• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Teori

3. Pendidikan Kewarganegaraan

a. Hakikat Pendidikan Kewarganegaran

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antar warga negara dan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.” (Sumarsono, Pendidikan Kewarganegaraan,

2007:6). Aryani (Dalam Depdiknas, 2002:7) menyebutkan konsep Kewarganegaraan merupakan materi yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa, untuk menjadi warga negara Indonesia yang

cerdas, terampil, dan berkarakter, sesuai dengan yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

b. Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan

Rakyat Indonesia menyatakan bahwa Pendidikan Nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia diarahkan untuk “meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa sesuai dengan sila pancasila, sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakatnya, memenuhi kebutuhan pembangunan nasional serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa” (Sumarsono, 2007:5). Pendidikan Nasional sendiri harus menumbuhkan jiwa patriotik, mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan, kesetiakawanan nasional, kesadaran pada sejarah bangsa, dan sikap menghargai jasa para pahlawan serta berorientasi pada masa depan. Di sinilah fungsi Pkn sebagai sarana dalam memupuk terwujudnya nilai, sikap, dan kepribadian seperti tersebut di atas.

c. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Tujuan utama Pkn dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan (2007:4) adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para peserta didik. Melalui pendidikan kewarganegaraan, diharapkan pula peserta didik mampu memahami, menganalisis, dan menjawab masalah- masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa, dan negara sesuai

dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945.

d. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

Adapun ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menurut KTSP (2006:105-106) yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1) Persatuan dan Kesatuan bangsa yang meliputi hidup rukun dan perbedaan, cinta lingkungan, bangga menjadi bangsa indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam membela negara, serta keterbukaan dan jaminan keadilan.

2) Norma, hukum, dan peraturan. Aspek ini meliputi ketertiban, baik dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Selain itu, norma-norma dalam kehidupan berbangsa serta hukum atau peradilan juga termasuk dalam aspek ini.

3) Hak asasi manusia, meliputi hak dan kewajiban yang dimiliki dan penghormatan serta perlidungannya.

4) Kebutuhan warga negara. Yang termasuk dalam aspek ini adalah hidup gotong royong, harga diri, kebebasan (berorganisasi dan berpendapat), dan persamaan kedudukan.

5) Konstitusi Negara. Aspek ini membahas tentang proklamasi dan hubungannya dengan dasar negara.

6) Kekuasaan dan politik yang meliputi sistem pemerintahan dan sistem politik.

7) Pancasila. Aspek ini membahas seputar pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, mulai dari proses perumusan hingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

8) Globalisasi membahas mengenai pengaruh-pengaruh globalisasi.

4. Learning Together

Mendengar kata learning together tentu tidak akan terlepas dari kata kooperatif. Hal ini dikarenakan learning together merupakan salah satu metode dari model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Pembelajaran dengan model kooperatif memiliki arti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai suatu kelompok atau tim. Lie (dalam Isjoni, 2008:150) menyebutkan pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa lain dalam pembagian tugas yang terstruktur. Stahl (dalam Supriyatna, 2000, dalam Isjoni, 2008:152) mengatakan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif, siswa tidak hanya dilatih menaati sikap keunggulan individual yang tergantung pada keunggulan kelompok, melainkan juga semangat serta keterampilan kerjasama yang merupakan bagian dari kemampuan relasi sosial.

Pada hakikatnya pembelajaran model Cooperative Learning dengan metode Learning Together sama dengan kerja kelompok pada umumnya, namun tidak setiap kerja kelompok dapat dikatakan sebagai pembelajaran dengan model Coopertaive Learning metode Learning Together. Hal ini selaras dengan pendapat Rober & William (dalam Isjoni, 2007:135) yang

mengatakan bahwa kerja kelompok sebagai kegiatan sekelompok siswa yang berjumlah kecil, yang diorganisir untuk kepentingan belajar. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil. Kelompok-kelompok kecil pada pembelajaran kooperatif umumnya terdiri dari 4-5 orang (Kiswoyo dalam Isjoni, 2008:154). Pengelompokan pada pembelajaran learning together (belajar bersama) sendiri berdasarkan pada (1) adanya alat pelajaran yang tidak mencukupi jumlahnya, (2) kemampuan belajar siswa, (3) minat khusus, (4) memperbesar partisipasi siswa, (5) pembagian tugas atau pekerjaan, dan (6) kerjasama yang efektif.

a. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Metode Learning Together

Pembelajaran dengan metode learning together (belajar bersama) dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1) Memulai pembelajaran dengan hal yang diketahui siswa, seperti melakukan tanya jawab dengan siswa sehingga siswa terdorong untuk membuka wawasan yang telah dimilikinya.

2) Selanjutnya mengelompokkan siswa secara heterogen ke dalam tim yang berjumlah 4-5 orang per timnya. Di dalam kelompok tersebut, para siswa bekerjasama untuk menyelesaikan sebuah produk kelompok, berbagai gagasan, dan membantu satu sama lain.

3) Setelah selesai belajar bersama dalam kelompok dan menyelesaikan tugas kelompoknya, Setiap kelompok mempresentasikan hasil

pekerjaanya di depan kelas sehingga kelompok yang lain dapat belajar dari kelompok yang presentasi.

4) Terakhir, guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan hasil kinerja kelompok.

b. Penerapan Metode Learning Together

Penerapan model CL metode LT pada pembelajaran PKn kelas IV adalah dengan mengaktifkan siswa pada kegiatan pembelajaran. Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang kemudian setiap kelompok berdiskusi untuk memecahkan masalah yang ada dalam materi. Setelah setiap kelompok selesai dalam menyelesaikan tugasnya, maka setiap kelompok mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya di depan kelompok yang lain, sehingga kelompok lain dapat memberikan timbal balik terhadap hasil diskusi kelompok presentasi. Timbal balik tersebut dapat berupa pertanyaan maupun saran. Apabila semua kelompok telah mempresentasikan hasil pekerjaannya, maka guru akan memberikan tanggapan yang berupa penghargaan atas hasil pekerjaan siswa. Dengan menerapkan metode ini, siswa berlatih untuk berpikir secara aktif dan kritis, mengembangkan kemampuan berbicara dan bekerjasama (Slavin, 2005).

c. Keunggulan dan Kelemahan Learning Together

Penggunaan metode learning together memiliki keuntungan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah, memberi kesempatan pada siswa untuk lebih intensif mengadakan penyidikan mengenai suatu kasus,

mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi, memungkinkan siswa lebih memperhatikan sebagai individu serta kebutuhannya belajar, siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran, dan memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan rasa menghargai dan menghormati orang lain.

Di samping keunggulan, metode learning together juga memiliki kelemahan, yaitu metode ini tidak ditunjang oleh penelitian khusus, belajar bersama sering hanya melibatkan siswa yang mampu, dan keberhasilan metode ini tergantung pada kemampuan siswa dalam memimpin kelompok.

Berdasarkan penjelasan di atas, pembelajaran dengan metode learning together tidak hanya sekedar belajar bersama dalam kelompok, namun juga perlu diperhatikan bagaimana siswa membangun kerjasamanya dalam kelompok, setting classs (keadaan kelas), dan motivasi yang dibangun dalam kelompok tersebut.

Dokumen terkait