• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Beberapa Parameter

C. PENDUGAAN UMUR SIMPAN

3. Pendugaan Umur Simpan Berdasarkan Beberapa Parameter

a. Bilangan TBA

Analisis bilangan thiobarbituric acid (TBA) dilakukan setiap minggu pada produk yang telah disimpan di dalam inkubator yang berbeda suhunya, yaitu 32°C, 37°C, 45°C, 50°C, dan 52 °C. Penyimpanan pada kelima suhu ini diharapkan dapat mempercepat terjadinya kerusakan pada produk sehingga umur simpan ditentukan berdasarkan penggunaan ekstrapolasi ke suhu penyimpanan.

Data bilangan TBA yang diperoleh dari pengukuran mi instan subtitusi jagung setiap minggunya, kemudian di plotkan ke dalam ordo 0 dan ordo 1. Pada ordo 0, data bilangan TBA (sumbu-y) diplotkan terhadap waktu penyimpanan (sumbu-x), sedangkan pada ordo 1 yang diplotkan ke dalam sumbu-y adalah dalam bentuk ln bilangan TBA. Adapun data hasil pengukuran bilangan TBA dapat dilihat pada Lampiran 15.

Setelah data tersebut diplotkan ke dalam ordo 0 dan ordo 1, maka ordo reaksi yang paling sesuai adalah ordo reaksi yang mempunyai nilai koefisien determinasi (R2) paling tinggi yaitu ordo reaksi nol. Dari kelima persamaan garis tersebut, kemudian dapat diperoleh nilai konstanta laju penurunan mutu produk (k) pada masing-masing suhu penyimpanan, yaitu sebesar 0.004, 0.007, 0.010, 0.0018, dan 0.019 yang dapat dilihat pada Lampiran 17. Nilai k yang semakin meningkat menunjukkan semakin tingginya laju penurunan mutu pada suhu penyimpanan yang semakin tinggi. Adanya tren peningkatan nilai k ini akan memberikan nilai koefisien determinasi (R2

Perhitungan umur simpan produk pada suhu tertentu selanjutnya dapat ditentukan dengan menghubungkan nilai k yang telah diperoleh dengan nilai suhu yang diinginkan melalui

) yang cukup tinggi pada model Arrhenius. Selain itu, peningkatan nilai k ini menunjukkan bahwa parameter bilangan TBA dipengaruhi oleh adanya perubahan suhu, sehingga dapat digunakan untuk perhitungan pendugaan umur simpan.

30

Tabel 8. Nilai koefisien determinasi (R2

Parameter

) dari grafik penurunan mutu menurut ordo reaksi 0 dan ordo reaksi 1 Suhu Penyimpanan (°C) R Ordo reaksi yang dipilih 2 Ordo Reaksi 0 Ordo Reaksi 1 TBA 32 0.711 0.701 0 37 0.566 0.546 45 0.839 0.801 50 0.937 0.929 52 0.924 0.933 Peroksida 32 0.932 0.872 0 37 0.947 0.849 45 0.919 0.874 50 0.989 0.883 52 0.989 0.882 KPAP 32 0.512 0.525 1 37 0.528 0.529 45 0.612 0.612 50 0.548 0.546 52 0.143 0.141 Warna Nilai L 32 0.095 0.094 1 37 0.332 0.338 45 0.650 0.646 50 0.312 0.311 52 0.130 0.136 Nilai a 32 0.574 0.565 0 37 0.259 0.224 45 0.260 0.233 50 0.353 0.350 52 0.277 0.248 Nilai b 32 0.774 0.769 1 37 0.440 0.432 45 0.637 0.653 50 0.554 0.566 52 0.658 0.660 Tekstur Kekerasan 32 0.006 0.039 37 0.480 0.580 45 0.292 0.326 1 50 0.436 0.487 52 0.177 0.216 Kekenyalan 32 0.366 0.428 37 0.662 0.706 45 0.496 0.514 1 50 0.549 0.549 52 0.317 0.395 Elastisitas 32 0.101 0.100 37 0.057 0.060 45 0.352 0.367 1 50 0.420 0.422 52 0.525 0.524

y = -7544.x + 19.26 R² = 0.975 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 0.00306 0.00312 0.00318 0.00324 0.00330 Ln Kt 1/T (K-1)

pemplotan ln k dan 1/T pada kurva (Gambar 9), sehingga dapat diketahui ekstrapolasi umur simpan produk pada tingkatan suhu lain dan besar energi aktivasinya. Dari persamaan tersebut, diperoleh nilai energi aktivasinya (Ea) sebesar 62.780,82 J/mol dan laju perubahan mutu (nilai k) pada suhu ruang sebesar 0.0036. Umur simpan produk mi instan subtitusi jagung pada suhu ruang (30°C) dapat diketahui dengan memasukkan nilai k, nilai kritis, dan nilai awal produk pada persamaan tersebut, yaitu selama kurang lebih 81 hari atau 3 bulan.

Gambar 9. Grafik pendugaan umur simpan berdasarkan parameter bilangan TBA

b. Bilangan Peroksida

Penentuan umur simpan mi instan subtitusi jagung berdasarkan parameter bilangan peroksida, tidak terlalu berbeda dengan bilangan TBA. Perbedaan tersebut hanya terletak pada metode analisis dan perhitungan bilangan peroksida saja. Data pengukuran bilangan peroksida produk selama penyimpanan, dapat dilihat pada Lampiran 19. Data-data tersebut kemudian diplotkan kembali ke dalam grafik ordo 0 dan ordo 1. Dari kedua grafik tersebut dapat dilihat bahwa grafik ordo 0 mempunyai koefisien determinasi (R2

Nilai k dari kelima persamaan tersebut (Lampiran 21), semakin meningkat dengan semakin tingginya suhu penyimpanan. Hal ini menunjukkan laju penurunan mutu produk semakin tinggi dengan semakin meningkatnya suhu dan parameter ini sensitif terhadap adanya perubahan suhu. Nilai k tersebut, kemudian diplotkan kedalam grafik yang dapat dilihat pada Gambar 10 dengan 1/T sebagai sumbu-x dan ln k sebagai sumbu-y. Dari persamaan tersebut dapat diperoleh nilai energi aktivasinya sebesar 102.578,13 J/mol dan dapat diperoleh pula nilai k (konstanta laju penurunan mutu) pada suhu ruang (30°C) sebesar 0.0736. Selanjutnya nilai k tersebut diplotkan ke dalam persamaan perhitungan umur simpan mengikuti ordo reaksi nol, sehingga dapat diperoleh umur simpan mi instan subtitusi jagung berdasarkan parameter peroksida selama 181 hari atau 6.5 bulan.

) yang lebih besar dibandingkan dengan koefisien determinasi ordo 1 sehingga persamaan ordo 0 paling sesuai digunakan untuk perhitungan selanjutnya.

32

y = -12338x + 38.11 R² = 0.974 -3.0 -2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 0.00306 0.00312 0.00318 0.00324 0.00330 Ln Kt 1/T (K-1)

Gambar 10. Grafik pendugaan umur simpan berdasarkan parameter bilangan peroksida

c. Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP)

Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) menunjukkan banyaknya padatan dalam mi yang keluar atau terlarut ke dalam air selama proses pemasakan. Nilai KPAP diukur selama 5 minggu penyimpanan dan diperoleh data pengukuran KPAP seperti yang terlihat pada Lampiran 23. Perubahan nilai mutu KPAP mi instan subtitusi jagung selama 5 minggu penyimpanan menunjukkan data yang sangat tidak beraturan sehingga menyebabkan nilai koefisien determinasi (R2

Selain itu, setelah diolah ke dalam ordo 1, yaitu ordo yang mempunyai nilai R ) dari persamaan garis pada berbagai suhu penyimpanan mempunyai nilai yang kecil seperti yang terlihat pada Lampran 24.

2 lebih besar, nilai k yang diperoleh tidak semakin besar dengan semakin tingginya suhu melainkan mengalami perubahan yang tidak sebanding dengan peningkatan suhu penyimpanan, yaitu 0.014, 0.008, 0.007, 0.009, dan 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa parameter ini memang tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu dan akan memberikan model Arrhenius yang mempunyai nilai koefisien korelasi kecil, sehingga umur simpan produk mi instan subtitusi jagung tidak dapat diduga dari parameter KPAP. Reaksi deteriorasi yang terjadi berdasarkan parameter KPAP, diduga lebih kompleks dibandingkan dengan parameter TBA atau peroksida, sehingga kerusakan produk yang mengakibatkan kerusakan pada parameter KPAP ini terjadi lebih lama.

d. Warna

Warna merupakan salah satu komponen terpenting bagi suatu produk pangan (Gokmen, 2006). Warna juga sering diasosiasikan sebagai faktor yang menggambarkan tingkat kesegaran, kematangan, daya beli, dan keamanan dari suatu produk. Selain itu, konsumen menggunakan penglihatan mereka untuk mengevaluasi warna produk ketika mereka akan membeli produk tersebut (Hatcher et al., 2000). Oleh karena itu, warna menjadi faktor yang harus dikontrol untuk menjaga mutu dari suatu produk pangan.

Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna. Cahaya tersebut bisa diserap ataupun dipantulkan oleh permukaan benda. Identitas suatu warna ditentukan oleh panjang gelombang cahaya tersebut. Panjang gelombang warna yang masih dapat ditangkap oleh mata manusia berkisar antara 380-780 nanometer. Jika pigmen pada suatu benda menyerap cahaya maka, benda tersebut akan terlihat berwana. Begitu pula yang terjadi pada warna mi instan subtitusi jagung.

Warna pada produk mi instan subtitusi jagung dapat mengalami perubahan selama penyimpanan. Hal ini desebabkan oleh pigmen karoten yang terdapat pada mi jagung itu sendiri tidak stabil terhadap panas sehingga diperkirakan produk akan mengalami perubahan warna. Pengukuran warna produk dilakukan dengan menggunakan chromameter Hunter Lab. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan (light), nilai a menunjukkan karakteristik warna merah dan hijau, dan nilai b memperlihatkan karakteristik warna kuning dan biru (Papadakis et al., 2000).

Pengukuran warna dilakukan selama 5 minggu dengan menggunakan alat chromameter. Hasil pengukuran warna mi instan subtitusi jagung dapat dilihat pada Lampiran 25 untuk nilai L, Lampiran 27 untuk nilai a, dan Lampiran 29 untuk nilai b. Tabel tersebut menunjukkan perubahan mutu warna yang terjadi selama 5 minggu penyimpanan pada produk mi instan subtitusi jagung. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa, hasil yang diperoleh baik pada nilai kecerahan (L), nilai warna merah (a), dan nilai warna kuning (b), ketiganya tidak menunjukkan perubahan warna yang berbanding lurus dengan meningkatnya suhu penyimpanan sehingga parameter warna tidak dapat digunakan untuk pendugaan umur simpan mi instan subtitusi jagung. Hal tersebut juga dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2) pada masing-masing atribut yang sangat kecil, bahkan ada yang dibawah 0.100 sehingga dapat dikatakan bahwa nilai mutu yang terukur tidak menunjukkan adanya keeratan data satu sama lain dan akan menghasilkan perhitungan umur simpan yang tidak akurat.

e. Tekstur

Tekstur mi instan subtitusi jagung diukur dengan menggunakan alat Texture Profile Analyzer (TPA). Parameter yang dilihat pada pengukuran kali ini adalah kekerasan, kekenyalan, dan elastisitas dari produk tersebut. Kekerasan merupakan daya tahan bahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan. Kekenyalan merupakan daya tahan bahan untuk lepas oleh adanya gaya tekan. Sedangkan elastisitas diartikan sebagai kemampuan mi matang untuk kembali ke kondisi semula setelah diberikan tekanan pertama. Data hasil pengukuran tekstur menggunakan TPA dapat dilihat pada Lampiran 31 untuk atribut kekerasa, Lampiran 33 untuk atribut kekenyalan, dan Lampiran 35 untuk atribut elastisitas.

Berdasarkan hasil pengukuran selama 5 minggu, dapat dilihat bahwa nilai kekerasan, kekenyalan, dan juga elastisitas tidak menunjukkan penurunan mutu yang signifikan dengan semakin meningkatnya suhu penyimpanan. Hal ini memperlihatkan bahwa parameter tekstur tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu dan reaksi deteriorasi yang terjadi berlangsung sangat lambat. Selain itu, kondisi mi pada saat pengukuran berbeda-beda sehingga akan mempengaruhi tekstur mi tersebut. Mi yang diukur pada urutan terakhir akan cenderung lebih keras karena mi tersebut sudah dalam kondisi dingin dan kaku. Oleh karena itu, parameter tekstur tidak dapat digunakan untuk pedugaan umur simpan karena diperkirakan dapat memberikan model Arrhenius yang tidak baik.

34

f. Analisis Organoleptik

Sebelum dilakukan pengukuran parameter tektur, warna, dan flavor secara organoleptik, diperlukan serangkaian seleksi dan pelatihan untuk memperoleh panelis terlatih. Panelis terlatih ini diharapkan akan dapat memberikan penilaian yang sesuai dengan kondisi sebenarnya.

(i) Seleksi dan Pelatihan Panelis Terlatih

Panelis terlatih digunakan untuk mengevaluasi mutu sensori mi instan subtitusi jagung selama penyimpanan. Pembentukan panelis terlatih ini diawali dengan seleksi panelis dan kemudian diikuti dengan serangkaian pelatihan panelis. Menurut Meilgaard (1999), tahapan seleksi panelis terlatih untuk uji pembedaan meliputi matching test yang terdiri dari uji kesesuaian atau uji identifikasi terhadap rasa dan aroma dasar, uji rangking, dan uji pembedaan dalam bentuk uji segitiga.

Seleksi panelis terlatih menggunakan 2 macam metode, yaitu uji rasa dan aroma dasar dan uji segitiga. Form dari uji-uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Calon panelis yang lolos seleksi yang menjadi kandidat panelis terlatih adalah panelis yang dapat menjawab dengan benar sekurang-kurangnya 80% untuk uji deskriptif dan 60% untuk uji segitiga (Meilgaard et al., 1999). Calon panelis terlatih yang lolos uji rasa dan aroma dasar kemudian diminta untuk melakukan uji segitiga. Pada uji segitiga panelis diminta untuk mengidentifikasi 1 sampel berbeda dari 3 sampel yang disediakan berdasarkan atribut tekstur, warna, dan tingkat ketengikannya. Berdasarkan uji- uji tersebut diperoleh 11 orang calon panelis terlatih yang dapat dilihat pada Lampiran 4.

Panelis yang terpilih dalam kepentingan penelitian ini adalah panelis yang memiliki waktu dan motivasi tinggi dalam mengikuti serangkaian pelatihan yang diadakan secara konsisten. Calon panelis terlatih yang telah diseleksi harus mengikuti rangkaian pelatihan secara kontinu sehingga dapat secara layak dikatakan terlatih dalam hal evaluasi mi instan subtitusi jagung. Setelah diperoleh calon panelis terlatih, maka dapat dilakukan pelatihan panelis selama 5 minggu (10 kali tatap muka, 2 jam). Proses pelatihan ini lebih cepat dibandingkan yang dijelaskan dalam Meillgard, et al (1999) karena calon panelis terlatih tersebut sudah dapat memberikan nilai yang konstan terhadap perbedaan suhu penyimpanan dan dapat mengidentifikasi dengan baik perbedaan tekstur, warna, dan flavor antar sampel mi selama 5 minggu penyimpanan pada suhu penyimpanan yang berbeda-beda.

Tahap pelatihan panelis bertujuan untuk meningkatkan kemampuan panelis dalam mengenali, membedakan, mendeskripsikan, dan mengkuantifikasi atribut sensori yang terdapat dalam suatu produk dengan menggunakan bahasa flavor yang telah disepakati bersama (Heymann

et al,. 1993). Namun demikian, pada intinya tahap pelatihan panelis ini bertujuan untuk melatih kepekaan dan konsistensi panelis dalam mengevaluasi kualitas mi dari sudut pandang beberapa atribut/parameter kritis.

Jenis uji yang digunakan dalam pelatihan panelis ini adalah uji rating atribut. Uji rating ini menggunakan skala 1-7 yang bertujuan untuk memberi keleluasaan kepada panelis dalam mengevaluasi sampel dalam kisaran atau rentang nilai skala yang lebih luas. Lawless dan Heymann (1998) menyatakan bahwa penggunaan skala kategori dengan tingkatan skala yang lebih banyak diperbolehkan sehingga dapat memberikan alternatif yang cukup kepada panelis dalam mempresentasikan tingkat perbedaan yang ada.

Pada awal proses pelatihan para calon panelis terlatih diperkenalkan dengan beberapa sampel mi dari mulai sampel mi reference, sampel mi yang masih dalam kondisi bagus atau belum lama diproduksi sampai mi yang sudah mengalami penyimpanan 5 minggu, mengalami penurunan mutu, dan berbau tengik. Menurut Diana (2008), reference untuk pelatihan harus merupakan reference yang baik (as an anchor point), yaitu memiliki variasi yang terukur dimana panelis masih dapat membedakan intensitasnya. Dalam hal ini, reference yang digunakan adalah sampel mi instan subtitusi jagung yang belum lama diproduksi atau yang disimpan di suhu ruang. Penggunaan reference pada setiap kali pengujian selama pelatihan berguna untuk memperlihatkan kepada panelis mengenai batas mutu awal sampel yang belum mengalami penyimpanan karena adanya kemungkinan panelis tidak dapat mengingat mutu awal produk.

Perkenalan sampel ini dilakukan setiap kali pertemuan sampai panelis dapat merasakan perbedaan antara sampel mi yang sudah mulai mengalami penurunan mutu dengan mi yang masih dapat diterima konsumen. Setelah para panelis dapat memberikan penilaian yang konstan terhadap perubahan mutu produk, maka panelis tersebut sudah siap untuk melakukan berbagai serangkaian uji yang sebenarnya.

Selain itu, hasil diskusi grup bersama panelis memperlihatkan bahwa parameter penting yang berperan terhadap penolakan produk oleh konsumen adalah atribut flavor (aroma tengik), warna mi sebelum direhidrasi, dan tekstur mi setelah direhidrasi. Beberapa parameter hasil kesepakatan diskusi dari panelis inilah yang ditetapkan sebagai parameter kritis organoleptik dan selanjutnya diujikan selama penyimpanan. Sebagai pendukung data subyektif ini, ditetapkan pula beberapa analisis objektif dalam pendugaan umur simpan, yaitu analisis bilangan TBA, bilangan peroksida, kehilangan padatan akibar pemasakan (KPAP), analisis warna dengan chromameter

dan analisis tekstur dengan texture profile analyzer (TPA). Setelah itu, para calon panelis terlatih tersebut diminta untuk menentukan skor nilai mutu awal dan nilai mutu yang ditolak (nilai kritis) melalui FGD (Focus Group Discussing).

Nilai mutu awal ditentukan dengan memberikan penilaian terhadap produk mi instan subtitusi jagung yang baru diproduksi. Hasil penilaian sensori tersebut kemudian dirata-ratakan dan dijadikan nilai mutu awal untuk parameter subjektif, sedangkan untuk parameter objektif, nilai mutu awal diperoleh dengan menganalisis sampel yang baru diproduksi secara kimiawi maupun fisik. Berbeda dengan nilai mutu awal, nilai mutu kritis untuk parameter subjektif ditentukan berdasarkan kesepakatan yang terjadi di antara panelis tersebut pada saat FGD, sedangkan parameter objektif ditentukan dengan menganalisis sampel secara kimiawi maupun fisik yang sebelumnya telah ditentukan sebagai sampel pembatas penolakan produk.

(ii) Tekstur

Hasil uji sensori oleh para panelis terlatih terhadap atribut tekstur mi instan subtitusi jagung selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 5. Jika data tersebut diolah lebih lanjut lagi, dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi (R2) ordo ke satu lebih besar dibandingkan ordo ke nol, sehingga pendugaan umur simpan selanjutnya dapat mengikuti reaksi ordo ke satu. Ketiga persamaan tersebut mempunyai nilai k yang semakin meningkat dengan semakin tingginya suhu penyimpanan seperti terlihat pada Lampiran 7. Hal ini menunjukkan bahwa laju penurunan mutu produk semakin tinggi pula dengan meningkatnya suhu penyimpanan dan dapat dikatakan juga bahwa parameter organoleptik atribut tekstur sangat sensitif terhadap perubahan suhu.

36

y = -3386.x + 7.998 R² = 0.897 -3.0 -2.9 -2.8 -2.7 -2.6 -2.5 -2.4 0.00308 0.00312 0.00316 0.00320 0.00324 Ln Kt 1/T (K-1)

Nilai k tersebut, kemudian diplotkan ke dalam grafik yang dapat dilihat pada Gambar 11 dengan 1/T sebagai sumbu-x dan ln k sebagai sumbu-y. Dari persamaan tersebut dapat diperoleh nilai energi aktivasinya sebesar 28.151,2 J/mol dan dapat diperoleh pula nilai k pada suhu ruang (30°C) sebesar 0.0417. Selanjutnya nilai k tersebut diplotkan ke dalam persamaan perhitungan umur simpan mengikuti ordo ke satu, sehingga dapat diperoleh umur simpan mi instan subtitusi jagung berdasarkan parameter organoleptik atribut tektur selama kurang lebih 26 hari.

Gambar 11. Grafik pendugaan umur simpan berdasarkan atribut tekstur organoleptik

(iii)Warna

Atribut mutu lain yang dinilai pada pendugaan umur simpan mi instan subtitusi jagung secara organoleptik adalah atribut warna. Data hasil pengukuran atribut warna dapat dilihat pada Lampiran 5. Setelah data tersebut diolah lebih lanjut lagi, dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi (R2

Berdasarkan grafik tersebut dapat diperoleh energi aktivasi dari atribut warna sebesar 40.539,05 J/mol dengan konstanta laju penurunan mutu (nilai k) sebesar 0.0252. Selain itu, dapat diperoleh pula umur simpan mi instan subtitusi jagung berdasarkan parameter sensori atribut warna, yaitu selama kurang lebih 23 hari.

) ordo satu lebih besar daripada ordo nol, sehingga penurunan mutu atribut warna ini mengikuti reaksi ordo ke satu. Pada Lampiran 10 dapat dilihat juga bahwa konstanta laju penurunan mutu (k) atribut warna semakin meningkat dengan semakin tingginya suhu. Hal ini menunjukkan bahwa parameter organoleptik atribut warna peka terhadap perubahan suhu penyimpanan. Selanjutnya konstanta (k) ini kemudian digunakan untuk membuat grafik pendugaan umur simpan seperti yang terlihat pada Gambar 12.

y = -4876.x + 12.41 R² = 0.882 -3.5 -3.0 -2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.00308 0.00312 0.00316 0.00320 0.00324 Ln Kt 1/T (K-1)

Gambar 12. Grafik pendugaan umur simpan berdasarkan atribut warna organoleptik

(iv)Flavor

Atribut flavor merupakan salah satu atribut mutu yang akan mempengaruhi penolakan konsumen terutama karena timbulnya aroma tengik. Aroma tengik ini disebabkan oleh adanya reaksi autooksidasi dan oksidasi asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat (Nawar, 1996).

Data hasil penilaian mi instan subtitusi jagung terhadap atribut flavor dapat dilihat pada Lampiran 5. Data tersebut kemudian diplotkan ke dalam grafik ordo 0 dan ordo 1 untuk melihat ordo yang paling sesuai dengan penurunan atribut flavor ini. Karena nilai koefisien determinasi (R2

Dari persamaan tersebut dapat diperoleh energi aktivasinya sebesar 85.600,94 J/mol dan nilai k sebesar 0.0973. Selain itu dengan memasukan nilai k pada suhu tertentu (suhu kamar, 30°C) ke dalam persamaan perhitungan umur simpan untuk ordo 0, maka akan diperoleh umur simpan dari mi instan subtitusi jagung selama kurang lebih 41 hari.

) ordo 0 lebih besar dari ordo 1, maka ordo yang dipilih untuk pendugaan umur simpan selanjutnya adalah ordo reaksi nol. Dari persamaan-persamaan ordo 0 tersebut, akan diperoleh nilai k (Lampiran 13) atau laju penurunan mutu atribut flavor yang dapat dilihat dari gradient persamaan tersebut. Nilai k tersebut semakin meningkat dengan meningkatnya suhu penyimpanan, sehingga parameter ini dapat digunakan untuk perhitungan umur simpan. Nilai k yang diperoleh kemudian diplotkan ke dalam persamaan Arrhenius sehingga diperoleh grafik seperti yang terlihat pada Gambar 13.

38

y = -10296x + 31.65 R² = 0.972 -1.80 -1.60 -1.40 -1.20 -1.00 -0.80 -0.60 -0.40 -0.20 0.00 0.00308 0.00312 0.00316 0.00320 0.00324 Ln Kt 1/T(K-1)

Gambar 13. Grafik pendugaan umur simpan berdasarkan atribut flavor organoleptik

g. Penentuan Parameter Pembatas Penolakan Produk dan Umur Simpan Produk

Menurut Kusnandar (2006), ada beberapa kriteria-kriteria dalam pemilihan parameter mutu untuk menentukan umur simpan suatu produk, yaitu: (1) parameter mutu yang paling cepat mengalami penurunan selama penyimpanan yang ditunjukkan dengan nilai koefisien k mutlak atau nilai koefisien korelasi (R2) paling besar, (2) parameter mutu yang paling sensitive terhadap perubahan suhu yang dilihat dari nilai kemiringan (slope) persamaan Arrhenius atau dapat dilihat dari energi aktivasi (Ea) yang paling rendah, (3) bila terdapat lebih dari satu parameter mutu yang memenuhi kriteria, makan dipilih parameter mutu yang memiliki umur simpan lebih pendek. Berdasarkan ketentuan tersebut, tingkat sensitivitas beberapa parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Nilai koefisien korelasi (R2

Parameter

), energi aktivasi (Ea), dan umur simpan pada berbagai parameter.

R2 Ea (J/mol) Persamaan Arrhenius

Umur Simpan (hari) Bil. TBA 0.975 62720.82 ln k = -7544(1/T) + 19.26 81 Peroksida 0.974 102578.13 ln k = -12338(1/T) + 38.11 181 Atribut tekstur 0.897 28151.20 ln k = -3386(1/T) + 7.998 26 Atribut warna 0.882 40539.06 ln k = -4876(1/T) + 12.41 23 Atribut flavor 0.972 85600.94 ln k = -10296(1/T) + 31.65 41

Dengan melihat Tabel 9, jika ditinjau dari kriteria seperti yang tertera dalam Kusnandar (2006), maka dapat dikatakan bahwa parameter yang dapat dijadikan acuan dalam penentuan umur simpan adalah parameter atribut warna secara organoleptik. Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 yang cukup besar, nilai energi aktivasi yang kecil, dan memberikan dugaan umur simpan yang paling pendek. Tetapi, walaupun atribut warna memberikan umur simpan paling pendek, hal ini tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, karena proses pendugaan umur simpan itu sendiri dilakukan selama 35 hari dan produk sampai pada minggu ke-5 pun belum menunjukkan kerusakan mutu yang signifikan. Selain itu, jika dilihat dari hubungan energi aktivasi dengan

umur simpan yang dihasilkan oleh parameter organoleptik atribut warna, terjadi ketidaksesuaian hubungan sebab-akibat didalamnya. Hubungan tersebut adalah semakin besar energi aktivasi suatu reaksi, maka semakin tinggi pula energi yang dibutuhkan untuk terjadinya suatu reaksi, sehingga reaksi deteriorasi yang terjadi pun tidak secepat reaksi dengan energi aktivasi yang lebih kecil dan akan menghasilkan umur simpan yang lebih lama. Nilai energi aktivasi atribut warna lebih besar daripada atribut tekstur dan seharusnya atribut warna mempunyai umur simpan yang lebih lama dibandingkan dengan atribut tesktur, tetapi ternyata umur simpan atribut warna lebih pendek dibandingkan dengan atribut tekstur. Ketidaksesuaian pendugaan umur simpan dapat disebabkan oleh reaksi kerusakan (deteriorasi) yang terjadi pada parameter organoleptik atribut warna merupakan reaksi ordinal, bukan interval sehingga atribut ini tidak cocok digunakan untuk pendugaan umur simpan Metode Arrhenius. Hal ini pada umunya juga terjadi pada semua parameter organoleptik, sehingga parameter organoleptik ini sebaiknya tidak digunakan untuk pendugaan umur simpan Metode Arrhenius.

Parameter mutu yang masih memungkinkan digunakan sebagai parameter mutu penolakan produk adalah parameter bilangan TBA dan bilangan peroksida saja. Pengukuran parameter bilangan TBA dan bilangan peroksida ini didasarkan pada adanya reaksi autooksidasi lemak yang akan menghasilkan senyawa intermediet berupa peroksida dan produk akhir berupa malonaldehid yang menyebabkan timbulnya bau tengik pada produk.

Dokumen terkait