• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedaogogi pembebasan yang usung oleh Freire memiliki kaitan yang erat dengan teologi pembebasan. Teologi pembebasan sendiri pertama kali muncul di Amerika Latin pada tahun 1970-an. Motivasi berteologi pembebasan pertama-tama bukan untuk menciptakan ideologi yang membenarkan suatu status quo.

Bukan pula sebagai obat penenang pada saat iman mendapat tantangan dari sekularisme dan konsumerisme. Tetapi motivasi terdalam berteologi adalah untuk membiarkan diri kita dinilai oleh sabda Allah.78 Gebrakan baru dalam berteologi ini tidak terletak pada kajian dan isi pengajaran melainkan pada metode dan cara berteologinya. Cara berteologi pembebasan adalah transformatif, bertolak dari praksis atau iman yang dialami dalam sejarah tertentu.79 Menurut Gutierrez, teologi

77

Smith, Conscientizacao, 4-5.

78

Gustavo Gutierrez, A Theology of Liberation (USA: Ninth Printing, 1981), ix –x.

79

bukan merupakan kebijaksanaan dan bukan juga pengetahuan rasional, melainkan refleksi kritis atas praksis yang diterangi oleh sabda Injil.80

Praksis yang dimaksud adalah praksis untuk pembebasan manusia. Bukan saja pembebasan dari kendala sosial, ekonomi dan politik di dunia, melainkan pembebasan yang utuh dan menyeluruh sebagaimana manusia dicintai Allah untuk berpartisipasi dalam citra-Nya. Menurut Gutierrez dalam Nitiprawiro, pembebasan bukan saja sebuah proses, melainkan juga sebuah matrik berbagai tataran arti yang saling bertautan: (1) pembebasan ekonomi, sosial, dan politik; (2) pembebasan manusiawi, yang menciptakan manusia baru dalam masyarakat solidaritas yang baru; (3) pembebasan dari dosa dan masuk dalam persekutuan dengan Tuhan Allah dan semua manusia.81

Menurut Freire, gereja-gereja tradisional telah bersekutu dengan kelompok penguasa, baik secara sadar maupun tidak. Oleh karena itu, peranan yang dapat dimainkan oleh gereja dalam bidang pendidikan tergantung pada cara pandang mereka terhadap dunia, agama manusia dan takdir. Dalam gereja tradisional ini, seolah kaum tertindas menemukan semacam obat penyembuh atas keletihan hidupnya. Pada akhirnya, semakin banyak masyarakat yang tenggelam dalam budaya bisu mereka, dengan segala kekerasan yang dilakukan oleh kaum penindas, maka akan semakin banyak masyarakat yang berduyun-duyun datang ke gereja untuk menawarkan ajaran religius. Karena tenggelam dalam budaya bisu ini, di mana satu-satunya yang boleh bersuara adalah penguasa, mereka memandang

80

Gustavo Gutierrez adalah salah satu tokoh pencetus teologi pembebasan. Karya yang ia terbitkan dan menjadi acuan dalam berteologi pembebasan di berbagai negara adalah Teologia de la liberacion, Perspectivas yang telah

diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Gutierrez, A Theology of Liberation, 15

81

gereja ini sebagai semacam rahim di mana mereka dapat bersembunyi dari struktur sosial yang opresif.82

Orang Kristen di Amerika Latin kemudian menemukan pendidikan dan model berteologi yang baru dan harus menentukan sikap: apakah mengubah pandangan naif mereka menjadi lebih kooperatif dan dengan sadar bergabung dengan ideologi yang dominan, atau bergabung dengan kaum tertindas dan dengan penuh dedikasi bersama mereka mencari kebebasan yang sesungguhnya. Jika mereka meninggalkan kepatuhan mereka kepada kelompok yang dominan, metode belajar mereka yang baru beserta masyarakat sebagai peserta didik akan menimbulkan tantangan tersendiri di mana dalam usaha ini mereka berhadapan dengan resiko yang sebelumnya tidak mereka ketahui.83 Melalui metode belajar yang baru ini masyarakat mulai menemukan bahwa kesucian yang mereka pertahankan selama ini, tidak sedikitpun merupakan bentuk kejujuran. Namun, banyak orang yang merasa takut untuk mengakuinya; mereka kehilangan keberanian menghadapi resiko yang pasti ada, ketika mereka patuh kepada suatu komitmen historis. Akhirnya mereka kembali pada ilusi idealistik, tetapi dalam kapasitasnya sebagai anggota kelompok yang lebih kooperatif.

Dalam membicarakan teologi pembebasan, analisa Freire yang tampak utopis menjadi konkret karena semangat pembebasan dan “rangsangannya”, serta menjadi

starting point yang bersifat kolektif di dalam berbagai macam keadaan sejarah, khususnya tatkala terjadi penindasan. Analisanya dikatakan utopis karena menolak untuk menghindar dari resiko dan bahaya yang mengancamnya sebab dia menantang struktur kekuasaan yang dominan. Visi politiknya dikatakan profetis karena seharusnya manusia meyakini Kekuasaan Tuhan sehingga memiliki

82

Freire, Politik Pendidikan, 220-221.

83

kesadaran dan semangat untuk selalu menumpas kebatilan. Kesadaran yang dimasud Freire di sini muncul karena penderitaan kaum tertindas. Bahwa penderitaan ini tidak boleh berlanjut dan visi profetik ini merupakan proses yang terus berkelanjutan di mana hal ini merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendeknya, dengan melakukan kritik dan menciptakan kemungkinan yang lebih baik, berarti Freire memadukan sejarah dan teologi untuk membuat dasar teoritis bagi sistem pendidikan radikal yang mencakup tumbuhnya harapan, refleksi kritis dan perjuangan bersama.84

Di sini sebenarnya Freire mengkritik dan sekaligus menyelamatkan ajaran Krisen yang revolusioner. Freire melancarkan kritik terhadap Gereja karena sikap revolusionernya. Dia meyakini Tuhan dan menaruh harapan pada-Nya yang telah menciptakan sejarah dan “membiarkan” hamba-hamba-Nya menjadi tertindas, tetapi ajaran-ajaran-Nya justru tidak mampu mengubah sejarah. Dalam bahasa Freire, melihat kondisi yang seperti ini seharusnya cinta-kasih Kristiani menaruh perhatian terhadap kasus-kasus eksploitasi manusia.85

Dalam melaksanakan pendidikan maupun teologi yang membebaskan, yang perlu diingat ialah sekalipun teologi termasuk dalam daftar ilmu pengetahuan, teologi lebih merupakan kegiatan refleksi daripada pembuktian empiris.86 Demikian pula halnya dengan pendidikan agama Kristen. Dalam melaksanakan pendidikan agama Kristen, murid dan guru secara bersama-sama mengadakan proses berteologi. Guru bukan yang paling tahu, karena ini bukan soal pengetahuan, dan murid juga tidak dianggap dan menganggap diri sebagai bejana mati yang siap menampung dan menghafal apa yang dipompakan oleh sang guru.

84

Freire, Politik pendidikan, 13-14.

85

Freire, Politik pendidikan, 13.

86

Wahono Nitiprawiro, Teologi Pembebasan: Sejarah, Metode, Praksis dan Isinya (Jogjakarta: Masa Media, 1985), 133.

Berteologi adalah persoalan hidup, di mana dalam hidup tidak ada yang paling tahu. Yang ada adalag orang yang lebih banyak pengalaman, dan yang masih harus mengkaji pengalamannya dengan pengalaman yang lain. Oleh karenanya, Freire mengajukan alternatif kegiatan belajar mengajar menurut gaya hadap masalah (guru dan murid secara bersama mengkaji masalah hidup sehari-hari) untuk menggantikan model belajar gaya bank.87 Dengan demikian, pendidikan pembebasan dan teologi pembebasan memiliki pandangan dan tujuan yang sama yaitu untuk mencapai kesadaran manusia melalui praksis. Keduanya menekankan pada perubahan metode pengajaran yang selama ini dianggap menindas.

87

Dokumen terkait