap orang

yang melihat dan tidak banyak orang yang mau menyediakan waktu dan

sarana/prasarana agar terjadi perubahan ke arah yang lebih positif, adalah

lingkungan PSK . Masalah yang banyak terjadi di Indonesia adalah PSK

(17)

dalam masyarakat tidak semua keinginan masyarakat dapat terpenuhi

seperti yang diharapkan. Masalah pendidikan yang selalu diperbincangkan

dapat kita lihat dalam pendidikan yang ada pada keluarga PSK .

Pendidikan, agama, dan akhlak merupakan pondasi utama agar

seseorang tidak terjerumus ke lembah nista. Dari permasalahan kehidupan

PSK salah satu yang menjadi perhatian adalah nasib dari anak-anak yang

tinggal di lingkungan tersebut. Hal penting dalam mendidik anak idealnya

adalah orang tua tersebut memiliki pengetahuan agama yang cukup

sebagaimana landasan yang kuat bagi perkembangan pendidikannya.

Bagaimana hasil dari pendidikan agama dalam membina akhlak anak

sebagai bagian dari lingkungan PSK ? Apakah orang tua yang tinggal di

lingkungan PSK mampu mendidik akhlak anaknya?

Berdasarkan dari latar belakang di atas, peneliti bermaksud untuk

melakukan penelitian tentang “Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak

Pada Anak Di Lingkungan PSK (Pekerja Seks Komersial) (Studi Kasus di

di Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2017)”.

B. Fokus Penelitian

1. Bagaimana pendidikan akhlak pada anak di lingkungan PSK di

Bandungan Kabupaten Semarang?

2. Bagaimana penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak di

(18)

3. Apa saja faktor pendukung dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan

akhlak pada anak di lingkungan PSK di Bandungan Kabupaten

Semarang?

4. Apa saja faktor penghambat dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan

akhlak pada anak di lingkungan PSK di Bandungan Kabupaten

Semarang?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pendidikan akhlak pada anak di lingkungan pekerja

PSK di Bandungan Kabupaten Semarang.

2. Untuk mengetahui upaya penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak

pada anak di lingkungan PSK di Bandungan Kabupaten Semarang.

3. Untuk mengetahui faktor pendukung dalam menanamkan nilai-nilai

pendidikan akhlak pada anak di lingkungan PSK di Bandungan

Kabupaten Semarang.

4. Untuk mengetahui faktor pendukung dalam menanamkan nilai-nilai

pendidikan akhlak pada anak di lingkungan pekerja PSK di

Bandungan Kabupaten Semarang.

D. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis

Manfaat teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu

(19)

penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga

PSK .

2. Secara Praktis

Tulisan ini dapat memberikan masukan kepada semua pihak

terkait yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai

penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga di

lingkungan PSK . Serta menjadi sumbangan penelitian alternatif untuk

masyarakat mengenai gambaran penanaan nilai-nilai pendidikan

akhlak pada anak dalam keluarga PSK .

E. Kajian Penelitian Terdahulu

Siti Ivayatun (2012), menyimpulkan dalam skripsinya yang

berjudul “Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga Karyawan Panti Mandi Uap

Dan Anak Kost di Kelurahan Bandungan Kecamatan Bandungan

Kabupaten Semarang Tahun 2012” bahwa keluarga pekerja seks komersial

memberikan pendidikan akhlak dalam keluarganya dengan menggunakan

metode keteladanan, pembiasaan diri dan pengalaman, nasihat, khiwar,

dan hukuman.

Radhiya Bustan, Emmalia Sutiasasmita, dan Hanifah Arief (2013)

menyatakan dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Islam

Terhadap Kecerdasan Spiritual Pada Remaja Yang Tinggal di Lingkungan

Pekerja Seks Komersial (PSK) Tanah Abang Jakarta Pusat”. Pendidikan

(20)

terhadap kecerdasan spiritual pada remaja santri yang tinggal di

lingkungan PSK, dengan hasil 45,3% merupakan variabel kecerdasan

spiritual.

A. M. Wibowo (2016), menyimpulkan dalam jurnalnya yang

berjudul “Madrasah Diniyah di Tengah Kampung PSK” berhasil

menemukan temuan yaitu Madrasah Diniyah Miftahul Hidayah di Desa X,

Kecamatan Bandar Kabupaten Batang”, merupakan sebuah lembaga

pendidikan keagamaan informal yang bertujuan untuk mengatisipasi

budaya perkawinan anak usia dini serta mencoba memutuskan jaringan

pelacuran sebagai akibat perkawinan usia dini.

Penelitian Nuhri (2011) tentang “Pelaksanaan Bimbingan Agama

Islam Pada Wanita Tuna Susila di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya

Pasar Rebo Jakarta” bahwa pelaksanaan bimbingan PSKW Mulya Jaya

dimulai dengan tahap identifikasi. Proses yang dilakukan meliputi:

penerimaan, masa penyesuaian, pengungkapan dan analisa masalah,

orientasi umum, dan penyembuhan fisik. Selanjutnya tahap rehabilitasi

meliputi rehabilitasi mental, spiritual, fisik, sosial, dan berbagai

keterampilan.

Penelitian Devy Tri Wahyuni (2015), tentang “Pendidikan

Karakter Melalui TPQ Miftahul Huda Pada Anak di Lingkungan

Lokalisasi Kampung Baru Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten

Jombang”. Bahwa TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an) Miftahul Huda

(21)

dapat belajar agama dan akhlak yang baik meski berada di lingkungan

lokalisasi. Program pengembangan TPQ Miftahul Huda meliputi belajar

membaca Al-Qur’an, belajar kesenian Hadrah dan penanaman pendidikan

karakter.

Mardina Dyah Utami (2010), menyimpulkan dalam skripsinya

yang berjudul “Manajemen Konflik Pada Wanita Pekerja Seks Komersial

Yang Berkeluarga (Sebuah Studi Kualitatif dengan Pendekatan

Fenomenologis)” bahwa peneliti menemukan adanya satu karakteristik

yang menonjol, yaitu adanya kekosongan spiritual dalam diri subjek

penelitian.

Muhammad Yusuf (2015), menyimpulkan dalam skripsinya yang

berjudul “Motivasi Beribadah Mahdhah Pada Pekerja Seks Komersial

(Psk) Di Tegal Panas Desa Jati Jajar Kecamatan Bergas Kabupaten

Semarang Tahun 2015” bahwa motivasi beribadah pada PSK adalah: 1)

untuk bekal di akhirat 2) supaya bisa taubat dan lepas dari dunia prostitusi

3) untuk mencari ketenangan 5) untuk mengurangi dosa 6) untuk

memenuhi kewajiban sebagai manusia beragama 7) untuk mendapat

pahala dari Tuhan.

Sholekah Rinto Yuliana (2012), menyimpulkan dalam skripsinya

yang berjudul “Model Dakwah Bimbingan Untuk Pekerja Seks Komersial

(PSK) Di Gambilangu (GBL) Mangkang Oleh K.H. Ahmad Sirojudin”

bahwa pola bimbingan keagamaan yang telah dilakukan oleh K.H. Ahmad

(22)

seks dan masyarakat sekitar lokalisasi sebagai obyek merasa senang dan

menerima bimbingannya.

Dicky Dwi Ardiansyah (2017), menyimpulkan dalam skripsinya

yang berjudul “Pendidikan Akhlak Di Majelis Ta’lim Masyarakat Gunung

Kemukus Desa Pendem Kecammatan Sumber Lawang Kabupaten Sragen”

bahwa pelaksanaan pendidikan akhlak di Gunung Kemukus yaitu meliputi:

1) Kajian untuk Remaja dan bapak-bapak setiap hari Kamis jam 20.00

WIB. Diisi dengan yasinan, tahlilan, dan tausiyah tentang akhlak. 2)

Sekolah untuk ibu-ibu yang buta huruf dilaksanakan setiap hari Senin jam

13.00 WIB, sekolah ibu-ibu di isi dengan tausiyah, dan di isi materi Baca

Tulis Alquran (BTA), Ibadah, akidah akhlak, Hadits dan juga tafsir

Al-quran. Dalam sekolah ini dibimbing oleh petugas dari kabupaten.

Berangkat dari permasalahan di atas maka penulis ingin

melakukan penelitian tentang “Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak

Pada Anak Di Lingkungan Pekerja PSK (Studi Kasus di Bandungan

Kabupaten Semarang Tahun 2017)” dimana data hasil penelitian ini

diperoleh dari wawancara langsug oleh keluarga yang tinggal di

lingkungan PSK di Kelurahan Bandungan, Kecamatan Bandungan,

Kabupaten Semarang.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang skripsi ini, maka

(23)

Bab I, pada bab ini membahas tentang Latar Belakang Masalah,

Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kajian

Penelitian Terdahulu, dan Sistematika Penulisan.

Bab II, pada bab ini adalah membahas Landasan Teori tentang

Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga di Lingkungan PSK .

Bab III, pada bab ini membahas tentang Metode Penelitian yang

mencakup Pendekatan dan Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian, Sumber

Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan

Data, dan Tahap-Tahap Penelitian.

Bab IV, pada bab ini membahas tentang jawaban atas rumusan

masalah dan relevansi penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak

dalam keluarga yag tinggal di lingkungan PSK .

Bab V, berisi Kesimpulan dan Saran, untuk dijadikan bahan

pertimbangan bagi yang membutuhkan, dan sebagai bahan masukan dalam

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak 1. Pendidikan Akhlak

a. Pengertian Pendidikan

Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa Arab

“tarbiyah” yang berarti pendidikan. Sedang secara istilah

pendidikan adalah usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh

pendidik dengan menyampaikan ajaran agama, memberi contoh,

melatih keterampilan, memberi motivasi dan menciptakan

lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan

pribadi muslim (Daradjat, 2011: 25-28).

Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional

Nomor 20 tahun 2003, Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan

nasional berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang mertabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa. Hal ini bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

(25)

Tujuan tersebut merupakan rumusan kualitas manusia

Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.

Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan ranah

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Muara ranah kognitif adalah

tumbuh dan berkembangnya kecerdasan dan intelektual akademik,

ranah afektif bermuara pada terbentuknya karakter kepribadian, dan

ranah psikomotorik akan bermuara pada keterampilan vokasional

dan perilaku (Damayanti, 2014: 9).

Pendidikan Islam merupakan pendidikan ketuhanan, yang

menjadikan berbeda dengan pendidikan yang lain baik dari sisi

tujuan, karakter, kandungan, ciri-ciri, dan pengaruhnya dalam

kehidupan riil. Pendidikan Islam juga diidentikkan dengan

pendidikan akhlak yang menekankan perubahan sikap menuju yang

utama. Keberadaan pendidikan Islam sebagai pendidikan

ketuhanan, menjadikannya berjalan selaras dengan makna yang

luas, Islam sebagai agama dunia dan akhirat, agama yang

komperehensif mencakup seluruh maslah kehidupan, menyangkut

kebutuhan individu, masyarakat manusia seluruhnya (Hafidz dan

Kastolani, 2009: 33).

b. Pengertian Akhlak

Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa-jiwa

manusia, yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan

(26)

penelitian. Jika keadaan tersebut melahirkan perbuatan yang baik

dan terpuji menurut pandangan akal dan syara‟ (hukum Islam),

disebut akhlak yang baik. Jika perbuatan-perbuatan itu timbul tidak

baik, dinamakan akhlak buruk.

Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam

yang dapat dilihat dalam berbagai sunnah qauliyah (sunnah dalam

bentuk perkataan) Rasulullah SAW, diantaranya adalah

sesunggguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR.

Ahmad); ”mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang

paling baik akhlaknya” (HR. Tirmizi). Dan akhlak Nabi

Muhammad yang diutus menyempurnakan akhlak manusia itu,

disebut akhlak Islam atau akhlak Islami yang terdapat dalam wahyu

Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an yang menjadi sumber utama

agama dan ajaran Islam.

Suri teladan yang digambarkan Rasullah SAW selama

hidup beliau adalah merupakan contoh akhlak yang tercantum

dalam Al-Qur’an. Butir-butir akhlak yang baik yang disebut dalam

berbagai ayat yang tersebar dalam Al-Qur’an terdapat pula Hadis

yang memuat perkataan, tindakan, dan sikap diam Nabi

Muhammad selama kerasulan beliau 13 tahun di Makkah dan 10

tahun di Madinah. Menurut Aisyah yang banyak sekali

meriwayatkan sunnah Rasulullah, akhlak Nabi Muhammad adalah

(27)

c. Fungsi dan Peran Lembaga Pendidikan

Peranan lembaga pendidikan adalah membantu lingkungan

keluarga yang bertugas mendidik dan mengajar, memperbaiki dan

memperhalus tingkah laku anak yang dibawa dari keluarganya.

Sedangkan fungsi lembaga pendidikan itu sendiri adalah:

mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan

pengetahuan, spesialisi, efisiensi, sosialisasi, konservasi dan

transmisi kultural, serta transisi dari rumah ke masyarakat

(Hasbullah, 2009: 49-51).

d. Ruang Lingkup Pendidikan

Pertama adalah teori-teori dan konsep-konsep yang

diperlukan bagi perumusan desain pendidikan Islam dengan

berbagai aspeknya: visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar

mengajar, dan sebagainya.

Kedua, teori dan konsep yang diperlukan untuk praktik

pendidikan, yaitu memengaruhi peserta didik agar mengalami

perubahan, peningkatan dan kemajuan, baik dari segi wawasan,

keterampilan, mental spiritual, sikap, pola pikir, dan

kepribadiannya. Berbagai komponen ketrampilan terapan yang

diperlukan dalam praktik pendidikan, berupa praktik pedagogis,

didaktik, dan metodik didasarkan pada teori-teori dan

konsep-konsep yang terdapat dalam ilmu pendidikan Islam (Nata, 2010:

(28)

e. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk

tetap dan statis. Tapi ia merupakan suatu keseluruhan dari

kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek

kehidupannya (Daradjat, 2011: 29-33).

f. Pendidik

Pendidik ialah orang yang memikul pertanggung jawaban

untuk mendidik, yang disebut pendidik menurut Dwi Nugroho

Hidayanto dalam Hasbullah (2009: 17) adalah yang mempunyai

karakteristik:

1) Mempunyai individualitas yang utuh

2) Mempunyai sosialitas yang utuh

3) Mempunyai norma kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan

4) Bertindak sesuai dengan nilai dan norma itu atau bertanggung

jawab sendiri demi kebahagiaan dirinya dan kebahagiaan

masyarakat atau orang lain.

g. Anak Didik

Anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh

dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan

pendidikan. Dalam arti sempit anak didik adalah anak (pribadi

yang belum dewasa) yang diserahkan kepada tanggung jawab

(29)

h. Alat Pendidikan

Alat pendidikan adalah suatu tindakan atau situasi yang

sengaja diadakan untuk tercapainya suatu tujuan pendidikan yang

yang diinginkan.

i. Lingkungan Pendidikan

Lingkungan adalah kondisi dan alam dunia yang dengan

cara-cara tertentu dapat mempengaruhi tingkah laku sesorang.

Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan pendidikan meliputi

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan

organisasi pemuda, yang ia sebutkan dengan Tri Pusat Pendidikan

(Hasbullah, 2009: 33).

j. Ruang Lingkup Akhlak

Banyak sekali butir-butir akhlak dalam Al-Qur’an dan Al

-Hadis yang tidak bisa diuraikan satu persatu. Dalam lingkup ini

dicantumkan beberapa saja sebagai contoh:

1) Akhlak Terhadap Tuhan

Mengetahui, memahami, dan meyakini bahwa Tuhanlah

yang menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya. Tuhan

pula yang menciptakan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.

Tuhan juga menciptakan makhluk gaib, seperti malaikat dan jin.

Jadi, Tuhan itu disebut Khaliq (Sang Pencipta) dan semua yang

(30)

Kewajiban manusia terhadap Allah diantaranya adalah:

Kewajiban diri kita terhadap Allah, dengan ibadah shalat, dzikir,

dan doa. Kewajiban keluarga kita terhadap Allah, adalah dengan

mendidik mereka, anak dan isteri agar dapat mengenal Allah

dan mampu berkomunikasi dan berdialog dengan Allah.

Adapun akhlak terhadap Allah diantaranya adalah

mencintai Allah melebihi apapun; melaksanakan segala perintah

dan laranganNya; mengharap keridhaanNya; bersyukur atas

nikmatNya; menerima dengan ikhlas atas semua yang Allah

berikan; memohon ampunan kepadaNya; bertaubat kepadaNya;

serta bertawakal kepadaNya.

2) Akhlak Terhadap Rasulullah

Mencintai Rasulullah secara tulus dengan menikuti

semua sunnahnya; mengidolakannya (suri tauladan);

menjalankan sunnnahnya dan menjauhi apa yang telah dilarang.

3) Akhlak Terhadap Orang Tua

Agar anak memiliki akhlak mulia kepada orang tuanya

adalah berakti kepada orang tua baik yang masih hidup maupun

yang sudah meninggal. Ketika masih hidup kita diwajibkan

mempertahankan dan membantu keperluan orang tua;

merawatnya ketika sedang sakit; perbuatan yang menyenangkan

hatinya, dan masih banyak lagi. Serta kepada orang tua yang

(31)

dan menguburkan jenazahnya sesuai dengan syariat Islam bagi

pemeluknya; mendoakannya; menyelesaikannya utang

piutangnya, memenuhi wasiatnya dalam kebaikan dan

kebenaran serta taat kepada Tuhan Yang Maha Esa;

menyambung tali silaturahmi dengan keluarga dan sahabat

orang tua; serta menziarahi makamnya. Sebagai anak juga

mempunyai kewajiban lain yaitu menjaga nama baik dan

mau/mampu memelihara/menjalankan amanah orang tua dengan

ikhlas dan bertanggung jawab.

4) Akhlak Mulia Dalam Perkataan, Perbuatan, dan Sikap

Orang yang berakhlak akan berkata yang baik dan

mengandung makna mulia; sopan; suaranya enak dan jelas;

hanya berkata hal yang berguna; dan senantiasa menjaga ucapan

dan perkataanya dalam pergaulan.

Dalam berperilaku selalu melakukan kewajiban,

memberi manfaat, memperoleh kebajikan, mencapai

kesejahteraan, dan untuk keselamatan; melakukan sesuatu yang

mengacu pada nilai-nilai agama, budaya, adat istiadat, dan

hukum yang berlaku; tidak mementingkan kepentingan pribadi;

berdisiplin dalam melakukan perbuatan.

Ketika bersikap senantiasa berpihak pada keadilan,

kebenaran, dan kebaikan; memiliki sikap yang mendorong

(32)

kerukunan, dan kebersamaan; bersikap ramah, sopan, dan rendah

hati; bersikap sabar dalam berbagai hal; serta memiliki sikap

simpatik, empati, dan tidak sombong (Syafei, 2006: 76-84).

k. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak

Nilai menurut Dick Hartoko dalam (Muin, 1996: 22) adalah

hakekat suatu hal yang menyebabkan hal itu pantas dikerjakan oleh

manusia. Nilai berkaitan erat dengan kebaikan yang ada dalam inti

suatu hal. Ada nilai yang dikejar sebagai sarana atau nilai medial,

ada pula nilai yang merupakan nilai final, yaitu yang dikejar karena

harga itu sendiri. Selanjutnya ada pula hirarki nilai, yaitu ada

perbedaan tingkat nilai antara lain misalnya nilai sosial, kesusialaan

dan agama. Juga ada nilai universal misalnya tentang hak asasi

manusia, dan nilai partikular yaitu tentang etiket dan adat setempat.

Ansari juga menyebutkan nilai-nilai yang Islami adalah

norma. Menurutnya dalam menetapkan subtansi nilai-nilai Islam

ada dua cara yaitu melalui kajian ilmiah tentang sikap dan tingkah

laku orang-orang muslim. Cara kedua merujuk kepada sumber

aslinya, yaitu Al-Qur’an dan Hadis (Muin, 1996: 22).

Jadi, nilai merupakan sesuatu yang diyakini kebenarannya

dan dianut serta dijadikan sebagai suatu acuan dasar individu dan

masyarakat dalam men entukan sesuatu yang dipandang baik,

benar, bernilai maupun berharga. Nilai merupakan bagian dari

(33)

atau alternatif serta mengarahkan pada tingkah laku dan kepuasan

dalam kehidupan sehari-hari. Nilai juga dapat mewarnai

kepribadian kelompok atau bangsa.

Sedangkan nilai-nilai pendidikan akhlak adalah usaha dan

kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dengan menyampaikan

ajaran agama, memberi contoh, melatih keterampilan, memberi

motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung

pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim, agar anak

mempunyai akhlak mulia baik akhlak terhadap Allah, Rasulullah

SAW, orang tua, dan akhlak mulia dalam perkataan, perbuatan, dan

sikap.

2. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga

Pendidikan akhlak menurut UU No. 20 tahun 2003 adalah

usaha sadar dan terencan untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara. Pendidikan secara sederhana diartikan sebagai usaha manusia

untuk membina kepribadian sesuai dengan nilai-nilai di dalam

masyarakat dan kebudayaan (Hasbullah, 2009: 11).

Sesungguhnya pendidikan akhlak menjadi hal yang sangat

(34)

menjadikan rujukan terpenting bagi seorang muslim, rumah tangga

Islami, masyarakat Islami, dan umat manusia seluruhnya. Akhlak

adalah buahnya Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan

umat manusia, dan akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis

dan elok. Tanpa akhlak yang merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan

sosial bagi individu dan masyarakatnya, maka kehidupan manusia

tidak berbeda dengan kehidupan hewan.

Pendidikan akhlak dalam Islam yang terangkum dalam

berpegang atas kebajikan dan kebaikan dan menjauhkan diri dari

kejelekan dan kemungkaran sangat terkait dengan tujuan utama

pendidikan Islam yaitu taqwa kepada Allah, takut kepada-Nya,

beribadah dalam makna yang luas. Pendidikan akhlak dalam Islam

pertama kali menegaskan pentingnya niat yang ikhlas karena Allah

semata, agar akhlak itu senantiasa orisinil tidak dibuat-buat, yang

berubah dikarenakan perubahan jabatan, lingkungan, waktu, tempat,

dan seseorang yang kita ajak bergaul (Hafidz dan Kastolani, 2009:

107-111).

Achmad Mubarok dalam (Baiquni, 2016: 138) mengemukakan

bahwa pendidikan akhlak adalah berbicara megenai perilaku baik dan

buruk manusia, serta bagaimana membetuk perilaku baik menjadi

sebuah karakter. Sealin itu juga berbicara tentang bagaimana manusia

(35)

Dalam Islam ruang lingkup pendidikan akhlak adalah akhlak

seorang hamba kepada Allah SWT, akhlak seseorang kepada

tetangganya, akhlak seseorang kepada tamunya, akhlak seseorang

kepada orang yang lebih tua dan lebih muda, akhlak seseorang kepada

keluarganya, dan lain sebagainya.

Dalam keluarga, orang tua memiliki kewajiban memberikan

pendidikan akhlak kepada anak-anaknya. Orang tua bertanggung

jawab memperkenalkan anaknya bagaimana cara berperilaku yang

baik. Anak yang sejak dini sudah dididik dengan ilmu akhlak, maka ia

akan tumbuh menjadi orang yang berkarakter, selalu memiliki pikiran

positif, dan berkelakuan baik. Orang tua harus memiliki dasar

pengetahuan yang baik agar mampu mengarahkan dan memimbing

anak. Sebab, tidaklah mungkin apabila orang tua mampu mengajarkan

akhlak yang baik kepada anak apabila mereka belum atau tidak

memiliki konsep dasar tentang konsep akhlak pengetahuan yang baik.

a. Pentingnya Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga

Keluarga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:

535) terdiri dari ibu dan bapak beserta anak-anaknya; seisi rumah

yang menjadi tanggungan. Keluarga merupakan unit terkecil

masyarakat yang anggotanya terdiri dari seorang laki-laki yang

berstatus sebagai suami dan seorang perempuan yang berstatus

sebagai isteri. Keluarga pokok tersebut menjadi keluarga inti jika

(36)

keluarga besar, yang anggotanya bukan cuma ayah, ibu, dan

anak-anak, tetapi juga bersama anggota keluarga lain, semisal kakek,

nenek, dan sanak keluarga lainnya.

Keluarga dalam konsep Islam adalah kesatuan hubungan

antara seorang laki-laki dan perempuan yang dilakukan dengan

melalui akad nikah menurut ajaran Islam. Dengan kata lain, ikatan

apapun antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang

tidak dilakukan dengan melalui akad nikah secara Islam, tidak

diakui sebagai suatu keluarga (rumah tangga) Islam.

Dengan adanya ikatan akad nikah (pernikahan) diantara

laki-laki dengan perempuan, maka anak keteurunan yang

dihasilkan dari ikatan tersebut menjadi sah secara hukum agama

sebagi anak, dan terikat dengan norma-norma atau kaidah-kaidah

yang berkaitan dengan pernikahan dan kekeluargaan.

Agar menjadi keluarga yang diliputi rasa mencintai

(mawaddah) dan kasih sayang (rahmah), maka keluarga harus

diciptakan untuk memenuhi lima fondasi di lingkugan keluarga,

yaitu sebagai berikut:

1) Memiliki sikap ingin menguasai dan mengamalkan ilmu-ilmu

agama.

2) Yang lebih muda menghormati yang lebih tua.

(37)

4) Hemat (efisiensi dan efektif) dalam membelanjakan harta

(nafkah).

5) Mampu melihat segala kekurangan dan kesalahan diri dan

segera bertaubat (Musnawar dkk, 1992: 55-69).

Salah satu bagian dalam keluarga adalah anak. Anak

adalah amanah dari Allah SWT yang juga merupakan aset bangsa.

Untuk itu anak harus diasuh, dididik, dibina, dan dilatih agar kelak

menjadi anak yang shaleh, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berbudi pekerti luhur, beramal dan punya etika serta

menguasai ilmu pengetahuan daan tekhologi. Dengan kata lain

menguasai “iptek dan imtaq” yang berguna dan bermanfaat bagi

dirinya sendiri, bagi orang lain, bagi masyarakat dan bagi

bangsanya. Tanpa penguasaan iptek dan imtaq, hal tersebut dapat

dicapai apalagi kita akan menyonsong era globalisasi dengan

mengharapkan generasi kita yang akan datang akan mampu

bersaing dan memenangkan persaingan.

Bagi seorang anak, keluarga merupakan persekutuan

hidup pada lingkungan keluarga tempat dimana ia menjadi diri

pribadi. Keluarga juga merupakan wadah bagi anak dalam konteks

proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri

dalam fungsi sosialnya. Sudah jelas bahwa orang pertama dan

utama bertanggung jawab terhadap kebelangsugan hidup dan

(38)

Orang tua memiliki tanggung jawab atas pendidikan

anaknya, seperti kewajiban atas cinta kasih, moral anak, dan

tanggung jawab sosial yang merupakan bagian dari keluarga, yang

pada gilirannya merupakan bagian dari masyarakat, bangsa dan

juga negaranya (Syam dkk, 1981:17).

Sebagiamana dikemukakan terlebih dahulu bahwa

keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama

bagi seseorang, dengan orang tua sebagai kuncinya dalam hal ini

Al-Qur’an secara tegas mengungkapkan tentang perananan orang

tua untuk mendidik anak-anaknya, seperti yang dinyatakan dalam

Surat At-Tahrim ayat 6, yaitu:



Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Pendidikan dalam keluarga terutama berperan dalam

(39)

pendidikan sekolah adalah perluasan pendidikan dalam keluarga.

Pendidikan akhlak mempunyai arti sebagai proses sosial dan

enkulturasi secara berkelanjutan dengan tujuan untuk

mengantarkan anak agar menjadi manusia beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, tangguh,

mandiri, inovatif, kreatif, beretos kerja, setia kawan, peduli

lingkungan, dan banyak lagi seperti yang tretera dlam pendidikan

Nasional pada GBHN maupun Undang-Undang Sistim Pendidikan

Nasional (Hasbullah, 2009: 184-185).

Sementara itu yang berkenaan dengan keluarga

menyediakan situasi belajar, bayi sangatlah bergantung pada orang

tua baik keadaan jasmani maupun kemampuan intelektual, sosial,

dan moral. Anak belajar dan meniru apa yang dilakukan orang

tuanya. Seperti cara orang tua melatih anak untuk mengurus diri

(seperti cara makan, buang air, berbicara, berjalan, dan berdoa)

sangat membekas dalam diri anak sebagai perkembangan dirinya

sebagai pribadinya. Sikap orang tua sangat memengaruhi

perkembangan anak. Sikap menerima atau menolak, sikap kasih

sayang atau acuh tak acuh, sikap sabar atau tergesa-gesa, sikap

melindungi atau membiarkan secara langsung memengaruhi reaksi

emosional anak.

Tanggung jawab pendidikan yang perlu dibina oleh orang

(40)

1) Memelihara dan membesarkan anak.

2) Melindungi dan menjamin kesehatannya baik jasmani atau

rohninya.

3) Mendidik dengan berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan

yang berguna bagi masa depannya serta berakhlak mulia.

4) Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan

memberinya pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah

SWT sebagai tujuan akhir hidup muslim.

b. Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga

Keberhasilan pendidikan akhlak seseorang dipengaruhi oleh

berbagai faktor, baik faktor internal atau faktor eksternal.

1) Faktor Internal

a) Kecerdasan, yaitu kemampuan untuk memahami dan

menghadapi situasi dan kondisi sekitar dengan cepat atau

sering disebut dengan kata “pintar”.

b) Bakat, yaitu potensi atau kemampuan terpendam yang

sangat menonjol dari bidang tertentu.

c) Minat, yaitu dorongan untuk mencurahkan daya

kemampuan pengamatan (observasi) dengan panca idera

terhadap sesuatu.

d) Keadaan mental (psikis), yaitu keadaan senang, sedih,

gembira, duka, gelisah, frustasi, emosi dan sebagainya.

(41)

2) Faktor Eksternal

a) Bahan/materi yang dipelajari, yaitu faktor mudah sulitnya

bahan/materi tersebut untuk dipelajari seseorang.

b) Situasi dan kondisi lingkungan fisik, yaitu tempat untuk

melakukan pembelajaran baik atau tidak.

c) Situasi dan kondisi lingkungan sosial, yaitu tempat

melakukan pembelajaran kondusif atau tidak.

d) Sistem pendidikan, yaitu bagaimana proses pendidikan

tersebut akan berlangsung (Musnawar dkk, 1992: 89-91).

c. Faktor Penghambat Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga

Dalam mendidik anak terdapat faktor yang menghambat

proses pelaksanaan pendidikan, antara lain sebgai berikut:

1) Faktor Internal

Yaitu berasal dari dalam pribadi anak yang berupa malas

untuk belajar, keinginan untuk bermain berlebihan, sikap

melawan, gangguan kesehatan, dan lain-lain.

2) Faktor Eksternal

Yaitu berasal dari luar diri anak seperti, perilaku orang

tua yang berlaku keras, terlalu otoriter, terlalu memanjakan,

terlalu khawatir, terlalu lemah, terlalu egois, terlalu pesimistis,

terlalu banyak aturan dan permintaan, hubungan kurang

harmonis dengan anak, dan keadaan ekonomi keluarga yang

(42)

Selain adanya kendala yang dapat menghambat proses

mendidik anak, juga terdapat dampak negatif kegagalan dalam

melaksanakan pendidikan akhlak, diantaranya yaitu:

a) Anak akan tumbuh dan berkembang tanpa terkendali, tidak

terarah sesuai dengan norma-norma pendidikan, susila, dan

agama.

b) Menjadi beban yang tidak ringan bagi keluarga, masyarakat,

dan negara.

c) Menjadi ancaman dan gangguan terhadap integritas,

persatuan, dan kesatuan bangsa, serta keamanan dan

kenyamanan lingkungan (Syafei, 2002: 90).

d. Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga

Semua orang tua mungkin menyadari bahwa tidak mudah

mendidik anak terutama dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan

akhlak pada anak. Perlu kesabaran, kesungguhan, perjuangan, dan

pengorbanan yang besar. Oleh karena itu orang tua perlu metode

mendidik anak yang baik. Berikut adalah metode yang digunakan

para orang shalih dalam mendidik serta menanamkan nilai-nilai

pendidikan akhlak pada anak:

1) Mendidik sebagaimana nabi Ibrahim as. yaitu sebagai berikut:

a) Mencari dan membentuk perilaku yang baik dari lingkungan

yaitu baitullah.

(43)

c) Melakukan hal yang disenangi orang-orang pada umumnya,

seperti berlaku lemah-lembut, penuh hormat, pandai

berterimakasih, dan sebagainya.

d) Semangat dan mandiri dalam memperoleh rezeki Allah.

artinya diberikan bekal keterampilan yang akan

mendatangkan rezeki Allah.

e) Selalu memperkuat keimanan, sehingga akan benar-benar

merasa bahwa hidupnya selalu diawasi oleh Allah.

f) Mau memperhatikan dan menghargai orang-orang yang

berjasa dan peduli terhadap mereka yang beriman.

2) Mendidik sebagaimana Rasulullah saw. yaitu:

a) Ketika anak baru lahir, Islam mengajarkan untuk

mengadzaninya.

b) Mengadakan aqiqah.

c) Memberikan nama yang terbaik.

d) Menumbuhkembangkan kepribadian anak dengan cara

menghormatinya.

3) Mendidik sebagaimana Imam Syafi’i adalah dengan

memberikan anak ilmu yang bermanfaat, yaitu:

a) Ilmu adalah sesuatu yang sangat penting dan dibutuhkan

seseorang agar dirinya menjadi lebih baik, dan bertakwa.

b) Ilmu utama yang dipelajari adalah ilmu Al-Qur’an, hadis,

(44)

c) Menuntut ilmu dengan kesungguhan, kesabaran, konsisten,

keuletan.

d) Orang tua mengetahui berbagai metode dalam memberikan

nasihat dan memberikan pendidikan yang baik bagi anak.

B. Pendidikan Akhlak di Lingkungan PSK 1. Lingkungan

a. Pengertian Lingkungan

Menurut Hasbullah lingkungan mencakup:

1) Tempat (lingkungan fisik), keadaan iklim, keadaan tanah, dan

keadaan alam.

2) Kebudayaan (lingkungan budaya) dengan warisan budaya

tertentu seperti bahasa, seni, ekonomi, ilmu, pengetahuan,

pandangan hidup, dan pandangan keagamaan.

3) Kelompok hidup bersama (kelompok sosial atau masyarakat),

keluarga, dan kelompok bermain.

Lingkungan memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap

anak. Perbedaan pengaruh tersebut tergantung jenis lingkungan

tempat anak terlibat di dalamnya. Hal ini karena masing-masing

jenis lingkungan memiliki situasi sosial yang berbeda-beda. Situasi

sosial yang dimaksud meliputi faktor perencanaan, sarana, dan

sistem pada masing-masing jenis lingkungan. Intensitas pengaruh

(45)

menyerap rangsangan yang diberikan lingkungannya dan sejauh

mana lingkungan mampu memahami dan memberikan fasilitas

terhadap kebutuhan khususnya pendidikan akhlak anak (Suwarno,

2006: 39).

b. Ragam Bentuk Lingkungan

Manusia sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh

dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah,

dan masyarakat yang disebut sebagai “Tri Pusat Pendidikan”

(Langgulung, 1995: 40).

1) Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama

dan utama. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat

terhadap perkembangan kepribadian anak, karena sebagian besar

kehidupan anak berada di tengah-tengah keluarganya. Untuk

mengoptimalkan kemampuan kepribadian anak, orang tua harus

menumbuhkan suasana edukatif di lingkungan keluarganya sedini

mungkin, suasana yang mampu menciptakan pola hidup dan tata

pergaulan dalam kleuarga dengan baik sejak anak dalam

kandungan. Pentingnya pendidikan anak dalam keluarga sehingga

orang tua menyadari tanggung jawabnya terhadap anak, yaitu:

a) Memelihara dan membesarkannya.

b) Melindungi dan menjamin kesehatannya.

(46)

d) Membahagiakan kehidupan anak (Suwarno, 2006: 40-41).

2) Lingkungan Sekolah

Diantara pusat pendidikan, sekolah merupakan sarana

yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan.

Seperti telah ditemukan bahwa karena kemajuan zaman, keluarga

tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi

generasi muda terhadp iptek. Semakin maju suatu masyarakat

semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi

muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat.

tanggunga jawab sekolah dalam proses pendidikan adalah:

a) Tanggung jawab formal.

b) Tanggung jawab keilmuan.

c) Tanggung jawab fungsional (Suwarno, 2006: 42-43).

3) Lingkungan Masyarakat

Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga

setelah pendidikan di lingkungan keluarga dan pendidikan di

lingkungan sekolah. Bila dilihat runag lingkup masyarakat,

banyak dijumpai keanekaragaan bentuk dan sifat masyarakat.

Tanggung jawab masyarakat terhadap penddikan

sebenarnya masih belum jelas, tidak sejelas tanggung jawab di

lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Hal ini disebbakan

faktor waktu, hubungan, sifat dan isi pergaulan yang terjadi di

(47)

pada waktu-waktu tertentu, sifat pergaulannya bebas, dan isinya

sangat kompleks dan beraneka ragam.

Masyarakat adalah pendidikan tersier yang merupakan

pendidikan terakhir yang bersifat permanen dengan

pendidikannya secara sosial, kebudayaan adat istiadat dan kondisi

masyarakat setempat sebagai lingkungan material.

Lembaga-lembaga pendidikan dalam masyarakat meliputi: masjid, suaru,

mushola; madrasah, pondok pesantren; pengajian atau majlis

ta’lim, kursus-kursus; serta badan pembinaan rohani (Ihsan, 2013:

58-59).

2. PSK

a. Pengertian PSK

PSK adalah seseorang yang menjual jasanya untuk

melakukan hubungan seksual untuk uang. Di Indonesia disebut juga

dengan pelacur. Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk

memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini

dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat

Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang

menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai

sampah masyarakat. Istilah pelacur sering diperhalus dengan PSK ,

pekerja seks komersial, wanita tuna susila, istilah lain yang juga

(48)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) istilah pelacur

berkata dasar “lacur” yang berarti malang, celaka, gagal, sial, atau

tidak jadi. Kata lacur bahkan juga memiiki arti buruk laku. Pelacur

adalah orang yang berbuat lacur atau orang yang menjual diri

sebagai pelacur. Kata lain untuk menyebut pelacur adalah penjaja

daging mentah atau sundel yang bersinonim lonte mempunyai arti

perempuan jalang, liar akal, pelangar norma susila. Bahasa tersebut

sebenarnya adalah milik masyarakat dalam perkembangannya

sekarang istiah pelacur adalah pekerja seks komersial (PSK) atau

disebut juga dengan istilah PSK .

Di Indonesia istilah PSK berkembang menjadi wanita tuna

susila (WTS). Disebut demikian karena wanita tersebut dianggap

tidak menuruti aturan susila yang berlaku di masyarakat. Wanita

tersebut dianggap tidak memiliki adab dan sopan santun dalam

berhubungan seks. Secara etimologis, kata pelacur dalam bahasa

Indonesia memang lebih dimaknai sebagi wanita yang melacur,

padahal dalam praktik kedua jens kelamin ini sama-sama menjual

diri.

Secara legal pemerintah Indonesia mengeluarkan surat

Keputusan Menteri Sosial No. 23/HUK/96 yang menyebut pelacur

dengan istilah WTS. Pemerintah menggunaan kata WTS hanya

untuk memperhalus istilah pelacur. Pelacur juga sebagai pekerja,

(49)

atau pekerjaan lain. Oleh karena itu pemakaian istilah pekerja seks

mengindikasi secara tansparan adanya penerimaan bahwa menjadi

pelacur adalah menjadi seorang pekerja. Apabila pelacuran telah

diterima sebagai salah satu jenis pekerjaan, hal ini bertentangan

dengan norma budaya, susila, dan kelayakan, bahkan agama dan

bangsa Indonesia.

Kapur (1978), Kumar (1978), Mukhreji (1986), dan Truong

(1990) dalam (Koentjoro: 2004: 26-56) menemukan adanya

komponen yang dapat digunakan untuk mengembangkan definisi

pelacuran. Komponen utama tersebut adalah, bayaran,

perselingkuhan, dan ketidakacuhan emosional. Bayaran atas

pelayanan seks adalah elemen paling mendasar daalm definisi

pelacuran. Adapun motif perempuan memasuki dunia pelacuran

adalah sebagai berikut:

1) Motif Psikoanalisis

Grendwald (1970) menyatakan bahwa faktor kepribadian

mempengaruhi seseorang untuk memilih dunia pelacuran.

Ketidakbahagiaan akibat pola hidup, pemenuhan kebutuhan untuk

membuktikan tubuh yang menarik melalui kontak seksual dengan

macam-macam pria, dan ssejarah perkembangan cenderung

mempengaruhi perempuan menjadi pelacur.

(50)

Motif ekonomi disini adalah uang. (Weisberg, 1985)

mengatakan bahwa terdapat dua pandangan yang melihat uang

sebagi faktor ekonomi yang ekstrem dan pelacuran yang

menyediakan standar hidup paling tinggi yang dapat dicapai.

3) Motivasi Situasional

(Weisberg, 1985) mengatakan bahwa motivasi situasional

termasuk di dalamnya penyalahgunaan kekuasaan orang tua,

penyalahgunaan fisik, merendahkan, dan buruknya hubungan

dengan orang tua.

b. Faktor Penyebab Seseorang Menjadi PSK

Banyak faktor yang menyebabkan sesorang terjerumus ke

dalam dunia kelam ini, seperti yang dikemukakan oleh Kartini

Kartono (2003):

1) Menghindarkan diri dari kesulitan hidup dan mendapatkan

kesenangan melalui “jalan pendek”. Kurang pengertian, kurang

pendidikan, dan buta huruf, sehinga menghalalkan pelacuran.

2) Ada nafsu-nafsu seks abnormal, tidak terintegrasi dalam

kepribadian, dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks,sehingga

tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu

pria/suami.

3) Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan; ada

(51)

hidupnya; khususnya untuk mendapatkan status sosial yang lebih

baik.

4) Aspirasi materiil yang tinggi pada didi wanita dan kesenangan

ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah.

Ingin hidup bermewah-mewahan namun malas bekerja.

5) Kompensasi terhadap perasaan-perasaan imferior, jadi ada

adjusment yang negatif, terutama sekali terjadi pada masa puber

dan adolesens. Ada keinginan untuk melebihi kakak, ibu sendiri,

teman puteri, tante-tante atau wanita-wanita mondain lainnya.

6) Rasa melit dan rasa ingin tahu anak-anak puber pada masalah

seks, yang kemudian tercebur dalam dunia kepelacuran oleh

bujukan-bujukan bandit-bandit seks (Kartini Kartono, 1989).

Jadi, faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terjerumus

kedalam dunia kelam adalah karena kemiskinan, pendapatan rendah,

pendidikan rendah, tidak memiliki keterampilan, dan pengangguran.

c. Pandangan Islam Tentang PSK

Islam adalah agama yang mengajarkan kebaikan bagi

segenap penganutnya. Allah menganjurkan kepada umat-Nya agar

senantiasa menjalankan perintah-Nya dan menjauhi semua

larangan-Nya. Allah SWT akan memberikan balasan surga terhadap

hamba-Nya yag senantiasa menjalankan perintah-hamba-Nya, dan neraka adalah

balasan bagi orang yang melanggar atau tidak menjauhi segala

(52)

Zina (free seks) jelas dilarang oleh agama, jangankan

melakukan zina mendekatkan diri untuk melakukan perbuatan zina

saja dilarang. Yang dimaksud dengan zina menurut Al-Jurjani adalah

memasukkan penis (zakar) ke dalam vagina (fajr) bukan miliknya

(bukan istrinya) dan tidak ada unsur syubhat (keserupaan atau

kekliruan). Zina dalam arti lain adalah menyetubuhi perempuan

tanpa melalui akad nikah yang diatur dalam agama. secara umum

zina bukan hanya di saat manusia melakukan hubungan seksual, tapi

segala aktifitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia

tarmasuk kategori zina.

Menurut syariat Islam bahwa perzinaan hukumnya adalah

haram, dan termasuk perbuatan yang hina dan merupakan penyakit

yang akan merusak keutuhan rumah tangga dan kehidupan

bermasyarakat, selain itu zina juga dikatakan sebagi perbuatan yang

keji dan menjijikkan. Ancaman Allah terhadap orang yang

melakukan perbuatan zina adalah sebagaimana dijelaskan dalam

Al-Quran Surat An-Nur ayat 2-3:

(53)



Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. 3. Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu

diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (Ridho,

2014: 21)

d. Reaksi Sosial Terhadap PSK

Kenyataan membuktikan, bahwa semakin ditekan

pelacuran, maka semakin luas penyebaran prostitusi tersebut

(Kartini-Kartono, 1989). Sikap reaktif dari masyarakat luas atau

reaksi sosialnya bergantung empat faktor:

1) Derajat penampakan atau fisibilitas tingkah laku, yaitu menyolok

tidaknya perilaku immoril para PSK .

2) Besarnya mendemolisir lingkungan sekitarnya.

3) Kronis tidaknya kompleks tersebut menjadi sumber penyakit

kotor Syphilis dan Gonorrhoe, dan penyebab terjadinya abortur

serta kematian bayi-bayi.

4) Pola kultural: adat istiadat, norma-norma susila dan agama yang

(54)

3. Lingkungan PSK dan Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga

Faktor yang menyebabkan seseorang menjadi PSK salah

satunya adalah kurangnya penidikan agama. Sedangkan agama

merupakan fondasi dalam berakhlak. Pada dasarnya anak tidak

mengeahui sesuatu yang baik dan buruk kecuali orang tua yang

membentuk mereka menjadi baik sesuai dengan tuntunan agama.

Dengan demikian anak mampu untuk mengetahui mana yang sesuai

dengan ajaran agama dan mana yang menyimpang ajaran agamanya.

Peranan kedua orang tua dalam pendidikan sangatlah besar

pengaruhnya dalam memotivasi pendidikan agama anak.

Tujuan utama keluarga bagi pendidikan anak adalah sebagai

peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan.

Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya

dan dari anggota keluarga yang lain (Hasbullah, 2009: 88).

Pengalaman pertama masa kanak-kanak dalam (Hasbullah,

2009: 39-44) adalah keluarga. Dalam keluarga anak mulai mengenal

hidupnya. Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman

pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi

anak. Keluarga merupakan pendidikan pertama bagi anak, maksudnya

adalah hubungan kedua orang tuanya yang menyebabkan anak berada

di dunia ini. Orang tua adalah orang dewasa, maka mereka bertanggung

(55)

eksistensinya sebagai pribadi, namun juga memberikan pendidikan

anak sebagai individu yang tumbuh dan berkembang.

Sedangkan utama maksudnya adalah bahwa orang tua

bertanggung jawab atas pendidikan anak. Hal itu memberikan

pengertian bahwa seorang anak dilahirkan dalam keadaan yang tidak

berdaya, dalam keadaan bergantung kepada orang lain, tidak mampu

berbuat apa-apa. Ia lahir dalam keadaan suci bagaikan lilin berwarna

putih. Seperti hadis yang diriwayatkan Bukhari, bahwasannya

Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan

suci, maka orang tuanyalah yang dapat menjadikannya Yahudi,

Nasrani, atau Majusi.” Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa

kehidupan seorang anak pada saat itu sangat bergantung pada orang tua.

Oleh karena itu orang tua berkewajiban memberikan pendidikan pada

anaknya dan yang paling utama dimana hubungan orang tua dengan

anaknya bersifat alami dan kodrati.

Keluarga menjamin kehidupan emosional anak. Suasana dalam

keluarga selalu diliputi rasa cinta dan simpati yang sewajarnya, suasan

aman dan tentram, suasana percaya mempercayai. Untuk itulah melalui

pendidikan keluarga kehidupan emosional atau rasa kasih syang dapat

berkembang dengan baik karena didasari rasa cinta kasih sayang murni.

Dalam keluarga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral

(56)

sebagi keteladanna yang diicontoh anak. Dalam hal ini Ki Hajar

Dewantara menyatakan bahwa:

“Rasa cinta, rasa bersatu dan lain-lain perasan dan keadaan jiwa yang pada umumnya yang sangat berfaedah untuk berlangsungnya pendidikan budi pekerti, terdapatlah di dalam hidup keluarga dlam sifat yang kuat dan murni sehingga tak dpat pusat pendidikan lainnya

menyamainya”.

Segala nilai yang dikenal anak akan melekat pada orang-orang yang

disenangi dan dikaguminya, inilah salah satu proses yang ditmpuh anak

dalam mengenal nilai. Pendidikan dalam keluarga penanaman

benih-benih kesadaran sosial pada anak-anak dapat dipupuk sedini mungkin,

melalui kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong-menolong, gotong

royong, menolong saudara/tetangga, bersama-sama menjaga ketertiban,

kedamaian, kebersihan daan keserasian dalam segala hal.

Pendidikan dalam keluarga juga sebagai peletakan dasar-dasar

keagamaan. Dalam menentukan dan menanamkan dasar-dasar moral

anak juga tidak kalah penting dengan penanman nilai-nilai keagamaan

dalam pribadi anak. Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik

untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama. Anak-anak dibiasakan

ikut ke masjid bersama-sama untuk beribadah dan kegiatan ini sangat

besar pengaruhnya bagi anak. Maka setelah dewasa mereka akan sangat

(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Menurut

Bogdan dan Taylor (1975: 5) metodologi kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2009:

4). Metode penelitian kualitatif sering pula disebut dengan metode

naturalistis, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah dan

tanpa adanya rekayasa, manipulasi dan sebagainya. Disebut metode

penelitian naturalistik karena objek penelitiannya adalah suatu yang

bersifat alamiah dan berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh

peneliti, dan kehadiran peneliti tidak begitu memengaruhi dinamika pada

objek tersebut (Nata, 2010: 351). Dalam mendeskripsikan lebih jauh

terkait Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Anak Di

Lingkungan Pekerja PSK di Bandungan Kabupaten Semarang.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bandungan, Kecamatan

Gambar

Tabel 2.1 Daftar Informan

Referensi

Dokumen terkait

Fenomena kenaikan jumlah penumpang pesawat pada periode mendatang dapat dianalisis mengguna-kan disiplin ilmu statistika, yaitu dengan analisis deret waktu yaitu dengan

Bahwa perbuatan Tergugat V dan Tergugat VI dan terus melakukan kegiatan diatas tanah milik Penggugat adalah suatu perbuatan melawan hukum atas hak orang lain yang menimbulkan

DAF"TAR RINCIAN NILAI PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA KE DALAM MODAL SAHAM PERSEROAN TERBATAS (PT). PERKEBUNAN SUMATERA UTARA YANG

–   Dalam bilik hotel. 2)Aurat wanita bersama suami/mahram ketika dalam ihram. 3)Aurat wanita bersama lelaki ajnabi. PERMASALAHAN

Bahan dan peralatan yang digunakan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bahan dan peralatan yang akan digunakan pada proses pembuatan katalis serta uji aktivitas.. III.1.1.2

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan persamaan Laplace dan metode random walk untuk menentukan distribusi suhu dalam keadaan jenuh pada sebuah plat, serta

HUBUNGAN ANTARA PELATIHAN DENGAN KINERJA PADA GURU SMK ISLAM PB SOEDIRMAN 2 DI JAKARTA.. RIZKI WULANDARI

Dalam masalah ini penulis menggunakan suatu metode sebagai bahan pertimbangan untuk mengurangi pemborosan biaya persediaan ini yaitu metode Material Requirement Planning (MRP),