• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penduduk asl

Dalam dokumen fa transmedia 2017 edisi 2 low (Halaman 52-54)

wakatobi

adalah Suku

Bajo, umumnya mereka sangat ramah dalam menyambut tamu (para wisatawan) yang berkunjung ke Wakatobi, pada saat anda datang maka mereka akan sambut dengan ritual penyambutan yang masih khas yang tersebar di Kecamatan Wangi-Wangi, Kecamatan Kaledupa, Kecamatan Tomia dan di Kecamatan Binongko. Suku Bajo di Wakatobi mempunyai mata

pencaharian sebagai nelayan yang sudah menjadi turun temurun nenek moyang mereka. Bagi Suku Bajo, laut adalah Ibu bagi mereka. Suku bajo di sana masih sangat khas dengan tradisional yang masih diwariskan oleh nenek moyang mereka.

Coral Hill, Pintu Timur, Mermaid, Fish Wall, Cavern Wall, Ndaa Light House, Ndaa Drop Off, Ndaa Selatan, House Reef, Anano, Runduma Dive, serta Kr Dive.

Marimabuk adalah lokasi menyelam dan jalan-jalan yang berada di Desa Waha, dan juga merupakan tempat yang direkomendasi untuk melihat

sunset. Lalu, ada juga Gua Air, misalnya Te’e Lahamba di Desa Patua, Tee Wali di Desa Patua 2, Hendaopa di Desa Lagole. Kemudian di sana juga terdapat benteng kuno bernama Benteng Patua yang terletak di perbukitan. Benteng ini dapat dimasuki melalui lima pintu dan ada sebuah makam tua terletak di tengahnya. Juga ada Pantai Huntete yang berpasir putih, serta Puncak Kahianga yang merupakan titik tertinggi di pulau ini. Tempat ini sangat bagus dikunjungi jika ingin melihat matahari terbenam.

Pulau Binongko

Pada pulau paling ujung dari Kepulauan Wakatobi, yaitu Pulau Binongko, ada 9 titik utama penyelaman, yaitu Koromaha Dive

1 dan 2, Cowo Dive, Kenteole Dive, serta Koko Dive 1 hingga Koko Dive 5. Di sini juga terkenal dengan para pria-nya yang berprofesi sebagai pandai besi, dan paling banyak ada Desa Palahidu. Kegiatan tukang besi di pulau ini biasanya melibatkan tiga pria dalam membuat satu senjata. Produk senjata yang mereka buat dijual ke seluruh daerah timur Indonesia. Maka itu, nama lain dari Pulau Binongko adalah Pulau Tukang Besi. Pulau Binongko pada utamanya terbangun dari coralreef, jadi dinding karang dapat terlihat hampir di seluruh wilayah pulau. Namun di sana juga ada pantai tersembunyi, yakni Pantai Palahidu, Yoro, Buku, One Melangka dan We’e. Kemudian, ada hutan mangrove yang berada di Desa Popalia, Taipabu dan Makoro. Selain itu terdapat juga Benteng Palahidu (merupakan bagian tertinggi di sebelah utara pulau, dan dari sini dapat melihat seluruh Pulau Wakatobi), Benteng Wali, Benteng Watiua, Benteng Oihu dan Benteng Taduna. Kemudian, terdapat Taman Batu Taduna yaitu dinding batu blackcoral sepanjang 500 meter yang

berada di atas laut dekat perbukitan Benteng Taduna, dan berlokasi di Desa Waloindi, Distrik Togo Binongko. Sebagai orang Indonesia, memiliki objek wisata seperti Kepulauan Wakatobi merupakan suatu kebanggaan karena keindahan alam bawah lautnya telah termasyhur sampai ke luar negeri. Dari sekian banyak turis mancanegara yang datang ke sana, yang terbanyak adalah dari Eropa, misalnya Inggris, Belanda, Italia, Portugal, dan sebagainya. Kita sebagai turis domestik pasti akan termanjakan dan terpuaskan hati dengan berlibur di Wakatobi. Jadi, tunggu apalagi? Segera pack koper Anda untuk pergi ke Wakatobi, dan selamat menikmati tempat yang memiliki kekayaan alam bawah laut yang sungguh menakjubkan.(*)

Anak-anak bermain di danau kapota wakatobi

Aktivitas Snorkeling di Sombu Dive Wangi- wangi

Tebing Bante, Binongko

4

5

6

Y

uk, kita “selami” lebih dalam lagi makanan-makanan khas di Kepulauan Wakatobi seperti berikut ini.

Kasoami

Olahan Umbi-Umbian Pengganti Nasi

Makanan satu ini merupakan makanan pokok atau wajib bagi masyarakat setempat. Jadi jangan heran jika Anda akan banyak melihat masyarakat yang lebih suka makan Kasoami ketimbang nasi. Aroma dan rasa dari Kasoami sangat nikmat dan gurih. Ada

beberapa pendapat yang menyebut asal-usul penamaan Kasoami terhadap makanan ini, yaitu karena makanan yang berbahan baku ubi kayu ini harus dimakan bersama dengan ikan sebagai lauknya dan tidak boleh dipisahkan. Lalu, ada juga yang menyatakan bahwa Kasoami berasal dari dua suku kata, yakni 'soa' yang artinya uap panas dan 'kaopi' yang artinya tepung ubi atau gaplek.

Proses pembuatan makanan ini cukup sulit bagi pemula, karena memerlukan kesabaran tinggi. Prosesnya dimulai

dengan pemilihan singkong atau ubi kayu yang bagus, kemudian bahan itu diparut setelah dibersihkan terlebih dulu dengan menggunakan alat yang biasa disebut Kaparu. Hasil parutan itu diperas, karena yang dipakai untuk membuat makanan ini adalah hasil perasan dari parutan ubi kayu. Hasil perasan tersebut akan menjadi kaopi atau kagepe yang kemudian disaring menggunakan Kagugura, setelah itu siap dikukus.

Ubi kayu dikukus dengan

menggunakan cetakan yang terbuat dari daun kelapa yang sudah dianyam dan dibentuk seperti piramida/ kerucut. Proses pengukusan ini membutuhkan waktu sekitar 20-30 menit. Jika ubi kayu yang dikukus telah menyatu dan berubah warna menjadi sedikit menguning, maka Kasoami siap untuk diangkat dan disajikan di atas piring. Makanan ini semakin nikmat jika disajikan selagi panas.

Kasoami biasa disajikan dengan ikan, baik itu ikan asin, ikan bakar, ikan goreng, ataupun yang dijadikan Sup Parende, serta sambal Colo- Colo. Untuk jenis ikannya bisa apa saja, cuma sebagian besar dibakar. Makanan ini terasa lebih nikmat saat disantap menjelang malam hari. Warga di sana, biasa menyantap sambil berkumpul dengan kerabat dan dibarengi minum teh saat menikmati makanan ini. Lalu, bagi Anda yang ingin membelinya sebagai oleh-oleh, Kasoami ini banyak dijual di pasar sentral ataupun pasar sore. Selain Kasoami asli yang berbentuk kerucut, makanan ini juga dapat dibuat sebagai Kasoami Pepe. Yang membuat Kasoami Pepe berbeda dengan Kasoami biasa adalah bahan serta cara pembuatannya. Untuk proses pembuatannya, Kasoami Pepe biasanya ditambahkan dengan lumuran minyak dan bawang goreng, setelah itu dipukul-pukul agar teksturnya menjadi lembut. Kasoami Pepe ini bisa dimakan dengan atau tanpa lauk-pauk pendamping lainnya. Makanan ini bisa tahan dalam jangka waktu satu minggu.

POTRET

Dalam dokumen fa transmedia 2017 edisi 2 low (Halaman 52-54)

Dokumen terkait