• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh media simpan, ruang simpan dan lama penyimpanan terhadap viabilitas Propagul Rhizophora mucronata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh media simpan, ruang simpan dan lama penyimpanan terhadap viabilitas Propagul Rhizophora mucronata"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

Rhizophora mucronata

VONNYA LIDDYANNISA P

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGARUH MEDIA SIMPAN, RUANG SIMPAN DAN LAMA

PENYIMPANAN TERHADAP VIABILITAS PROPAGUL

Rhizophora mucronata

Oleh :

VONNYA LIDDYANNISA P

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

(3)

dan Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Propagul Rhizophora mucronata. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS dan Ir. Yulianti Bramasto, MSi.

Potensi hutan mangrove di Indonesia telah mengalami penurunan. Oleh karena itu, perlu dilakukan rehabilitasi hutan dalam upaya mempertahankan kelestarian ekosistem. Salah satu upaya yang dilakukan adalah penanaman kembali hutan mangrove. Keberhasilan dalam penanaman tergantung pada ketersediaan benih. Benih tidak bisa didapatkan setiap saat dibutuhkan, sehingga perlu dilakukan penyimpanan benih yang baik agar viabilitas benih dapat dipertahankan dalam suatu periode waktu tertentu sampai pada saat penanaman tiba. Masalah timbul karenaRhizophora mucronata termasuk jenis rekalsitran sehingga pada kadar air tertentu yang relatif tinggi propagul cenderung mudah untuk berakar dan bila kadar air rendah propagul akan mati atau viabilitasnya menurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media simpan, ruang simpan dan lama penyimpanan terhadap viabilitas propagul Rhizophora mucronata serta untuk membandingkan daya berkecambah hasil uji cepat viabilitas propagulR. mucronata(uji belah) dengan daya berkecambah propagul hasil uji perkecambahan langsung.

Penelitian ini menggunakan percobaan faktorial dengan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial 5x2x2 dengan 3 kali ulangan. Adapun perincian faktor-faktornya adalah sebagai berikut: faktor A (lama penyimpanan) terdiri dari A0 (0 minggu), A1 (1 minggu), A2 (2 minggu), A3 (3 minggu), dan A4 (4 minggu); faktor B (ruang simpan) terdiri dari B1 (ruang AC) dan B2 (ruang kamar); faktor C (media simpan) terdiri dari C1 (serbuk gergaji) dan C2 (sabut kelapa).

Prosedur kerja penelitian ini terdiri dari tahap persiapan (wadah simpan, ruang simpan, media simpan dan media perkecambahan), pengunduhan propagul, seleksi propagul, penyimpanan propagul, uji belah propagul, penyemaian propagul, pemeliharaan dan pengambilan data. Adapun data yang diambil adalah data hasil uji belah propagul, presentase berakar propagul (PB), kadar air (KA), daya berkecambah (DB), nilai perkecambahan (NP), kecepatan tumbuh (KT), nisbah pucuk akar (NPA).

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa pengaruh interaksi antara lama penyimpanan, ruang simpan dan media simpan menyebabkan perbedaan secara signifikan terhadap daya berkecambah propagul R. mucronata. Pengaruh antara lama penyimpanan dan ruang simpan menyebabkan perbedaan secara signifikan terhadap persen berakar propagul R. mucronata. Adapun pengaruh antara lama penyimpanan dan media simpan menyebabkan perbedaan secara signifikan terhadap nisbah pucuk akar semaiR. mucronata. Dalam penelitian ini, media simpan sabut kelapa yang diletakkan di ruang AC mampu mempertahankan viabilitas propagul R. mucronata sampai masa penyimpanan selama 4 minggu. Hasil metode pendugaan viabilitas propagul R. mucronata dengan uji belah adalah relatif sama dengan hasil uji perkecambahan secara langsung dari propagul tersebut.

(4)

ABSTRACT

VONNYA LIDDYANNISA P. E44062488. The Influence of Storage Media, Storage Room and Time of Storage on Propagules Viability of Rhizophora mucronata. Supervised by Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS and Ir. Yulianti Bramasto, MSi.

The potention of mangrove forests in Indonesia has been decreasing. Therefore, rehabilitation is necessary in order to maintain sustainability of forest ecosystems. One of the efforts is the replanting of mangrove forest. The success of planting depends on the availability of seed. Seeds can not be obtained any time if needed so that storage seed is necessary for seed viability can be maintained within a certain time period until the time of planting arrives. The problem has been arise because of Rhizophora mucronata is a recalcitrant seed, which is at certain moisture content that relatively high, the propagule tend to be easy to germinate and if the moisture content is low, the propagule will be die or loss of their viability. This study aims to investigate the influence of storage media, storage room and time of storage on propagules viability ofRhizophora mucronataand to compare the germination from the rapid test (cutting test) with the germination from the direct test.

This study used a factorial experiment with completely randomized design (CRD) factorial 5x2x2 with 3 replicates. The details of the factors are: factor A (time of storage) consists of A0 (0 weeks), A1 (1 week), A2 (2 weeks), A3 (3 weeks), and A4 (4 weeks); factor B (storage room) consists of B1 (AC room) and B2 (living room); and factor C (storage media) consists of C1 (sawdust) and C2 (coconut husk).

Working procedures of this study consist of the preparation phase (the container store, room storage, storage media and germination media), collecting of propagule, propagule selection, storage of propagule, propagule cutting test, seeding propagule, maintenance and retrieval of data. The data collected is the result of cutting test from propagule, the percentage of rooted propagule (PB), moisture content (MC), germination (DB), germination value (NP), the growth rates (KT), shoot and root ratio (NPA).

(5)
(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Media

Simpan, Ruang Simpan dan Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Propagul

Rhizophora mucronata adalah benar – benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS dan Ir. Yulianti Bramasto, MSi serta

belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga

manapun. Sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

Vonnya Liddyannisa P

(7)

i

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, dengan limpahan

rahmat dan kasih sayang-Nya, serta segala kemudahan yang diberikan sehingga

penulis telah dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Media Simpan,

Ruang Simpan dan Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Propagul Rhizhopora mucronata” yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Kegiatan penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium

Silvikultur Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Perbenihan (BPTP) Ciheuleut, Bogor selama 4 bulan. Hasil dari penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat dalam menemukan teknik penyimpanan

propagulRhizophora mucronatasecara tepat.

Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Keluarga, Ayah dan Ibu atas segala doa, motivasi, perhatian dan kasih

sayangnya yang tak ternilai.

2. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS dan Ir. Yulianti Bramasto, MSi selaku

dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan

saran serta perhatian dengan penuh kesabaran.

3. Seluruh Pegawai di Bagian Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan

Laboratorium BPTP Bogor yang telah banyak membantu dan memfasilitasi

dalam pelaksanaan penelitian.

4. Muhammad Kalingga F atas perhatian, motivasi, dukungan, semangat, dan

bantuan yang selama ini diberikan dan dicurahkan untuk menemani Penulis.

5. Teman-teman mahasiswa Silvikultur 43 dan semua pihak yang telah

memberikan bantuan dalam proses penelitian.

Dengan menyadari ketidaksempurnaan diri sebagai manusia, penulis

berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang

memerlukannya.

Bogor, Maret 2011

(8)
(9)

iii

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Hipotesis ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Hutan Mangrove... 3

2.2 Tinjauan JenisRhizophora mucronata ... 5

2.2.1 Tinjauan UmumRhizophora mucronata... 5

2.2.2 Tinjauan BotanisRhizophora mucronata... 6

2.3 Penyimpanan Benih ... 7

2.4 Ruang dan Wadah Penyimpanan ... 9

2.5 Media Simpan ... 11

2.5.1 Serbuk Gergaji ... 11

2.5.2 Sabut Kelapa ... 11

2.6 Perkecambahan ... 11

2.7 Uji Viabilitas ... 12

2.8 Kemunduran Benih ... 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 15

3.3 Metode Analisis ... 15

(10)

3.4.1 Tahap Persiapan... 17

3.4.2 Pengunduhan Benih ... 17

3.4.3 Seleksi Benih ... 17

3.4.4 Penyimpanan Benih ... 17

3.4.5 Uji Belah (Cutting Test)... 18

3.4.6 Penyemaian Benih ... 19

3.4.7 Pemeliharaan... 19

3.5 Pengambilan Data... 19

3.5.1 Viabilitas Propagul R. mucronata dengan Uji Belah (Cutting Test) dan Uji Perkecambahan Langsung ... 19

3.5.2 Kadar Air (KA) ... 20

3.5.3 Presentase Benih yang Berakar Selama Penyimpanan ...… 21

3.5.4 Daya Berkecambah (DB) ... 21

3.5.5 Kecepatan Tumbuh (KT) ... 22

3.5.6 Nilai Perkecambahan (NP) ... 22

3.5.7 Nisbah Pucuk Akar (NPA) ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 24

4.1.1 Presentase Propagul yang Berakar pada Setiap Periode Simpan (PB) ... 25

4.1.2 Kadar Air Propagul (KA) ... 26

4.1.3 Daya Berkecambah (DB) ... 28

4.1.4 Nilai Perkecambahan (NP) ... 30

4.1.5 Kecepatan Tumbuh (KT) ... 32

4.1.6 Nisbah Pucuk Akar (NPA) ... 34

4.1.7 Pendugaan Viabilitas Berdasarkan Uji Belah (Cutting Test) dan Uji Perkecambahan Langsung ... 36

4.2 Pembahasan ... 38

(11)

v BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 49

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Beberapa Sifat Benih Ortodoks dan Rekalsitran ... 8

2. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Perkecambahan Propagul dari Perkecambahan Semai R. mucronata pada setiap Perlakuan

Selama Periode Penelitian ... 24

3. Uji Duncan Pengaruh Interaksi Lama Penyimpanan (A) dan Ruang Simpan (B) terhadap Presentase Berakar Propagul

R.mucronata(PB) ... 26 4. Uji Duncan Pengaruh Faktor Tunggal Lama Penyimpanan (A),

Ruang Simpan (B) dan Media Simpan (C) terhadap Kadar Air

PropagulR. mucronata(KA) ... 28 5. Uji Duncan Pengaruh Interaksi Lama Penyimpanan (A), Ruang

Simpan (B) dan Media Simpan (C) terhadap Daya

Berkecambah PropagulR.mucronata(DB) ... 30 6. Uji Duncan Pengaruh Faktor Tunggal Lama Penyimpanan (A),

Ruang Simpan (B) dan Media Simpan (C) terhadap Nilai

Perkecambahan PropagulR.mucronata(NP) ... 32 7. Uji Duncan Pengaruh Faktor Tunggal Lama Penyimpanan (A),

Ruang Simpan (B) dan Media Simpan (C) terhadap Kecepatan

Tumbuh PropagulR.mucronata(KT) ... 34 8. Uji Duncan Pengaruh Interaksi Lama Penyimpanan (A) dan

Media Simpan (C) terhadap Nisbah Pucuk Akar Semai

(13)

vii

No. Halaman

1. Presentase Propagul Berakar pada Setiap Akhir Periode

Simpan ... 25

2. Rata-rata Kadar Air Propagul pada Setiap Perlakuan ... 27

3. Rata-rata Daya Berkecambah Propagul pada Setiap

Perlakuan ... 29

4. Rata-rata Nilai Perkecambahan Propagul pada Setiap

Perlakuan ... 31

5. Rata-rata Kecepatan Tumbuh Propagul pada Setiap

Perlakuan ... 33

6. Rata-rata Nisbah Pucuk Akar Semai Propagul pada Setiap

Perlakuan ... 35

7. Daya Berkecambah Propagul R. mucronataHasil Uji Belah

dan Hasil Uji Perkecambahan Langsung ... 37

8. Daya Berkecambah dan Kadar Air Propagul R. mucronata

pada Berbagai Perlakuan Lama Penyimpanan ... 39

9. Penampakan Struktur Tumbuh PropagulR. mucronatayang

Viabelpada Uji Belah ... 47 10. Penampakan Struktur Tumbuh PropagulR. mucronatayang

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Rekapitulasi Hasil Pengamatan PB, KA, DB, NP, KT dan NPA

Rhizophora mucronata ... 54 2. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Uji Perkecambahan Langsung

dan Hasil Uji Belah (Cutting Test) Propagul Rhizophora

mucronata ... 56 3. Panjang Rata-rata dan Diameter Rata-rata Propagul

Rhizophora mucronatayang Digunakan dalam Penelitian ... 58 4. Berat Rata-rata Propagul Rhizophora mucronata yang

Digunakan dalam Penelitian ... 58

5. Kondisi Fisik PropagulR. mucronatapada Berbagai Perlakuan

Penyimpanan ... 59

5.1. PropagulR. mucronataTanpa Penyimpanan ... 59 5.2. Penampakkan Fisik Propagul R. mucronata yang

Disimpan Selama 1 minggu ... 59

5.3. Penampakkan Fisik Propagul R. mucronata yang

Disimpan Selama 2 minggu ... 60

5.4. Penampakkan Fisik Propagul R. mucronata yang

Disimpan Selama 3 minggu ... 60

5.5. Penampakkan Fisik Propagul R. mucronata yang

Disimpan Selama 4 minggu ... 61

6. Sidik Ragam Presentase Berakar Propagul Rhizophora

mucronata ... 62 7. Sidik Ragam Kadar Air PropagulRhizophora mucronata ... 62 8. Sidik Ragam Daya Berkecambah Propagul Rhizophora

mucronata ... 62 9. Sidik Ragam Nilai Perkecambahan Propagul Rhizophora

mucronata ... 63 10. Sidik Ragam Kecepatan Tumbuh Propagul Rhizophora

mucronata ... 63 11. Sidik Ragam Nisbah Pucuk Akar Semai Propagul Rhizophora

mucronata ... 63 12. Hasil Uji Beda Rata-rata antara Dugaan Daya Berkecambah

Hasil Uji Perkecambahan Langsung dengan Uji Belah pada

(15)

ix

14. Kadar Air Media Simpan PropagulRhizophora mucronata ... 66 15. Kondisi Fisik Propagul pada Uji Belah (Cutting Test) pada

Berbagai Perlakuan Penyimpanan ... 67

15.1. Uji Belah Propagul R. mucronata dengan Periode

Simpan 1 Minggu ... 67

15.2. Uji Belah Propagul R. mucronata dengan Periode

Simpan 2 Minggu ... 68

15.3. Uji Belah Propagul R. mucronata dengan Periode

Simpan 3 Minggu ... 69

15.4. Uji Belah Propagul R. mucronata dengan Periode

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan mangrove

yang sangat luas. Ekosistem ini mempunyai fungsi yang penting ditinjau dari segi

ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain melindungi

pantai dan tebing sungai dari erosi laut (abrasi), menahan hasil proses

penimbunan lumpur sehingga memungkinkan terbentuknya lahan baru, menjadi

wilayah penyangga terhadap rembesan air laut (intrusi), menyaring air laut

menjadi air daratan yang tawar dan habitat alami bagi berbagai jenis biota. Fungsi

ekonomis dari kayunya adalah sebagai kayu bakar, arang, bahan bangunan, serta

bahan baku industri seperti industri chip, pulp dan kertas. Fungsi ekonomis non

kayu antara lain sebagai bahan pangan, obat-obatan dan tempat wisata.

Sejalan dengan semakin pesatnya pembangunan di berbagai sektor,

intensitas pemanfaatan hutan mangrove oleh sektor kehutanan dan sektor non

kehutanan semakin meningkat. Berbagai praktek pemanfaatan hutan mangrove

saat ini seringkali mengabaikan azas kelestarian fungsi ekologisnya, yang lebih

dipentingkan adalah segi ekonomisnya saja. Hal ini mengakibatkan banyak lahan

hutan mangrove yang terdegradasi bahkan hilang sama sekali digantikan dengan

penggunaan lain seperti tambak, perumahan, dan lain-lain.

Mengingat potensi hutan mangrove yang telah mengalami penurunan,

maka perlu dilakukan rehabilitasi hutan dalam upaya mempertahankan kelestarian

ekosistem. Salah satu upaya dalam kegiatan rehabilitasi hutan adalah penanaman

kembali hutan mangrove. Salah satu keberhasilan dalam penanaman tergantung

pada ketersediaan benih dan pengumpulan benih. Benih-benih setelah

dikumpulkan kemudian dilakukan penyimpanan benih agar viabilitas benih dapat

dipertahankan dalam suatu periode waktu yang lama. Hal ini dilakukan mengingat

(17)

Salah satu jenis yang dapat digunakan untuk merehabilitasi hutan

mangrove adalah Rhizophora mucronata. Pada saat ini kondisi jumlah tegakan benih Rhizophora mucronata luasnya semakin menurun seiring dengan tingkat kerusakan hutan mangrove yang semakin tinggi. Hal ini berarti kapasitas bibit di

masa yang akan datang kemungkinan tidak mencukupi untuk program penanaman

dalam skala besar atau untuk penanaman pada lahan yang tidak produktif.

Penyimpanan benih jenis ini menjadi sangat penting karena tipe benih

vegetasi mangrove pada umumnya termasuk ke dalam jenis rekalsitran, jenis ini

umumnya tidak tahan terhadap penyimpanan dan waktu berbuahnya tidak setiap

saat. Untuk itu teknik penyimpanan benih merupakan suatu kegiatan yang penting

untuk dikembangkan agar dapat dihasilkan benih dengan viabilitas yang tetap

tinggi selama periode penyimpanan sampai pada periode penanaman benih

tersebut di lapangan.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui pengaruh media simpan, ruang simpan dan lama penyimpanan

terhadap viabilitas propagulRhizophora mucronata.

2. Membandingkan daya berkecambah propagul antara hasil uji cepat viabilitas

propagul R. mucronata (uji belah) dengan daya berkecambah propagul hasil uji perkecambahan langsung.

1.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Lama penyimpanan, ruang simpan dan media simpan dapat mempengaruhi

viabilitas propagulR. mucronata.

2. Daya berkecambah propagul R. mucronata hasil uji belah tidak berbeda dengan hasil uji perkecambahan langsung.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat menemukan teknik penyimpanan

(18)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Hutan Mangrove

Hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh

di daerah pasang surut (terutama di pantai, laguna, dan muara sungai yang

terlindung) yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat

surut, yang komunitas tumbuhannya toleran terhadap garam (kondisi salin).

Adapun ekosistem mangrove adalah merupakan suatu sistem yang terdiri atas

organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan

dengan sesamanya di dalam suatu habitat mangrove (Kusmanaet al., 2003). Menurut Anwar dan Subandiono (1996), hutan mangrove adalah satu

persekutuan hidup alam hayati dan alam lingkungannya yang terdapat di daerah

pantai laut kawasan tropika. Hutan ini hanya terjadi apabila pantai tadi terekspos

terhadap angin kencang atau gelombang laut yang besar. Oleh karenanya,

kebanyakan hutan mangrove terdapat di sekitar teluk yang lautnya tenang dan

daratannya secara berangsur-angsur melandai ke laut. Hutan mangrove tumbuh di

lapisan yang tergenang di waktu air pasang dan bebas genangan pada waktu air

surut. Kondisi semacam ini banyak dijumpai di muara-muara sungai, di delta

tempat sungai menimbun lumpur, di atas terumbu karang, ataupun di lagun.

Kusmana (1997) memberikan beberapa faktor lingkungan yang didiuga

dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mangrove, yaitu fisiografi

pantai, salinitas, pasang surut air laut, iklim, tanah, kandungan oksigen terlalut,

dan hara. Hal tersebut ditegaskan oleh Istomo (1992) yang juga mengatakan

bahwa adaptasi mangrove terhadap faktor-faktor tersebut tampak pada fisiologi

dan komposisi, serta struktur tumbuhan mangrove.

Hutan mangrove berdasarkan keadaan vegetasinya dibedakan antara hutan

mangrove primer, hutan mangrove sekunder dan hutan nipa. Hutan mangrove

primer adalah hutan mangrove yang masih utuh, baik struktur maupun komposisi

(19)

mangrove dan hutan rawa, ditumbuhi jernis nipa (Nypa Fructicans) (Fakuara,

1991).

Walaupun di setiap pantai yang berdekatan dengan muara-muara sungai

umumnya ditumbuhi oleh mangrove, namun ternyata penyebaran jenisnya

tidaklah secara acak. Penyebaran jenis mangrove selalu berkaitan dengan kadar

garam atau salinitas, lama dan frekuensi penggenangan oleh air laut dan juga

kandungan lumpur tanahnya. Semakin ke arah lautan, semakin tinggi frekuensi

penggenangannya dan mungkin semakin tinggi pula salinitasnya. Kondisi ini

menyebabkan terjadinya zonasi-zonasi dari jenis mangrove (Anwar dan

Subandiono, 1996). Berdasarkan frekuensi air pasang, hutan mangrove dapat

dibagi atas lima zona. Zona-zona tersebut ditumbuhi oleh tipe-tipe vegetasi yang

berbeda-beda dan komposisi jenis pohon dalam setiap zone tergantung jarak

relatif dari sungai dan laut. Zona-zona tersebut adalah :

1. Zona hutan terdekat dengan laut yang didominasi olehAvicenniaspp., dan Sonneratia spp. tumbuh pada lumpur dengan kandungan organik yang tinggi.

2. Zona hutan pada substrat yang sedikit lebih tinggi yang biasanya

didominasi oleh Bruguiera cylindrica. Hutan ini tumbuh pada tanah liat yang cukup keras dan dicapai oleh beberapa air pasang saja.

3. Ke arah daratan lagi, hutan didominasi oleh Rhizophora mucronata dan R. apiculata. R. apiculata lebih banyak dijumpai pada kondisi yang agak basah dan lumpurn yang agak dalam. Pohon-pohon dapat

tumbuh setinggi 35-40m. Pohon lain yang juga terdapat pada hutan ini

adalah Burguiera parviflora dan Xylocarpus granatum. Gundukan lumpur yang dibuat oleh udang lumpur ditumbuhi oleh pakis piai

Acrostrichum aureum.

4. Zona hutan yang didominasi olehBruguiera parviflorakadang-kadang dijumpai tanpa jenis pohon lainnya. Hutan ini juga terdapat dimana

pohonRhizophoraspp. telah ditebang.

5. Zona terakhir didominasi olehBruguiera gymnorrhiza. Semaian pohon ini toleran terhadap naungan pada kondisi dimana Rhizophora tidak

(20)

5

mampu tumbuh di bawah induknya. Peralihan antara hutan ini dan

dataran ditandai oleh adanya Lumnitzera racemosa, Xylocarpus moluccensis, Intsia bijuga, Ficus retusa, rotan, pandan, dan nibong pantai Oncosperma tigillaria. Tahap-tahap tidak selalu nyata terutama lokasi dimana hutan terganggu oleh manusia. Di hutan mangrove,

pakis piai terdapat sangat umum dan padat (Fakuara, 1991).

Manfaat yang dapat diperoleh dari hutan mangrove sangat beragam baik

fungsi fisik, biologis maupun ekonomis. Fungsi fisik antara lain menjaga

keseimbangan ekosistem perairan pantai, melindungi pantai dan abrasi, penahan

intrusi air laut ke daratan, menahan dan mengendapkan lumpur serta menyaring

bahan pencemar (Nursidah, 1996). Fungsi biologis adalah sebagai sumber bahan

pelapukan yang merupakan sumber makanan bagi plankton dan invertebrata kecil,

tempat berlindung dan berkembang berbagai macam ikan, kerang, kepiting dan

udang; sebagai sumber plasma nutfah dan merupakan habitat alami bagi berbagai

jenis biota (Anwar dan Subiondono, 1996). Fungsi ekonomis merupakan sesuatu

yang nyata bagi masyarakat pantai yaitu sebagai penghasil kayu baik untuk bahan

bakar, arang maupun bangunan, dan sebagai penghasil bahan baku industri,

penghasil ikan, nener, udang, kerang, kepiting dan madu serta sebagai tempat

pariwisata.

2.2 Tinjauan JenisRhizophora mucronata

2.2.1 Tinjauan UmumRhizophora mucronata

R. mucronata merupakan salah satu jenis tanaman mangrove yang termasuk dalam famili Rhizophoraceae. Taksonomi jenis ini secara lengkap

adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Sub kelas : Dialypetalae

Bangsa : Myrtales

(21)

R. mucronatadikenal sebagai bangka itam, dongoh korap, bakau hitam, bakau korap, bakau merah, jangkar, lenggayong, belukap dan lalanu. Tinggi

pohon ini mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m dengan diameter batang

mencapai 70 cm. Kulit kayu berwarna gelap sampai hitam dan terdapat celah

horizontal.

Kayu R. mucronata bermanfaat sebagai kayu bakar (arang), pulp, plywood, kulit kayu sebagai bahan pengawet dan buahnya dapat dipakai

untuk campuran lauk pauk (Ditjen RRL, 1997). Sementara itu Noor et al. (1999) menyatakan bahwa selain digunakan sebagai bahan bakar dan arang,

R. mucronata kadang-kadang digunakan sebagai obat dalam kasus hematuria (pendarahan pada air seni), tanin dari kulit kayu digunakan sebagai

pewarnaan dan dapat juga ditanam untuk melindungi pematang disepanjang

tambak. Jenis ini mempunyai daerah penyebaran meliputi Afrika Timur,

Madagaskar, Asia Tenggara, seluruh Malaysia dan Indonesia, Melanesia dan

Mikronesia.

2.2.2 Tinjauan BotanisRhizophora mucronata

Menurut Ewusie (1990),R. mucronatamempunyai bentuk akar tunjang yang dapat mendukung berdirinya akar tersebut dan juga berfungsi sebagai

banir pada pohon yang sudah tua. Disamping sebagai

pendukung/memperkokoh berdirinya pohon, akar tersebut berfungsi juga

untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen. Akar R. mucronata memiliki lentisel yang berfungsi sebagai alat pernafasan (Bengen, 2000).

Batang diselimuti kulit berganda (4-5 cm) dan mengandung zat

penyamak. Kulit tersebut retak berkotak-kotak tidak berlentisel dan bagian

dalamnya berwarna kuning sampai orange (Ditjen RRL, 1997).

Noor et al. (1999) mendeskripsikan bahwa daun R. mucronata mempunyai gagang berwarna hijau dengan panjang 2,5-5,5 cm. Bentuknya

elips melebar hingga bulat memanjang dengan ujung meruncing dan

mempunyai ukuran 11-23 x 5-13 cm.

Bunga R. mucronata berada di ketiak daun dengan formasi berkelompok (4-8 bunga perkelompok). Mempunyai daun mahkota sebanyak

(22)

7

kuning pucat. Benang sari 8 dan tidak bertangkai. Sementara itu, buah

lonjong/panjang hingga berbentuk telur berukuran 5-7 cm, berwarna hijau

kecoklatan, seringkali kasar dan berbiji tunggal. Hipokotil silindris, kasar dan

berbintil. Leher kotiledon kuning ketika matang. Ukuran hipokotil yaitu

panjang 36-70 cm dan diameter 2-3 cm (Nooret al., 1999).

2.3 Penyimpanan Benih

Menurut Sutopo (2002), penyimpanan benih adalah untuk

mempertahankan viabilitas yang maksimum selama mungkin, sehingga simpanan

energi yang dimiliki benih tidak menjadi bocor dan benih mempunyai cukup

energi untuk tumbuh pada saat ditanam. Maksud dari penyimpanan benih di

waktu tertentu adalah agar benih dapat ditanam pada waktu yang diperlukan dan

untuk tujuan pelestarian benih dari sesuatu jenis tanaman.

Tujuan utama penyimpanan benih menurut Sutopo (2002) adalah untuk

mempertahankan viabilitas benih dalam periode simpan yang sepanjang mungkin.

Untuk tujuan ini, diperlukan suatu periode simpan dari hanya beberapa hari,

semusim, setahun bahkan sampai beberapa puluh tahun bila ditujukan untuk

pelestarian jenis. Bila ditinjau dari viabilitasnya secara umum benih dibedakan

antara berdaya simpan baik, sedang dan jelek. Agar benih memiliki daya simpan

yang baik maka benih harus memiliki kekuatan tumbuh dan daya kecambah yang

semaksimal mungkin.

Viabilitas benih dapat diperpanjang bila benih disimpan pada kondisi yang

terlindung dari panas, uap, air dan oksigen (Aug Pyr de Candolle, 1832 dalam Justice and Bass, 2002). Justice and Bass (2002) juga mengatakan bahwa tujuan

utama penyimpanan benih tanaman bernilai ekonomi ialah untuk mengawetkan

cadangan bahan tanam dari satu musim ke musim berikutnya.

Menurut King dan Roberts (1979) dalam Anggraini (2000), berdasarkan kadar air dan suhu, benih dapat dikelompokkan menjadi dua kelas yaitu benih

(23)

pada kelembaban relatif 50% dan tidak dapat disimpan pada waktu yang lama.

Perbedaan kedua tipe benih tersebut dapat secara jelas dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Beberapa sifat benih ortodoks dan rekalsitran

No. Keterangan Benih Ortodoks Benih Rekalsitran

1. Keadaan alami Dominan di lingkungan arid semi arid serta pioneer di iklim basah, juga banyak dijumpai di iklim sedang dan dataran tinggi tropis.

Banyak dijumpai di iklim panas dan lembab khususnya hutan klimaks dari hutan tropika basah dan mangrove, juga dijumpai di daerah iklim sedang dan beberapa jenis daerah kering.

2. Contoh famili dan genus

Myrtaceae, Leguminosae, Pinaceae, Casuarinaceae.

Dipterocarpaceae,

Rhizophoraceae, Meliaceae, Artocarpus, Araucaria, Triplochiton, Agathis, Quercus.

3. Kadar air benih dan suhu penyimpanan

Toleran terhadap pengeringan dan suhu rendah, kadar air penyimpanan 5-7% dengan suhu 0-2 ºC, sedangkan untuk Cryopreservasi kadar air 2-4% dan suhu -15 sampai -20 ºC.

Tidak toleran terhadap pengeringan dan suhu rendah (kecuali beberapa jenis rekalsitran iklim sedang). Tingkat toleransi tergantung jenis, biasanya 20-35% dan 12-15 ºC untuk jenis tropika. 4. Potensi waktu

penyimpanan

Dengan kondisi penyimpanan optimal beberapa tahun untuk kebanyakan jenis hingga puluhan tahun untuk lainnya.

Dari beberapa hari untuk rekalsitran ekstrim sampai beberapa bulan untuk yang lebih toleran.

5. Karakteristik benih

Kecil hingga medium, seringkali dengan kulit biji keras.

Umumnya medium hingga besar dan berat.

6. Karakteristik kemasakan

Penambahan berat kering berhenti sebelum masak. Kadar air turun hingga 6-10% saat masak dengan variasi kecil diantara individu benih.

Penambahan berat kering terjadi sampai saat benih jatuh. Kadar air pada saat masak 30-70% dengan variasi besar diantara jenis. 7. Dormansi Dormansi sering terjadi. Tidak ada dormansi atau

lemah. Kemasakan dan perkecambahan terjadi dalam waktu singkat. 8. Metabolisme

pada saat masak

Tidak aktif. Aktif.

Sumber : Schmidt (2000)

Menurut Kongsangchai (1988), benih spesies mangrove termasuk benih

(24)

9

dianjurkan untuk menanam setelah pengumpulan dari pohon induk. Kandungan

benih menjadi faktor yang sangat penting dalam penyimpanan.

Pada benih rekalsitran, terdapat hubungan yang sangat erat antara kadar air

benih dengan daya kecambah benih. Benih dengan kadar air yang tinggi

cenderung akan mempunyai daya kecambah yang tinggi pula. Oleh karena itu,

penentuan kadar air dari suatu kelompok benih sangat penting dilakukan, karena

laju kemunduran viabilitas benih dalam penyimpanan sangat dipengaruhi oleh

kadar air (Anggraini, 2000).

Ketahanan benih untuk disimpan beraneka ragam tergantung dari jenis

benih, cara dan tempat penyimpanan. Tempat untuk menyimpan benih juga

bervariasi tergantung dari macam benih serta maksud dan lama penyimpanan

(Sutopo, 2002).

Manan (1976) berpendapat bahwa penyimpanan benih yang baik

merupakan usaha pengawetan viabilitas benih, sejak pengumpulan sampai

penyebaran benih di persemaian atau penanaman benih langsung di lapangan.

Pertimbangan-pertimbangan lain dalam hal penyimpanan benih adalah : (1)

musim panen tidak tepat dengan musim penanaman; (2) spesies-spesies tanaman

tidak berbuah setiap tahun; (3) biji-biji harus diangkut dari jarak yang jauh; (4)

biji-biji perlu dimasakkan lebih dulu setelah panen agar perkecambahannya baik.

Umur simpan benih dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi lingkungan dan

perlakuan manusia. Daya simpan individu benih dipengaruhi oleh faktor sifat dan

kondisi seperti : pengaruh genetik, pengaruh kondisi sebelum panen, pengaruh

struktur dan komposisi benih, kulit benih, tingkat kemasakan, ukuran, dormansi,

kadar air benih, kerusakan mekanik dan vigor. Sedangkan pengaruh lingkungan

meliputi : suhu, kelembaban dan cahaya (Justice and Bass, 2002).

2.4 Ruang dan Wadah Penyimpanan

Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa setiap kenaikan suhu

penyimpanan 5 ºC dan setiap kenaikan 1% kadar air benih, maka masa hidup

benihnya diperpendek setengahnya. Secara umum viabilitas dan vigor benih

(25)

Kondisi ruang simpan mempengaruhi viabilitas benih yang disimpan,

terutama RH dan suhu yang merupakan faktor utama yang harus diperhatikan

dalam mempertahankan daya simpan benih. Penyimpanan benih pada daerah

beriklim tropis seperti Indonesia sering mengalami kendala terutama karena

adanya fluktuasi suhu. Harrington (1972) menyatakan untuk penyimpanan benih

selama mungkin tanpa menghilangkan daya berkecambah dan vigor benih dapat

dilakukan dengan mengkondisikan lingkungan yang kering dan dingin. Untuk

memperpanjang daya berkecambah dan vigor benih dapat dilakukan dengan cara

penyimpanan dalam kamar dingin, penyimpanan dalam ruang simpan yang

dihumidifikasi dan penyimpanan dalam wadah kedap uap air atau wadah yang

resisten terhadap kelembaban.

Pengemasan benih bertujuan untuk melindungi benih dari kerusakan fisik

maupun fisiologis. Pemilihannya didasari pertimbangan tujuan penyimpanan,

jumlah benih yang disimpan dan kondisi ruang simpan maupun lamanya benih

berada dalam wadah simpan (Bass, Te and Winter, 1961dalamAnggraini, 2000). Biji-biji bakau memerlukan penanganan yang hati-hati dan transportasi

yang tidak mudah. Oleh karena itu, penentuan wadah simpan juga harus

memperhatikan karakteristik biji-biji tersebut. Adapun karakteristik yang perlu

diperhatikan adalah :

1. Ukuran dan berat benih yang besar membutuhkan ruang yang cukup besar.

2. Bentuk alami benih vivipar yang menghasilkan pertumbuhan yang

terus-menerus (sejak benih masih melekat di pohon) dan pertumbuhan bijinya

membutuhkan kelembaban tertentu.

3. Bijinya yang mengandung banyak air sangat peka terhadap sengatan

matahari dan luka mekanik. Segera setelah pengumpulan, usahakan untuk

tetap menempatkan biji di bawah naungan untuk menghindari penurunan

kelembaban yang berarti. Saat melakukan transportasi biji-biji tersebut

sebaiknya ditempatkan pada posisi horisontal dan ditutupi oleh karung

goni atau bahan yang lembab serta terlindungi dari panas (Departemen

(26)

11

2.5 Media Simpan 2.5.1 Serbuk Gergaji

Media simpan serbuk gergaji merupakan limbah yang berasal

terutama dari industri penggergajian kayu. Limbah tersebut dapat

menimbulkan pengotoran lingkungan apabila tidak dapat diatasi, baik

pembuangan maupun pemanfaatannya (Anggraini, 2000). Serbuk gergaji

kayu mengandung komponen kimia yang sama dengan yang terkandung

dalam batang kayu, yakni komponen selulosa, lignin, hemisellulosa dan

zat ekstraktif. Disamping itu serbuk gergaji juga mengandung 0,24% N,

0,20% P dan 0,45% K. Debu dari kayu cukup kaya akan zat makanan bagi

tumbuh-tumbuhan terutama CaCO3 (Darusman, 1973 dalam Anggraini, 2000).

2.5.2 Sabut Kelapa

Media simpan lain yang digunakan selain serbuk gergaji adalah

sabut kelapa. Sabut kelapa memenuhi kriteria sebagai media perakaran

karena berserat, mempunyai kamampuan menahan air, longgar, ringan,

mudah didapat dan tidak mahal (Kijkar, 1992).

2.6 Perkecambahan

Kramer, Paul dan Kosloswski (1960) dalam Martini dan Zainal (1982) menyatakan bahwa perkecambahan adalah proses dimana embrio tumbuh kembali

menjadi kecambah yang ditandai dengan keluarnya bakal akar dan bakal tanaman

dari kulit biji. Kamil (1982) mengemukakan bahwa secara visual dan morfologis

suatu biji yang berkecambah umumnya ditandai dengan terlihatnya akar (redicle)

atau daun (plumule) yang menonjol keluar dari biji.

Soekotjo (1976) dalam Anggraini (2000) menyatakan bahwa proses fisiologis yang berhubungan dengan perkecambahan biji adalah : (a) absorbsi air,

yang sebagian besar dilakukan dengan imbibisi; (b) permulaan pembesaran sel

dan pembagian sel; (c) meningkatnya jumlah enzim-enzim dan aktivitas enzim

(27)

daerah-diferensiasi dari sel-sel menjadi berbagai jaringan dan bagian-bagian suatu anakan

pohon.

Untuk pengujian perkecambahan dapat dipakai berbagai media

perkecambahan. Media perkecambahan yang biasa dipakai untuk pengujian antara

lain : kertas substrat, pasir dan tanah (Kuswanto, 1997). Menurut Manan (1976),

syarat-syarat media yang baik untuk perkecambahan antara lain : (1) mempunyai

porositas yang cukup sehingga terdapat aerasi udara dan drainase air yang perlu

bagi benih yang sedang berkecambah; (2) bebas dari jamur dan jasad renik

lainnya dan (3) tidak beracun terhadap kecambah.

Ada dua tipe perkecambahan yang didasarkan atas letak kotiledon

terhadap permukaan tanah yaitu tipe epigeal dan tipe hypogeal. Tipe epigeal yaitu

dimana kotiledonnya terangkat di atas permukaan tanah sewaktu pertumbuhannya.

Dan tipe hypogeal yaitu bila kotiledonnya tetap tinggal di bawah permukaan tanah

sewaktu pertumbuhannya (Kamil, 1982).

Menurut Kamil (1982), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

perkecambahan benih, terbagi atas faktor dalam benih dan faktor luar benih.

Faktor dalam benih antara lain adalah tingkat kemasakan benih, ukuran benih,

dormansi rudimeter (benih kurang masak), asal benih, dan daya tembus air dan

unsur-unsur mekanik lainnya pada kulit biji. Sedangkan faktor luar benih meliputi

air, suhu, oksigen, cahaya dan medium.

2.7 Uji Viabilitas

Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang ditunjukkan melalui

fenomena pertumbuhan atau struktur tumbuh kecambah dan gejala

metabolismenya. Viabilitas benih dipengaruhi oleh faktor genetik, kondisi

lingkungan saat proses perkembangan benih pada tanaman induk dan kondisi

lingkungan selama penyimpanan. Sadjad (1993) mengindikasikan viabilitas benih

dalam beberapa tolak ukur, baik tolak ukur yang secara langsung menilai

pertumbuhan benih maupun yang secara tidak langsung menilai gejala

metabolisme atau mengamati beberapa komponen makro molekul sitoplasma dan

aberasi kromosom di dalam inti selnya.

Menurut Sadjad (1980), pengujian benih dalam indikasi tidak langsung

(28)

13

matinya sel-sel pada jaringan embrio. Willan (1984) menyatakan bahwa

pendugaan potensial perkecambahan suatu sampel kadang merupakan suatu

metode yang hampir relevan dengan praktek dalam kehutanan. Tetapi pengujian

dengan perkecambahan memerlukan waktu berminggu-minggu, dan untuk jenis

tertentu diperlukan perlakuan pendahuluan. Untuk itu diperlukan metode

pengujian viabilitas benih yang dapat menduga secara akurat namun lebih cepat

daripada pengujian pengecambahan.

Untuk memperoleh keterangan mengenai viabilitas suatu benih dalam

waktu singkat telah dikembangkan beberapa metode uji cepat viabilitas benih atau

uji viabilitas benih secara tidak langsung. Metode pengujian viabilitas yang umum

dilakukan salah satunya adalah uji belah (cutting test). Uji belah merupakan suatu

metode uji cepat yang biasanya digunakan untuk menguji viabilitas benih dalam

jumlah banyak. Uji ini dapat digunakan dilapangan untuk memperkirakan benih

yang masak atau kualitas kumpulan benih dalam kegiatan pengumpulan benih.

Tetapi uji ini cenderung kurang dapat dipercaya hasilnya karena terkadang hanya

dengan melihat penampilannya secara langsung, benih tersebut seperti hidup

padahal kalau dikecambahkan gagal berkecambah (Leloup, 1955 dalam Alfiani, 2003). Menurut Willan (1984), uji belah merupakan salah satu uji viabilitas paling

sederhana dengan cara melihat langsung dengan mata terhadap benih yang telah

dibelah, dibuka dengan pisau atau skalpel. Jika endosperma memiliki warna

normal dengan embrio yang baik maka benih mempunyai kemungkinan

berkecambah. Pengujian ini kurang teliti bagi benih jenis konifer dan

benih-benih kecil lainnya karena menghasilkan angka perkecambahan yang lebih tinggi

dari keadaan sebenarnya.

Sadjad (1980) menyatakan bahwa secara umum pengujian viabilitas benih

itu mencakup pengujian daya kecambah atau daya tumbuh dan pengujian vigor.

Pengujian daya berkecambah atau daya tumbuh memberikan informasi tentang

kemungkinan tanaman berproduksi normal dalam kondisi lapang dan lingkungan

(29)

itu, pengujian daya simpan juga berorientasi seperti itu, tetapi hal ini dilakukan

sesudah benih disimpan melalui periode simpan dan keadaan simpan yang wajar.

2.8 Kemunduran Benih

Kemunduran benih merupakan suatu proses merugikan yang dialami oleh

setiap jenis benih yang dapat terjadi segera setelah benih masak dan terus

berlangsung selama benih mengalami proses pengolahan, pengemasan dan

penyimpanan (Justice and Bass, 2002). Kemunduran benih menimbulkan

perubahan yang menyeluruh pada benih baik fisik, fisiologis maupun kimiawi

yang akhirnya mengarah pada kematian (Byrd, 1983).

Byrd (1983) menyatakan beberapa teori tentang penyebab kemunduran

benih yaitu : (1) terjadinya penggumpalan protoplasma, (2) kelaparan lokal, (3)

degradasi mitokondria, (4) terjadinya auto oksidasi lipid pada kadar air yang

rendah, (5) kehabisan substrat atau berkurangnya bahan baku untuk respirasi, (6)

degradasi dari nukleus, (7) degradasi enzim, (8) kerusakan kulit benih, (9)

penggumpalan protein pada embrio secara perlahan dan (10) penimbunan hasil

metabolisme beracun.

Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa gejala kemunduran benih

dapat dilihat dari gejala fisiologi dan kimiawi. Gejala fisiologi seperti perubahan

warna benih, mundurnya pertumbuhan perkecambahan dan meningkatnya

kecambah abnormal. Gejala kimiawi pada benih yang mengalami kemunduran

adalah terjadinya perubahan dalam aktivitas enzim, respirasi, laju sintesa,

perubahan membran, perubahan persediaan makanan dan perubahan kromosom.

Selama penyimpanan benih mengalami kemunduran secara fisiologis

maupun kronologis (Sadjad, 1993). Kemunduran fisiologis merupakan

kemunduran benih akibat berbagai faktor lingkungan simpan. Sedangkan

kemunduran kronologis merupakan kemunduran benih akibat perjalanan waktu.

Proses kemunduran benih tidak dapat dihentikan namun dapat dikendalikan

(30)

15

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur

Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi Perbenihan

(BPTP) Ciheuleut, Bogor. Penelitian ini dimulai pada akhir bulan Juli 2010

sampai dengan bulan November 2010.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah propagul

Rhizophora mucronata yang memiliki rata-rata ukuran panjang 50,68 cm dan diameter 15,20 mm serta memiliki berat rata-rata 48,61 gram, serbuk gergaji,

sabut kelapa, kertas merang, kardus, polybag ukuran 15 x 20 cm, pupuk cair

massmikro, kompos, tanah, pasir, pestisida, air tawar dan garam dapur.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah AC, timbangan, oven,

higrometer, termometer, hand sprayer, kamera, kaliper, penggaris, gelas ukur, desikator dan pisau.

3.3 Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial 5 x 2

x 2 dengan tiga kali ulangan. Dengan demikian terdapat 60 satuan percobaan.

Untuk lebih jelasnya masing-masing faktor dapat diperinci sebagai berikut :

Faktor A (Lama penyimpanan)terdiri dari : A0: 0 minggu (langsung tanam)

A1: 1 minggu

A2: 2 minggu

A3: 3 minggu

A4: 4 minggu

(31)

Faktor C (Media simpan)terdiri dari : C1: Serbuk gergaji

C2: Sabut kelapa

Model persamaan umum rancangan penelitian ini adalah :

Yijk= μ + Ai+ Bj+ Ck+ (AB)ij+ (AC)ik+ (BC)jk+ (ABC)ijk+ Eijkl Dimana :

Yijk = Nilai hasil pengamatan

μ = Nilai rata-rata

Ai = Pengaruh waktu simpan taraf ke–i

Bj = Pengaruh ruang simpan taraf ke–j

Ck = Pengaruh media penyimpanan ke–k

(AB)ij = Pengaruh interaksi waktu simpan ke–i dan ruang simpan ke–j

(AC)ik = Pengaruh interaksi waktu simpan ke–i dan media penyimpanan

ke–k

(BC)jk = Pengaruh interaksi ruang simpan ke–j dan media penyimpanan

ke –k

(ABC)ijk = Pengaruh interaksi antara taraf ke–i faktor A, taraf ke–j faktor B,

dan taraf ke–k faktor C

Eijkl = Kesalahan percobaan akibat waktu simpan ke–i, ruang simpan ke

–j, media simpan ke–k dan ulangan ke–l

Untuk mengetahui pengaruh faktor dan interaksi antar faktor dilakukan

analisis keragaman dan kemudian diuji dengan uji F. Hipotesis yang digunakan

dalam pengujian tersebut adalah sebagai berikut :

H0 : Perlakuan yang berbeda tidak berpengaruh terhadap perkecambahan benih

H1 : Perlakuan yang berbeda berpengaruh terhadap perkecambahan benih

Dari hipotesis tersebut dilakukan pengambilan keputusan terhadap uji F,

yaitu bila F hitung lebih kecil dari F tabel maka terima H0, sebaliknya bila F

hitung lebih besar dari F tabel maka tolak H0. Selanjutnya bila uji F menunjukkan

pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan uji beda jarak Duncan (Haeruman,

(32)

17

3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Tahap Persiapan

Wadah Simpan

Wadah simpan yang digunakan adalah kardus berukuran panjang

50 cm, lebar 30 cm dan tinggi 20 cm. Jumlah wadah yang digunakan

sebanyak 48 buah untuk penyimpanan benih dengan masing-masing

perlakuan yang diberikan.

Media Simpan

Media simpan yang digunakan adalah sabut kelapa dan serbuk

gergaji.

Ruang Simpan

Ruang simpan yang digunakan adalah ruang AC dan ruang kamar.

Dalam penelitian ini ruang AC yang digunakan suhunya berkisar antara

19 ºC – 20 ºC, dengan kelembaban 60 - 61 %, sedangkan ruang kamar

bersuhu sekitar 26 ºC–28 ºC, dengan kelembaban 80 - 85 %.

Media Perkecambahan

Dalam penelitian ini media perkecambahan yang digunakan adalah

media tanah campuran yaitu tanah, kompos dan pasir (1:1:1).

3.4.2 Pengunduhan Propagul

Yang dimaksud dengan benih disini adalah propagul Rhizophora mucronata. Propagul yang diunduh berasal dari buah yang telah matang dari tegakan mangrove yang tumbuh di sepanjang pesisir Muara Angke,

Jakarta.

3.4.3 Seleksi Benih/Propagul

Setelah pengunduhan, sebelum penyimpanan dilakukan seleksi

propagul. Propagul yang dipilih adalah propagul yang sehat dan masak

yang ditandai oleh warna kotiledon kekuningan, hipokotil kokoh serta

bebas dari hama penyakit maupun luka mekanis.

3.4.4 Penyimpanan Benih

(33)

a. Benih yang akan digunakan untuk penelitian dibagi-bagi untuk

masing-masing perlakuan. Pembagian dilakukan secara acak. Untuk

masing-masing perlakuan digunakan 18 buah yaitu 15 buah untuk

pengujian perkecambahan, 2 buah untuk pengujian kadar air, dan 1

buah untuk uji belah (cutting test).

b. Benih sebelum dan sesudah penyimpanan ditentukan dulu kadar

airnya. Demikian juga dengan media simpannya.

c. Pemasukan serbuk gergaji dan sabut kelapa sebagai media simpan ke

dalam wadah penyimpanan.

d. Benih diletakkan dalam wadah penyimpanan yang telah diisi dengan

media simpan seperti tersebut diatas. Pada setiap wadah simpan

diletakkan 18 benih untuk pengujian perkecambahan, kadar air, dan

uji belah (cutting test). Selanjutnya wadah simpan ditutup dan

dimasukkan ke ruang simpan sesuai dengan perlakuan yang

diberikan.

3.4.5 Uji Belah (Cutting Test)

Persiapan dan Perlakuan Benih

Uji belah ini merupakan uji viabilitas benih yang paling mudah dan

sederhana tanpa menggunakan bahan kimia. Benih yang digunakan

diambil dari hasil seleksi benih. Jumlah benih yang digunakan adalah 1

benih untuk setiap ulangan perlakuan. Kemudian benih sebelum

penyimpanan dan setelah penyimpanan dilembabkan pada kertas merang

selama 24 jam, benih dibelah searah keping benih (memanjang). Setelah

itu, benih tersebut diamati struktur tumbuhnya (embrio dan kotiledon)

dengan mata atau dengan menggunakan kaca pembesar.

Evaluasi Hasil Uji Belah (Cutting Test)

Pengamatan dilakukan dengan melihat warna/penampakan dari

struktur tumbuh benih sehingga dapat diketahui benih tersebut viabel atau non viabel. Benih viabel dicirikan dengan penampakan struktur tumbuh benih yang segar dan berwarna kehijauan atau putih kekuningan,

(34)

19

benih yang kering atau layu dan warnanya tampak coklat kehitaman

(Zanzibaret al., 2001). 3.4.6 Penyemaian Benih

Kegiatan pengujian perkecambahan benih dilakukan dengan

menggunakan metode langsung yaitu dengan cara menyemaikan benih

pada setiap akhir periode simpan. Penyemaian dilakukan dengan cara

membenamkan ujung hipokotil sedalam kurang lebih 7 cm sama dengan

petunjuk teknis penanamanRhizophora mucronata. 3.4.7 Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Propagul yang ditanam langsung disemprot dengan pupuk cair

dengan dosis 2 ml tiap 1 liter air, kemudian penyemprotan dilakukan

setiap satu minggu sekali selama empat minggu.

b. Penyiraman air garam dengan konsentrasi 2,5% dilakukan sekali

selama penelitian yaitu langsung setelah penyemaian.

c. Penyiraman dengan air tawar satu kali sehari.

d. Pencabutan gulma.

e. Penyemprotan pestisida mulai minggu ketiga dan selanjutnya

dilakukan setiap sepuluh hari sekali. Dosis pestisida yang digunakan

pada setiap kali penggunaan adalah 2 ml per liter air.

3.5 Pengambilan Data

3.5.1 Viabilitas Propagul R. mucronata dengan Uji Belah (Cutting Test) dan Uji Perkecambahan Langsung

Untuk membandingkan data dugaan daya berkecambah hasil uji

belah dengan data daya berkecambah hasil uji perkecambahan langsung

dilakukan analisis dengan menggunakan prosedur uji t (Steel & Torrie,

1991).

Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

(35)

H1 : μ1 ≠ μ2 → Nilai rataan dugaan DB hasil uji cepat (uji belah) tidak

sama dengan nilai rataan DB hasil uji perkecambahan

langsung

Sedangkan kaidah uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

thit=

thit> t (α/2 ; r1+ r2–2)→ tolak H0

thit>t (α/2 ; r1+ r2+ 2)→ terima H0

Dimana :

Se =

d = selisih nilai rataan daya berkecambah hasil uji cepat dengan

hasil uji perkecambahan

r1.2 = ulangan

JK1.2= jumlah kuadrat daya berkecambah hasil uji cepat dengan

hasil uji perkecambahan

Untuk mengetahui keeratan hubungan antara daya berkecambah

hasil uji belah dengan daya berkecambah hasil uji perkecambahan

langsung dihitung koefisien korelasinya (Steel & Torrie, 1991).

Koefisien korelasi secara sederhana dapat ditulis sebagai berikut:

r = ∑ . ∑ ∑

∑ (∑ ) ∑ (∑ )²

Dimana :

r = koefisien korelasi

n = jumlah ulangan

dx = DB hasil uji cepat

dy = DB hasil uji perkecambahan

3.5.2 Kadar Air (KA)

Untuk menentukan kadar air ini diambil contoh benih/propagul

sebanyak dua buah untuk setiap ulangan perlakuan. Pengukuran kadar air

dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan tahap pra

(36)

21

diperoleh berat basah (BB) benih kemudian dimasukkan ke dalam oven

dengan suhu 130 ºC selama 5 – 10 menit (ISTA, 1996). Setelah

dikeluarkan dari oven, benih dimasukkan ke dalam desikator selama 45

menit, kemudian benih ditimbang lagi sehingga diperoleh berat kering

(BK 1) benih. Pada tahap kedua, sebelum dimasukkan ke oven, benih

dipotong dan dibelah. Suhu oven yang digunakan adalah 105 ºC selama 17

jam. Berat kering (BK 2) benih diperoleh dengan cara menimbang benih

setelah benih dibiarkan dalam desikator selama 45 menit.

Kadar air dihitung berdasarkan rumus yang terdapat dalam

(Kuswanto, 1997), yaitu sebagai berikut :

MC = S1 + S2–

S1+S2

100

Dimana MC = Kadar air dalam persen

S1 = Jumlah air yang hilang pada pemanasan predrying (%) S2 = Jumlah air yang hilang pada pemanasan kedua (%)

3.5.3 Presentase Benih yang Berakar Selama Penyimpanan

Kriteria berakar disini adalah apabila panjang akar yang muncul

lebih dari 0,5 cm. Kriteria tersebut ditetapkan karena panjang akar kurang

dari 0,5 cm diperkirakan masih rentan terhadap kerusakan mekanis.

PB = ∑ benih yang berakar

Jumlah benih yang dismpan x 100%

3.5.4 Daya Berkecambah (DB)

Kriteria perkecambahan normal ditandai dengan munculnya dua

helai daun muda pada hipokotil. Perkecambahan dilakukan selama kurang

lebih 90 hari. Pengamatan perkecambahan dilakukan setiap tiga hari sekali

terhadap kecambah normal. Daya berkecambah (DB) dihitung berdasarkan

(37)

3.5.5 Kecepatan Tumbuh (KT)

Kecepatan tumbuh benih dihitung berdasarkan jumlah benih normal

yang tumbuh setiap hari. Kecepatan tumbuh dihitung dengan

menggunakan rumus MaguiredalamAnggraini (2000), yaitu :

KT = X1 E1

+

X2

E2

+ …. +

Xn En

Keterangan X1 = Presentase kecambah normal pengamatan ke–1

E2 = Presentase hari ke–1

3.5.6 Nilai Perkecambahan (NP)

Nilai perkecambahan dihitung menggunakan rumus Czabator (1962),

yaitu sebagai berikut :

GV = PV x FGD

PV = % perkecambahan puncakhari perkecambahan

FGD = % perkecambahan pada akhir pengamatan

hari uji

Keterangan GV = Nilai perkecambahan

PV = Perkecambahan puncak

FGD = Perkecambahan harian akhir

3.5.7 Nisbah Pucuk Akar (NPA)

Parameter NPA dihitung dengan cara membandingkan berat kering

pucuk dan berat kering akar semai. Dalam hal ini pucuk dan akar semai

dikeringkan secara terpisah dalam oven selama 2 x 24 jam pada suhu 80

ºC, kemudian ditimbang berat keringnya setelah dimasukkan ke dalam

desikator selama 45 menit.

Selain itu, dalam penelitian ini diamati beberapa data penunjang

(38)

23

1. Berat 100 benih

Berat 100 benih diduga dengan cara menimbang 100 propagul

dengan 8 kali ulangan sehingga jumlah totalnya 800 buah.

2. Pengukuran panjang dan diameter rata-rata benih

Pengukuran panjang dan diameter rata-rata benih dilakukan dengan

cara mengukur panjang dan diameter 10 hipokotil dengan 10 ulangan.

3. Pengukuran kadar air media simpan

Pengukuran kadar air media simpan dilakukan pada setiap akhir

periode simpan. Berat basah diperoleh dengan cara menimbang

beratnya sebelum media simpan dimasukkan ke dalam oven. Berat

kering tanur (BKT) diperoleh dengan cara pengovenan media simpan

pada suhu 105 ºC selama 17 jam, kemudian setelah dimasukkan

desikator selama 45 menit, media simpan tersebut ditimbang lagi.

Kadar air tersebut dihitung dengan menggunakan rumus :

KA =BB-BKT

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

PropagulRhizophora mucronatadikecambahkan selama 90 hari (3 bulan) dan diamati setiap 3 hari sekali. Hasil pengamatan setiap variabel pertumbuhan

dari setiap propagulR. mucronata selama periode pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Variabel pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah persen

berakar (PB), kadar air (KA), daya berkecambah (DB), nilai perkecambahan (NP),

kecepatan tumbuh (KT), dan nisbah pucuk akar (NPA). Adapun rekapitulasi hasil

sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap setiap variabel pertumbuhan dapat

[image:39.612.124.510.390.604.2]

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Perkecambahan Propagul dari Perkecambahan semai R. mucronata pada Setiap Perlakuan Selama Periode Penelitian

Variabel A*B*C A*B A*C B*C

Lama Penyimpanan (A) Ruang Simpan (B) Media Simpan (C) Persen Berakar

(PB) tn * tn tn * * tn

Kadar Air (KA) tn tn tn tn ** tn **

Daya Berkecambah

(DB)

* tn tn tn ** * **

Nilai Perkecambahan

(NP)

tn tn tn tn ** tn **

Kecepatan

Tumbuh (KT) tn tn tn tn ** tn *

Nisbah Pucuk

Akar (NPA) tn tn * tn ** tn tn

Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf uji 0,05 ** = berbeda nyata pada taraf uji 0,01

tn = tidak nyata

Berdasarkan informasi pada Tabel 2, perbedaan lama penyimpanan

propagulR. mucronatamenyebabkan perbedaan secara signifikan terhadap semua variabel pertumbuhan propagul yang diamati. Begitu pula perbedaan media

(40)

0 0 0 0 0 0 0 0

0 0

8,89

0

2,22

0

11,11

6,67

0 0

2 4 6 8 10 12

P

e

rs

e

n

tas

e

B

e

rak

a

r

(%

)

B1C1

B1C2

B2C1

(41)

Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara lama penyimpanan dan ruang

simpan terhadap rata-rata presentase berakar propagul dapat dilihat pada hasil uji

[image:41.612.126.506.214.362.2]

Duncan (Tabel 3). Adapun kondisi fisik propagulR. mucronatapada setiap akhir periode simpan dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 3 Uji Duncan Pengaruh Interaksi Lama Penyimpanan (A) dan Ruang Simpan (B) terhadap Presentase Berakar PropagulR.mucronata(PB)

Perlakuan Rata-rata PB (%)

Interaksi 2 Faktor

A2B2 10a

A3B2 3,34b

A4B2 1,11b

A0B1 0b

A1B1 0b

A2B1 0b

A3B1 0b

A1B2 0b

A4B1 0b

A0B2 0b

Pada Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa propagul R. mucronata yang disimpan selama dua minggu penyimpanan memberikan nilai rata-rata presentase

berakar propagul yang paling tinggi dan kemudian menurun pada minggu ketiga

dan minggu keempat. Dapat diketahui dari Tabel 3 di atas bahwa interaksi antara

lama penyimpanan selama dua minggu dengan ruang kamar sebagai ruang simpan

memberikan nilai rata-rata presentase berakar propagul paling tinggi (PB = 10 %).

Sedangkan propagul yang disimpan di ruang AC memiliki nilai PB 0 %. Dengan

demikian dapat diketahui bahwa ruang AC dapat menghambat kemunculan akar

propagulR. mucronata.

4.1.2 Kadar Air Propagul (KA)

Hasil pengukuran kadar air dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Lampiran 1 yang menunjukkan bahwa kadar air propagul menurun dengan

semakin bertambahnya lama waktu penyimpanan. Untuk lebih jelasnya nilai

(42)

36,07

34,53

33,27 30,59

39,68

38,57

35,16

34,5

38,85

37,67

29,53

28,62 41,26

37,91 35,44

29,38 44,57

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 1 2 3 4

K

a

d

a

r

A

ir

(

%

)

Lama Penyimpanan (Minggu)

B1C1

B1C2

B2C1

(43)

(Tabel 4) dapat diketahui pada pengaruh faktor media simpan menunjukkan

bahwa rata-rata kadar air propagul yang disimpan dalam media sabut kelapa

(38,11 %) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air propagul yang disimpan

dalam media serbuk gergaji (35,83 %). Sementara itu, propagul yang diberikan

perlakuan penyimpanan mempunyai kadar air yang lebih kecil daripada kadar air

propagul tanpa penyimpanan. Adapun kadar air propagul yang disimpan selama 1

dan 2 minggu relatif lebih besar daripada propagul yang disimpan selama 3 dan 4

minggu.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa propaul yang disimpan baik di

ruang AC maupun ruang kamar dengan media sabut kelapa lebih dapat

[image:43.612.113.508.377.568.2]

mempertahankan kadar air propagulR. mucronataselama 4 minggu penyimpanan dibandingkan ruang kamar dan media serbuk gergaji.

Tabel 4 Uji Duncan Pengaruh Faktor Tunggal Lama Penyimpanan (A), Ruang Simpan (B) dan Media Simpan (C) terhadap Kadar Air Propagul R. mucronata(KA)

Perlakuan Rata-rata KA (%)

Lama Penyimpanan (A)

0 Minggu (A0) 44,57a

1 Minggu (A1) 38,97b

2 Minggu (A2) 37,17b

3 Minggu (A3) 33,35c

4 Minggu (A4) 30,77c

Ruang Simpan (B)

AC (B1) 37,15a

Kamar (B2) 36,78a

Media Simpan (C)

Sabut Kelapa (C2) 38,11a Serbuk Gergaji (C1) 35,83b

4.1.3 Daya Berkecambah (DB)

Hasil pengamatan perkecambahan selama penelitian (Lampiran 1)

menunjukkan bahwa daya berkecambah propagul R.mucronata tanpa penyimpanan dan penyimpanan selama 1 minggu di ruang AC dengan media

simpan sabut kelapa serta di ruang kamar, baik dengan media serbuk gergaji

(44)

97,78 93,33 80 28,89 100 100 86,67 46,67 100 91,11 64,44 25,55 100 95,55 95,56 15,55 100 0 20 40 60 80 100 120

0 1 2 3 4

D a y a B e rk e cam b a h ( % )

Lama Penyimpanan (Minggu)

B1C1

B1C2

B2C1

(45)

bahwa pada kurun waktu penyimpanan selama 3 minggu, propagul R. mucronata baik yang disimpan di ruang AC maupun ruang kamar dengan media simpan

serbuk gergaji dan sabut kelapa mempunyai DB yang relatif tinggi (DB = 80%),

kecuali propagul yang disimpan di ruang suhu kamar dengan media simpan

serbuk gergaji. Pada periode waktu penyimpanan selama 4 minggu, semua

propagul baik yang disimpan di ruang suhu kamar maupun ruang AC dengan

media simpan serbuk gergaji dan sabut kelapa mempunyai DB yang rendah,

terutama terhadap propagul yang disimpan di media simpan sabut kelapa di ruang

[image:45.612.121.504.330.599.2]

bersuhu kamar.

Tabel 5 Uji Duncan Pengaruh Interaksi Lama Penyimpanan (A), Ruang Simpan (B) dan Media Simpan (C) terhadap Daya Berkecambah Propagul R.mucronata(DB)

Perlakuan Rata-rata DB (%)

Interaksi 3 Faktor

A0B1C1 100a

A0B1C2 100a

A0B2C1 100a

A0B2C2 100a

A1B1C2 100a

A1B2C1 100a

A1B2C2 100a

A2B1C2 100a

A1B1C1 97,78a

A3B2C2 95,56a

A2B2C2 95,55a

A2B1C1 93,33ab

A2B2C1 91,11ab

A3B1C2 86,67ab

A3B1C1 80b

A3B2C1 64,44c

A4B1C2 46,67d

A4B1C1 28,89e

A4B2C1 25,55e

A4B2C2 15,55e

4.1.4 Nilai Perkecambahan (NP)

Nilai perkecambahan (NP) merupakan nilai yang menunjukkan kecepatan

dan kesempurnaan propagul untuk berkecambah. Berdasarkan hasil analisis sidik

ragam (Tabel 2) diketahui bahwa pemberian faktor tunggal lama penyimpanan

(46)

0,76 0,52 0,32 0,08 0,85 0,71 0,58 0,14 0,75 0,47 0,22 0,05 0,89 0,68 0,48 0,05 0,61 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

0 1 2 3 4

N il a i P e rk e cam b a h a n

Lama Penyimpanan (Minggu)

B1C1

B1C2

B2C1

(47)

selama 2, 3 dan 4 minggu. Dalam hal ini propagul yang disimpan selama 4

minggu mempunyai nilai perkecambahan paling rendah (NP = 0,08) bila

dibandingkan dengan propagul yang disimpan selama periode waktu lainnya.

Adapun pengaruh pada faktor media simpan (Tabel 6) menunjukkan

bahwa rata-rata nilai perkecambahan propagul yang disimpan dalam media sabut

kelapa (NP = 0,56) lebih tinggi dibandingkan dengan propagul yang disimpan

dalam media serbuk gergaji (NP = 0,44), baik yang disimpan di ruang AC

maupun di ruang bersuhu kamar.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa propagul yang disimpan selama

satu minggu penyimpanan, baik di ruang AC maupun di ruang bersuhu kamar

dengan media sabut kelapa memberikan pengaruh paling baik terhadap nilai

perkecambahan propagulR. mucronata.

Tabel 6 Uji Duncan Pengaruh Faktor Tunggal Lama Penyimpanan (A), Ruang Simpan (B) dan Media Simpan (C) terhadap Nilai Perkecambahan PropagulR.mucronata(NP)

Perlakuan Rata-rata NP

Lama Penyimpanan (A)

1 Minggu (A1) 0,81a

0 Minggu (A0) 0,61b

2 Minggu (A2) 0,59b

3 Minggu (A3) 0,40c

4 Minggu (A4) 0,08d

Ruang Simpan (B)

AC (B1) 0,52a

Kamar (B2) 0,48a

Media Simpan (C)

Sabut Kelapa (C2) 0,56a

Serbuk Gergaji (C1) 0,44b

4.1.5 Kecepatan Tumbuh (KT)

Dari Lampiran 1 dapat diketahui bahwa semakin lama waktu simpan maka

kecepatan tumbuh propagul semakin menurun. Hal ini berarti vigor propagul juga

semakin menurun. Untuk lebih jelasnya nilai KT propagul selama penelitian dapat

[image:47.612.118.508.381.553.2]
(48)

1,88

1,71

1,38

0,47 1,94

1,84

1,47

0,74 1,92

1,62

1,05

0,38 1,99

1,69 1,61

0,26 1,98

0 0.5 1 1.5 2 2.5

0 1 2 3 4

K

e

ce

p

a

tan

T

u

m

b

u

h

Lama Penyimpanan ( Minggu)

B1C1

B1C2

B2C1

(49)

Tabel 7 Uji Duncan Pengaruh Faktor Tunggal Lama Penyimpanan (A), Ruang Simpan (B) dan Media Simpan (C) terhadap Kecepatan Tumbuh PropagulR.mucronata(KT)

Perlakuan Rata-rata KT

Lama Penyimpanan (A)

0 Minggu (A0) 1,98a

1 Minggu (A1) 1,93a

2 Minggu (A2) 1,71b

3 Minggu (A3) 1,38c

4 Minggu (A4) 0,46d

Ruang Simpan (B)

AC (B1) 1,54a

Kamar (B2) 1,45a

Media Simpan (C)

Sabut Kelapa (C2) 1,55a Serbuk Gergaji (C1) 1,44b

Dapat diketahui juga dari hasil uji Duncan di atas bahwa pada pengaruh

faktor media simpan menunjukkan bahwa propagul yang disimpan dengan media

sabut kelapa memiliki rata-rata nilai kecepatan tumbuh yang signifikan lebih

tinggi (KT = 1,55) dibandingkan dengan propagul yang disimpan dengan media

serbuk gergaji (KT = 1,44), baik yang disimpan di ruang AC maupun di ruang

bersuhu kamar.

Fenomena di atas menunjukkan propagul yang mendapat perlakuan tanpa

penyimpanan dan satu minggu penyimpanan, baik di ruang AC maupun di ruang

kamar dengan media sabut kelapa relatif lebih mampu mempertahankan viabilitas

propagulR. mucronata.

4.1.6 Nisbah Pucuk Akar (NPA)

Berdasarkan Lampiran 1 diketahui bahwa nisbah pucuk akar semai R. mucronata menurun dengan semakin bertambahnya lama waktu penyimpanan. Hasil pengamatan nilai rata-rata nisbah pucuk akar semai propagul pada setiap

[image:49.612.123.505.130.289.2]
(50)

0,07 0,07

0,06 0,05

0,09

0,07

0,05 0,08

0,08

0,05

0,06 0,01

0,06 0,06

0,04 0,01

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

0 1 2 3 4

N

is

b

a

h

P

u

cu

k

A

k

a

r

Lama Penyimpanan (Minggu)

B1C1

B1C2

B2C1

(51)

Gambar

Tabel 1 Beberapa sifat benih ortodoks dan rekalsitran
Tabel 2Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Perkecambahan Propagul dariPerkecambahan semai R
Tabel 3Uji Duncan Pengaruh Interaksi Lama Penyimpanan (A) dan RuangSimpan (B) terhadap Presentase Berakar Propagul R.mucronata (PB)
Tabel 4 Uji Duncan Pengaruh Faktor Tunggal Lama Penyimpanan (A), RuangSimpan (B) dan Media Simpan (C) terhadap Kadar Air Propagul R.mucronata (KA)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pasir memiliki konduktivas panas yang baik dalam menghantarkan panas, sehingga panas yang dihasilkan dari respirasi dapat lebih cepat dihantarkan ke air, sedangkan serbuk

[r]

Bahan stek akar sukun dapat disimpan dalam kemasan yang mampu mempertahankan kelembaban tetap tinggi seperti serbuk sabut kelapa lembab dan pelepah batang pisang mampu

Persentase perkecambahan benih dengan inter- aksi antara perlakuan media simpan dan periode simpan menunjukan bahwa benih yang disimpan pada media simpan serbuk gergaji

Perlakuan median simpan yang terbaik adalah menggunakan media simpan serbuk gergaji ukuran 20 Mesh dengan lama penyimpanan 10 hari, dimana viabilitas benih karet

Sehingga dapat memberikan pengaruh sangat nyata pada pengamatan daya berkecambah, dan kecepatan berkecambah demikian halnya serbuk gergaji pengukuran pada potensi

Peningkatan daya berkecambah paling tinggi terjadi pada penyimpanan dengan menggunakan wadah plastik yang disimpan pada refrigerator sampai periode 12 minggu dan

Nilai perkecambahan benih kenanga yang disimpan selama 6 minggu dalam cocopeat merupakan yang paling tinggi dibandingkan dengan media simpan lainnya Tabel 3.. Hal ini menunjukkan bahwa