• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pendugaan Viabilitas Propagul R mucronata

Berdasarkan hasil pengamatan perkecambahan selama 90 hari (Lampiran 1), propagulRhizophora mucronata yang ditanam langsung (tanpa penyimpanan) dan sampai penyimpanan satu minggu mempunyai daya berkecambah rata-rata mencapai 100 %, begitu pula dengan penyimpanan sampai dua minggu dengan perlakuan di ruang AC dalam media sabut kelapa. Daya berkecambah propagul mulai mengalami penurunan pada penyimpanan satu minggu dengan perlakuan di ruang AC dalam media serbuk gergaji dan cenderung semakin turun dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa semakin lama propagul R. mucronata disimpan maka semakin rendah pula rata- rata daya berkecambah propagulnya. Byrd (1983) juga menyatakan bahwa daya berkecambah benih akan semakin menurun sebanding dengan bertambahnya waktu penyimpanan.

Hasil uji Duncan (Tabel 5) menunjukkan bahwa daya berkecambah propagul yang disimpan di ruang AC relatif lebih tinggi dibandingkan dengan propagul yang disimpan di ruang kamar. Terbukti pada propagul yang disimpan di ruang AC dalam media sabut kelapa sampai empat minggu penyimpanan memiliki rata-rata daya berkecambah sebesar 46,67 %. Propagul yang disimpan di ruang kamar mengalami penurunan daya berkecambah lebih cepat dibandingkan dengan propagul yang disimpan diruang AC terutama terjadi pada propagul yang disimpan dalam media sabut kelapa yang setelah empat minggu penyimpanan daya berkecambahnya turun menjadi 15,55 %.

Hal di atas disebabkan karena pada ruang kamar suhu udara lebih tinggi dibandingkan dengan ruang AC sehingga kelembaban nisbi ruang kamar rendah, apabila kelembaban nisbi rendah maka propagul akan semakin mudah dan semakin cepat kehilangan kelembaban yang dapat menyebabkan kadar air mengalami penurunan. Menurut Juctice and Bass (2002), pada kondisi kadar air yang sangat rendah atau mendekati kritis, gejala kerusakan benih akan tampak dan diikuti oleh penurunan daya berkecambah setelah benih disimpan. Justice and Bass (2002) juga menyatakan bahwa dengan meningkatnya suhu ruang simpan,

39

maka laju proses biokimia dalam benih semakin tinggi sehingga laju perombakan cadangan makanan dan laju respirasi menjadi lebih tinggi. Sebagai akibatnya viabilitas benih semakin menurun. Sedangkan penyimpanan propagul di ruang AC mempunyai suhu lebih rendah dengan kelembaban nisbi yang lebih tinggi. Kondisi tersebut mengakibatkan kadar air propagul tidak mengalami penurunan yang cepat sehingga viabilitas propagul dapat lebih dipertahankan dan lebih tinggi bila dibandingkan dengan propagul yang disimpan di ruang kamar.

Propagul R. mucronata yang disimpan dalam media sabut kelapa mempunyai daya berkecambah lebih tinggi dibandingkan dengan propagul yang disimpan dalam media serbuk gergaji. Hal ini disebabkan oleh kemampuan media sabut kelapa yang mampu mempertahankan kelembabannya relatif lebih tinggi (KA awal = 59,78%) dibandingkan dengan serbuk gergaji (KA awal = 17,31%). Dengan kelembaban yang tinggi tersebut, maka kemampuan sabut kelapa untuk mempertahankan kadar air propagul menjadi lebih tinggi pula.

Penentuan kadar air suatu kelompok benih sangat penting dilakukan, mengingat laju kemunduran viabilitas benih dalam penyimpanan sangat dipengaruhi oleh kadar air. Berdasarkan Lampiran 1 terdapat hubungan yang sangat erat antara kadar air benih dengan daya berkecambah propagul R. mucronata. Dengan melihat Gambar 8 dapat diketahui bahwa hubungan tersebut bersifat positif dimana propagul dengan kadar air yang tinggi akan mempunyai daya berkecambah yang tinggi pula, sedangkan propagul dengan kadar air yang semakin menurun maka daya berkecambah propagul akan semakin rendah pula.

Berdasarkan Lampiran 1, penurunan kadar air benih terjadi seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Penurunan kadar air paling cepat terjadi pada propagul yang disimpan di ruang kamar dalam media simpan serbuk gergaji dimana penurunannya sebesar 15,95 % dari kadar air awal sebesar 44,57 % menjadi 28,62 % setelah empat minggu penyimpanan. Sedangkan penurunan kadar air paling lambat terjadi pada propagul yang disimpan di ruang AC dalam media simpan sabut kelapa dimana setelah empat minggu penyimpanan penurunan kadar air yang terjadi sebesar 10,07 %. Hal tersebut disebabkan karena sabut kelapa memiliki kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan serbuk gergaji, sehingga sabut kelapa lebih mampu mempertahankan kadar air propagul selama masa penyimpanan. Menurut Justice and Bass (2002), kadar air benih selama penyimpanan merupakan faktor yang paling mempengaruhi masa hidup benih tersebut. Kehilangan viabilitas benih berkorelasi dengan kadar air benih serta lama benih disimpan pada suhu tertentu.

Hasil uji Duncan (Tabel 4) menunjukkan bahwa propagul yang disimpan di ruang AC memiliki nilai rata-rata kadar air propagul yang lebih tinggi dibandingkan dengan propagul yang di simpan di ruang kamar. Hal ini disebabkan karena ruang kamar memiliki suhu yang lebih tinggi sehingga kelembaban nisbinya lebih rendah dibandingkan dengan ruang AC. Harrington dalam Byrd (1983) menyatakan bahwa apabila temperatur meningkat udara dapat memegang lebih banyak uap air, sehingga bila udara menjadi panas maka presentase kelembaban nisbi menurun, akibatnya kadar air propagul menurun. Sadjad (1975) menyatakan bahwa apabila temperatur meningkat akan memperbesar pengeluaran zat cair dalam benih sehingga berpengaruh terhadap daya hidup embrio benih, dimana kondisi tersebut menyebabkan benih kehilangan daya imbibisi dan berkurangnya persediaan makanan yang akhirnya embrio dapat mati akibat kekeringan sebagian atau seluruhnya.

Ada dua faktor yang penting dalam setiap usaha penyimpanan benih yaitu suhu dan kelembaban (Sadjad, 1980). Interaksi kedua faktor tersebut akan mempengaruhi kadar air propagul yang berpengaruh pula terhadap kemampuan propagul berakar selama penyimpanan. Dengan kadar air yang tinggi, propagul cenderung lebih mudah berakar. Sedangkan pada kadar air tertentu yang rendah

41

maka viabilitas benih juga akan rendah. Dari histrogram (Gambar 1) diketahui bahwa propagul yang berakar selama penyimpanan adalah propagul yang mendapat perlakuan penyimpanan di ruang kamar yang mempunyai suhu lebih tinggi, baik dalam media simpan sabut kelapa maupun media simpan serbuk gergaji yang terjadi setelah satu minggu penyimpanan. Sedangkan propagul yang disimpan di ruang AC yang mempunyai suhu lebih rendah, baik dalam media simpan sabut kelapa maupun serbuk gergaji mampu menghambat kemampuan propagul untuk berakar sampai dengan waktu empat minggu.

Hasil uji Duncan (Tabel 3) menunjukkan bahwa rata-rata presentase berakar propagulR. mucronatayang disimpan di ruang kamar, baik dalam media simpan serbuk gergaji maupun media simpan sabut kelapa berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan dengan propagul yang disimpan di ruang AC. Gambar 1 juga menunjukkan bahwa propagul yang mendapat perlakuan penyimpanan di ruang kamar dalam media simpan sabut kelapa memiliki nilai presentase berakar propagul yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Propagul yang disimpan dalam media simpan sabut kelapa mempunyai kelembaban yang cukup tinggi sehingga mampu memicu perkecambahan. Sebaliknya bagi propagul yang disimpan dalam media simpan serbuk gergaji akan lebih banyak kehilangan kelembaban sehingga akan menghambat pertumbuhan akar. Hal tersebut berhubungan dengan kecepatan aktivitas metabolisme dimana dengan ketersediaan air yang cukup maka akan memperlancar metabolisme yang didukung juga oleh kondisi suhu yang tinggi sehingga mempercepat perkecambahan atau pertumbuhan akar seperti yang terjadi pada propagul yang disimpan dalam media simpan sabut kelapa di ruang kamar. Menurut Kijkar (1992), adanya fluktuasi suhu di ruang kamar dapat memicu perkecambahan apalagi didukung dengan media sabut kelapa yang lembab yang cocok sebagai media perakaran yaitu berserat, mempunyai kemampuan menahan air, longgar dan ringan. Schaefer dalam Schmidt (2000), menyatakan bahwa penggunaan media serbuk gergaji yang lembab dan dingin membantu menahan kelembaban untuk mencegah pengeringan juga membantu mengurangi infeksi jamur.

pertumbuhan akar. Hal ini berhubungan dengan suhu di ruang AC yang lebih rendah dan konstan dibandingkan dengan suhu di ruang kamar sehingga menyebabkan aktivitas metabolisme propagul yang disimpan di ruang AC juga lebih rendah dibandingkan dengan propagul yang disimpan di ruang kamar yang mengakibatkan terhambatnya kemunculan akar atau perkecambahan. Schmidt (2000) menyatakan bahwa perkecambahan kadang-kadang dapat dihambat dengan penurunan suhu. Taniguchi, Takashima dan Suko (1990)dalamAnggraini (2000) menyatakan bahwa penyimpanan propagul mangrove dengan cara merendamnya di air payau dan terlindung dari sinar matahari secara langsung membuatnya bertahan selama lima hari.

Lampiran 1 menunjukkan bahwa penyimpanan propagul di ruang kamar baik dalam media sabut kelapa maupun media serbuk gergaji merupakan perlakuan penyimpanan yang menyebabkan propagul berakar selama penyimpanan mulai dari penyimpanan dua minggu sampai penyimpanan empat minggu. Kemunculan akar tersebut tidak mempengaruhi pada daya berkecambah propagul R. mucronata. Propagul yang berakar selama penyimpanan tidak menyebabkan daya berkecambah menurun, bahkan propagul cenderung mempunyai vigor sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan propagul yang tidak berakar. Sedangkan pada propagul yang tidak berakar selama penyimpanan daya berkecambahnya pun tidak menurun, bahkan dapat lebih tinggi dibanding daya berkecambah propagul yang telah berakar. Bila dihubungkan dengan kepraktisan dan kemudahan praktek di lapangan maka kemunculan akar pada propagul sebelum disemaikan akan menjadi tidak menguntungkan. Propagul yang telah berakar akan membutuhkan penanganan yang lebih hati-hati karena akar yang muncul pada hipokotil sebelum penanaman cenderung rentan terhadap sentuhan yang berarti mudah patah dimana nantinya akan mempengaruhi viabilitas propagul itu sendiri.

PropagulR. mucronataadalah benih rekalsitran yang berupa buah vivipar, benih berkecambah sementara masih berada pada pohon induk dan menghasilkan pertumbuhan yang terus menerus (Anwar dan Subandiono, 1996). Oleh karena itu sangatlah penting digunakan perlakuan penyimpanan yang mampu menghambat kemunculan akar selama periode penyimpanan dengan viabilitas propagul yang

43

harus masih dapat dipertahankan dengan baik setelah melampaui masa penyimpanan.

Variabel pertumbuhan lainnya yang diukur sebagai indikator viabilitas propagul R. mucronata adalah nilai perkecambahan (NP), kecepatan tumbuh (KT), dan nisbah pucuk akar (NPA). Nilai perkecambahan merupakan nilai yang menunjukkan kecepatan dan kesempurnaan benih untuk berkecambah. Nilai perkecambahan yang tinggi menunjukkan perkecambahan yang sempurna dan cepat sebagai indikator bahwa vigor benih masih baik sehingga mampu menghadapi kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Benih yang memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi menunjukkan bahwa benih tersebut memiliki vigor kekuatan tumbuh yang tinggi. Sadjad (1980) menyatakan bahwa benih yang lebih cepat tumbuh menjadi kecambah normal mampu menghadapi kondisi lapang yang sub optimum.

Hasil uji Duncan (Tabel 6) menunjukkan bahwa rata-rata nilai perkecambahan R. mucronata yang disimpan selama satu minggu berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan dengan propagul yang tanpa penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa propagul dengan perlakuan tanpa penyimpanan mempunyai kondisi vigor propagul lebih rendah bila dibandingkan dengan propagul dengan perlakuan penyimpanan sampai minggu pertama. Peningkatan vigor propagul pada perlakuan penyimpanan sampai satu minggu diduga terjadi karena faktor karakteristik dari propagul dimana dengan perlakuan penyimpanan yang relatif singkat, maka kevigoran propagul justru meningkat.

Peningkatan vigor tersebut dapat terjadi karena selama proses penyimpanan, propagul tetap bermetabolisme, merombak cadangan makanan untuk ditranslokasikan ke titik-titik pertumbuhan termasuk embrio sehingga embrio nantinya lebih siap untuk berkecambah pada saat dikecambahkan. Sedangkan pada propagul tanpa penyimpanan, proses tersebut terjadi pada saat propagul berada di persemaian sehingga nilai perkecambahan lebih rendah dibandingkan dengan propagul yang mendapat perlakuan penyimpanan selama satu minggu. Justice and Bass (2002) menyatakan bahwa vigor benih tertinggi

Hasil uji Duncan (Tabel 6) juga menunjukkan bahwa nilai perkecambahan kemudian mengalami penurunan dan berbeda nyata mulai dari perlakuan penyimpanan dua minggu sampai penyimpanan empat minggu. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi vigor propagul mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya periode simpan. Begitu pula berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 7 dan Tabel 8) menunjukkan bahwa nilai rata-rata kecepatan tumbuh dan nisbah pucuk akar semai propagul R. mucronata yang disimpan mengalami penurunan dan berbeda nyata dengan propagul yang tidak mendapat perlakuan penyimpanan (langsung tanam). Hal tersebut dapat terjadi karena dengan periode simpan yang semakin lama, maka akan semakin banyak cadangan makanan dalam propagul yang digunakan untuk proses metabolisme. Disamping itu kondisi fisik dan fisiologis juga semakin menurun termasuk kandungan kadar airnya sehingga viabilitasnya menurun. Schmidt (2000) juga menyatakan bahwa benih yang disimpan akan mengalami penurunan fisiologis secara alami atau penuaan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan hilangnya viabilitas.

Dalam pengukuran NPA ini, pada propagul yang langsung tanam memiliki nilai NPA sebesar 0,0955 yang menunjukkan bahwa sampai umur semai 90 hari bagian terbesar dari semai adalah bagian akar. Dapat diketahui pula bahwa semakin lama disimpan, propagul akan menghasilkan semai yang mempunyai perakaran yang semakin berkurang baik dari segi jumlah, kekompakan maupun kekokohan akarnya bila dibandingkan dengan propagul yang langsung tanam. Pertumbuhan bagian akar yang lebih menonjol daripada bagian semai diduga karena jenis-jenis mangrove khususnyaR. mucronatamemerlukan perakaran yang kuat untuk tumbuh pada ekosistemnya. Nilai NPA yang kecil menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan pucuk lebih lambat dibanding akar pada propagul yang disimpan. Dengan kata lain, biomassa pucuk lebih kecil dibanding biomassa akar.

Dari hasil uji Duncan (Tabel 6, Tabel 7 dan Tabel 8) diketahui bahwa rata- rata nilai perkecambahan, kecepatan tumbuh dan nisbah pucuk akar semai propagul yang di simpan di ruang AC lebih tinggi dibandingkan dengan propagul yang disimpan di ruang kamar. Hal tersebut menunjukkan bahwa ruang AC lebih mampu mempertahankan viabilitas propagul dibandingkan dengan ruang kamar

45

karena ruang AC memiliki suhu yang konstan atau stabil dibandingkan dengan ruang kamar. Sadjad (1980) menyatakan bahwa pada umumnya benih lebih dapat bertahan dalam viabilitasnya pada temperatur rendah daripada temperatur tinggi. Fluktuasi suhu berakibat jelek kepada viabilitas benih dibanding dengan suhu yang konstan. Begitu pula dengan propagul yang disimpan dalam media simpan sabut kelapa memiliki rata-rata nilai perkecambahan, kecepatan tumbuh dan nisbah pucuk akar semai dari propagul yang berbeda nyata dan lebih tinggi dibanding propagul yang disimpan dalam media simpan serbuk gergaji.

Hal di atas berhubungan positif dengan hasil kadar air dan daya berkecambah propagul R. mucronata. Dimana perlakuan penyimpanan propagul R. mucronata yang paling baik adalah dengan perlakuan penyimpanan di ruang AC dengan media simpan sabut kelapa karena lebih dapat mempertahankan viabilitas propagul dibandingkan dengan propagul yang disimpan di ruang kamar dengan media simpan serbuk gergaji. Selain memiliki kelembaban yang lebih tinggi, sabut kelapa juga memilki sifat menahan air, longgar, mudah di dapat dan tidak mahal. Keberhasilan suatu kegiatan penyimpanan ditunjukkan apabila suatu benih atau propagul selama penyimpanan tidak berakar atau kondisi penyimpanannya dapat mencegah perkecambahan propagul selama penyimpanan. Pada hasil presentase berakar pun dinyatakan bahwa dengan perlakuan penyimpanan di ruang AC sampai empat minggu penyimpanan mampu menghambat terjadinya perakaran.

Pada hasil penelitian Anggraini (2000) tentang penyimpanan benih R. apiculata pada ruang kamar dengan media serbuk gergaji mampu mempertahankan viabilitas benih sampai empat minggu penyimpanan dengan daya berkecambah benih masih 100%. Sedangkan hasil penelitian Handayani (2003) tentang penyimpanan benihB. gymnorrhizapada ruang AC dengan media sabut kelapa mampu mempertahankan viabilitas benih sampai empat minggu penyimpanan dengan daya berkecambah benih masih 100%. Sedangkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyimpanan propagul R. mucronata dalam media sabut kelapa di ruang AC mampu membuatnya bertahan selama empat

4.2.2 Pendugaan Viabilitas Propagul R. mucronata Berdasarkan Uji Belah (Cutting Test)

Selain pengujian viabilitas propagul R. mucronata secara langsung, dapat pula dilakukan dengan cara pengujian viabilitas propagul secara tidak langsung dengan uji cepat viabilitas yaitu salah satunya dengan cara uji belah (Cutting Test). Uji belah merupakan uji cepat viabilitas paling sederhana, cepat dan murah dibandingkan dengan uji cepat viabilitas lainnya. Pengujian R. mucronata dilakukan setelah masa akhir periode simpan propagul, yaitu dengan cara membungkus propagul dengan menggunakan kertas merang terlebih dahulu selama 24 jam. Penggunaan kertas merang tersebut bertujuan untuk melembabkan propagul. Setelah itu, propagul dibelah secara vertikal atau memanjang dan kemudian mengamatinya secara langsung dengan mata telanjang atau dengan menggunakan kaca pembesar.

Kriteria propagul R. mucronata viabel dan non viabel didasarkan pada penampakkan struktur tumbuh propagul, bila tampak segar dengan warna yang putih atau agak kekuningan maka benih tersebut dikatakan benih yang viabel. Sedangkan bila struktur tumbuh propagul tersebut nampak kering/keriput dan berwarna kecoklatan maka propagul dikategorikan sebagai propagul yang non viabel. Alfiani (2003) juga menyatakan bahwa kriteria benihviabelpada uji belah (Cutting Test) untuk benih jati adalah embrio dan kotiledon berwarna putih atau agak kuning dan segar. Sedangkan benih non viabel mempunyai ciri-ciri embrio dan kotiledon berwarna coklat dan kering/layu.

Walaupun uji belah ini dapat dilakukan dengan cepat dan mudah tetapi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam pendugaan viabilitas propagul bisa saja terjadi, karena dalam pengujian ini hasil yang diperoleh sangat tergantung pada penilaian dan ketelitian peneliti dalam mengamati struktur tumbuh propagul, sehingga pengalaman, keahlian dan latihan dalam pengerjaan pengujian viabilitas propagul dengan metode ini sangat diperlukan untuk meningkatkan ketelitian hasilnya.

47

Gambar 9 Penampakan Struktur Tumbuh Propagul R. mucronata yang Viabel pada Uji Belah.

Gambar 10 Penampakan Struktur Tumbuh Propagul R. mucronata yang Non Viabelpada Uji Belah.

Dari data yang diperoleh terlihat bahwa semakin lama perlakuan penyimpanan, maka semakin rendah struktur tumbuh propagul yang berwarna putih agak kekuningan hasil uji belah yang sejalan dengan hasil daya berkecambah yang semakin rendah pula. Dari Lampiran 12 menunjukkan bahwa

perkecambahan langsung. Hal ini menunjukkan bahwa uji belah pada benih yang berukuran lebih besar cenderung lebih akurat dibandingkan dengan benih yang berukuran kecil. Pada hasil penelitian Alfiani (2003) tentang pendugaan viabilitas benih jati (Tectona grandis) menunjukkan bahwa hasil daya berkecambah benih jati untuk uji perkecambahan langsung lebih rendah dibandingkan dengan hasil daya berkecambah untuk uji belah. Hal ini diduga karena pendugaan viabilitas benih dengan uji belah hanya memberikan informasi bahwa benih tersebutviabel atau non viabel dan benih yang digunakan pun relatif berukuran kecil. Willan (1984) juga menyatakan bahwa pengujian dengan menggunakan uji belah kurang teliti bagi benih yang berukuran kecil karena menghasilkan angka perkecambahan yang lebih tinggi dari keadaan sebenarnya, serta pengujian ini sangat subjektif.

Leloup (1955) menyatakan bahwa uji belah merupakan suatu metode uji cepat yang biasanya digunakan untuk menguji viabilitas benih dalam jumlah banyak. Uji ini dapat digunakan dilapangan untuk memperkirakan benih yang masak atau kualitas kumpulan benih dalam kegiatan pengumpulan benih. Tetapi uji ini cenderung kurang dapat dipercaya hasilnya karena terkadang hanya dengan melihat penampilannya secara langsung, benih tersebut seperti hidup padahal kalau dikecambahkan gagal berkecambah.

49

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pengaruh interaksi antara lama penyimpanan, ruang simpan dan media simpan menyebabkan perbedaan secara signifikan terhadap daya berkecambah (DB) propagulR. mucronata. Pengaruh interaksi antara lama penyimpanan dan ruang simpan menyebabkan perbedaan secara signifikan terhadap persen berakar (PB) propagul R. mucronata. Adapun pengaruh interaksi antara lama penyimpanan dan media simpan menyebabkan perbedaan secara signifikan terhadap nisbah pucuk akar semai (NPA) dari propagul R. mucronata. Semakin lama waktu penyimpanan propagul, cenderung menyebabkan semakin menurunnya viabilitas propagul tersebut. Dalam hal ini, media simpan berupa sabut kelapa yang diletakkan di ruang AC dapat mempertahankan viabilitas propagul R. mucronata sampai masa penyimpanan selama 4 minggu.

2. Hasil metode pendugaan viabilitas propagul R. mucronata dengan uji belah (Cutting Test) adalah relatif sama dengan hasil uji perkecambahan secara langsung dari propagul tersebut.

5.2 Saran

1. Propagul R. mucronata sebaiknya disimpan di ruang AC dengan media simpan sabut kelapa untuk menjaga viabilitasnya.

2. Metode uji belah dapat digunakan untuk uji viabilitas propagul R. mucronata.

DAFTAR PUSTAKA

Alfiani, R. 2003. H Jati (Tectona grandis L. f.) berdasarkan Uji Belah (Cutting test) dan Pengaruh Pengusangan terhadap Kemunduran Vigor [Skripsi]. Bogor : Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB.

Anggraini, Y.N. 2000. Pengaruh Media Simpan, Ruang Simpan dan Lama Penyimpanan Propagul terhadap Viabilitas BenihRhizophora apiculata [Skripsi]. Bogor : Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB.

Anwar, C dan Subandiono, E. 1996. Pedoman Teknis Penanaman Mangrove. Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Bengen, D.G. 2000.Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL– Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Byrd, H.W. 1983.Pedoman Teknologi Benih. Jakarta : PT Pembimbing Massa. Czabator, J. 1962. Germination Value an Index Combining Speed and

Completeness of Pine Seed Germination. Forest Science 8 : 386-396. Departemen Kehutanan. 1998. Petunjuk Teknis Pembuatan Tanaman Bakau

(Rhizophora apiculata BI). Jakarta : Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Ditjen RRL. 1997. Petunjuk Teknis Penanaman Rhizophora mucronata. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Ewusie, J.Y. 1990.Pengantar Ekologi Tropika. (Terjemahan), ITB Bandung. Fakuara, M.Y. 1991. Teknologi Mikroba Hutan Potensi dan Peranannya dalam

Pembinaan Hutan Hujan Tropika. Bogor : Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi IPB.

Haeruman, H.Js. 1972. Prosedur Rancangan Percobaan. Bogor : Bagian Perencanaan Hutan. Fakultas Kehutanan IPB.

Handayani, A.S. 2000. Pengaruh Lama Pengeringan Terhadap Viabilitas Propagul Rhizophora mucronata [Skripsi]. Bogor : Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB.

Harrington, J.F. 1972.Seed Storage and Longevity. Dalam Kozlowski, T.T., Seed Biology, v. 3, hlm 145-245, illus. New York and London.

ISTA. 1996. International Rules for Seed Testing. Proc. Int. Seed Testing Association 31 (1). Wageningen.

51

Istomo. 1992. Tinjauan Ekologi Hutan Mangrove dan Pemanfaatannya di Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB.

Dokumen terkait