• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III DESKRIPTIF FAKTOR PENDORONG KEBIJAKAN

III.1 Pendirian BUMN (Perusahaan Negara) di Indonesia

Didalam alinea ke-empat UUD 1945, disebutkan bahwa ada 4 tujuan utama dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni: “...(1)melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2)untuk memajukan kesejahteraan umum; (3)mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4)ikut melaksanakan ketertiban dunia bedasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,..”

Pendirian dan pengembangan BUMN merupakan salah satu upaya negara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, khususnya berkaitan dengan elemen “memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Amanat inilah yang menjadi landasan awal bagi negara untuk mengadakan unit- unit usaha yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum dapat dipenuhi secara mandiri oleh rakyatnya/swasta. Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, hampir seluruh sektor usaha yang penting bagi masyarakat belum dapat berkembang sendiri tanpa adanya keterlibatan langsung pemerintah. Oleh karena itu, dilakukanlah nasionalisasi perusahaan-perusahaan ex-Belanda, yang sektor usahanya sangat beragam, seperti perkebunan, perdagangan, konstruksi, asuransi, dan perbankan. Diantaranya adalah KLM yang

dinasionalisasikan menjadi Garuda Indonesia Arways, Batavie Verkeers Mij dan Deli Spoorweg Mij dinasionalisasikan menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) untuk sektor transportasi. Sedangkan untuk komunikasi, pemerintah melakukan nasionalisasi terhadap Post, Telegraph en Dienst menjadi Jawatan Pos, Telegraph dan Telepon.

Secara politik-ekonomi, pendirian BUMN di Indonesia mempunyai tiga alasan pokok52

1. Sebagai wadah bisnis aset asing yang dinasionalisasi. Alasan ini terjadi di tahun 1950-an, ketika pemerintah menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing.

, yaitu :

2. Membangun industri yang diperlukan masyarakat, namun masyarakat sendiri (atau swasta) tidak mampu memasukinya, baik karena alasan investasi yang sangat besar maupun resiko usaha yang sangat besar.

3. Membangun industri yang sangat strategis karena berkenaan dengan keamanan negara. Oleh karena itu, pemerintah membangun industri persenjataan Pindad, bahan peledak Dahana, percetakan uang Peruri, hingga pengelolaan stok pangan Bulog.

Kebijakan menyangkut pengaturan perusahaan negara (BUMN) sebelumnya diatur melalui Undang-Undang Nomor 19 Prp 1960 tentang Perusahaan Negara yang kemudian ditegaskan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang

52Riant Nugroho dan Randy R. W. 2008.

Manajemen Privatisasi BUMN.

Nomor 1 Tahun 1969. Berdasarkan beberapa peraturan menyangkut perusahaan negara tersebut BUMN dibedakan menjadi Perjan (perusahaan jawatan), Perum (perusahaan Umum) dan Perseroan Terbatas.

Dikarenakan terdapat banyak kendala serta hambatan yang dihadapi pemerintah dalam menjalankan perusahaan negara, maka pemerintah menimbang perlu diperbaruinya aturan-aturan menyangkut BUMN agar dapat berkompetisi dan mengikuti perkembangan dunia usaha yang pesat. Berdasarkan hal tersebut kemudian pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara sebagai pengganti Undang-Undang terkait perusahaan negara sebelumnya, dimana dalam UU No 19 Tahun 2003 ini perusahaan negara (BUMN) dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu Perum dan Persero, serta menghapuskan perusahaan negara yang berbentuk Perjan karena dianggap tidak sesuai lagi dengan kondisi perekonomian yang dihadapi.

Dibawah ini adalah peraturan-peraturan yang berhubungan dengan BUMN di Indonesia sejak awal pendirian BUMN itu sendiri sampai sekarang, yaitu :

1) Peraturan dan Ketentuan Terkait Tentang Nasionalisasi Perusahaan- perusahaan Belanda di Indonesia

a. Undang-undang Nomor 86 tahun 1958 Tentang Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1959 Tentang Tugas Kewajiban Panitia Penetapan Ganti Kerugian Perusahaan-

Perusahaan Milik Belanda Yang Dikenakan Nasionalisasi dan Cara Mengajukan Permintaan Ganti Kerugian;

c. Undang-undang Nomor 19 tahun 1960 Tentang Perusahaan Negara.

2) Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Bentuk Usaha Negara

a. Instruksi Presiden Nomor 17 tahun 1967 Tentang Pengarahan dan Penyederhanaan Perusahaan Negara ke dalam Tiga Bentuk Usaha Negara;

b. Undang-undang Nomor 9 tahun 1969 Tentang Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 1969 (Lembaran Negara tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) Tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang;

c. Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.

3) Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Tingkat Kesehatan BUMN a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 740/KMK.00/1989 Tentang

Peningkatan Efisiensi dan Produktifitas BUMN;

b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 826/KMK.013/1992 Tentang Perubahan Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN;

c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 198/KMK.016/1998 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN;

d. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN/Kepala Badan Pembinaan BUMN Nomor 215/M- BUMN/1999 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan/Penilaian Tingkat Kinerja BUMN;

e. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN.

4) Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) & Rencana Jangka Panjang (RJP) BUMN

a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 196/KMK.016/1998 Tentang Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan BUMN;

b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 197/KMK.016/1998 Tentang Rencana Jangka Panjang BUMN;

c. Keputusan Menteri Negara PBUMN Nomor 169/M-PBUMN/1999 Tentang Rencana Jangka Panjang BUMN;

d. Keputusan Menteri Negara PBUMN Nomor 210/M-PBUMN/1999 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan BUMN;

e. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-101/MBU/2002 Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan BUMN; f. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-102/MBU/2002 Tentang

Penyusunan Rencana Jangka Panjang BUMN.

5) Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Komite Audit BUMN

a. Keputusan Menteri Negara PBUMN Nomor 133/M-PBUMN/1999 tanggal 8 Maret 1999 Tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN;

b. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-103/MBU/2002 Tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN;

c. Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-05/MBU/2006 Tentang Komite Audit BUMN.

6) Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Pelepasan Aktiva Tetap BUMN a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89/KMK.013/1991 Tentang

Pedoman Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara;

b. Instruksi Menteri Negara BUMN Nomor 01-MBUMN/2002 Tentang Pedoman Kebijakan Pelepasan Aktiva Tetap BUMN; c. Instruksi Menteri BUMN Nomor 02/M.MBU/2002 Tentang

Pedoman Pelaksanaan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Berupa Rumah Dinas BUMN.

7) Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Sinergi BUMN

Instruksi Menteri BUMN Nomor 109/MBU/2002 Tentang Sinergi Antar BUMN.

8) Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Kemitraan dengan Usaha Kecil dan Bina lingkungan

Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-236/MBU/2003 Tentang Program Kemitraan BUMN Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.

9) Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Restrukturisasi Hutang Usaha Kecil dan Menengah

Keputusan Menteri BUMN Nomor 576/MBU/2002 Tentang Tindak Lanjut Keputusan Presiden Nomor 56 tahun 2002 Tentang Restrukturisasi Hutang Usaha Kecil dan Menengah.

10)Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Penilaian Calon Anggota Direksi BUMN

a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 146/KMK.05/2001 tanggal 27Maret 2001 Tentang Penilaian Calon Anggota Direksi BUMN; b. Keputusan Menteri BUMN Nomor 104/MBU/2002 Tentang

Penilaian Calon Direksi BUMN;

c. Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-09A/MBU/2005 Tentang Penilaian Kelayakan dan Kepatutan (fit and proper test) Calon Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara;

d. Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2005 tanggal 3 Mei 2005 dan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2005 tanggal 19 Mei 2005. 11)Peraturan dan Ketentuan Terkait Dengan Penenerapan Good Coorporate

Government bagi BUMN

Keputusan Menteri BUMN Nomor 117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek GCG Pada BUMN.

Peraturan yang terkait dengan pembinaan dan pengelolaan BUMN dapat kita lihat dalam gambar di bawah ini :

Gambar3.1

Pembinaan dan Pengelolaan BUMN

sumber: MasterPlan BUMN 2010-2014

Dengan mendirikan BUMN dan mengeluarkan undang-undang serta peraturan-peraturan yang mendukung hadirnya BUMN itu, pemerintah mengharapkan akan terjadi perkembangan perekonomian melalui penciptaan lapangan kerja baru. Alasan lain dari pendirian BUMN adalah keberadaan sektor- sektor tertentu dari perekonomian yang memiliki posisi strategis. Kaitan yang diciptakan sektor ini sangat berarti untuk proses pembangunan nasional. Oleh karena itu, dalam upaya menjamin terlaksananya tanggung jawab sosial, maka

pemerintah harus mengendalikannya, dan tidak mungkin memberikannya pada pihak swasta baik nasional maupun asing.

Dalam perkembangan selanjutnya, ekspansi BUMN antar sektor, antar negara dan dalam dunia perdagangan internasional menjadi fenomena baru dalam sejarah kapitalisme industri. BUMN berangsur-angsur mulai menjadi saingan bagi swasta dalam pasar internasional. Perkembangan BUMN yang cepat berarti pula, perluasan campur tangan pemerintah yang semakin besar. Dari satu negara ke yang lainnya, perluasan campur tangan pemerintah yang tak terkendali akan mengakibatkan53

1) Inefisiensi ekonomi dalam kegiatan produksi sektor publik dengan biaya produksi tinggi, ketidakmampuan menghasilkan inovasi dan keterlambatan penyerahan barang yang mahal biayanya.

:

2) Tidak efektifnya penyediaan barang dan jasa, seperti kegagalan memenuhi tujuan yang ingin dicapai, pembelokan keuntungan kepada kelompok- kelompok elit dan campur tangan politik dalam pengelolaan organisasi BUMN.

3) Perluasan birokrasi yang cepat akan menambah berat beban anggaran, masalah-masalah perburuhan di sektor publik akan muncul, dan pemerintah semakin tidak efisien.

Dari pemasalahan yang timbul akibat campur tangan pemerintah terhadap pengelolaan BUMN dan juga tekanan perekonomian dunia dan didorong pula oleh keinginan untuk mengendalikan pengeluaran pemerintah, mengakibatkan

53

pemerintah dibanyak negara meninjau kembali BUMN yang dimilikinya. Mereka mulai mengevaluasi kemungkinan menggeser pengelolaan oleh negara sedikit demi sedikit ke swasta.

Kenyataan ini segera saja menjadi pertimbangan utama lembaga peminjaman internasional seperti International Monetary Found (IMF) dan World Bank untuk memberikan kredit kepada negara-negara berkembang didunia. Dimana penekanan pada pelaksanaan privatisasi terhadap BUMN oleh IMF dan Bank Dunia berkembang menjadi kondisionalitas dalam peminjaman luar negeri pada akhir 1980an.

Mulailah terjadi arus swastanisasi atau lebih popular dengan sebutan privatisasi. Gelombang awal privatisasi yang melanda dunia dimulai di Inggris dan kemudian menyebar diseluruh dunia dan sampai ke Indonesia. Privatisasi pun segera menjadi fenomena global sekalipun distribusi aktifitas ini tidak merata secara geografis.

Dokumen terkait