PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
PADA ANAK DI LINGKUNGAN PSK (PEKERJA SEKS KOMESIAL) (Studi Kasus di Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2017)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
SITI LAILATUL MUNAWAROH NIM : 111-13-067
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
Rasimin, M.Pd. Dosen IAIN Salatiga Nota Pembimbing Lamp. : 4 eksemplar Hal : Naskah skripsi
Saudari Siti Lailatul Munawaroh
Kepada :
Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga Di Tempat
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudari :
Nama : Siti Lailatul Munawaroh
NIM : 111-13-067
Fakultas/Jurusan : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan/Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul : Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Anak Di Lingkungan PSK (Pekerja Seks Komersial) (Studi Kasus di Kelurahan Bandungan, Kabupaten Semarang Tahun 2017)
Dengan ini kami mohon skripsi saudari tersebut di atas supaya segera dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamualaikum, Wr. Wb.
Salatiga, 14 September 2017 Pembimbing
Rasimin, M.Pd.
MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO
“Doa
serta
usaha”
“
Doa itu senjata dan kekuatan bagi orang beriman
”
PERSEMBAHAN Skripsi ini ku persembahkan untuk :
Orang tuaku tercinta bapak Suroto, ibu Siti Maemonah yang telah mengasuh,
membesarkan dan mendidikku dengan penuh kerelaan dan pengorbanan baik
secara lahir maupun batin dengan iringan do’a restunya.
Seluruh keluarga besar saya, terima kasih atas dorongan, motivasinya, serta
do’anya yang telah memperlancar saya dalam menyelesaikan tanggung jawab ini.
Kepada bapak Rasimin, M.Pd. selaku pembimbing dan sekaligus sebagai
motivator serta pengarah sampai selesainya penulisan skripsi ini.
Kawan-kawan seperjuangan angakatan 2013 terlebih khusus kelas PAI.B yang
telah memberikan motivasi, inspirasi dan semangat belajar.
Kepada keluargaku di kos yang selalu memberikan semangat kepadaku.
Kepada Rifka, dan semua Sahabat Karibku yang selalu memberikan motivasi
dan membantu wira-wiri sehingga terselesaikan tugas ini.
Kepada Iswan tercinta yang senantiasa memberikanku semangat.
Kepada adikku tersayang Ilma yang memberikan keceriaannya untukku. Kepada keluarga besar perpustakaan di Salatiga.
Kepada Lurah Bandungan dan warga Bandungan yang berpartisipasi dalam
penyelesaian skripsi ini.
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya.
Sholawat dan salam tercurah kepada khotamul anbiya Muhammad SAW, beserta
keluarga dan sahabatnya.
Penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan juga
arahan serta saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan. Oleh karna itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Suwardi, M.Pd selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.
3. Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI FTIK IAIN Salatiga.
4. Rasimin, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan secara tulus,
ikhlas, dan sabar meluangkan waktu serta mencurahkan pikiran dan
tenaganya, memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna sejak
awal proses penyusunan dan penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Dr. Miftahuddin, M.Ag. selaku pembimbing akademik.
6. Seluruh Dosen Fakultas tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan pendidikan
Agama Islam yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan kepada
penulis dan pelayanan hingga studi ini dapat selesai
7. Keluarga, saudara, sahabat semua yang telah memberikan dukungan dalam
8. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini.
Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta
mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Penulis sadar bahwa dalam penulisan
ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan memberikan
sumbangan bagi pengetahuan dalam dunia pendidikan.
Salatiga, 14 September 2017
Penulis,
Siti Lailatul Munawaroh
ABSTRAK
Munawaroh, Siti Lailatul. 2017. Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Anak Di Lingkungan PSK (Pekerja Seks Komersial) (Studi Kasus di Bandungan, Kabupaten Semarang Tahun 2017). Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Rasimin, M.Pd. Kata Kunci : Pendidikan Akhlak, PSK
Pendidikan agama dalam membina akhlak anak sebagai bagian dari lingkungan PSK tentunya tidak mudah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam bagaimana pendidikan akhlak pada anak di lingkungan PSK?. Bagaimana penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga PSK?. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga PSK di Bandungan Kabupaten Semarang.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data dan penelitian ini meliputi sumber primer dan sumber sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh dengan teknik perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi, dan pengecekan anggota. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara reduksi data, penyajian data, dan verifikasi.
DAFTAR ISI
SAMPUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR……… ... vi
ABSTRAK……… ... viii
DAFTAR ISI……… ... ix
DAFTAR LAMPIRAN……… ... xi
BAB I PENDAHULUAN ……… ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Kegunaan Penelitian ... 6
E. Kajian Penelitian Terdahulu ... 7
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II LANDASAN TEORI ……… ... 12
A. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak ... 12
1. Pendidikan Akhlak ... 12
2. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga ... 21
B. Pendidikan Akhlak di Lingkungan PSK ... 32
2. PSK ... 35
3. Lingkungan PSK dan Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga ... 42
BAB III METODE PENELITIAN ……… 45
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ………... 45
B. Lokasi Penelitian ... 45
C. Sumber Data ... 46
D. Prosedur Pengumpulan Data ... 47
E. Analisis Data ... 48
F. Pengecekan Keabsahan Data ... 49
G. Tahap-Tahap Penelitian ... 50
BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS ... 51
A. Paparan Data ... 51
B. Temuan Penelitian ... 53
C. Pembahasan ... 64
BAB V PENUTUP ... 71
A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Surat Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 3 Surat Keterangan Melakukan Penelitian
Lampiran 4 Surat Rekomendasi Penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Semarang
Lampiran 4 Surat Pengajuan Pembimbing
Lampiran 5 Lembar Konsultasi Skripsi
Lampiran 6 Pedoman Wawancara
Lampiran 7 Dokumentasi Foto Penelitian
Lampiran 8 Laporan SKK
Lampiran 9 Stuktur Organisasi Kecamatan Bandungan
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia.
Tujuan pendidikan yaitu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara (Saebani, 2010: 36).
Pendidikan yaitu upaya untuk mengembangkan ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Muara ranah kognitif adalah tumbuh dan
berkembangnya kecerdasan dan kemampuan intelektual akademik, ranah
afektif bermuara pada terbentuknya karakter kepribadian, dan ranah
psikomotorik akan bermuara pada keterampilan vokasional dan perilaku
(Damayanti, 2014: 9).
Jadi, pendidikan merupakan usaha dan kegiatan yang berproses
dengan tujuan yang bertingkat. Pendidikan akan menghasilkan manusia
yang berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat serta senang dan gemar
mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya, dan dapat mengambil
Manusia tanpa pendidikan maka tidak akan menjadi manusia yang
sebenarnya, yaitu manusia yang utuh dengan segala fungsinya, secara fisik
maupun psikisnya. Dengan pendidikan semua aspek yang ada dalam diri
manusia akan tercapai, aspek tersebut meliputi aspek fisikal dan spiritual.
Pendidikan telah terbukti menjadi tonggak dalam kehidupan manusia,
apalagi di era globalisasi ini manusia dituntut untuk selalu belajar agar
dapat eksis dan bertahan membaur dalam masyarakat. Melihat banyaknya
peranan pendidikan di antaranya seperti yang telah dipaparkan di atas,
maka pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan.
Nilai-nilai Islam ditumbuhkembangkan dalam diri pribadi manusia
melalui proses transformasi kependidikan. Proses kependidikan yang
mentransformasikan (mengubah) nilai tersebut selalu berorientasi pada
kekuasaan Allah dan Iradah-Nya yang menentukan keberhasilannya.
Fokus dalam pendidikan Islam adalah akhlak. Masalah akhlak adalah suatu
masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam
masyarakat yang telah maju maupun dalam masyarakat yang masih
belakang (Basri dan Saebani, 2010: 20-22).
Lingkungan tempat tinggal bagi setiap orang dimanapun dia
berada, merupakan suatu dasar yang signifikan dalam pembentukan akhlak
orang yang berada di sekitarnya, khususnya dalam keluarga dan umumnya
masyarakat sekelilingnya. Terlebih pengaruh itu akan lebih besar
dengan perkembangan dan dinamikanya saat itu, mereka sedang mencari
jati diri dan pengakuan atas eksistensinya.
Berbagai upaya untuk membangun dan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia di dalam lingkungan masyarakat pada umumnya,
saat ini telah dilaksanakan oleh berbagai lembaga, melalui berbagai
program yang telah disiapkan, baik itu lembaga pemerintah maupun
swasta dan lembaga-lembaga sosial dengan sumber dana dari dalam dan
luar negeri, bahkan lembaga pendidikan, yang mana secara keseluruhan
tujuan utamanya adalah agar tercipta sebuah masyarakat madani yang
didukung oleh kemandirian melalui penyerapan program yang telah
disiapkan. Lingkungan pendidikan pertama adalah keluarga. Orang tua
menentukan pola pembinaan pertama bagi anak dengan sebaik-baiknya.
Memberikan pengetahuan jenis-jenis kebajikan dan keburukan serta dapat
memilah sekaligus mengamalkannya secara maksimal (Basri dan Saebani,
2010: 133).
Manusia memiliki hak asasi untuk memperoleh pendidikan
dimanapun dan kapanpun. Kunci utama untuk menjadikan pribadi anak
yang baik adalah pendidikan dalam keluarga. Sehingga orang tua disini
harus memiliki bekal yang cukup untuk memberikan karakter, akhlak,
moral, agama, dan pengetahuan dengan berbagai cara yang dilakukan.
Pada umumnya pendidikan dalam keluarga itu bukan dari sesuatu yang
telah direncanakan secara terstruktur dan bukan pula terlahir dari
strukturnya memberikan kemungkinan secara alami membangun situasi
pendidikan. Semua itu terwujud berkat pergaulan dan hubungan pengaruh
mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak. Orang tua,
baik ayah maupun ibu keduanya merupakan pendidik bagi anak.
Kependidikannya akan dinilai berhasil apabila keduanya tidak hanya
sekedar memberi nasihat, perintah, dan membuat berbagai peraturan, tetapi
juga dengan keteladanan tentang pendidikan karakter, akhlak, moral,
agama dan pengetahuan dari keduanya yang pantas dicontohkan kepada
anak.
Tidak dapat dipungkiri juga kegiatan pendidikan akhlak pada anak
dipengaruhi oleh unsur pergaulan dan unsur lingkungan, yang keduanya
tidak dapat dipisahkan namun dapat dibedakan. Dalam pergaulan tidak
selalu berlangsung pendidikan walaupun di dalamnya terdapat
faktor-faktor yang berdaya guna untuk mendidik. Pergaulan merupakan unsur
lingkungan yang turut serta mendidik seseorang.
Melihat dinamika kehidupan masyarakat dengan keanekaragaman
kepentingan mulai dari politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama serta
lainnya, mengakibatkan terjadinya berbagai fenomena yang sangat
beragam. Salah satu fenomena yang sangat menyentuh hati setiap orang
yang melihat dan tidak banyak orang yang mau menyediakan waktu dan
sarana/prasarana agar terjadi perubahan ke arah yang lebih positif, adalah
lingkungan PSK . Masalah yang banyak terjadi di Indonesia adalah PSK
dalam masyarakat tidak semua keinginan masyarakat dapat terpenuhi
seperti yang diharapkan. Masalah pendidikan yang selalu diperbincangkan
dapat kita lihat dalam pendidikan yang ada pada keluarga PSK .
Pendidikan, agama, dan akhlak merupakan pondasi utama agar
seseorang tidak terjerumus ke lembah nista. Dari permasalahan kehidupan
PSK salah satu yang menjadi perhatian adalah nasib dari anak-anak yang
tinggal di lingkungan tersebut. Hal penting dalam mendidik anak idealnya
adalah orang tua tersebut memiliki pengetahuan agama yang cukup
sebagaimana landasan yang kuat bagi perkembangan pendidikannya.
Bagaimana hasil dari pendidikan agama dalam membina akhlak anak
sebagai bagian dari lingkungan PSK ? Apakah orang tua yang tinggal di
lingkungan PSK mampu mendidik akhlak anaknya?
Berdasarkan dari latar belakang di atas, peneliti bermaksud untuk
melakukan penelitian tentang “Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak
Pada Anak Di Lingkungan PSK (Pekerja Seks Komersial) (Studi Kasus di
di Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2017)”.
B. Fokus Penelitian
1. Bagaimana pendidikan akhlak pada anak di lingkungan PSK di
Bandungan Kabupaten Semarang?
2. Bagaimana penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak di
3. Apa saja faktor pendukung dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan
akhlak pada anak di lingkungan PSK di Bandungan Kabupaten
Semarang?
4. Apa saja faktor penghambat dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan
akhlak pada anak di lingkungan PSK di Bandungan Kabupaten
Semarang?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pendidikan akhlak pada anak di lingkungan pekerja
PSK di Bandungan Kabupaten Semarang.
2. Untuk mengetahui upaya penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak
pada anak di lingkungan PSK di Bandungan Kabupaten Semarang.
3. Untuk mengetahui faktor pendukung dalam menanamkan nilai-nilai
pendidikan akhlak pada anak di lingkungan PSK di Bandungan
Kabupaten Semarang.
4. Untuk mengetahui faktor pendukung dalam menanamkan nilai-nilai
pendidikan akhlak pada anak di lingkungan pekerja PSK di
Bandungan Kabupaten Semarang.
D. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis
Manfaat teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu
penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga
PSK .
2. Secara Praktis
Tulisan ini dapat memberikan masukan kepada semua pihak
terkait yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai
penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak dalam keluarga di
lingkungan PSK . Serta menjadi sumbangan penelitian alternatif untuk
masyarakat mengenai gambaran penanaan nilai-nilai pendidikan
akhlak pada anak dalam keluarga PSK .
E. Kajian Penelitian Terdahulu
Siti Ivayatun (2012), menyimpulkan dalam skripsinya yang
berjudul “Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga Karyawan Panti Mandi Uap
Dan Anak Kost di Kelurahan Bandungan Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang Tahun 2012” bahwa keluarga pekerja seks komersial
memberikan pendidikan akhlak dalam keluarganya dengan menggunakan
metode keteladanan, pembiasaan diri dan pengalaman, nasihat, khiwar,
dan hukuman.
Radhiya Bustan, Emmalia Sutiasasmita, dan Hanifah Arief (2013)
menyatakan dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Islam
Terhadap Kecerdasan Spiritual Pada Remaja Yang Tinggal di Lingkungan
Pekerja Seks Komersial (PSK) Tanah Abang Jakarta Pusat”. Pendidikan
terhadap kecerdasan spiritual pada remaja santri yang tinggal di
lingkungan PSK, dengan hasil 45,3% merupakan variabel kecerdasan
spiritual.
A. M. Wibowo (2016), menyimpulkan dalam jurnalnya yang
berjudul “Madrasah Diniyah di Tengah Kampung PSK” berhasil
menemukan temuan yaitu Madrasah Diniyah Miftahul Hidayah di Desa X,
Kecamatan Bandar Kabupaten Batang”, merupakan sebuah lembaga
pendidikan keagamaan informal yang bertujuan untuk mengatisipasi
budaya perkawinan anak usia dini serta mencoba memutuskan jaringan
pelacuran sebagai akibat perkawinan usia dini.
Penelitian Nuhri (2011) tentang “Pelaksanaan Bimbingan Agama
Islam Pada Wanita Tuna Susila di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya
Pasar Rebo Jakarta” bahwa pelaksanaan bimbingan PSKW Mulya Jaya
dimulai dengan tahap identifikasi. Proses yang dilakukan meliputi:
penerimaan, masa penyesuaian, pengungkapan dan analisa masalah,
orientasi umum, dan penyembuhan fisik. Selanjutnya tahap rehabilitasi
meliputi rehabilitasi mental, spiritual, fisik, sosial, dan berbagai
keterampilan.
Penelitian Devy Tri Wahyuni (2015), tentang “Pendidikan
Karakter Melalui TPQ Miftahul Huda Pada Anak di Lingkungan
Lokalisasi Kampung Baru Desa Sukodadi Kecamatan Kabuh Kabupaten
Jombang”. Bahwa TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an) Miftahul Huda
dapat belajar agama dan akhlak yang baik meski berada di lingkungan
lokalisasi. Program pengembangan TPQ Miftahul Huda meliputi belajar
membaca Al-Qur’an, belajar kesenian Hadrah dan penanaman pendidikan
karakter.
Mardina Dyah Utami (2010), menyimpulkan dalam skripsinya
yang berjudul “Manajemen Konflik Pada Wanita Pekerja Seks Komersial
Yang Berkeluarga (Sebuah Studi Kualitatif dengan Pendekatan
Fenomenologis)” bahwa peneliti menemukan adanya satu karakteristik
yang menonjol, yaitu adanya kekosongan spiritual dalam diri subjek
penelitian.
Muhammad Yusuf (2015), menyimpulkan dalam skripsinya yang
berjudul “Motivasi Beribadah Mahdhah Pada Pekerja Seks Komersial
(Psk) Di Tegal Panas Desa Jati Jajar Kecamatan Bergas Kabupaten
Semarang Tahun 2015” bahwa motivasi beribadah pada PSK adalah: 1)
untuk bekal di akhirat 2) supaya bisa taubat dan lepas dari dunia prostitusi
3) untuk mencari ketenangan 5) untuk mengurangi dosa 6) untuk
memenuhi kewajiban sebagai manusia beragama 7) untuk mendapat
pahala dari Tuhan.
Sholekah Rinto Yuliana (2012), menyimpulkan dalam skripsinya
yang berjudul “Model Dakwah Bimbingan Untuk Pekerja Seks Komersial
(PSK) Di Gambilangu (GBL) Mangkang Oleh K.H. Ahmad Sirojudin”
bahwa pola bimbingan keagamaan yang telah dilakukan oleh K.H. Ahmad
seks dan masyarakat sekitar lokalisasi sebagai obyek merasa senang dan
menerima bimbingannya.
Dicky Dwi Ardiansyah (2017), menyimpulkan dalam skripsinya
yang berjudul “Pendidikan Akhlak Di Majelis Ta’lim Masyarakat Gunung
Kemukus Desa Pendem Kecammatan Sumber Lawang Kabupaten Sragen”
bahwa pelaksanaan pendidikan akhlak di Gunung Kemukus yaitu meliputi:
1) Kajian untuk Remaja dan bapak-bapak setiap hari Kamis jam 20.00
WIB. Diisi dengan yasinan, tahlilan, dan tausiyah tentang akhlak. 2)
Sekolah untuk ibu-ibu yang buta huruf dilaksanakan setiap hari Senin jam
13.00 WIB, sekolah ibu-ibu di isi dengan tausiyah, dan di isi materi Baca
Tulis Alquran (BTA), Ibadah, akidah akhlak, Hadits dan juga tafsir
Al-quran. Dalam sekolah ini dibimbing oleh petugas dari kabupaten.
Berangkat dari permasalahan di atas maka penulis ingin
melakukan penelitian tentang “Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak
Pada Anak Di Lingkungan Pekerja PSK (Studi Kasus di Bandungan
Kabupaten Semarang Tahun 2017)” dimana data hasil penelitian ini
diperoleh dari wawancara langsug oleh keluarga yang tinggal di
lingkungan PSK di Kelurahan Bandungan, Kecamatan Bandungan,
Kabupaten Semarang.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang skripsi ini, maka
Bab I, pada bab ini membahas tentang Latar Belakang Masalah,
Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kajian
Penelitian Terdahulu, dan Sistematika Penulisan.
Bab II, pada bab ini adalah membahas Landasan Teori tentang
Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga di Lingkungan PSK .
Bab III, pada bab ini membahas tentang Metode Penelitian yang
mencakup Pendekatan dan Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian, Sumber
Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan
Data, dan Tahap-Tahap Penelitian.
Bab IV, pada bab ini membahas tentang jawaban atas rumusan
masalah dan relevansi penanaman nilai-nilai pendidikan akhlak pada anak
dalam keluarga yag tinggal di lingkungan PSK .
Bab V, berisi Kesimpulan dan Saran, untuk dijadikan bahan
pertimbangan bagi yang membutuhkan, dan sebagai bahan masukan dalam
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak 1. Pendidikan Akhlak
a. Pengertian Pendidikan
Secara bahasa pendidikan berasal dari bahasa Arab
“tarbiyah” yang berarti pendidikan. Sedang secara istilah
pendidikan adalah usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh
pendidik dengan menyampaikan ajaran agama, memberi contoh,
melatih keterampilan, memberi motivasi dan menciptakan
lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan
pribadi muslim (Daradjat, 2011: 25-28).
Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 20 tahun 2003, Pasal 3 disebutkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang mertabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Hal ini bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
Tujuan tersebut merupakan rumusan kualitas manusia
Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.
Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Muara ranah kognitif adalah
tumbuh dan berkembangnya kecerdasan dan intelektual akademik,
ranah afektif bermuara pada terbentuknya karakter kepribadian, dan
ranah psikomotorik akan bermuara pada keterampilan vokasional
dan perilaku (Damayanti, 2014: 9).
Pendidikan Islam merupakan pendidikan ketuhanan, yang
menjadikan berbeda dengan pendidikan yang lain baik dari sisi
tujuan, karakter, kandungan, ciri-ciri, dan pengaruhnya dalam
kehidupan riil. Pendidikan Islam juga diidentikkan dengan
pendidikan akhlak yang menekankan perubahan sikap menuju yang
utama. Keberadaan pendidikan Islam sebagai pendidikan
ketuhanan, menjadikannya berjalan selaras dengan makna yang
luas, Islam sebagai agama dunia dan akhirat, agama yang
komperehensif mencakup seluruh maslah kehidupan, menyangkut
kebutuhan individu, masyarakat manusia seluruhnya (Hafidz dan
Kastolani, 2009: 33).
b. Pengertian Akhlak
Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa-jiwa
manusia, yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan
penelitian. Jika keadaan tersebut melahirkan perbuatan yang baik
dan terpuji menurut pandangan akal dan syara‟ (hukum Islam),
disebut akhlak yang baik. Jika perbuatan-perbuatan itu timbul tidak
baik, dinamakan akhlak buruk.
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam
yang dapat dilihat dalam berbagai sunnah qauliyah (sunnah dalam
bentuk perkataan) Rasulullah SAW, diantaranya adalah
“sesunggguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR.
Ahmad); ”mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang
paling baik akhlaknya” (HR. Tirmizi). Dan akhlak Nabi
Muhammad yang diutus menyempurnakan akhlak manusia itu,
disebut akhlak Islam atau akhlak Islami yang terdapat dalam wahyu
Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an yang menjadi sumber utama
agama dan ajaran Islam.
Suri teladan yang digambarkan Rasullah SAW selama
hidup beliau adalah merupakan contoh akhlak yang tercantum
dalam Al-Qur’an. Butir-butir akhlak yang baik yang disebut dalam
berbagai ayat yang tersebar dalam Al-Qur’an terdapat pula Hadis
yang memuat perkataan, tindakan, dan sikap diam Nabi
Muhammad selama kerasulan beliau 13 tahun di Makkah dan 10
tahun di Madinah. Menurut Aisyah yang banyak sekali
meriwayatkan sunnah Rasulullah, akhlak Nabi Muhammad adalah
c. Fungsi dan Peran Lembaga Pendidikan
Peranan lembaga pendidikan adalah membantu lingkungan
keluarga yang bertugas mendidik dan mengajar, memperbaiki dan
memperhalus tingkah laku anak yang dibawa dari keluarganya.
Sedangkan fungsi lembaga pendidikan itu sendiri adalah:
mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan
pengetahuan, spesialisi, efisiensi, sosialisasi, konservasi dan
transmisi kultural, serta transisi dari rumah ke masyarakat
(Hasbullah, 2009: 49-51).
d. Ruang Lingkup Pendidikan
Pertama adalah teori-teori dan konsep-konsep yang
diperlukan bagi perumusan desain pendidikan Islam dengan
berbagai aspeknya: visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar
mengajar, dan sebagainya.
Kedua, teori dan konsep yang diperlukan untuk praktik
pendidikan, yaitu memengaruhi peserta didik agar mengalami
perubahan, peningkatan dan kemajuan, baik dari segi wawasan,
keterampilan, mental spiritual, sikap, pola pikir, dan
kepribadiannya. Berbagai komponen ketrampilan terapan yang
diperlukan dalam praktik pendidikan, berupa praktik pedagogis,
didaktik, dan metodik didasarkan pada teori-teori dan
konsep-konsep yang terdapat dalam ilmu pendidikan Islam (Nata, 2010:
e. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk
tetap dan statis. Tapi ia merupakan suatu keseluruhan dari
kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek
kehidupannya (Daradjat, 2011: 29-33).
f. Pendidik
Pendidik ialah orang yang memikul pertanggung jawaban
untuk mendidik, yang disebut pendidik menurut Dwi Nugroho
Hidayanto dalam Hasbullah (2009: 17) adalah yang mempunyai
karakteristik:
1) Mempunyai individualitas yang utuh
2) Mempunyai sosialitas yang utuh
3) Mempunyai norma kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan
4) Bertindak sesuai dengan nilai dan norma itu atau bertanggung
jawab sendiri demi kebahagiaan dirinya dan kebahagiaan
masyarakat atau orang lain.
g. Anak Didik
Anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh
dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan
pendidikan. Dalam arti sempit anak didik adalah anak (pribadi
yang belum dewasa) yang diserahkan kepada tanggung jawab
h. Alat Pendidikan
Alat pendidikan adalah suatu tindakan atau situasi yang
sengaja diadakan untuk tercapainya suatu tujuan pendidikan yang
yang diinginkan.
i. Lingkungan Pendidikan
Lingkungan adalah kondisi dan alam dunia yang dengan
cara-cara tertentu dapat mempengaruhi tingkah laku sesorang.
Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan pendidikan meliputi
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
organisasi pemuda, yang ia sebutkan dengan Tri Pusat Pendidikan
(Hasbullah, 2009: 33).
j. Ruang Lingkup Akhlak
Banyak sekali butir-butir akhlak dalam Al-Qur’an dan Al
-Hadis yang tidak bisa diuraikan satu persatu. Dalam lingkup ini
dicantumkan beberapa saja sebagai contoh:
1) Akhlak Terhadap Tuhan
Mengetahui, memahami, dan meyakini bahwa Tuhanlah
yang menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya. Tuhan
pula yang menciptakan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Tuhan juga menciptakan makhluk gaib, seperti malaikat dan jin.
Jadi, Tuhan itu disebut Khaliq (Sang Pencipta) dan semua yang
Kewajiban manusia terhadap Allah diantaranya adalah:
Kewajiban diri kita terhadap Allah, dengan ibadah shalat, dzikir,
dan doa. Kewajiban keluarga kita terhadap Allah, adalah dengan
mendidik mereka, anak dan isteri agar dapat mengenal Allah
dan mampu berkomunikasi dan berdialog dengan Allah.
Adapun akhlak terhadap Allah diantaranya adalah
mencintai Allah melebihi apapun; melaksanakan segala perintah
dan laranganNya; mengharap keridhaanNya; bersyukur atas
nikmatNya; menerima dengan ikhlas atas semua yang Allah
berikan; memohon ampunan kepadaNya; bertaubat kepadaNya;
serta bertawakal kepadaNya.
2) Akhlak Terhadap Rasulullah
Mencintai Rasulullah secara tulus dengan menikuti
semua sunnahnya; mengidolakannya (suri tauladan);
menjalankan sunnnahnya dan menjauhi apa yang telah dilarang.
3) Akhlak Terhadap Orang Tua
Agar anak memiliki akhlak mulia kepada orang tuanya
adalah berakti kepada orang tua baik yang masih hidup maupun
yang sudah meninggal. Ketika masih hidup kita diwajibkan
mempertahankan dan membantu keperluan orang tua;
merawatnya ketika sedang sakit; perbuatan yang menyenangkan
hatinya, dan masih banyak lagi. Serta kepada orang tua yang
dan menguburkan jenazahnya sesuai dengan syariat Islam bagi
pemeluknya; mendoakannya; menyelesaikannya utang
piutangnya, memenuhi wasiatnya dalam kebaikan dan
kebenaran serta taat kepada Tuhan Yang Maha Esa;
menyambung tali silaturahmi dengan keluarga dan sahabat
orang tua; serta menziarahi makamnya. Sebagai anak juga
mempunyai kewajiban lain yaitu menjaga nama baik dan
mau/mampu memelihara/menjalankan amanah orang tua dengan
ikhlas dan bertanggung jawab.
4) Akhlak Mulia Dalam Perkataan, Perbuatan, dan Sikap
Orang yang berakhlak akan berkata yang baik dan
mengandung makna mulia; sopan; suaranya enak dan jelas;
hanya berkata hal yang berguna; dan senantiasa menjaga ucapan
dan perkataanya dalam pergaulan.
Dalam berperilaku selalu melakukan kewajiban,
memberi manfaat, memperoleh kebajikan, mencapai
kesejahteraan, dan untuk keselamatan; melakukan sesuatu yang
mengacu pada nilai-nilai agama, budaya, adat istiadat, dan
hukum yang berlaku; tidak mementingkan kepentingan pribadi;
berdisiplin dalam melakukan perbuatan.
Ketika bersikap senantiasa berpihak pada keadilan,
kebenaran, dan kebaikan; memiliki sikap yang mendorong
kerukunan, dan kebersamaan; bersikap ramah, sopan, dan rendah
hati; bersikap sabar dalam berbagai hal; serta memiliki sikap
simpatik, empati, dan tidak sombong (Syafei, 2006: 76-84).
k. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak
Nilai menurut Dick Hartoko dalam (Muin, 1996: 22) adalah
hakekat suatu hal yang menyebabkan hal itu pantas dikerjakan oleh
manusia. Nilai berkaitan erat dengan kebaikan yang ada dalam inti
suatu hal. Ada nilai yang dikejar sebagai sarana atau nilai medial,
ada pula nilai yang merupakan nilai final, yaitu yang dikejar karena
harga itu sendiri. Selanjutnya ada pula hirarki nilai, yaitu ada
perbedaan tingkat nilai antara lain misalnya nilai sosial, kesusialaan
dan agama. Juga ada nilai universal misalnya tentang hak asasi
manusia, dan nilai partikular yaitu tentang etiket dan adat setempat.
Ansari juga menyebutkan nilai-nilai yang Islami adalah
norma. Menurutnya dalam menetapkan subtansi nilai-nilai Islam
ada dua cara yaitu melalui kajian ilmiah tentang sikap dan tingkah
laku orang-orang muslim. Cara kedua merujuk kepada sumber
aslinya, yaitu Al-Qur’an dan Hadis (Muin, 1996: 22).
Jadi, nilai merupakan sesuatu yang diyakini kebenarannya
dan dianut serta dijadikan sebagai suatu acuan dasar individu dan
masyarakat dalam men entukan sesuatu yang dipandang baik,
benar, bernilai maupun berharga. Nilai merupakan bagian dari
atau alternatif serta mengarahkan pada tingkah laku dan kepuasan
dalam kehidupan sehari-hari. Nilai juga dapat mewarnai
kepribadian kelompok atau bangsa.
Sedangkan nilai-nilai pendidikan akhlak adalah usaha dan
kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dengan menyampaikan
ajaran agama, memberi contoh, melatih keterampilan, memberi
motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung
pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim, agar anak
mempunyai akhlak mulia baik akhlak terhadap Allah, Rasulullah
SAW, orang tua, dan akhlak mulia dalam perkataan, perbuatan, dan
sikap.
2. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
Pendidikan akhlak menurut UU No. 20 tahun 2003 adalah
usaha sadar dan terencan untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara. Pendidikan secara sederhana diartikan sebagai usaha manusia
untuk membina kepribadian sesuai dengan nilai-nilai di dalam
masyarakat dan kebudayaan (Hasbullah, 2009: 11).
Sesungguhnya pendidikan akhlak menjadi hal yang sangat
menjadikan rujukan terpenting bagi seorang muslim, rumah tangga
Islami, masyarakat Islami, dan umat manusia seluruhnya. Akhlak
adalah buahnya Islam yang diperuntukkan bagi seorang individu dan
umat manusia, dan akhlak menjadikan kehidupan ini menjadi manis
dan elok. Tanpa akhlak yang merupakan kaidah-kaidah kejiwaan dan
sosial bagi individu dan masyarakatnya, maka kehidupan manusia
tidak berbeda dengan kehidupan hewan.
Pendidikan akhlak dalam Islam yang terangkum dalam
berpegang atas kebajikan dan kebaikan dan menjauhkan diri dari
kejelekan dan kemungkaran sangat terkait dengan tujuan utama
pendidikan Islam yaitu taqwa kepada Allah, takut kepada-Nya,
beribadah dalam makna yang luas. Pendidikan akhlak dalam Islam
pertama kali menegaskan pentingnya niat yang ikhlas karena Allah
semata, agar akhlak itu senantiasa orisinil tidak dibuat-buat, yang
berubah dikarenakan perubahan jabatan, lingkungan, waktu, tempat,
dan seseorang yang kita ajak bergaul (Hafidz dan Kastolani, 2009:
107-111).
Achmad Mubarok dalam (Baiquni, 2016: 138) mengemukakan
bahwa pendidikan akhlak adalah berbicara megenai perilaku baik dan
buruk manusia, serta bagaimana membetuk perilaku baik menjadi
sebuah karakter. Sealin itu juga berbicara tentang bagaimana manusia
Dalam Islam ruang lingkup pendidikan akhlak adalah akhlak
seorang hamba kepada Allah SWT, akhlak seseorang kepada
tetangganya, akhlak seseorang kepada tamunya, akhlak seseorang
kepada orang yang lebih tua dan lebih muda, akhlak seseorang kepada
keluarganya, dan lain sebagainya.
Dalam keluarga, orang tua memiliki kewajiban memberikan
pendidikan akhlak kepada anak-anaknya. Orang tua bertanggung
jawab memperkenalkan anaknya bagaimana cara berperilaku yang
baik. Anak yang sejak dini sudah dididik dengan ilmu akhlak, maka ia
akan tumbuh menjadi orang yang berkarakter, selalu memiliki pikiran
positif, dan berkelakuan baik. Orang tua harus memiliki dasar
pengetahuan yang baik agar mampu mengarahkan dan memimbing
anak. Sebab, tidaklah mungkin apabila orang tua mampu mengajarkan
akhlak yang baik kepada anak apabila mereka belum atau tidak
memiliki konsep dasar tentang konsep akhlak pengetahuan yang baik.
a. Pentingnya Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
Keluarga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:
535) terdiri dari ibu dan bapak beserta anak-anaknya; seisi rumah
yang menjadi tanggungan. Keluarga merupakan unit terkecil
masyarakat yang anggotanya terdiri dari seorang laki-laki yang
berstatus sebagai suami dan seorang perempuan yang berstatus
sebagai isteri. Keluarga pokok tersebut menjadi keluarga inti jika
keluarga besar, yang anggotanya bukan cuma ayah, ibu, dan
anak-anak, tetapi juga bersama anggota keluarga lain, semisal kakek,
nenek, dan sanak keluarga lainnya.
Keluarga dalam konsep Islam adalah kesatuan hubungan
antara seorang laki-laki dan perempuan yang dilakukan dengan
melalui akad nikah menurut ajaran Islam. Dengan kata lain, ikatan
apapun antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang
tidak dilakukan dengan melalui akad nikah secara Islam, tidak
diakui sebagai suatu keluarga (rumah tangga) Islam.
Dengan adanya ikatan akad nikah (pernikahan) diantara
laki-laki dengan perempuan, maka anak keteurunan yang
dihasilkan dari ikatan tersebut menjadi sah secara hukum agama
sebagi anak, dan terikat dengan norma-norma atau kaidah-kaidah
yang berkaitan dengan pernikahan dan kekeluargaan.
Agar menjadi keluarga yang diliputi rasa mencintai
(mawaddah) dan kasih sayang (rahmah), maka keluarga harus
diciptakan untuk memenuhi lima fondasi di lingkugan keluarga,
yaitu sebagai berikut:
1) Memiliki sikap ingin menguasai dan mengamalkan ilmu-ilmu
agama.
2) Yang lebih muda menghormati yang lebih tua.
4) Hemat (efisiensi dan efektif) dalam membelanjakan harta
(nafkah).
5) Mampu melihat segala kekurangan dan kesalahan diri dan
segera bertaubat (Musnawar dkk, 1992: 55-69).
Salah satu bagian dalam keluarga adalah anak. Anak
adalah amanah dari Allah SWT yang juga merupakan aset bangsa.
Untuk itu anak harus diasuh, dididik, dibina, dan dilatih agar kelak
menjadi anak yang shaleh, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, beramal dan punya etika serta
menguasai ilmu pengetahuan daan tekhologi. Dengan kata lain
menguasai “iptek dan imtaq” yang berguna dan bermanfaat bagi
dirinya sendiri, bagi orang lain, bagi masyarakat dan bagi
bangsanya. Tanpa penguasaan iptek dan imtaq, hal tersebut dapat
dicapai apalagi kita akan menyonsong era globalisasi dengan
mengharapkan generasi kita yang akan datang akan mampu
bersaing dan memenangkan persaingan.
Bagi seorang anak, keluarga merupakan persekutuan
hidup pada lingkungan keluarga tempat dimana ia menjadi diri
pribadi. Keluarga juga merupakan wadah bagi anak dalam konteks
proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri
dalam fungsi sosialnya. Sudah jelas bahwa orang pertama dan
utama bertanggung jawab terhadap kebelangsugan hidup dan
Orang tua memiliki tanggung jawab atas pendidikan
anaknya, seperti kewajiban atas cinta kasih, moral anak, dan
tanggung jawab sosial yang merupakan bagian dari keluarga, yang
pada gilirannya merupakan bagian dari masyarakat, bangsa dan
juga negaranya (Syam dkk, 1981:17).
Sebagiamana dikemukakan terlebih dahulu bahwa
keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama
bagi seseorang, dengan orang tua sebagai kuncinya dalam hal ini
Al-Qur’an secara tegas mengungkapkan tentang perananan orang
tua untuk mendidik anak-anaknya, seperti yang dinyatakan dalam
Surat At-Tahrim ayat 6, yaitu:
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Pendidikan dalam keluarga terutama berperan dalam
pendidikan sekolah adalah perluasan pendidikan dalam keluarga.
Pendidikan akhlak mempunyai arti sebagai proses sosial dan
enkulturasi secara berkelanjutan dengan tujuan untuk
mengantarkan anak agar menjadi manusia beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, tangguh,
mandiri, inovatif, kreatif, beretos kerja, setia kawan, peduli
lingkungan, dan banyak lagi seperti yang tretera dlam pendidikan
Nasional pada GBHN maupun Undang-Undang Sistim Pendidikan
Nasional (Hasbullah, 2009: 184-185).
Sementara itu yang berkenaan dengan keluarga
menyediakan situasi belajar, bayi sangatlah bergantung pada orang
tua baik keadaan jasmani maupun kemampuan intelektual, sosial,
dan moral. Anak belajar dan meniru apa yang dilakukan orang
tuanya. Seperti cara orang tua melatih anak untuk mengurus diri
(seperti cara makan, buang air, berbicara, berjalan, dan berdoa)
sangat membekas dalam diri anak sebagai perkembangan dirinya
sebagai pribadinya. Sikap orang tua sangat memengaruhi
perkembangan anak. Sikap menerima atau menolak, sikap kasih
sayang atau acuh tak acuh, sikap sabar atau tergesa-gesa, sikap
melindungi atau membiarkan secara langsung memengaruhi reaksi
emosional anak.
Tanggung jawab pendidikan yang perlu dibina oleh orang
1) Memelihara dan membesarkan anak.
2) Melindungi dan menjamin kesehatannya baik jasmani atau
rohninya.
3) Mendidik dengan berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan
yang berguna bagi masa depannya serta berakhlak mulia.
4) Membahagiakan anak untuk dunia dan akhirat dengan
memberinya pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah
SWT sebagai tujuan akhir hidup muslim.
b. Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
Keberhasilan pendidikan akhlak seseorang dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik faktor internal atau faktor eksternal.
1) Faktor Internal
a) Kecerdasan, yaitu kemampuan untuk memahami dan
menghadapi situasi dan kondisi sekitar dengan cepat atau
sering disebut dengan kata “pintar”.
b) Bakat, yaitu potensi atau kemampuan terpendam yang
sangat menonjol dari bidang tertentu.
c) Minat, yaitu dorongan untuk mencurahkan daya
kemampuan pengamatan (observasi) dengan panca idera
terhadap sesuatu.
d) Keadaan mental (psikis), yaitu keadaan senang, sedih,
gembira, duka, gelisah, frustasi, emosi dan sebagainya.
2) Faktor Eksternal
a) Bahan/materi yang dipelajari, yaitu faktor mudah sulitnya
bahan/materi tersebut untuk dipelajari seseorang.
b) Situasi dan kondisi lingkungan fisik, yaitu tempat untuk
melakukan pembelajaran baik atau tidak.
c) Situasi dan kondisi lingkungan sosial, yaitu tempat
melakukan pembelajaran kondusif atau tidak.
d) Sistem pendidikan, yaitu bagaimana proses pendidikan
tersebut akan berlangsung (Musnawar dkk, 1992: 89-91).
c. Faktor Penghambat Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
Dalam mendidik anak terdapat faktor yang menghambat
proses pelaksanaan pendidikan, antara lain sebgai berikut:
1) Faktor Internal
Yaitu berasal dari dalam pribadi anak yang berupa malas
untuk belajar, keinginan untuk bermain berlebihan, sikap
melawan, gangguan kesehatan, dan lain-lain.
2) Faktor Eksternal
Yaitu berasal dari luar diri anak seperti, perilaku orang
tua yang berlaku keras, terlalu otoriter, terlalu memanjakan,
terlalu khawatir, terlalu lemah, terlalu egois, terlalu pesimistis,
terlalu banyak aturan dan permintaan, hubungan kurang
harmonis dengan anak, dan keadaan ekonomi keluarga yang
Selain adanya kendala yang dapat menghambat proses
mendidik anak, juga terdapat dampak negatif kegagalan dalam
melaksanakan pendidikan akhlak, diantaranya yaitu:
a) Anak akan tumbuh dan berkembang tanpa terkendali, tidak
terarah sesuai dengan norma-norma pendidikan, susila, dan
agama.
b) Menjadi beban yang tidak ringan bagi keluarga, masyarakat,
dan negara.
c) Menjadi ancaman dan gangguan terhadap integritas,
persatuan, dan kesatuan bangsa, serta keamanan dan
kenyamanan lingkungan (Syafei, 2002: 90).
d. Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
Semua orang tua mungkin menyadari bahwa tidak mudah
mendidik anak terutama dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan
akhlak pada anak. Perlu kesabaran, kesungguhan, perjuangan, dan
pengorbanan yang besar. Oleh karena itu orang tua perlu metode
mendidik anak yang baik. Berikut adalah metode yang digunakan
para orang shalih dalam mendidik serta menanamkan nilai-nilai
pendidikan akhlak pada anak:
1) Mendidik sebagaimana nabi Ibrahim as. yaitu sebagai berikut:
a) Mencari dan membentuk perilaku yang baik dari lingkungan
yaitu baitullah.
c) Melakukan hal yang disenangi orang-orang pada umumnya,
seperti berlaku lemah-lembut, penuh hormat, pandai
berterimakasih, dan sebagainya.
d) Semangat dan mandiri dalam memperoleh rezeki Allah.
artinya diberikan bekal keterampilan yang akan
mendatangkan rezeki Allah.
e) Selalu memperkuat keimanan, sehingga akan benar-benar
merasa bahwa hidupnya selalu diawasi oleh Allah.
f) Mau memperhatikan dan menghargai orang-orang yang
berjasa dan peduli terhadap mereka yang beriman.
2) Mendidik sebagaimana Rasulullah saw. yaitu:
a) Ketika anak baru lahir, Islam mengajarkan untuk
mengadzaninya.
b) Mengadakan aqiqah.
c) Memberikan nama yang terbaik.
d) Menumbuhkembangkan kepribadian anak dengan cara
menghormatinya.
3) Mendidik sebagaimana Imam Syafi’i adalah dengan
memberikan anak ilmu yang bermanfaat, yaitu:
a) Ilmu adalah sesuatu yang sangat penting dan dibutuhkan
seseorang agar dirinya menjadi lebih baik, dan bertakwa.
b) Ilmu utama yang dipelajari adalah ilmu Al-Qur’an, hadis,
c) Menuntut ilmu dengan kesungguhan, kesabaran, konsisten,
keuletan.
d) Orang tua mengetahui berbagai metode dalam memberikan
nasihat dan memberikan pendidikan yang baik bagi anak.
B. Pendidikan Akhlak di Lingkungan PSK 1. Lingkungan
a. Pengertian Lingkungan
Menurut Hasbullah lingkungan mencakup:
1) Tempat (lingkungan fisik), keadaan iklim, keadaan tanah, dan
keadaan alam.
2) Kebudayaan (lingkungan budaya) dengan warisan budaya
tertentu seperti bahasa, seni, ekonomi, ilmu, pengetahuan,
pandangan hidup, dan pandangan keagamaan.
3) Kelompok hidup bersama (kelompok sosial atau masyarakat),
keluarga, dan kelompok bermain.
Lingkungan memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap
anak. Perbedaan pengaruh tersebut tergantung jenis lingkungan
tempat anak terlibat di dalamnya. Hal ini karena masing-masing
jenis lingkungan memiliki situasi sosial yang berbeda-beda. Situasi
sosial yang dimaksud meliputi faktor perencanaan, sarana, dan
sistem pada masing-masing jenis lingkungan. Intensitas pengaruh
menyerap rangsangan yang diberikan lingkungannya dan sejauh
mana lingkungan mampu memahami dan memberikan fasilitas
terhadap kebutuhan khususnya pendidikan akhlak anak (Suwarno,
2006: 39).
b. Ragam Bentuk Lingkungan
Manusia sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh
dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah,
dan masyarakat yang disebut sebagai “Tri Pusat Pendidikan”
(Langgulung, 1995: 40).
1) Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama
dan utama. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat
terhadap perkembangan kepribadian anak, karena sebagian besar
kehidupan anak berada di tengah-tengah keluarganya. Untuk
mengoptimalkan kemampuan kepribadian anak, orang tua harus
menumbuhkan suasana edukatif di lingkungan keluarganya sedini
mungkin, suasana yang mampu menciptakan pola hidup dan tata
pergaulan dalam kleuarga dengan baik sejak anak dalam
kandungan. Pentingnya pendidikan anak dalam keluarga sehingga
orang tua menyadari tanggung jawabnya terhadap anak, yaitu:
a) Memelihara dan membesarkannya.
b) Melindungi dan menjamin kesehatannya.
d) Membahagiakan kehidupan anak (Suwarno, 2006: 40-41).
2) Lingkungan Sekolah
Diantara pusat pendidikan, sekolah merupakan sarana
yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan.
Seperti telah ditemukan bahwa karena kemajuan zaman, keluarga
tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi
generasi muda terhadp iptek. Semakin maju suatu masyarakat
semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi
muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat.
tanggunga jawab sekolah dalam proses pendidikan adalah:
a) Tanggung jawab formal.
b) Tanggung jawab keilmuan.
c) Tanggung jawab fungsional (Suwarno, 2006: 42-43).
3) Lingkungan Masyarakat
Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang ketiga
setelah pendidikan di lingkungan keluarga dan pendidikan di
lingkungan sekolah. Bila dilihat runag lingkup masyarakat,
banyak dijumpai keanekaragaan bentuk dan sifat masyarakat.
Tanggung jawab masyarakat terhadap penddikan
sebenarnya masih belum jelas, tidak sejelas tanggung jawab di
lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Hal ini disebbakan
faktor waktu, hubungan, sifat dan isi pergaulan yang terjadi di
pada waktu-waktu tertentu, sifat pergaulannya bebas, dan isinya
sangat kompleks dan beraneka ragam.
Masyarakat adalah pendidikan tersier yang merupakan
pendidikan terakhir yang bersifat permanen dengan
pendidikannya secara sosial, kebudayaan adat istiadat dan kondisi
masyarakat setempat sebagai lingkungan material.
Lembaga-lembaga pendidikan dalam masyarakat meliputi: masjid, suaru,
mushola; madrasah, pondok pesantren; pengajian atau majlis
ta’lim, kursus-kursus; serta badan pembinaan rohani (Ihsan, 2013:
58-59).
2. PSK
a. Pengertian PSK
PSK adalah seseorang yang menjual jasanya untuk
melakukan hubungan seksual untuk uang. Di Indonesia disebut juga
dengan pelacur. Pelacur adalah profesi yang menjual jasa untuk
memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini
dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat
Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang
menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai
sampah masyarakat. Istilah pelacur sering diperhalus dengan PSK ,
pekerja seks komersial, wanita tuna susila, istilah lain yang juga
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) istilah pelacur
berkata dasar “lacur” yang berarti malang, celaka, gagal, sial, atau
tidak jadi. Kata lacur bahkan juga memiiki arti buruk laku. Pelacur
adalah orang yang berbuat lacur atau orang yang menjual diri
sebagai pelacur. Kata lain untuk menyebut pelacur adalah penjaja
daging mentah atau sundel yang bersinonim lonte mempunyai arti
perempuan jalang, liar akal, pelangar norma susila. Bahasa tersebut
sebenarnya adalah milik masyarakat dalam perkembangannya
sekarang istiah pelacur adalah pekerja seks komersial (PSK) atau
disebut juga dengan istilah PSK .
Di Indonesia istilah PSK berkembang menjadi wanita tuna
susila (WTS). Disebut demikian karena wanita tersebut dianggap
tidak menuruti aturan susila yang berlaku di masyarakat. Wanita
tersebut dianggap tidak memiliki adab dan sopan santun dalam
berhubungan seks. Secara etimologis, kata pelacur dalam bahasa
Indonesia memang lebih dimaknai sebagi wanita yang melacur,
padahal dalam praktik kedua jens kelamin ini sama-sama menjual
diri.
Secara legal pemerintah Indonesia mengeluarkan surat
Keputusan Menteri Sosial No. 23/HUK/96 yang menyebut pelacur
dengan istilah WTS. Pemerintah menggunaan kata WTS hanya
untuk memperhalus istilah pelacur. Pelacur juga sebagai pekerja,
atau pekerjaan lain. Oleh karena itu pemakaian istilah pekerja seks
mengindikasi secara tansparan adanya penerimaan bahwa menjadi
pelacur adalah menjadi seorang pekerja. Apabila pelacuran telah
diterima sebagai salah satu jenis pekerjaan, hal ini bertentangan
dengan norma budaya, susila, dan kelayakan, bahkan agama dan
bangsa Indonesia.
Kapur (1978), Kumar (1978), Mukhreji (1986), dan Truong
(1990) dalam (Koentjoro: 2004: 26-56) menemukan adanya
komponen yang dapat digunakan untuk mengembangkan definisi
pelacuran. Komponen utama tersebut adalah, bayaran,
perselingkuhan, dan ketidakacuhan emosional. Bayaran atas
pelayanan seks adalah elemen paling mendasar daalm definisi
pelacuran. Adapun motif perempuan memasuki dunia pelacuran
adalah sebagai berikut:
1) Motif Psikoanalisis
Grendwald (1970) menyatakan bahwa faktor kepribadian
mempengaruhi seseorang untuk memilih dunia pelacuran.
Ketidakbahagiaan akibat pola hidup, pemenuhan kebutuhan untuk
membuktikan tubuh yang menarik melalui kontak seksual dengan
macam-macam pria, dan ssejarah perkembangan cenderung
mempengaruhi perempuan menjadi pelacur.
Motif ekonomi disini adalah uang. (Weisberg, 1985)
mengatakan bahwa terdapat dua pandangan yang melihat uang
sebagi faktor ekonomi yang ekstrem dan pelacuran yang
menyediakan standar hidup paling tinggi yang dapat dicapai.
3) Motivasi Situasional
(Weisberg, 1985) mengatakan bahwa motivasi situasional
termasuk di dalamnya penyalahgunaan kekuasaan orang tua,
penyalahgunaan fisik, merendahkan, dan buruknya hubungan
dengan orang tua.
b. Faktor Penyebab Seseorang Menjadi PSK
Banyak faktor yang menyebabkan sesorang terjerumus ke
dalam dunia kelam ini, seperti yang dikemukakan oleh Kartini
Kartono (2003):
1) Menghindarkan diri dari kesulitan hidup dan mendapatkan
kesenangan melalui “jalan pendek”. Kurang pengertian, kurang
pendidikan, dan buta huruf, sehinga menghalalkan pelacuran.
2) Ada nafsu-nafsu seks abnormal, tidak terintegrasi dalam
kepribadian, dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks,sehingga
tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu
pria/suami.
3) Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan; ada
hidupnya; khususnya untuk mendapatkan status sosial yang lebih
baik.
4) Aspirasi materiil yang tinggi pada didi wanita dan kesenangan
ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah.
Ingin hidup bermewah-mewahan namun malas bekerja.
5) Kompensasi terhadap perasaan-perasaan imferior, jadi ada
adjusment yang negatif, terutama sekali terjadi pada masa puber
dan adolesens. Ada keinginan untuk melebihi kakak, ibu sendiri,
teman puteri, tante-tante atau wanita-wanita mondain lainnya.
6) Rasa melit dan rasa ingin tahu anak-anak puber pada masalah
seks, yang kemudian tercebur dalam dunia kepelacuran oleh
bujukan-bujukan bandit-bandit seks (Kartini Kartono, 1989).
Jadi, faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terjerumus
kedalam dunia kelam adalah karena kemiskinan, pendapatan rendah,
pendidikan rendah, tidak memiliki keterampilan, dan pengangguran.
c. Pandangan Islam Tentang PSK
Islam adalah agama yang mengajarkan kebaikan bagi
segenap penganutnya. Allah menganjurkan kepada umat-Nya agar
senantiasa menjalankan perintah-Nya dan menjauhi semua
larangan-Nya. Allah SWT akan memberikan balasan surga terhadap
hamba-Nya yag senantiasa menjalankan perintah-hamba-Nya, dan neraka adalah
balasan bagi orang yang melanggar atau tidak menjauhi segala
Zina (free seks) jelas dilarang oleh agama, jangankan
melakukan zina mendekatkan diri untuk melakukan perbuatan zina
saja dilarang. Yang dimaksud dengan zina menurut Al-Jurjani adalah
memasukkan penis (zakar) ke dalam vagina (fajr) bukan miliknya
(bukan istrinya) dan tidak ada unsur syubhat (keserupaan atau
kekliruan). Zina dalam arti lain adalah menyetubuhi perempuan
tanpa melalui akad nikah yang diatur dalam agama. secara umum
zina bukan hanya di saat manusia melakukan hubungan seksual, tapi
segala aktifitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia
tarmasuk kategori zina.
Menurut syariat Islam bahwa perzinaan hukumnya adalah
haram, dan termasuk perbuatan yang hina dan merupakan penyakit
yang akan merusak keutuhan rumah tangga dan kehidupan
bermasyarakat, selain itu zina juga dikatakan sebagi perbuatan yang
keji dan menjijikkan. Ancaman Allah terhadap orang yang
melakukan perbuatan zina adalah sebagaimana dijelaskan dalam
Al-Quran Surat An-Nur ayat 2-3:
Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. 3. Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itudiharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (Ridho,
2014: 21)
d. Reaksi Sosial Terhadap PSK
Kenyataan membuktikan, bahwa semakin ditekan
pelacuran, maka semakin luas penyebaran prostitusi tersebut
(Kartini-Kartono, 1989). Sikap reaktif dari masyarakat luas atau
reaksi sosialnya bergantung empat faktor:
1) Derajat penampakan atau fisibilitas tingkah laku, yaitu menyolok
tidaknya perilaku immoril para PSK .
2) Besarnya mendemolisir lingkungan sekitarnya.
3) Kronis tidaknya kompleks tersebut menjadi sumber penyakit
kotor Syphilis dan Gonorrhoe, dan penyebab terjadinya abortur
serta kematian bayi-bayi.
4) Pola kultural: adat istiadat, norma-norma susila dan agama yang
3. Lingkungan PSK dan Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga
Faktor yang menyebabkan seseorang menjadi PSK salah
satunya adalah kurangnya penidikan agama. Sedangkan agama
merupakan fondasi dalam berakhlak. Pada dasarnya anak tidak
mengeahui sesuatu yang baik dan buruk kecuali orang tua yang
membentuk mereka menjadi baik sesuai dengan tuntunan agama.
Dengan demikian anak mampu untuk mengetahui mana yang sesuai
dengan ajaran agama dan mana yang menyimpang ajaran agamanya.
Peranan kedua orang tua dalam pendidikan sangatlah besar
pengaruhnya dalam memotivasi pendidikan agama anak.
Tujuan utama keluarga bagi pendidikan anak adalah sebagai
peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan.
Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya
dan dari anggota keluarga yang lain (Hasbullah, 2009: 88).
Pengalaman pertama masa kanak-kanak dalam (Hasbullah,
2009: 39-44) adalah keluarga. Dalam keluarga anak mulai mengenal
hidupnya. Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman
pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi
anak. Keluarga merupakan pendidikan pertama bagi anak, maksudnya
adalah hubungan kedua orang tuanya yang menyebabkan anak berada
di dunia ini. Orang tua adalah orang dewasa, maka mereka bertanggung
eksistensinya sebagai pribadi, namun juga memberikan pendidikan
anak sebagai individu yang tumbuh dan berkembang.
Sedangkan utama maksudnya adalah bahwa orang tua
bertanggung jawab atas pendidikan anak. Hal itu memberikan
pengertian bahwa seorang anak dilahirkan dalam keadaan yang tidak
berdaya, dalam keadaan bergantung kepada orang lain, tidak mampu
berbuat apa-apa. Ia lahir dalam keadaan suci bagaikan lilin berwarna
putih. Seperti hadis yang diriwayatkan Bukhari, bahwasannya
Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan
suci, maka orang tuanyalah yang dapat menjadikannya Yahudi,
Nasrani, atau Majusi.” Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa
kehidupan seorang anak pada saat itu sangat bergantung pada orang tua.
Oleh karena itu orang tua berkewajiban memberikan pendidikan pada
anaknya dan yang paling utama dimana hubungan orang tua dengan
anaknya bersifat alami dan kodrati.
Keluarga menjamin kehidupan emosional anak. Suasana dalam
keluarga selalu diliputi rasa cinta dan simpati yang sewajarnya, suasan
aman dan tentram, suasana percaya mempercayai. Untuk itulah melalui
pendidikan keluarga kehidupan emosional atau rasa kasih syang dapat
berkembang dengan baik karena didasari rasa cinta kasih sayang murni.
Dalam keluarga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral
sebagi keteladanna yang diicontoh anak. Dalam hal ini Ki Hajar
Dewantara menyatakan bahwa:
“Rasa cinta, rasa bersatu dan lain-lain perasan dan keadaan jiwa yang pada umumnya yang sangat berfaedah untuk berlangsungnya pendidikan budi pekerti, terdapatlah di dalam hidup keluarga dlam sifat yang kuat dan murni sehingga tak dpat pusat pendidikan lainnya
menyamainya”.
Segala nilai yang dikenal anak akan melekat pada orang-orang yang
disenangi dan dikaguminya, inilah salah satu proses yang ditmpuh anak
dalam mengenal nilai. Pendidikan dalam keluarga penanaman
benih-benih kesadaran sosial pada anak-anak dapat dipupuk sedini mungkin,
melalui kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong-menolong, gotong
royong, menolong saudara/tetangga, bersama-sama menjaga ketertiban,
kedamaian, kebersihan daan keserasian dalam segala hal.
Pendidikan dalam keluarga juga sebagai peletakan dasar-dasar
keagamaan. Dalam menentukan dan menanamkan dasar-dasar moral
anak juga tidak kalah penting dengan penanman nilai-nilai keagamaan
dalam pribadi anak. Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik
untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama. Anak-anak dibiasakan
ikut ke masjid bersama-sama untuk beribadah dan kegiatan ini sangat
besar pengaruhnya bagi anak. Maka setelah dewasa mereka akan sangat
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Menurut
Bogdan dan Taylor (1975: 5) metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2009:
4). Metode penelitian kualitatif sering pula disebut dengan metode
naturalistis, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah dan
tanpa adanya rekayasa, manipulasi dan sebagainya. Disebut metode
penelitian naturalistik karena objek penelitiannya adalah suatu yang
bersifat alamiah dan berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh
peneliti, dan kehadiran peneliti tidak begitu memengaruhi dinamika pada
objek tersebut (Nata, 2010: 351). Dalam mendeskripsikan lebih jauh
terkait Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Pada Anak Di
Lingkungan Pekerja PSK di Bandungan Kabupaten Semarang.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bandungan, Kecamatan