• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : GAMBARAN UMUM KEHIDUPAN MASYARAKAT KELURAHAN

B. Penduduk

Wilayah RW 010 adalah wilayah dengan penduduk yang paling padat bila dibandingkan dengan RW lain yang terdapat di wilayah kelurahan kebon sirih. Jumlah kepala keluarga yang tercatat dikelurahan adalah sebanyak 619 kepala keluarga WNI dan tambahan 1 kepala keluarga WNA. Jumlah keseluruhan adalah 620 kepala keluarga, yang terbagi atas 507 laki-laki dan 113 perempuan.1

Jumlah penduduk keseluruhan mencapai 2556 jiwa. Dengan perincian, jenis kelamin laki-laki sebanyak 1294 jiwa, dan jenis kelamin wanita sebanyak 1261 jiwa. Ditambah warga asing perempuan 1 jiwa.

C. Pendidikan

Dengan kepadatan yang telah dipaparkan diatas, harusnya menjadikan daerah ini sebagai penghasil bibit-bibit penerus bangsa yang banyak. Namun sangat disayangkan, faktor pendidikan anak-anak yang ada disini kurang darikata cukup. Hal ini dikarenakan pendidikan bukan prioritas bagi para orang tua dengan alasan

1

mahalnya biaya pendidikan. Perbandingan anak-anak yang sekolah hingga SLTA hanyalah seperempat dari jumlah anak yang ada. Lainnya adalah lulusan SD dan SLTP ataupun tidak tamat sekolah. Dan parahnya anak-anak yang menginjak bangku perkuliahan bisa terhitung dengan jari.

Ekonomi yang sangat pas-pasan menjadikan anak-anak disini harus bisa mencari biaya sendiri untuk membantu keluarga. Kerja serabutan atau berjualan menjadi andalan mereka. Tak jarang mereka melakukan perbuatan melawan hukum untuk menghidupi keluarga. Obat-obatan terlarang sangat terkenal disini. Tak terhitung sudah anak-anak yang mati karena memakai obat-obatan terlarang, tapi tidak membuat warga sadar karena itu bagi sebagian warga adalah sumber mata pencaharian mereka.

D. Perekonomian Masyarakat RW. 010 Kelurahan Kebon Sirih Kecamatan Menteng

Kepadatan penduduk yang terjadi menandakan bahwa penghasilan masyarakat disini rendah. Pekerjaan sebagian penduduk adalah buruh ataupun berdagang. Ditambah lagi dengan minimnya pendidikan yang dianyomi oleh pemuda-pemuda yang ada menjadikan mereka sulit berkembang dan mendapat pekerjaan yang layak.

Kebanyakan penghasilan dari keluarga disini adalah berdagang ataupun menjadi buruh. Anak-anak mereka pun seperti mereka. Ikut bekerja membantu orangtuanya. Hal ini menjadikan mereka sulit untuk mandiri dan berkembang. Mereka tidak akan jauh-jauh dari orang tua mereka. Menambah beban malah bisa

dikatakan begitu. Tidak mempunyai keinginan untuk keluar dan mencoba untuk maju. Berfikiran pendek.

Mereka sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk keluar. Bahkan setelah berkeluarga pun mereka tetap tinggal disini. Dengan alasan daerah ini sangat dekat kemana-mana. Dengan demikian menjadikan wilayah ini semakin sempit karena luas wilayah yang tidak juga bertambah namun penduduknya terus bertambah dan sesak.

Perniagaan menjadi agak lumayan di daerah ini. Tidak akan sulit mencari warung ataupun rumah makan karena hampir di tiap-tiap gang ada yang berjualan. Namun ada beberapa kegiatan perniagaan yang meresahkan di daerah ini. Penjualan obat-obatan terlarang marak disini. Dari dulu daerah ini terkenal dengan hal tersebut. Masyarakat yang ada terlalu masa bodoh dengan keadaan sekitar apalagi bila menyangkut urusan perut. Beberapa masyarakat yang ada dan tahu akan hal ini tidak ada yang berani melapor ke pihak berwajib dengan alasan tidak enak hati dengan orang tersebut karena merupakan warga asli.

Bisa disebutkan bahwa perekonomian di wilayah ini sangat rendah. Hal ini disebabkan mungkin karena kurangnya lahan pekerjaan. Rata-rata penduduknya adalah karyawan swata, buruh, dan lain-lain. Oleh karenanya penghasilan penduduk disini tidaklah besar sehingga berdampak kepada taraf hidup keluarga di bawah rata-rata. Hal ini menjadikan nak-anak di wilayah ini putus sekolah dengan alasan tidak mempunyai biaya. Dengan banyaknya anak-anak yang putus sekolah menjadikan wilayah ini sukar untuk maju.

Masalah perekonomian yang rendah ini menjadi faktor pembentuk jati diri para anak-anak di lingkungan ini. Perhatian yang kurang menjadikan mereka sering salah pergaulan. Ditambah dengan maraknya kenakalan remaja yang sudah sangat memprihatinkan membuat mereka semakin tak terkendali. Di usia yang masih tergolong muda, mereka sudah mengenal rokok, minuman keras, obat-obatan terlarang, bahkan seks bebas. Maka tidaklah mengherankan apabila di umur sekitar 17-an mereka sudah ada yang menikah.

Seiring dengan berjalannya waktu, beberapa kebiasaan buruk sudah mulai ditinggalkan. Saat ini beberapa orang tua sudah tersadar akan pentingnya pendidikan. Beberapa pemuda pun tergerak untuk berubah ke taraf hidup yang lebih baik. Sudah ada yang berani keluar untuk maju. Ketaatan dalam hal beribadah pun sudah mulai berkembang. Beberapa pengajian terbentuk disini. Membuka peluang untuk belajar melalui taklim-taklim baik ibu maupun bapak.

Ada beberapa fasilitas umum di daerah ini, diantaranya; rumah sakit, hotel, museum, tempat beribadah dan MCK yang bisa dikatakan lumayan terawat. MCK disini menjadi kebutuhan pokok warga karena dengan bangunan rumah yang semi permanent, sempit, dan berisikan beberapa kepala keluarga mustahil untuk membangun kamar mandi yang baik.

Dibutuhkan perhatian yang sangat khusus sekali dari para orang tua untuk mendidik anak-anak di lingkungan ini. Karena lengah sedikit saja, anak-anak meraeka sudah terjerumus dengan pergaulan lingkungan yang meresahkan.

Maka dari itu dibutuhkan kewaspadaan yang besar dari para orang tua agar anak-anak tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang salah. Mungkin dengan mengontrol anak-anak mereka termasuk kedalam protek yang baik untuk masa depan anaknya.

BAB IV

PEMBAHASAN SERTA ANALISA DATA A. Pembahasan

Dalam masyarakat perkotaan, segalanya mudah didapatkan. Informasi cetak maupun elektronik begitu cepat tersebar. Apalagi di era digital ini, tidak ada satupun berita yang tidak teraktual. Oleh karenanya sangatlah tidak mungkin apabila masyarakat perkotaan ketinggalan berita.

Mulai dari berita yang tak lazim untuk diberitakan atau memang berita yang layak untuk diberitakan tersaji jelas di masyarakat perkotaan. Media elektronik dapat ditemukan disini. Bisa dikatakan 1 : 1000 masyarakat yang tidak mempunyai alat elektronik. Karena alat elektronik di masyarat perkotaan adalah kebutuhan primer bagi masyarakat perkotaan.

Selain itu media cetak pun dapat dengan mudah didapatkan. Mustahil di ibukota sulit untuk mendapatkan media cetak. Dipinggir-pinggir jalan banyak sekali pedagang asongan menjajakan Koran. Biasanya dihalaman pertama pasti terpampang berita terbaru dan terpanas di negeri ini.

Oleh karenanya dapat dipastikan adanya perundang-undangan baru penyempurnaan pada undang-undang terdahulu tentunya akan mudah di dapatkan. Tinggal kita mencari cara yang tepat untuk mengaplikasikannya kepada masyarakat. Tidak dapat kita pungkiri, di masyarakat kita, walaupun sudah maju cuma sulit untuk menerima hal-hal baru yang menuju kearah positif. Sangat berbalik dengan hal-hal baru yang bersifat negatif maka akan dengan sangat cepat sekali teraplikasi.

Pernikahan adalah sebuah akad yang agung. Dibangun di atas dasar hak dan kewajiban pasangan suami istri kepada sang Kholiq dan kepada sesama. Islam pun mengaturnya sejak awal proses pemilihan pasangan hidup, prosesi pernikahan itu sendiri, saat-saat bersama mengayuh biduk maupun ketika terselimuti kabut fitnah. Bahkan ketika porak poranda sekalipun Islam mengaturnya.

Islam mensyaratkan akad dari seorang wali wanita dengan disaksikan dua orang saksi, serta mensyariatkan agar diumumkan kepada masyarakat adanya ikatan agung ini. Dan berlayarnya bahtera ini dibarengi dengan keridhoan dan kebahagiaan, tanpa ada keresahan sosial dan pandangan curiga dari masyarakat sekitar.

Namun seiring dengan semakin jauhnya manusia dari cahaya nubuwwah, bermunculanlah manusia yang melalaikan kewajiban. Suami pura-pura lupa tugasnya atau istri terlalu berani pegang kendali. Di luar rumahpun ada orang-orang yang mau bersaksi palsu, muncullah problematika baru yang mungkin belum pernah ada sebelumnya. Untuk menghindari hal itu dan untuk kebutuhan-kebutuhan penting lainnya maka dibutuhkanlah sebuah bukti akurat berupa pencatatan akad pernikahan oleh sebuah lembaga resmi. Pemerintah muslim di seluruh dunia pun mewajibkan pencatatan pernikahan pada lembaga resmi tersebut. Banyak maslahat yang diperoleh dan banyak mafsadah yang dihilangkan atau setidak-tidaknya diminimalkan dengan hal baru ini, pencatatan akad nikah.1

1

Abu Ubdaidah, “Nikah Ilegal, Nikah bermasalah”, artikel diakses pada 3 Maret 2010 dari http://moslemsunnah.wordpress.com/2010/02/26/menikah-sirri-nikah-urfi-antara-hukum-syari-undang-undang-negara/

Meski bukan syarat sah sebuah pernikahan, dan pernikahan tetap sah selama terpenuhi syarat rukun secara syar’i, namun karena pencatatan akad nikah diwajibkan oleh pemerintah maka wajib bagi setiap insan beriman untuk menaati ketetapan ini.

Bukankah merupakan salah satu pokok aqidah Ahlussunnah yang sudah mapan bahwa wajib menaati pemerintah selagi bukan untuk maksiat kepada Allah. Jika peraturan semacam ini dianggap tidak wajib, lalu peraturan pemerintah macam apa lagi yang akan menjadi wajib.

Seseorang baru berhak dijatuhi sanksi hukum di dunia ketika orang tersebut;

pertama, meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan sholat, jihad, dan lain sebagainya; kedua, mengerjakan tindak haram, seperti minum khamar dan mencaci Rasul saw, dan lain sebagainya; ketiga, melanggar aturan-aturan administrasi negara, seperti melanggar peraturan lalu lintas, perijinan mendirikan bangunan, dan aturan-aturan lain yang telah ditetapkan oleh negara. 2

Berdasarkan keterangan diatas, masyarakat yang pro terhadap nikah sirri menyimpulkan; pernikahan yang tidak dicatatkan di lembaga pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga pelakunya berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, pernikahan yang ia lakukan telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. Adapun rukun-rukun pernikahan adalah sebagai berikut; (1) wali, (2) dua orang saksi, dan (3) ijab qabul.

2

Syamsuddin Ramadhan An Nawiy, “Hukum Islam Tentang Nikah Siri”, artikel diakses pada 3 Maret 2010 dari (http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/14/hukum-islam-tentang-nikah-siri/)

Jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil.3

Adapun berkaitan hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara, maka kasus ini dapat dirinci sebagai berikut.

Pertama, pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang dianggap absah sebagai bukti syar’iy (bayyinah syar’iyyah) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya. Hanya saja, dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara, bukanlah satu-satunya alat bukti syar’iy. Kesaksian dari saksi-saksi pernikahan atau orang-orang yang menyaksikan pernikahan, juga absah dan harus diakui oleh negara sebagai alat bukti syar’iy. Negara tidak boleh menetapkan bahwa satu-satunya alat bukti untuk membuktikan keabsahan pernikahan seseorang adalah dokumen tertulis. Pasalnya, syariat telah menetapkan keabsahan alat bukti lain selain dokumen tertulis, seperti kesaksian saksi, sumpah, pengakuan (iqrar), dan lain

3

Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqh Munakahat ( Bandung: Pustaka Setia, 1999) h.65-72

sebagainya. Berdasarkan penjelasan ini dapatlah disimpulkan bahwa, orang yang menikah siri tetap memiliki hubungan pewarisan yang sah, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari pernikahan. Selain itu, kesaksian dari saksi-saksi yang menghadiri pernikahan siri tersebut sah dan harus diakui sebagai alat bukti syar’iy. Negara tidak boleh menolak kesaksian mereka hanya karena pernikahan tersebut tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; atau tidak mengakui hubungan pewarisan, nasab, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari pernikahan siri tersebut.4

Kedua, pada era keemasan Islam, di mana sistem pencatatan telah berkembang dengan pesat dan maju, tidak pernah kita jumpai satupun pemerintahan Islam yang mempidanakan orang-orang yang melakukan pernikahan yang tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan resmi negara. Lebih dari itu, kebanyakan masyarakat pada saat itu, melakukan pernikahan tanpa dicatat di lembaga pencatatan sipil. Tidak bisa dinyatakan bahwa pada saat itu lembaga pencatatan belum berkembang, dan keadaan masyarakat saat itu belumnya sekompleks keadaan masyarakat sekarang. Pasalnya, para penguasa dan ulama-ulama kaum Muslim saat itu memahami bahwa hukum asal pencatatan pernikahan bukanlah wajib, akan tetapi mubah. Mereka juga memahami bahwa pembuktian syar’iy bukan hanya dokumen tertulis.

Ketiga, dalam khazanah peradilan Islam, memang benar, negara berhak menjatuhkan sanksi hukum kepada orang yang melakukan tindakan melanggar

4

Syamsuddin Ramadhan An Nawiy, “Hukum Islam Tentang Nikah Siri”, artikel diakses pada 3 Maret 2010 dari (http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/14/hukum-islam-tentang-nikah-siri/)

hukum.5 Pasalnya, negara (dalam hal ini seorang Khalifah dan orang yang

diangkatnya) mempunyai hak untuk menetapkan aturan-aturan tertentu untuk mengatur urusan-urusan rakyat yang belum ditetapkan ketentuan dan tata cara pengaturannya oleh syariat; seperti urusan lalu lintas, pembangunan rumah, eksplorasi, dan lain sebagainya. Khalifah memiliki hak dan berwenang mengatur urusan-urusan semacam ini berdasarkan ijtihadnya. Aturan yang ditetapkan oleh khalifah atau qadhi dalam perkara-perkara semacam ini wajib ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat. Siapa saja yang melanggar ketetapan khalifah dalam urusan-urusan tersebut, maka ia telah terjatuh dalam tindakan melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi akibat pelanggaran hukum yang telah ditetapkan oleh khalifah. Misalnya, seorang khalifah berhak menetapkan jarak halaman rumah dan jalan-jalan umum, dan melarang masyarakat untuk membangun atau menanam di sampingnya pada jarak sekian meter. Jika seseorang melanggar ketentuan tersebut, khalifah boleh memberi sanksi kepadanya dengan denda, cambuk, penjara, dan lain sebagainya.

Demikian juga dalam hal pengaturan urusan pernikahan. Khalifah boleh saja menetapkan aturan-aturan administrasi tertentu untuk mengatur urusan pernikahan; misalnya, aturan yang mengharuskan orang-orang yang menikah untuk mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan resmi negara, dan lain sebagainya. Aturan semacam ini wajib ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat. Untuk itu, negara berhak

5

Syamsuddin Ramadhan An Nawiy, “Hukum Islam Tentang Nikah Siri”, artikel diakses pada 3 Maret 2010 dari (http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/14/hukum-islam-tentang-nikah-siri/)

memberikan sanksi bagi orang yang tidak mencatatkan pernikahannya ke lembaga pencatatan negara. Pasalnya, orang yang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan negara padahal negara telah menetapkan aturan tersebut telah terjatuh pada tindakan mukhalafat. Bentuk dan kadar sanksi mukhalafat diserahkan sepenuhnya kepada khalifah dan orang yang diberinya kewenangan.

Keempat, jika pernikahan siri dilakukan karena faktor biaya; maka pada kasus semacam ini negara tidak boleh mempidanakan dan menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada pelakunya. Pasalnya, orang tersebut tidak mencatatkan pernikahannya dikarenakan ketidakmampuannya; sedangkan syariat tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya. Oleh karena itu, Negara tidak boleh mempidanakan orang tersebut, bahkan wajib memberikan pelayanan pencatatan gratis kepada orang-orang yang tidak mampu mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan Negara.6

Kelima, pada dasarnya, Nabi saw telah mendorong umatnya untuk menyebarluaskan pernikahan dengan menyelenggarakan walimatul ‘ursy. Anjuran untuk melakukan walimah, walaupun tidak sampai berhukum wajib akan tetapi nabi sangat menganjurkan (sunnah muakkadah)7. Nabi saw bersabda;

ﻮﻋ ﺣﺮﻟا ﺪ ﻋنأ ﻚﻟﺎ أ ﻋ ﷲاﻰ ﺻﷲا لﻮ رﺪﻬﻋﻰ ﻋ جوﺰﺗف ﻰ ﻋ وﻪﻴ ﻋ ةﺎﺸ ﻮﻟو ﻟوأ وﻪﻴ ﻋﷲاﻰ ﺻﷲالﻮ رﻪﻟلﺎﻘﻓ هز ةاﻮ نزو ) ﺴ ىور ( 6

Syamsuddin Ramadhan An Nawiy, “Hukum Islam Tentang Nikah Siri”, artikel diakses pada 3 Maret 2010 dari (http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/14/hukum-islam-tentang-nikah-siri/)

7

M.A. Tihari dan Sohari Sahroni, Fikih Munakahat Kajian: Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Press, 2009) h.132

Artinya : “Adakan walimah walaupun dengan seekor kambing”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]8

Banyak hal-hal positif yang dapat diraih seseorang dari penyiaran pernikahan; di antaranya adalah ; (1) untuk mencegah munculnya fitnah di tengah-tengah masyarakat; (2) memudahkan masyarakat untuk memberikan kesaksiannya, jika kelak ada persoalan-persoalan yang menyangkut kedua mempelai; (3) memudahkan untuk mengidentifikasi apakah seseorang sudah menikah atau belum.9

Hal semacam ini tentunya berbeda dengan pernikahan yang tidak disiarkan, atau dirahasiakan (siri). Selain akan menyebabkan munculnya fitnah; misalnya jika perempuan yang dinikahi siri hamil, maka akan muncul dugaan-dugaan negatif dari masyarakat terhadap perempuan tersebut; pernikahan siri juga akan menyulitkan pelakunya ketika dimintai persaksian mengenai pernikahannya. Jika ia tidak memiliki dokumen resmi, maka dalam semua kasus yang membutuhkan persaksian, ia harus menghadirkan saksi-saksi pernikahan sirinya; dan hal ini tentunya akan sangat menyulitkan dirinya. Atas dasar itu, anjuran untuk mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara menjadi relevan, demi mewujudkan kemudahan-kemudahan bagi suami isteri dan masyarakat serta untuk mencegah adanya fitnah.10

8

A. Razak dan Rais Lathief, Terjemah Hadis Shahih Muslim, Cet.2 (Jakarta; Pustaka Al Husna, 1980) h.177

9

Syamsuddin Ramadhan An Nawiy, “Hukum Islam Tentang Nikah Siri”, artikel diakses pada 3 Maret 2010 dari (http://hizbut-tahrir.or.id/2009/03/14/hukum-islam-tentang-nikah-siri/)

10

Masyarakat Indonesia ini adalah masyarakat yang konsumtif, tapi sayang dalam hal negatif. Bila hal itu mengarah ke perbaikan maka ada saja alasan masyarakat menolak hal ini. Seperti baru-baru ini pemerintah hendak mengeluarkan peraturan baru, yakni menjatuhkan sanksi pidana terhadap pernikahan sirri, masyarakat dengan lantang menolak ini.

Hal ini bahkan didukung oleh para pemuka masyarakat untuk menolak peraturan ini. Mereka beralasan bahwa nikah sirri itu sah secara agama. Penulis setuju dengan hal ini, tapi seharusnya masyarakat itu juga sadar bahwa pemerintah mengeluarkan peraturan ini semata-mata untuk kebaikan masyarakat itu sendiri.

Sepertinya masyarakat itu masih ingin melaksanakan pernikahan sirri. Padahal apa susahnya menikah resmi. Tinggal datang ke pejabat terkait, lalu daftarkan diri. Tidak repot dan prosesnya juga cepat.

Bila alasan masyarakat adalah biaya, toh nikah sirri juga memerlukan biaya. Bahkan tidak beda jauh dengan nikah resmi. Atau kita usul saja ke pemerintah agar ada pengurangan biaya nikah untuk masyarakat tidak mampu. Jadi tidak perlu ada pro dan kontra dalam permasalahan nikah sirri. Dan baiknya pula, para pemuka masyarakat mendukung pemerintah menerapkan hal ini. Agar tidak ada jarak antara pemerintah dengan masyarakat.

Sebagai warga yang baik dan ingin menuju ke perubahan yang lebih baik lagi, kita wajib mendukung gerakan pemerintah yang mengarahkan kita kearah perbaikan. Jangan kita cemooh. Harusnya kita senang karena pemerintah masih mau memikirkan kita.

Jadi segala peraturan yang baru itu harus bisa di aplikasikan di dalam kehidupan bermasyarakat. Apalagi undang-undang yang telah berjalan lama seperti undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang telah memasuki usia lebih dari 35 tahun. Harusnya telah mendarah daging dan tidak ada lagi persoalan terlebih di kota besar.

Pernikahan sebagai sesuatu yang sangat sakral dan telah diatur oleh pemerintah hendaklah dipatuhi. Tidak ada alasan sebagai masyarakat yang sadar hukum untuk mengesampingkan aturan yang telah dibuat oleh pemerintah. Meskipun dengan berbagai alasan yang dapat di mengerti oleh nalar. Karena pemerintah pun pasti punya solusi akan masalah atau kendala terhadap semua peraturan yang telah dibuat.

Sejarah pencatatan akad nikah dimulai ketika kaum muslimin pada zaman dahulu mencukupkan diri untuk melangsungkan nikah dengan lafadz dan saksi, tanpa memandang perlu untuk dicatat dalam catatan resmi. Namun, dengan berkembangnya kehidupan dan berubahnya keadaan, dimana dimungkinkan para saksi itu lupa, lalai, meninggal dunia, dan sebagainya, maka diperlukan adanya pencatatan akad nikah secara tertulis.11

Awal pencatatan akad nikah adalah ketika kaum muslimin mulai mengakhirkan mahar atau sebagain mahar, lalu catatan pengakhiran mahar tersebut dijadikan bukti pernikahan. Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan: “Para sahabat

11

, Ahmad bin Yusuf ad-Daryuwisy, Az-Zawaj Al-‘Urfi, cet.I, (KSA: Darul Ashimah, 1426 H) h. 5

tidak menulis mahar karena mereka tidak mengakhirkannya, bahkan memberikannya secara langsung, seandainya diantara mereka ada yang mengakhirkan tetapi dengan cara yang baik. Tatkala manusia mengakhirkan mahar padahal waktunya lama dan terkadang lupa maka mereka menulis mahar yang diakhirkan tersebut, sehingga catatan itu merupakan bukti kuat tentang mahar dan bahwasanya wanita tersebut adalah istrinya”.12

Pencatatan akad nikah secara resmi memiliki beberapa manfaat yang banyak sekali, diantaranya:

1. Menjaga hak dari kesia-siaan, baik hak suami istri atau hak anak berupa nasab, nafkah, warisan dan sebagainya. Catatan resmi ini merupakan bukti otentik yang tidak bisa digugat untuk mendapatkan hak tersebut.

2. Menyelesaikan persengketaan antara suami istri atau para walinya ketika mereka berselisih, karena bisa jadi salah satu diantara mereka akan mengingkari suatu hak untuk kepentingan pribadi dan pihak lainnya tidak memiliki bukti karena saksi telah tidak ada. Maka dengan adanya catatan ini, hal itu tidak bisa diingkari.

3. Catatan dan tulisan akan bertahan lama, sehingga sekalipun yang bertanda tangan telah meninggal dunia namun catatan masih berlaku. Oleh karena itu, para ulama menjadikan tulisan merupakan salah satu cara penentuan hukum.

12

Abu Ubaidah as-Sidawi, Hukum Menikah Sirri (Nikah 'Urfi)? (Antara Hukum Syar'i & Undang Undang Negara), artikel diakses pada 3 maret 2010 dari http://abiubaidah.com/

4. Catatan nikah akan menjaga suatu pernikahan dari pernikahan yang tidak

Dokumen terkait