• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh media semai dan kadar garam air siraman terhadap pertumbuhan propagul rhizophora mucronata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh media semai dan kadar garam air siraman terhadap pertumbuhan propagul rhizophora mucronata"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MEDIA SEMAI DAN KADAR GARAM AIR

SIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN PROPAGUL

Rhizophora mucronata

Oleh :

AGUNG YUDHI NUGROHO E 14201030

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

▸ Baca selengkapnya: menjadi garam dan terang di media sosial

(2)

Hutan mangrove merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang tidak terlalu banyak terpengaruh oleh keadaan iklim, namun lebih banyak terpengaruh oleh keadaan pasang surut air laut. Hutan mangrove terletak pada zona pasang surut di daerah tropis dan sub tropis. Hutan mangrove mempunyai fungsi bagi penunjang kehidupan makhluk hidup.

Rhizophora mucronata merupakan salah satu spesies tanaman yang tumbuh di hutan mangrove. Rh. mucronata banyak digunakan dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. Soemodihardjo dan Sorianegara (1994) dalam Anwar (1997) melaporkan bahwa sekitar 20.000 Ha hutan mangrove yang rusak di pantai utara Pulau Jawa telah berhasil direhabilitasi dengan tanaman utama Rhizophora Spp. dan Avicennia Spp. Demikian pula sekitar 105 Ha hutan mangrove di Cilacap telah berhasil direhabilitasi dengan menggunakan tanaman pokok Rhizophora Spp. dan Bruguiera gymnorrhiza (Kusmana 1993)

Tujuan penelitian ini yaitu mempelajari pengaruh media semai dan tingkat kadar garam air siraman pada perkecambahan dan pertumbuhan propagul Rhizophora mucronata.

Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Laboratarium Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yakni, pada bulan Juli sampai November 2005 dan Agustus sampai Desember 2005. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain, propagul Rhizophora mucronata yang diperoleh dari Hutan Mangrove Muara Angke, polybag ukuran 20x25 cm dalam keadaan terlipat untuk keadaan terpasang ukuran diameter 18 cm dan tinggi 20 cm, tanah, kompos, garam dapur (NaCl). Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu, timbangan analitik, ayakan ukuran 0.5x0.5 cm, kamera, oven dan alat tulis. Peubah yang diamati yaitu daya berkecambah, nilai kecambah dan kecepatan tumbuh. Pengamatan dilakukan selama penelitian. Selain itu dilakukan pengamatan tinggi, jumlah panjang daun, jumlah daun dan diameter yang dilakukan secara berkala tiap dua minggu. Diakhir penelitian dilakukan pengukuran Nisbah Pucuk Akar (NPA) dan Indeks Mutu Bibit (IMB) serta analisis media semai. Rancangan percobaan yang digunakan yakni Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor, media semai dengan dua taraf yaitu media topsoil dan media campuran antara topsoil dengan kompos sebagai faktor pertama dan kadar garam air siraman dengan tiga taraf 0, 10, 20 g/l air sebagai faktor kedua, tiap perlakuan terdiri dari 10 ulangan. Pengolahan data menggunakan program Minitab 14 dan uji lanjut Duncan.

(3)
(4)

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AGUNG YUDHI NUGROHO E 14201030

PROGRAM STUDI BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : PENGARUH MEDIA SEMAI DAN KADAR GARAM AIR SIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN PROPAGUL

Rhizophora mucronata

Nama Mahasiswa : AGUNG YUDHI NUGROHO

Nomor Pokok : E14201030

Menyetujui Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Cahyo Wibowo, M.Sc.F NIP. 131 628 545

Mengetahui Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799

(6)

Segala Puji dan rasa syukur penulis haturkan kehadirat Sang Pencipta alam raya, Allah SWT yang senantiasa mengkaruniakan rahmat dan kasih sayang-Nya. Dengan kekuatan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Banyak rintangan dan cobaan yang penulis alami selama proses penyelesaian tugas akhir ini baik yang terkait dengan pribadi penulis maupun instansi dan pihak-pihak yang terkait. Namun berkat kekuatan doa dari keluarga dan saudara-saudari seperjuangan, segala ujian tersebut menjadi sebuah lecutan dalam proses pendewasaan penulis dan masa-masa tingkat akhir penulis di IPB merupakan perjalanan batin yang sarat hikmah. Penyusunan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan banyak pihak antara lain dosen pembimbing, teknisi laboratorium dan rekan-rekan diskusi.

Skripsi ini berjudul “ Pengaruh Media Semai dan Kadar Garam Air Siraman Terhadap Pertumbuhan propagul Rhizophora mucronata”. Motivasi yang mendorong penulis melakukan penelitian ini adalah semakin berkurangnya luasan Hutan Mangrove di Indonesia karena ulah manusia yang mengeksploitasi secara berlebihan.

Semoga sedikit ilmu yang ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan kehutanan Indonesia. Mudah mudahan setidaknya penelitian ini menjadi inspirasi bagi peneliti-peneliti selanjutnya untuk menghasilkan temuan-temuan yang mutakhir.

Bogor, Maret 2006

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lamongan pada tanggal 27 Januari 1983 dari ayah Sungkono dan ibu Titik Sugiharti. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri Ngimbang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

(8)

vii

Karakteristik Habitat Hutan Mangrove ... 3

Manfaat Hutan Mangrove ... 4

Pengunduhan Propagul ... 11

Seleksi Propagul ... 12

Pengamatan Tinggi Propagul ... 14

Pengamatan Panjang Daun ... 15

Pengamatan Jumlah Daun ... 15

Pengamatan Diameter Propagul ... 15

(9)
(10)

ix

9 Hasil Uji Lanjut Duncan Taraf Kadar Garam Air Siraman Terhadap Pertumbuhan Tinggi Propagul ... 22

10 Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Jumlah Panjang Daun ... 23

11 Hasil Uji Lanjut Duncan Media Semai Terhadap Pertumbuhan Jumlah Panjang Daun ... 23

12 Hasil Uji Lanjut Duncan Taraf Kadar Garam Air Siraman Terhadap Pertumbuhan Jumlah Panjang Daun ... 24

13 Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Jumlah Daun ... 24

14 Hasil Uji Lanjut Duncan Media Semai Terhadap Jumlah Daun ... 25

15 Hasil Uji Lanjut Duncan Taraf Kadar Garam Air Siraman Terhadap Jumlah Daun ... 25

16 Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Diameter ... 26

17 Rata – Rata Berat Kering Pucuk ... 26

18 Rata – Rata Berat Kering Akar ... 27

19 Rata – Rata Nisbah Pucuk Akar ... 28

20 Indeks Mutu Bibit ... 28

Eksperimen II ... 30

21 Daya Kecambah Propagul Rhizophora mucronata ... 30

22 Kecepatan Tumbuh Propagul Rhizophora nucronata ... 30

23 Nilai Kecambah Propagul Rhizophora nucronata ... 31

24 Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi ... 32

25 Hasil Uji Lanjut Duncan Media Semai Terhadap Tinggi Propagul ... 32

26 Hasil Uji Lanjut Duncan Taraf Kadar Garam Air Siraman Terhadap Pertumbuhan Tinggi Propagul ... 32

27 Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Jumlah Panjang Daun ... 33

28 Hasil Uji Lanjut Duncan Media Semai Terhadap Pertumbuhan Jumlah Panjang Daun ... 33

29 Hasil Uji Lanjut Duncan Taraf Kadar Garam Air Siraman Terhadap Pertumbuhan Jumlah Panjang Daun ... 34

30 Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Jumlah Daun ... 34

31 Uji Lanjut Duncan Interaksi Perlakuan Terhadap Jumlah Daun ... 35

32 Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Diameter ... 35

33 Rata – Rata Berat Kering Pucuk ... 36

34 Rata – Rata Berat Kering Akar ... 36

35 Rata – Rata Nisbah Pucuk Akar ... 37

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Propagul Rhizophora mucronata yang Terseleksi ... 12 2 Bagaian Pengukuran Tinggi Propagul ... 14 3 Bagaian Pengukuran Tinggi Propagul ... 15

(12)

xi (Hari Ke..setelah tanam) Masing – Masing Ulangan Pada Eksperimen I .. 50 2 Pertambahan Tinggi (cm) Propagul Rhizophora mucronata Eksperimen I (Juli-November 2005) ... 50 3 Jumlah Panjang Daun (cm) Rhizophora mucronata Pada

Eksperimen I (Juli-November 2005) ... 50 4 Jumlah Daun Propagul Rhizophora mucronata Eksperimen I

(Juli-November 2005) ... 52 5 Pertambahan Diameter (cm) Propagul Rhizophora mucronata

Eksperimen (Juli-November 2005) ... 52 6 Kandungan Unsur Hara Media Semai Setelah Pemakaian

(diakhir penelitian) ... 53 7 Berat Kering Tanaman, Nisbah Pucuk Akar dan Indeks Mutu Bibit

Eksperimen I ... 54 8 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Ragam Tinggi, Jumlah Panjang Daun, Jumlah Daun dan Diameter Eksperimen I ... 55 9 Hasil Uji ANOVA Tinggi, Jumlah Panjang Daun, Jumlah Daun dan

Diameter Eksperimen I ... 55 10 Hasil Uji Lanjut Duncan Terhadap Respon Tinggi, Jumlah Panjang Daun dan Jumlah Daun Pada Eksperimen I... 56 11 Perkecambahan Propagul Rhizophora mucronata Masing – Masing

Perlakuan Pada Eksperimen I ... 57 12 Penampilan Propagul Rhizophora mucronata Pada Eksperimen I ... 58 13 Sistem Perakaran Rhizophora mucronata Pada Eksperimen I ... 58 14 Waktu antara Tanggal Tanam dan Tanggal Berkecambah (Hari Ke..setelah tanam) Masing – Masing Ulangan Pada Ekspperimen II... 59 15 Pertambahan Tinggi (cm) Propagul Rhizophora mucronata

Eksperimen I I (Juli-November 2005) ... 60 16 Jumlah Panjang Daun (cm) Propagul Rhizophora mucronata

Eksperimen II (Juli-November 2005) ... 60 17 Jumlah Daun Propagul Rhizophora mucronata Eksperimen II

(Juli-November 2005) ... 61 18 Pertambahan Diameter (cm) Propagul Rhizophora mucronata

Eksperimen II (Juli-November 2005) ... 61 19 Berat Kering Tanaman, Nisbah Pucuk Akar dan Indeks Mutu Bibit

Eksperimen II ... 62 20 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Ragam Tinggi, Jumlah Panjang Daun, Jumlah Daun dan Diameter Eksperimen II ... 63 21 Hasil Uji ANOVA Tinggi, Jumlah Panjang Daun, Jumlah Daun dan

Diameter Eksperimen II ... 63 22 Hasil Uji Lanjut Duncan Terhadap Respon Tinggi, Jumlah Panjang Daun

dan Jumlah Daun Pada Eksperimen I... 64 23 Perkecambahan Propagul Rhizophora mucronata Masing – Masing

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang tidak terlalu banyak terpengaruh oleh keadaan iklim, namun lebih banyak terpengaruh oleh keadaan pasang surut air laut. Hutan mangrove terletak pada zona pasang surut di daerah tropis dan sub tropis. Hutan mangrove mempunyai fungsi bagi penunjang kehidupan makhluk hidup. Berdasarkan fungsinya, hutan mangrove mempunyai tiga fungsi utama. Pertama, fungsi fisik yaitu sebagai penjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai dari erosi air laut, serta menahan tiupan angin kencang dari laut. Kedua, fungsi biologis yaitu sebagai tempat memijah dan berkembangbiaknya berbagai macam ikan, kepiting, kerang dan udang, serta sebagai sumber plasma nutfah dan sumber bahan genetik. Ketiga, fungsi ekonomis yaitu sebagai pemasok kayu untuk kayu bakar maupun bahan bangunan, serta sebagai tempat pariwisata, tempat penelitian dan pendidikan.

(14)

Rhizophora mucronata merupakan salah satu spesies tanaman yang tumbuh di hutan mangrove. Rh. mucronata banyak digunakan dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. Soemodihardo dan Sorianegara (1994) dalam Anwar (1997) melaporkan bahwa sekitar 20.000 Ha hutan mangrove yang rusak di pantai utara Pulau Jawa telah berhasil direhabilitasi dengan tanaman utama Rhizophora Spp. dan Avicennia Spp. Demikian pula sekitar 105 Ha hutan mangrove di Cilacap telah berhasil direhabilitasi dengan menggunakan tanaman pokok Rhizophora Spp. dan Bruguiera gymnorrhiza (Kusmana 1993).

Tujuan

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Hutan Mangrove

Pengertian Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis,yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur ( Bengen 2002 ).

Menurut Schimidt (2000) mangrove mampu tumbuh di lingkungan berair yang setiap hari digenangi air laut. Benihnya bersifat rekalsitran, tidak memiliki masa dorman, dan biasanya berkecambah sejak masih berada pada pohon.

Secara umum hutan mangrove didefinisikan sebagai hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara yang terpengaruh oleh pasang surut air laut, tergenang air laut, tetapi tidak terpengaruhi oleh iklim. Hutan mangrove terdapat pada tanah berlumpur, berpasir, atau tanah berpasir. Mangrove merupakan vegetasi khas di zona pantai, floranya berhabitus semak dan berhabitus pohon besar dan tingginya antara 50-60 dan hanya mempunyai satu stratum tajuk (Istomo 1992).

Karakteristik Habitat Hutan Mangrove

Menurut Bengen (2002) habitat hutan mangrove mempunyai suatu karakteristik yang unik jika dibandingkan dengan dengan karakteristik - karakteristik hutan lainnya. Karakteristik yang dimiliki oleh hutan mangrove antara lain :

• Umumnya tumbuh pada daerah interdal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir.

• Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat purnama. Frekuansi genangannya menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove.

• Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.

(16)

Manfaat Hutan Mangrove

Menurut Kusmana (1993), hutan mangrove mempunyai beberapa manfaat yang sangat penting bagi makhluk hidup. Beberapa manfaat hutan mangrove adalah sebagai berikut :

• Mencegah abrasi pantai akibat terjangan ombak dan angin laut yang kuat.

• Tempat bertelur, sumber makanan dan tempat hidup bagi organisme laut yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.

• Sebagai habitat satwa liar seperti burung, primata, reptilia dan mamalia.

• Bernilai penting unutk pendidikan, pengkajian ilmu pengetahuan dan rekreasi.

• Di Asia Tenggara dan Wilayah Pasifik, areal mangrove digunakan sebagai tempar tinggal, kolam ikan dan industri minyak.

Deskripsi Botanis Rhizophora mucronata

Tinjauan Umum Rhizophora mucronata

Rhizophora mucronata merupakan pohon dengan ketinggian mencapai 27 m. Batang memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan mempunyai celah horizontal (Noor dan Suryadiputra 1999).

Rhizophora mucronata merupakan salah satu jenis tanaman mangrove yang termasuk dalam famili Rhizophorazceae. Taksonomi jenis Rhizophora mucronata secara lengkap adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiosperma Kelas : Dicotyledonae

Sub kelas : Dialypetalae Bangsa : Myrtales

Family : Rhizophoraceae Genus : Rhizophora

(17)

5

Morfologi Rhizophora mucronata

Rhizophora mucronata memiliki bentuk morfologi antara lain : bunga berbentuk gagang, kepala bunga berbentuk seperti cagak, bersifat biseksual dan masing-masing menempel pada gagang individu yang panjuangnya 2,5-5 cm. Letak bunga diketiak daun dengan formasi berkelompok (4-8 bunga perkelompok). Daun mahkota berjumlah empat buah dan berwarna kuning pucat. Benang sari berjumlah delapan dan tidak bertangkai. Buah membulat hingga berbentuk telur berukuran 5 – 7 cm, berwarna hijau kecoklatan. Hipokotil silindris, kasar dan berbintil. Hipokotil berukuran panjang 36 – 70 cm (Noor dan Suryadiputra 1999).

Daun mempunyai gagang berwarna hijau dengan panjang 2,5 – 5,5 cm. Bentuknya elips melebar hingga bulat memanjang dengan ujung meruncing dan mempunyai ukuran 11 – 23 x 5 – 13 cm (Noor dan Suryadiputra 1999). Batang diselimuti kulit berganda (4 – 5 cm) dan mengandung zat penyamak. Kulit tersebut retak dan berkotak – kotak tidak berlenti sel dan bagaian dalamnya berwarna kuning sampai orange (Ditjen RRL 1997).

Akar berbentuk tunjang yang dapat mendukung berdirinya batang dan juga berfungsi sebagai banir pada pohon yang sudah tua. Akar tersebut berfungsi sebagai untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen. Akar memiliki lentisel yang berfungsi sebagai alat pernafasan (Bengen 2000).

Perkecambahan Benih

(18)

Kompos

Kompos telah digunakan secara luas selama ratusan tahun dan telah terbukti mampu menangani limbah pertanian sekaligus berfungsi sebagai pupuk alami. Kompos merupakan hasil fermentasi atau hasil dekomposisi bahan organik seperti tanaman, hewan atau limbah organik. Secara ilmiah kompos dapat sebagai pertikel tanah yang bermuatan negatif sehingga dapat dikoagulasikan oleh kation dan dan partikel tanah untuk membentuk granula tanah ( Djuarni et al. 2005).

Menurut Indriani (2004) kompos mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan antara lain :

• Memeperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan.

• Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai.

• Menambah daya ikat air pada tanah.

• Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah.

• Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara.

• Mengandung zat hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit (jumlah hara tergantung dari bahan pembuatan pupuk organik).

• Membantu proses pelapukan bahan mineral.

• Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba.

• Menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan.

(19)

7

Tabel 1 Analisis Bahan Kimia Kompos Kotoran Ternak Sapi

Bahan Kadar

Salinitas menurut Kusmana et al. (2003) adalah kadar garam dari air di ekosistem mangrove, yang disebut air disini adalah bisa berupa genangan air diatas permukaan tanah, atau air yang terletak didalam sela – sela butir tanah, salinitas air disela – sela butir tanah biasanya lebih tinggi dan fluktuasinya tidak sebesar pada air yang menggenang diatas permukaan tanah. Salinitas dinyatakan dalam persen (%) atau part per thousand (ppt atau ‰). Salinitas air laut bebas adalah sekitar 30 ppt atau dengan perkataan lain, dalam satu liter air terdapat 30 gr garam.

(20)

mereduksi akumulasi garam internal dengan cara aktif memproses sekresi garam dari akar ke daun dan juga pengembangan oleh tekanan getah negatif yang kuat.

Salinitas air dan salinitas tanah rembesan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Tumbuhan mangrove tumbuh subur di daerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppt. Mangrove merupakan vegetasi yang bersifat salt tolerant bukan salt demanding, oleh karenanya mangrove dapat tumbuh secara baik di habitat air tawar. Kemampuan mangrove untuk tumbuh di habitat maritim mungkin disebabakan oleh beberapa faktor, antara lain : (a) penyebaran biji/propagul mangrove terbatas oleh daya jangkau pasang surut, (b) anakan mangrove kalah bersaing dengan tumbuhan darat, dan (c) mangrove dapat mentoleransi kadar garam (Kusmana et al. 2003).

Garam (NaCl)

Garam laut biasanya disebut garam NaCl, karena kandungan terbesar adalah NaCl. Selain NaCl, garam juga mengandung berbagai unsur hara. Unsur hara yang terkandung dalam garam laut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi Garam Laut

Bahan Kadar Air (%)

Magnesium dan kalsium *(%) Kalsium *(%)

Sulfat *(%)

Bagaian yang tidak larut dalam air *(%) NaCl (%)

Iodium (mg/kg)

7.17 2.19 0.38 0.81 0.59 93.60 14 Sumber : Sutarto (1990)

Ket *: terhadap berat kering

(21)

9

Unsur Hara

Hara atau nutrien merupakan faktor penting dalam keseimbangan ekosistem mangrove. Menurut Aksornkoae (1993) hara pada ekosistem mangrove dibagi dalam dua kelompok yaitu :

1. Hara anorganik, penting untuk kelangsungan hidup organisme mangrove. Hara ini terdiri dari N, P, K, Mg, Ca dan Na. Sumber utama hara anorganik adalah hujan, limpasan sungai, endapan, air laut dan bahan organik yang terurai di mangrove.

2. Detritus organik, merupakan bahan organik yamg berasal dari bioorganik yang melalui beberapa tahap pada proses mikrobial. Sumber utama detritus organik ada dua, yakni (a) autochthonous, seperti fitoplankton, diatom, bakteri, alga pada pohon atau akar dan tumbuhan lain di mangrove, (b) allochthonus, seperti partikel – partikel dari aliran sungai, partikel tanah dari erosi darat, tanaman dan hewan yang mati di daerah pesisir atau laut.

Daya Hantar Listrik

Daya Hantar Listrik menunjukkan kemampuan air untuk menghantar listrik. Konduktivitas air tergantung dari konsentrasi ion dan suhu air. Pada umumnya asam, basa dan garam-garam an organik merupakan penghantar listrik yang baik (Saeni 1989). Salin tidaknya suatu air atau tanah dapat diukur berdasarkan Daya Hantar Listrik (DHL). Daya Hantar Listrik merupakan kadar garam terlarut dalam air atau larutan yang berhubungan dengan pertumbuhan (Bintoro 1989).

Asam, basa dan senyawa garam di dalam air merupakan konduktor dan diketahui sebagai elektrolit. Didalam air elektrolit tersebut kadarnya berbeda demikian pula konduktivitasnya juga berbeda. Bila elektrolit lemah maka konduktivitasnya atau daya hantar listriknya redah dan sebaliknya, bila elektrolit kuat maka daya hantar listriknya tinggi (Weich 1951), dan makin rendah salinitas maka rendah pula daya hantar listrik (Wetzel 1983).

(22)

Derajat Kemasaman (pH)

(23)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Laboratorium Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian terdiri dari dua eksperimen, yaitu pada bulan Juli sampai November 2005 untuk Eksperimen pertama dan Agustus sampai Desember 2005 untuk Eksperimen kedua. Lama waktu pengamatan masing – masing eksperimen selama 126 hari.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain, propagul Rhizophora mucronata, polybag ukuran 20x25 cm dalam keadaan terlipat dan dalam keadaan terbuka ukuran diameternya 18 cm dan tingginya 20 cm, tanah, kompos, garam dapur (NaCl). Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu, timbangan analitik, ayakan dengan ukuran kisi - kisi 0.5x0.5 cm, kamera, oven dan alat tulis.

Propagul Rhizophora mucronata berasal dari Hutan Mangrove Muara Angke di Pantai Utara Jakarta yang secara geografis terletak pada posisi sekitar 106O41’ BT dan 6O27’ LS. Tanah hutan mangrove Muara Angke tergolong aluvial kelabu tua dan tergolong tanah liat berhumus rendah (Kusmana 1999). Kondisi iklim termasuk tipe curah hujan C menurut Schmidt dan Fergusson. Curah hujan rata - rata tahunan sekitar 2000 mm, temperatur rata – rata 27.2 OC (24.3–33.4 OC) dan rata– rata kelembaban 70.5% (51 – 86.5%) (Kusmana et al. 1989).

Topsoil sebagai media diperoleh dari daerah Cikabayan. Pengambilan topsoil menggunakan cangkul sebagai alat bantu. Topsoil diambil dari permukaan tanah dengan kedalaman 0 – 50 cm.

Metode Penelitian

Tahap Persiapan

Pengunduhan Propagul

(24)

kuning dan hipokotil berwarna hijau. Pengunduhan propagul dibantu dengan pengenal pohon untuk memastikan bahwa propagul yang diunduh berasal dari pohon Rh. mucronata.

Seleksi Propagul

Seleksi propagul dilakukan untuk menyeragamkan propagul yang akan disemai. Propagul yang akan di semai mempunyai kriteria panjang 40-60 cm, bebas hama dan penyakit serta tidak mempunyai luka mekanis.

Gambar 1 Propagul Rhizopohra mucronata yang Terseleksi

Media Perkecambahan

Media perkecambahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dua macam, yakni 1) media topsoil dan 2) media campuran antara topsoil dengan kompos (perbandingan topsoil dan kompos 7:3 berdasarkan volume). Sebelum digunakan sebagai media semai, tanah diayak dengan ukuran kisi – kisi ayakan 0.5x0.5 cm. Pengayakan ini bertujuan untuk menyeragamkan gumpalan- gumpalan strutur tanah dan menyaring benda asing.

Penyemaian Propagul

(25)

13

Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan setiap hari dengan volume air siraman sebanyak 250 ml/tanaman. Air siraman yang dipergunakan adalah air garam sesuai dengan perlakuan yang ditetapkan. Perlakuan yang ditetapkan yaitu menggunakan kadar garam dengan taraf 0 gr/l, 10 gr/l, dan 20 gr/l.

Pengendalian hama dilakukan apabila semai terserang hama. Hama yang biasa menyerang yaitu serangga Basilepta Sp. yang merupakan larva dari Capua endocypa, hama-hama tersebut biasanya menyerang daun. Pengendalian hama dilakukan dengan cara mekanis yaitu mengambil dan kemudian membunuh hama tanpa menggunakan pestisida.

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu:

Daya Berkecambah

Berkecambah merupakan suatu proses mekar dan berkembangnya struktur– struktur penting dari embrio benih yang menunjukan kemampuan untuk menghasilkan tanaman minimal pada keadaan yang menguntungkan (Byrd 1968). Dalam penelitian ini proses berkecambah didefinisikan sebagai munculnya sepasang daun baru pada propagul yang semula belum mempunyai daun. Pengamatan dan perkecambahan dilakukan setiap hari selama waktu pengamatan. Daya berkecambah (DB) dihitung dengan rumus:

DB = Jumlah kecambah normal yang tumbuh X 100% Jumlah benih yang dikecambahkan

Kecepatan Tumbuh (KT)

Kecepatan tumbuh propagul dihitung berdasarkan jumlah propagul normal yang tumbuh pada hari tertentu. Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan rumus Maguire dalam Surbakti (1997).

(26)

Persentase kecambah normal (Xn) merupakan persentase dari kecambah normal pada tiap perlakuan yang tumbuh pada hari tertentu. Pengamatan hari ke –n (En), adalah hari dimana propagul berkecambah selama pengamatan. Lama pengamatan penelitian ini 126 hari.

Nilai Perkecambahan

Nilai perkecambahan merupakan indeks yang menyatakan kecepatan dan kesempurnaan untuk berkecambah. Nilai perkecambahan dihitung berdasarkan rumus Sutopo (2002) :

GV = PV x FGD Keterangan:

GV = Germination Value (nilai perkecambahan) PV = Peak Value (perkecambahan puncak) = % perkecambahan tertinggi

jumlah hari perkecambah

Persen kecambah tertinggi adalah persen kecambah yang nilainya tertinggi tiap – tiap perlakuan. Jumlah hari berkecambah merupakan lamanya hari yang diperlukan untuk mencapai perkecambahan tertinggi.

FGD = Final Germination Day (perkecambahan hari akhir) = % perkecambah pada akhir pengamatan

jumlah hari uji

Jumlah hari uji pada penelitian ini selama 126 hari

Pengamatan Tinggi Propagul

Dalam penelitian ini tinggi didefinisikan pertambahan panjang plumula pada bagian propagul. Pengukuran tinggi propagul dilakukan setiap 2 minggu sekali. Pengukuran tinggi propagul dilakukan dibagian plumula.

Gambar : Arief, 2003 Gambar 2 Bagian Pengukuran Tinggi Propagul Bagian

(27)

15

Pengamatan Panjang Daun

Pengukuran panjang daun dimulai ketika propagul secara keseluruhan telah berkecambah. Pengukuran daun dilakukan pada seluruh daun yang ada pada propagul yang diamati dan diukur setiap dua minggu sekali. Pengukuran daun dilakukan mulai dari pangkal daun sampai ujung daun. Pengamatan panjang daun dilakukan untuk mengetahui jumlah panjang daun dari tiap – tiap propagul tersebut.

Pengamatan Jumlah Daun

Pengamatan jumlah daun dimulai ketika propagul mulai berkecambah sampai pengamatan berakhir pada tiap – tiap propagul. Pengamatan jumlah daun bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan terhadap banyaknya daun pada tiap perlakuan.

Pengamatan Diameter Propagul

Pengamatan diameter propagul dilakukan pada awal dan akhir pengamatan. Pengukuran diameter dilakukan untuk mengetahui perkembangan diameter pasca perkembangan dari pohon induknya. Diameter propagul yang diukur adalah bagian yang terbesar dari propagul tersebut. Pada bagian propagul yang mempunyai diameter terbesar diberi tanda untuk pengukuran berikutnya. Bagian propagul yang diukur dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar : Arief, 2003

Gambar 3 Posisi Pengukuran Diameter Propagul Posisis

(28)

Nisbah Pucuk Akar (NPA)

Nisbah Pucuk Akar (NPA) merupakan perbandingan antar berat kering pucuk dengan berat kering akar. Pengukuran NPA dilakukan setelah pengamatan berakhir. Metode Pengukuran NPA dilakukan dengan cara mengambil sampel semai sebanyak 5 pada tiap perlakuan. Sampel yang diambil tiap perlakuan tingginya bervariasi.. Pengukuran berat kering pucuk dan akar dilakukan dengan cara memisahkan bagian pucuk dan akar. Pemisahan pucuk dan akar dilakukan dengan cara memotong, pemotongan dilakukan tepat diatas serabut akar yang muncul paling atas dari akar tersebut. Pada bagian pucuk, pucuk dipotong menjadi tujuh bagian. Pemotongan pada bagian pucuk bertujuan untuk mempercepat dan menghomogenkan pengeringan serta memudahkan dalam proses pengovenan. Untuk proses pengovenana kedua bagian tersebut dimasukkan dalam amplop kertas secara terpisah bagi masing – masing ulangan, kemudian sampel dioven pada suhu 105 oC selama 24 jam. Setelah pengovenan selesai, dilakukan pendinginan selama 48 jam. Pendinginan dilakukan dengan cara bahan tanaman (sampel) diletakkan pada ruang terbuka dan tetap berada didalam amplop. Setelah 48 jam, dilakukan penimbangan sampel tiap – tiap perlakuan dengan mengeluarkan sampel dari amplop.

Indeks Mutu Bibit (IMB)

Indeks Mutu Bibit (IMB) diukur untuk mengetahui mutu dari bibit tersebut. Perhitungan IMB menggunakan rumus Dickson et al. dalam Hendramono (1987):

) / ( ) /

(T D BKP BKA BKT

IMB

+ =

Keterangan:

BKT = Berat Kering Tanaman (g) T = Tinggi (cm)

D = Diamter (mm)

(29)

17

Analisis Unsur Hara Media Semai

Analisis kandungan unsur hara pada media dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah Departemen Tanah IPB. Analisis kandungan unsur hara dilakukan pada tiap perlakuan. Media yang dianilisis adalah media semai eksperimen 1. Pengambilan sampel media dilakukan dengan cara mengambil 5 polybag tiap perlakuan, kemudian tanah dari kelima polybag tersebut dicampur dan diaduk sampai rata. Unsur hara yang dianalisis meliputi kandungan pH H2O, C organik dengan metode Walkley & Black, N total dengan Metode Kjeedhal, P, Ca, Mg, K, Na, Al, dan H. Selain menganalisa kandungan unsur hara pada media semai, dilakukan pula analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK), tekstur media semai, dan Daya Hantar Listrik (DHL).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah percobaan faktorial dengan Rancangan Acak Lengkap dan dua faktor utama yaitu:

a. Faktor media (A), terdiri atas dua taraf : A1 = Media topsoil

A2 = Media campuran antara kompos dengan topsoil. b. Faktor Kadar garam air siraman (B), terdiri atas tiga taraf:

B1 = Kadar garam air siraman 0 gr/liter air B2 = Kadar garam air siraman 10 gr/liter air B3 = Kadar garam air siraman 20 gr/liter air

Kombinasi dari kedua faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kombinasi Kedua Faktor Perlakuan

Perlakaun Keterangan A1B1

A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

Media topsoil + kadar garam air siraman 0 g/l air Media topsoil + kadar garam air siraman 10 g/l air Media topsoil + kadar garam air siraman 20 g/l air

Media topsoil + kompos + kadar garam air siraman 0 g/l air Media topsoil + kompos + kadar garam air siraman 10 g/l air Media topsoil + kompos + kadar garam air siraman 20 g/l air

(30)

Keterangan:

Yijk = Nilai respon pengamatan pada perlakuan media ke- I untuk tingkat kadar garam air siraman ke- j

μ = Nilai rata-rata umum

αi = Pengaruh perlakuan media ke- j

βj = Pengaruh tingkat kadar garam air siraman ke- k

αβij = Pengaruh interaksi antara taraf ke- i dari faktor media dan taraf ke- j dari faktor tingkat kadar garam air siraman ,

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksperimen I

Daya Kecambah

Berkecambah merupakan proses keluarnya sepasang daun baru dari propagul. Hasil penelitian daya berkecambah menunjukan bahwa kedua perlakuan yang ditetapkan tidak mempengaruhi daya berkecambah propagul Rh. mucronata. Daya berkecambah pada propagul Rh. mucronata pada tiap perlakuan sebesar 100%. Daya berkecambah propagul tiap perlakuan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Daya Kecambah Propagul Rhizophora nucronata Perlakuan Daya Kecambah (%)

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

100 100 100 100 100 100

Perkecambahan propagul Rh. mucronata rata – rata mulai berkecambah setelah 40 hari disemaikan (Lampiran 1). Nilai daya kecambah propagul sebesar 100% tiap perlakuan hal ini disebabkan oleh penyemaian propagul Rh. mucronata dilakukan 3 hari setelah pengunduhan. Penyemaian dilakukan setelah pengunduhan karena propagul Rh. mucronata merupakan benih rekalsitran. Menurut Hachinohe (1998) propagul dapat disimpan paling lama selama 10 hari. Daya Kecambah bisa mencapai 100% disebabkan karena viabilitas dari propagul tersebut masih cukup tinggi, hal ini dikarenakan lama penyimpanan kurang dari 10 hari sehingga kandungan air dalam propagul tersebut masih tinggi.

Kecepatan Tumbuh

(32)

Tabel 5 Kecepatan Tumbuh Propagul Rhizophora nucronata

Perlakuan Kecepatan Tumbuh

A1B1

Dari Tabel 5 terlihat kecepatan tumbuh pada kedua media semai yakni media topsoil dengan media campuran tidak berbeda jauh. Akan tetapi perlakuan kadar garam air siraman cenderung sedikit mempengaruhi kecepatan tumbuh. Pada perlakuan A1B1 kecepatan lebih tinggi kemudian diikuti perlakuan A1B2 kecepatan tumbuh 2.11; A2B2 kecepatan tumbuh 2.10; A2B1 kecepatan tumbuh 2.07; A1B3 kecepatan tumbuh 1.92. Kecepatan tumbuh pada penelitian relatif tinggi, sebab jika dilihat pada Tabel 5 dan dilakukan pembulatan rata – rata kecepatan tumbuhnya 2 per hari. Stern dan Voight (1959) dalam Tomlinson (1986) berpendapat bahwa pembibitan Rhizophora lebih baik menggunakan kadar air laut yang relatif kecil. Perlakuan kadar garam air siraman pada penelitian masih dalam kisaran dimana propagul Rh. mucronta dapat tumbuh dengan baik, sehingga kecepatan tumbuhnya relatif cepat.

Nilai Kecambah

Nilai perkecambahan merupakan indeks yang menyatakan kecepatan dan kesempurnaan untuk berkecambah. Hasil penelitian nilai kecambah yang diamati selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai Kecambah Propagul Rhizophora nucronata Perlakuan Nilai Kecambah

A1B1

(33)

21

dibandingkan dengan kedua perlakuan yang lainnya. Nilai kecambah yang cukup tinggi ini karena kadar garam yang ada pada perlakuan tersebut relatif kecil. Stern dan Voight (1959) dalam Tomlinson (1986) berpendapat bahwa pembibitan Rhizophora lebih baik menggunakan kadar air laut yang relatif kecil sebab dengan kadar air laut yang kecil maka kandungan garamnya pun relatif kecil.

Pada media campuran nilai kecambah paling tinggi yaitu perlakuan A2B1. Pada perlakuan tersebut kadar garamnya sangat rendah sehingga kecepatannya lebih cepat jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hasil nilai kecambah pada media campuran sama halnya dengan media topsoil.

Tinggi Propagul Rhizophora muronata

Data pertambahan tinggi tumbuhan mangrove jenis Rhizophora mucronata pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil perhitungan analisis sidik ragam respon pertumbuhan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi Sumber

Ket* = Berbeda nyata pada taraf 0.05

Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa pengaruh media dan kadar garam air siraman memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon tinggi semai propagul Rh. mucronata (P<0.05), akan tetapi interaksi dari kedua perlakuan tersebut tidak memberikan respon yang nyata terhadap tinggi. Dari uji lanjut dengan menggunakan Uji Duncan diperoleh pengaruh media semai terhadap respon pertumbuhan tinggi propagul. Hasil Uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil Uji Lanjut Duncan Media Semai Terhadap Tinggi Propagul

Media Semai Uji Duncan Topsoil (A1)

Campuran (A2)

10.663b 21.857a

(34)

Dari uji lanjut dengan menggunakan Uji Duncan diperoleh pengaruh kadar garam air siraman terhadap respon pertumbuhan tinggi propagul. Hasil Uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil Uji Duncan Pertumbuhan Tinggi Propagul Pada Taraf Kadar Garam Air Siraman

Kadar Garam Uji Duncan 0 g/l

10 g/l 20 g/l

19.06ª 17.36a 12.60b

Ket = Huruf yang sama menunjukan tidak berpengaruh nyata

Tabel 9 menunjukan pemberian tingkat kadar garam air siraman yang berbeda terhadap respon pertumbuhan tinggi.

Hasil uji lanjut media semai terhadap tinggi propagul diketahui bahwa, media semai campuran mampu meningkatkan respon tinggi propagul jika dibandingkan dengan media semai topsoil. Kandungan hara pada media campuran lebih tinggi jika dibandingkan dengan media topsoil, sehingga kebutuhan akan unsur hara dapat terpenuhi secara cukup.

Dari hasil uji lanjut Duncan diketahui bahwa perlakuan kadar garam air siraman 0 g/l air dan 10 g/l air tidak berbeda nyata, tetapi kedua perlakuan tersebut berbeda nyata terhadap perlakuan 20 g/l air. Perlakuan kadar garam air siraman 0 g/l air dan 10 g/l air memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi. Dari kedua perlakuan tersebut kadar garam air siraman 0 g/l air mempunyai nilai keefektifan sebab dengan kadar garam 0 mampu memberikan respon yang optimal terhadap pertumbuhan tinggi.

(35)

23

terjadi cukup optimal jika dibandingkan dengan kedua perlakuan kadar garam air siraman yang lainnya hal ini disebabkan tanaman mangrove merupakan salt tolerant.

Jumlah Panjang Daun Propagul Rh. muronata

Data pertambahan panjang rata-rata daun propagul Rh. mucronata selama pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil perhitungan analisis sidik ragam jumlah panjang daun dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Jumlah Panjang Daun Sumber

Ket* = Berbeda nyata pada taraf 0.05

Dari hasil analisis sidik ragam kedua perlakuan yang digunakan pada percobaan memberikan resepon yang nyata. Interkasi dari kedua perlakuan tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan jumlah panjang daun propagul Rh. mucronata.

Uji lanjut dengan menggunakan Uji Duncan diperoleh pengaruh media semai terhadap respon panjang daun propagul. Hasil uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Hasil Uji Duncan Media SemaiTerhadap Pertumbuhan Jumlah Panjang Daun

Media Semai Uji Duncan Topsoil (A1)

Campuran (A2)

33.963b 65.323a

Ket = Huruf yang sama menunjukan tidak berpengaruh nyata

(36)

Uji lanjut dengan menggunakan Uji Duncan diperoleh pengaruh kadar garam air siraman terhadap respon panjang daun propagul. Hasil uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Hasil Uji Duncan Taraf Kadar Garam Air Siraman Terhadap Pertumbuhan Jumlah Panjang Daun

Kadar Garam Uji Duncan 0 g/l

Kadar garam air siraman 0 g/l air tidak berpengaruh nyata terhadap nyata terhadap kadar garam air siraman 0 g/l air dan 20 g/ l air. Pada kadar garam air siraman 10 g/l air pengaruh terhadap panjang daun lebih baik jika digunakan dengan kadar garam air siraman 20 g/l air.

Pengamatan pertambahan jumlah panjang dilakukan selama enam kali pengamatan. Pengamatan dilakukan selama enam kali karena menunggu propagul berkecambah secara menyeluruh. Dari hasil analisis pengaruh media dan kadar garam air siraman memberikan pengaruh yang nyata bagi pertumbuhan panjang daun. Pada media semai campuran kandungan unsur hara lebih tinggi sehingga nutrisi yang diperlukan bagi tanaman terpenuhi secara optimal.

Jumlah Daun Rh. mucronata

Hasil pengamatan jumlah daun pada tiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil perhitungan sidik ragam terhadap jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Analisis Sidik Ragam Jumlah Daun Sumber

(37)

25

Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa media semai dan kadar garam air siraman berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada propagul. Interaksi dari kedua perlakuan tersebut tidak memberikan respon nyata terhadap jumlah daun. Untuk mengetahui dari tiap – tiap perlakuan maka dilakukan Uji Lanjut Duncan terhadap kedua perlakuan tersebut. Hasil uji lanjut terhadap media semai dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Hasil Uji Lanjut Duncan Media Semai Terhadap Jumlah Daun Media Semai Uji Duncan

Topsoil (A1) Campuran (A2)

3b 5a

Ket = Huruf yang sama menunjukan tidak berpengaruh nyata

Hasil uji lanjut terhadap media semai diketahui bahwa media semai campuran memproduksi daun lebih banyak jika dibandingkan dengan media semai topsoil . Hal ini terlihat dari nilai rata- rata Uji Duncan. Media semai campuran memberikan pengaruh yang signifikan hal ini disebabkan karena adanya penambahan asupan unsur hara yang diperlukan oleh propagul, sehingga jumlah daun lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah daun pada perlakuan media topsoil.

Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa kadar garam air siraman berbeda nyata terhadap jumlah daun pada selang kepercayaan 0.05. Untuk mengetahui beda nyata maka dilakukan Uji Lanjut Duncan. Hasil Uji Lanjut Duncan kadar garam air siraman terhadap jumlah daun dapat dilihata pada Tabel 15.

Tabel 15 Hasil Uji Duncan Taraf Kadar Garam Air Siraman Terhadap Jumlah Daun

Kadar Garam Uji Duncan 0 g/l

(38)

daun. Dari hasil pengamatan jumlah daun pada perlakuan taraf kadar garam 0 dan 10 g/l air jumlahnya 4 sampai 6 daun, sedangkan pada kadar garam 20 g/l air jumlahnya 2 sampai 4 daun.

Diameter Propagul Rh. muronata

Hasil pengukuran pertambahan diameter propagul Rh. mucronata dari keenam perlakuan (Lampiran 5). Hasil perhitungan sidik ragam terhadap diameter propagul dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Diameter Sumber

Ket* = Berbeda nyata pada taraf 0.05

Dari hasil sidik ragam pengaruh perlakuan media dan kadar garam air siraman tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap pertambahan diameter propagul. Pertambahan diameter propagul ini sangat lambat dan tidak signifikan. Pada persemaian pertambahan diameter belum optimal, pertumbuhan optimal diduga terjadi ketika propagul masih berada pada pohon, hal ini disebabkan Rh. mucronata merupakan buah vivipary.

Nisbah Pucuk Akar

Berat kering tanaman (BKT) merupakan berat kering dari bagian tanaman yang meliputi bagian pucuk dan akar. Pengukuran berat kering tanaman dilakukan dengan cara mengoven tanaman pada suhu 105 OC selama 24 jam. Penimbangan dilakukan setelah bahan tanaman dibiarkan pada suhu ruangan selama 48 jam. Hasil pengukuran berat kering pucuk disajikan pada Tabel 17.

Tabel 17 Rata – Rata Berat Kering Pucuk

(39)

27

Dari hasil pengukuran berat kering pucuk semakin tinggi kadar garam air siraman cenderung berat kering pucuk semakin rendah, akan tetapi pada perlakuan A1B1 berat keringnya lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan A1B2. Kejadian ini diduga pada perlakuan A1B1 kadar air cukup tinggi.

Berat kering tanaman bagian akar semakin tinggi kadar garam air siraman maka berat kering akar semakin rendah. Hasil pengukuran berat kering tanaman dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Rata – Rata Berat Kering Berat Akar

Perlakuan Berat Kering Akar (gram)

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

6.32 5.32 5.61 6.96 6.33 5.04

Pengukuran berat kering akar menunjukan semakin tinggi kadar garam air siraman berat kering akar semakin rendah. Menurut Pol Jokaff dan Gale (1975) semakin tinggi salinitas akan menghambat pembentukan akar baru dan akar tanaman mengalami kesulitan dalam menyerap air karena tingginya tekanan osmotik larutan tanah. Pada taraf kadar garam air siraman 20 g/l air pembentukan bulu – bulu akar sangat sedikit jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Bulu - bulu akar tersebut berfungsi untuk membantu akar dalam penyerapan unsur hara. Tetapi pada perlakuan A1B2 berat kering akar lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan A1B3. Faktor ini disebabkan karena pada waktu pengambilan sampel banyak bulu – bulu akar yang patah sehingga mempengaruhi berat kering dari akar tersebut.

(40)

Tabel 19 Rata – Rata Nisbah Pucuk Akar Perlakuan Nisbah Pucuk Akar

A1B1

Dari Tabel 19 diketahui bahwa NPA pada media campuran nilainya lebih besar jika dibandingkan dengan NPA pada media topsoil. Nilai NPA yang tinggi menunjukan bahwa pada bagian batang/pucuk mempunyai pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan pertumbuhan bagian bawah/akar, karena kelebihan pertumbuhan pada salah satu bagian akan merugikan bagian tanaman tersebut. Menurut Alrasjid (1972) dalam Hendramono (1987) bibit yang mempunyai nisbah pucuk akar mendekati lima lebih baik jika dibandingkan dengan yang mendekati dua.

Indeks Mutu Bibit

Indeks Mutu Bibit (IMB) menggambarkan kemampuan bibit untuk dipindahkan atau ditanaman di lapangan. IMB dihitung pada akhir pengamatan. Hasil pengamatan IMB dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Indeks Mutu Bibit

Perlakuan Indeks Mutu Bibit A1B1

(41)

29

(42)

Eksperimen II

Daya Kecambah

Hasil pengamatan daya berkecambah pada eksperimen dua tidak berbeda dengan eksperimen satu. Daya berkecambah pada eksperimen dua menunjukan bahwa kedua perlakuan yang dikenakan tidak mempengaruhi daya berkecambah propagul Rh. mucronata. Daya berkecambah pada propagul Rh. mucronata pada tiap perlakuan sebesar 100%. Daya berkecambah propagul tiap perlakuan disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21 Daya Kecambah Propagul Rhizophora nucronata Perlakuan Daya Kecambah (%)

A1B1

Perkecambahan propagul Rh. mucronata dari hasil pengamatan pada eksperimen satu dan dua, rata – rata mulai berkecambah setelah 40 hari disemaikan (Lampiran 14). Nilai daya kecambah propagul sebesar 100% tiap perlakuan hal ini disebabkan oleh penyemaian proprgul Rh. mucronata dilakukan 3 hari setelah pengunduhan. Penyemaian dilakukan setelah pengunduhan karena propagul Rh. mucronata merupakan benih rekalsitran.

Kecepatan Tumbuh

Kecepatan tumbuh propagul dihitung berdasarkan jumlah propagul normal yang tumbuh pada hari tertentu. Hasil pengamatan kecepatan tumbuh pada eksperimen dua dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Kecepatan Tumbuh Propagul Rhizophora mucronata

Perlakuan Kecepatan Tumbuh

(43)

31

Tabel 22 terlihat bahwa kecepatan tumbuh pada kedua media semai yakni media topsoil dengan media campuran tidak berbeda jauh. Kecepatan tumbuh pada semua perlakuan nilainya diatas 2. Kecepatan tumbuh nilai tertinggi pada perlakuan A2B2 Kemudian diikuti perlakuan A2B3 dengan nilai 2.26, A2B1 dengan nilai 2.21, A1B2 dengan nilai 2.15, A1B3 dengan nilai 2.12 dan nilai terendah pada perlakuan A1B1 dengan nilai 2.12.

Nilai Kecambah

Nilai perkecambahan merupakan indeks yang menyatakan kecepatan dan kesempurnaan untuk berkecambah. Hasil pengamatan pada eksperimen kedua nilai kecambah dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Nilai Kecambah Propagul Rhizophora nucronata Perlakuan Nilai Kecambah

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

0.20 0.41 0.38 0.33 0.44 0.40

Hasil pengamatan nilai kecambah menunjukan pada media topsoil kadar garam air siraman 10 g/ l air mempunyai nilai kecambah yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan kedua perlakuan yang lainnya. Nilai kecambah yang cukup tinggi ini karena kadar garam yang ada pada perlakuan tersebut relatif kecil. Stern dan Voight (1959) dalam Tomlinson (1986) berpendapat bahwa pembibitan Rhizophora lebih baik menggunakan kadar air laut yang relatif kecil.

Tinggi Propagul Rh. muronata

(44)

Tabel 24 Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi

Ket* = Berbeda nyata pada taraf 0.05

Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa pengaruh media dan kadar garam air siraman memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon tinggi semai propagul Rh. mucronata (P<0.05), akan tetapi interaksi dari kedua perlakaun tersebut tidak memberikan respon yang nyata terhadap tinggi.

Hasil uji lanjut Duncan media semai terhadap tinggi propagul dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Hasil Uji Lanjut Duncan Media Semai Terhadap Tinggi Propagul Media Semai Uji Duncan

Topsoil (A1) Campuran (A2)

10.620b 25.447a

Ket = Huruf yang sama menunjukan tidak berpengaruh nyata

Dari uji lanjut dengan menggunakan Uji Duncan diperoleh pengaruh kadar garam air siraman terhadap respon pertumbuhan tinggi propagul. Hasil Uji Duncan dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26 Hasil Uji Duncan Pertumbuhan Tinggi Propagul pada Taraf Kadar Garam Air Siraman

Kadar Garam Uji Duncan 0 g/l

Pada Tabel 26 menunjukan bahwa pemberian tingkat kadar garam air siraman yang berbeda memberikan respon terhadap pertumbuhan tinggi.

(45)

33

perlakuan yang lainnya, hal ini disebabkan bahwa kandungan garam pada media tersebut nol.

Jumlah Panjang Daun Rh. mucronta

Hasil pengamatan jumlah daun pada eksperimen dua tiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 16. Hasil perhitungan sidik ragam terhadap jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27 Analisis Sidik Ragam Jumlah Panjang Daun Sumber

Ket* = Berbeda nyata pada taraf 0.05

Dari hasil sidik ragam diketahui bahwa hasil eksperimen dua tidak jauh berbeda dengan eksperimen satu. Media semai dan kadar garam air siraman berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada propagul. Akan tetapi interaksi dari kedua perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata. Untuk mengetahui dari tiap – tiap perlakuan maka dilakukan Uji Lanjut Duncan terhadap kedua perlakuan tersebut. Hasil uji lanjut media semai terhadap jumlah panjang daun dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28 Hasil Uji Lanjut Duncan Media Semai Terhadap Jumlah Panjang Daun Media Semai Uji Duncan

Topsoil (A1) Campuran (A2)

31.233b 71.817a

Ket = Huruf yang sama menunjukan tidak berpengaruh nyata

Dari hasil uji lanjut terhadap media semai diketahui bahwa media semai campuran lebih baik jika dibandingkan dengan media semai topsoil. Hal ini terlihat dari nilai rata- rata Uji Duncan. Media semai campuran memberikan pengaruh yang signifikan hal ini disebabkan karena adanya penambahan asupan unsur hara yang diperlukan oleh propagul, sehingga jumlah daun lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah daun pada perlakuan media topsoil.

(46)

mengetahui beda nyata maka dilakukan Uji Lanjut Duncan. Hasil Uji Lanjut Duncan kadar garam air siraman terhadap jumlah panjang daun dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29 Hasil Uji Duncan Taraf Kadar Garam Air Siraman Terhadap Pertumbuhan Panjang Daun

Kadar Garam Uji Duncan 0 g/l

Dari hasil uji lanjut diketahui bahwa taraf kadar garam 0 dan 10 g/l air tidak berpengaruh dalam hal jumlah panjang daun, akan tetapi kedua perlaukan tersebut berbeda nyata terhadap perlakuan 20 g/l air. Perlakuan kadar garam 0 dan 10 g/l air jumlah daunnya lebih banyak jika dibandingkan dengan perlakuan 20 g/l air disebabkan kandungan garam yang cukup tinggi dapat menghambat produksi daun. Pada eksperimen dua kadar garam 10g/l air memberikan respon yang baik terhadap pertambahan panjang daun. Pada kadar garam tersebut propagul mampu memproduksi daun yang lebih banyak sehingga berkorelasi positif dengan jumlah panjang daun.

Jumlah Daun Rh. mucronata

Hasil pengamatan jumlah daun pada eksperimen kedua (Lampiran 17) ini tidak jauh berbeda dengan eksperimen pertama. Hasil perhitungan sidik ragam terhadap jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30 Analisis Sidik Ragam Jumlah Daun Sumber

Ket* = Berbeda nyata pada taraf 0.05

(47)

35

Pada eksperimen kedua interaksi dari kedua perlakuan berpengaruh nyata, sehingga dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut Duncan interaksi kedua perlakuan tersebut dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31 Uji Lanjut Duncan Interaksi Perlakuan Terhadap Jumlah Daun

Interaksi Uji Duncan

A1B1

Dari uji lanjut diketahui bahwa perlakuan A1B1 dan A1B2 tidak berbeda nyata, perlakuan A2B1 dengan A2B2 tidak bebeda nyata, begitu pula A2B1 dengan A2B3 tidak berbeda nyata. Perlakuan A1B1 dan A1B2 tidak berpengaruh nyata karena pada perlakuan tersebut mengahasilkan jumlah daun yang sama banyak yaitu 4 daun. Pada perlakuan A2B1 dan A2B2 produksi daun yang dihasilkan lebih banyak yaitu 6 daun, hal ini dikarenkan adanya penambahan kompos pada media semai. Dengan penambahan kompos maka pasokan unsur hara terpenuhi, sehingga pertumbuhan propagul dapat terjadi secara maksimal.

Diameter Propagul Rh. muronata

Hasil pengamatan diameter propagul Rh. mucronata dari keenam perlakuan (Lampiran 18) dapat diketahui dari hasil perhitungan sidik ragam terhadap diameter propagul dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32 Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Diameter Sumber

Ket* = Berbeda nyata pada taraf 0.05

(48)

diameter propagul ini sangat lambat. Bahkan ada propagul yang tidak mengalami pertambahan diameter. Tanaman Rh. mucronata merupakan merupakan salah satu buah vivipary. Pertambahan diameter pada persemaian tidak signifikan, diduga perkembangan diameter terjadi ketika propagul masih berada dalam pohon induknya.

Nisbah Pucuk Akar

Berat kering tanaman (BKT) merupakan berat kering dari bagian tanaman yang meliputi bagian pucuk dan akar. Pengukuran berat kering tanaman dilakukan dengan cara mengoven tanaman pada suhu 105 OC selama 24 jam. Penimbangan dilakukan setelah bahan tanaman dibiarkan pada suhu ruangan selama 48 jam. Hasil pengukuran berat kering pucuk pada eksperimen kedua disajikan pada Tabel 33.

Tabel 33 Rata – Rata Berat Kering Pucuk

Perlakuan Berat Kering Pucuk (gram)

Dari hasil pengukuran berat kering pucuk pada eksperimen kedua tidak jauh berbeda dengan eksperimen pertama, semakin tinggi kadar garam air siraman cenderung berat kering pucuk semakin rendah. Hal ini terlihat pada Tabel 33.

Berat kering tanaman bagaian akar semakin tinggi kadar garam air siraman maka berta kering akar semakin rendah. Hasil pengukuran berat kering tanaman dapat dilihat pada Tabel 34.

Tabel 34 Rata – Rata Berat Kering Berat Akar

(49)

37

Pengukuran berat kering akar menunjukan semakin tinggi kadar garam air siraman berat kering akar semakin rendah. Berat kering yang nilainya kecil pada kadar garam yang relatif tinggi hal ini disebabkan oleh jumlah bulu – bulu akar lebih sedikit jika dibandingkan dengan kadar garam yang lebih rendah. Pada perlakuan A2B1 nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan perlakuan A2B3 hal ini dikarenakan pada waktu pengambilan sampel banyak bulu akar yang rontok , sehingga mengurangi dari berat akar tersebut.

Nisbah pucuk akar (NPA) merupakan perbandingan antar berat kering pucuk dengan berat kering akar. Pertumbuhan tanaman yang normal dicirikan oleh nilai NPA yang seimbang. Hasil pengukuran NPA dapat dilihat pada Tabel35.

Tabel 35 Rata – Rata Nisbah Pucuk Akar Perlakuan Nisbah Pucuk Akar

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

3.33 4.11 5.17 5.32 5.00 4.29

Dari tabel diatas diketahui bahwa NPA pada media campuran nilainya lebih besar jika dibandingkan dengan NPA pada media topsoil, hal ini tidak berbeda dengan eksperimen pertama. Alrasjid (1972) dalam Hendramono (1987) bibit yang mempunyai nisbah pucuk akar mendekati lima lebih baik jika dibandingkan dengan yang mendekati dua. Dari hasil pengamatan perlakuan A1B3, A2B1 dan A2B2 NPA lebih baik jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya, sebab nilainya melebihi lima.

Indeks Mutu Bibit

(50)

Tabel 36 Indeks Mutu Bibit

Perlakuan Indeks Mutu Bibit A1B1

A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

7.58 7.41 5.53 5.90 7.57 7.45

(51)

39

Pembahasan Umum

Unsur Hara Eksperimen I

Unsur hara merupakan salah satu zat yang diperlukan oleh tumbuhan guna melangsungkan proses fotosintesis. Unsur hara yang diamati dalam media semai meliputi unsur hara esensial antara lain Phospor (P), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Kalium (K), Natrium (Na), Almunium (Al), dan Hidrogen (H). Analisis kandungan unsur hara dilakukan di Laboratorium Kimia Tanah, Departemen Tanah IPB. Hasil analisis sifat kimia dapat dilihat pada Lampiran 6.

Phospor (P)

Phospor sebagian besar berasal dari pelapukan batuan mineral alami, sisanya berasal dari pelapukan bahan organik. Dari hasil analisis kandungan P, pengaruh pemberian kompos sebagai perlakuan mampu meningkatkan kandungan nilai P. Dilain pihak dengan meningkatnya kadar garam air siraman ada sedikit kecenderungan menurunkan niai P. Hasil analisis kandungan P tiap – tiap perlakuan sebagai berikut: A1B1 16.51 ppm, A1B2 14.21 ppm, A1B3 13.82 ppm, A2B1 595.20 ppm, A2B2 570.00 ppm dan A2B3 591.40 ppm. Pada media semai topsoil kandungan P jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan media campuran. Meskipun secara alami kandungan P di dalam tanah jumlahnya cukup banyak, tanaman masih mengalami kekurangan P. Sebagian besar P terikat secara kimia oleh unsur lain sehingga menjadikan senyawa yang sukar larut dalam air. Pada media campuran kandungan phospornya lebih banyak karena terjadi penambahan kompos pada media tersebut.

Kalsium (Ca)

(52)

Magnesium (Mg)

Magnesium diserap tanaman dalam bentuk ion magnesium (Mg2+). Dalam tanah, magnesium berasal dari pelapukan batuan mineral. Pada media campuran nilai Mg lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai media topsoil. Hasil analisis dari media semai tersebut adalah: A1B1 0.80 me/100g, A1B2 0.11 me/100g, A1B3 0.06 me/100g, A2B1 7.38 me/100g, A2B2 4.06 me/100g, A2B3 3.95 me/100g. Nilai media campuran lebih tinggi disebabkan adanya penambahan kompos pada media tersebut. Dengan meningkatnya kadar garam air siraman pada media campuran ada kecenderungan mempengaruhi penurunan nilai Mg. Turunnya nilai Mg akibat kadar garam disebabkan ion magnesium tersebut digunakan untuk meningkatkan dan menetralkan nilai pH. Pada media topsoil, kadar garam tidak mempengaruhi nilai Mg. Besarnya nilai Mg yang tidak berkorelasi pada media topsoil diperkirakan ion Mg pada saat tersebut terikat pada koloid atau tetap berada didalam larutan tanah.

Kalium (K)

Dari hasil analisis media semai pemberian kompos cenderung tidak berpengaruh terhadap kenaikan nilai K. Hasil analisis kandungan kalium sebagai berikut: A1B1 2.56 me/100g,A1B2 0.92 me/100g, A1B3 0.31 me/100g, A2B1 2.97 me/100g, A2B2 0.72 me/100g dan A2B3 0.62 me/100g. Akan tetapi dengan meningkatnya kadar garam air siraman ada sedikit kecenderungan berpengaruh terhadap nilai K. Pada kadar garam 0 g/l air nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar garam 10 g/l air dan 20 g/l air. Gejala tersebut disebabkan oleh sifat kalium itu sendiri. Kandungan kalium sangat tergantung dari jenis mineral pembentuk tanah, selain itu sifat kalium yang sangat dinamis.

Natrium (Na)

(53)

41

Soetarto (1990) kandungan garam yang paling banyak yaitu senyawa NaCl sebesar 93.60%. Kandungan Na yang berlebihan akan menyebabkan racun bagi tanaman itu sendiri.

Almunium (Al)

Dari hasil analisis kandungan almunium pada media semai topsoil lebih tinggi jika dibandingkan dengan dengan media campuran. Kandungan Al pada media semai topsoil sebagai berikut: A1B1 0.38 me/100g, A1B2 0.45 me/100g, A1B3 0.60 me/100g. Kandungan Al pada semai campuran mendekati nol (tris). Almunium merupakan salah satu unsur yang beracun bagi tanaman jika jumlahnya berlebihan. Pada media topsoil kandungan Al cukup tinggi dikarenakan pengaruh salinitas yang terakumulasi sehingga kandungan Al dalam kurun waktu tertentu akan terakumulasi. Pada media campuran nilai mendekati nol disebabkan oleh adanya kompos yang mampu mengatasi dan menurunkan nilai kandungan nilai Al.

Hidrogen (H)

Kandungan H pada media tiap – tiap perlakuan sebagai berikut: A1B1 0.18 me/100g, A1B2 0.22 me/100g, A1B3 0.26 me/100g, A2B1 0.08 me/100g, A2B2 0.04 me/100g dan A2B3 0.04 me/100g. Kandungan hidrogen pada media campuran jumlahnya lebih kecil jika dibandingkan dengan media topsoil. Pada media semai campuran kandungan H lebih sedikit dikarenakan ion H+ pada permukaan atau di dalam akar akan bertukar posisi unsur hara yang terikat pada koloid tanah. Kandungan unsur hara pada media ini jumlahnya jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan media semai topsoil.

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

(54)

Tekstur Media Semai

Dari hasil analisis diketahui bahwa tekstur pada media semai didominasi oleh fraksi liat. Keadaan ini terjadi pada seluruh perlakuan media semai. Fraksi liat nilainya berkisar antara 60 % sampai 73 %. Tekstur media semai menyerupai habitat aslinya, dimana Rh. mucronata hidup pada tanah yang kurang matang dan didominasi oleh liat.

Daya Hantar Listrik

Daya Hantar Listrik menunjukkan kemampuan air untuk menghantar listrik. Konduktivitas air tergantung dari konsentrasi ion dan suhu air. Pada umumnya asam, basa dan garam-garam anorganik merupakan penghantar listrik yang baik (Saeni 1989). Salin tidaknya suatu air atau tanah dapat diukur berdasarkan Daya Hantar Listrik (DHL). Daya Hantar Listrik merupakan kadar garam terlarut dalam air atau larutan yang berhubungan dengan pertumbuhan (Bintoro 1989).

Hasil analisis media semai semakin tinggi kadar garam air siraman semakin tinggi Daya Hantar Listriknya. Hal ini disebabkan oleh adanya penimbunan hasil air siraman.

Derajat Kemasaman (pH)

Hasil penelitian pH yang diperoleh dari kedua jenis media yang digunakan perbedaanya cukup signifikan. Pada media topsoil nilai pH berkisar 5, sedangkan pada media campuran nilai medianya berkisar 7. Nilai pH pada media topsoil dengan kadar garam air siraman 0, 10 dan 20 gr/l sebagai berikut: 5.75, 5.70, dan 5.68. Nilai pH pada media campuran topsoil dengan kompos dengan perlakuan kadar garam air siraman 0, 10 dan 20 gr/l sebagai berikut: 6.80, 7.10 dan 7.05.

(55)

43

meningkatkan nilai pH sekitar 2 satuan. Seperti halnya yang dilaporkan oleh Marsono dan Sigit (2001) bahwa kompos mampu memperbaiki keasaman tanah sehingga pH-nya menjadi optimum. Selain mampu meningkatkan pH, media yang dicampur dengan kompos juga mampu menjaga kelembaban media sehingga air siraman tidak mudah lolos.

Persemaian Mangrove

Persemaian tanaman mangrove mempunyai perbedaan dengan persemaian tanaman kehutanan lainnya. Syarat utama dalam persemaian tanaman mangrove yaitu, mempunyai tanah yang subur mengandung humus dan berada di daerah pasang surut, sehingga tidak perlu penyiraman.

Pada daerah estuaria propagul akan mengeluarkan daun setelah ditanam selama 20 hari (Murdiyanto 2003). Untuk menghasilkan daun sekurang – kurangnya enam buah diperlukan waktu selama 4 sampai 5 bulan setelah propagul ditanam (Anwar 1997). Dari hasil pengamatan pada eksperimen I dan II propagul mengeluarkan daun atau berkecambah setelah 40 hari disemaikan (Lampiran 1 dan 14). Pada eksperimen I dan II untuk memproduksi daun minimal 6 daun pada perlakuan media campuran diperlukan waktu selama 3.5 sampai 4 bulan sedangkan pada perlakuan media topsoil diperlukan waktu 4 bulan lebih, sebab pada akhir pengamatan jumlah daun pada perlakuan media topsoil jumlahnya masih 2 sampai 4 daun.

Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan dari persemaian mangrove. Beberapa faktor lingkungan pendukung pertumbuhan persemaian di daerah eustaria dan rumah kaca adalah sebagai berikut:

Salinitas

(56)

eksperimen I dan II kadar garam air siraman yang dipergunakan yaitu, 0 g/l air, 10g/l air dan 20 g/l air. Kadar garam yang dipergunakan pada penelitian tidak lebih dari 30 ppt. Pada kadar garam 0 g/l air propagul masih dapat tumbuh meskipun kadar garamnya nol. Propagul dapat tumbuh pada kadar garam air siraman 0 g/l air karena tanaman mangrove merupakan salt tolerant bukan salt demanding. Dalam ekosistem tanaman mangrove masih memerlukan air tawar, kebutuhan air tawar datang ke habitat bersama dengan datangnya air hujan, luapan banjir dan air sungai (Murdiyanto 2003).

Suhu

Suhu penting dalam proses fisiologis fotosintesis dan respirasi. Tanaman mangrove dapat tumbuh baik pada temperatur 19 oC sampai 40 oC dengan toleransi fluktuasi tidak lebih dari 10 oC (Murdiyanto 2003). Hasil pengamatan dalam periode penelitian dari bulan Juli sampai Desember 2005 suhu di rumah kaca berkisar 29 oC sampai 32 oC. Pengukuran suhu dilakukan pada waktu pagi, siang dan sore hari. Suhu di dalam rumah kaca masih dalan kisaran tanaman mangrove dapat tumbuh dengan baik.

Tanah

Tanah mangrove dibentuk oleh akumulasi sedimen yang berasal dari pantai dan erosi daerah hulu sungai. Mangrove tumbuh terutama pada tanah lumpur, namun berbagai jenis mangrove dapat tumbuh pada daerah tanah berpasir, koral, dan berkerikil bahkan tanah gambut (Kusmana et al. 2003).

(57)
(58)

Hasil pengamatan pada Eksperimen I dan II, media semai topsoil dan media campuran serta kadar garam air siraman memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi propagul, jumlah panjang daun dan jumlah daun propagul Rh mucronata, tetapi tidak memberikan pengaruh terhadap persen perkecambahan. Interaksi kedua faktor perlakuan tidak berbeda nyata pada peubah peubah yang diamati, kecuali pada jumlah daun pada Eksperimen II.

Kadar garam air siraman 0 dan 10 g/l air memberikan pengaruh peningkatan terhadap pertambahan tinggi, jumlah panjang daun dan jumlah daun. Dilain pihak kadar gram 20 g/l air nilai rata – rata dari ketiga peubah tersebut (tinggi, jumlah panjang daun dan jumlah daun) mempunayi nilai rata – rata yang lebih kecil jika dibandingkan dengan kadar garam 0 g/l air.

Saran

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar C. 1997. Pedoman Teknis Penanaman Mangrove. Jawa Tengah: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Arief A. 2003.Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta: Kanisius Bengen DG. 2002. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengeelolaan Ekosistem

Mangrove. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.

Bintoro MH. 1989. Seleksi varietas jagung yang tahan terhadap keadaan salin [Disertasi]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Byrd H W. 1968. Pedoman Teknologi Benih. Bandung: Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.

[Ditjen RRL] Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1997. Petunjuk Teknis Pedoman Rhizophora mucronata. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Djuarni N, Kristian, Setiawan BS. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Gasperzs V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Bandung: CV Armico.

Gunawan AW, Achmadi SS, Arianti L. 2004. Pedoman Penyajian Karya Ilmiah. Bogor: IPB Press.

Hachinohe H. 1998. Manual Persemaian Mangrove di Bali. Suko O, penerjemah, Ida A, editor. Bali: PT Indografika Utama. Terjemahan dari : Nursery Manual for Mangrove Species at Benua Port in Bali.

Hendramono. 1987. Pertumbuhan dan mutu bibit Acacia mangium Willd, Eucalyptus deglupta Blume pada tujuh macam medium yang diberi kapur [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hutchings P, Saenager P. 2001. Ekologi Mangrove. Yusnafi, Muin A, Hamzah, Rostwati T, Delvian, penerjemah, Cecep K, editor. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Terjemahan dari: Ecology of Mangrove.

(60)

Indrianai YH. 2004. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya. Istomo. 1992. Tinjauan Ekologi Hutan Mangrove dan Pemanfaatannya di

Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Kusmana C, Yunia I, Setyobudianto, Soendjoto MA. 1989. Training Course on Management of mangrove Forest [ The Report Field Trips to Mangrove Forest Cikiong, Muara Angke and cilacap]. Bogor: Seameo Biotrop. Kusmana C. 1993. A Study on mangrove forest management based on ecological

data in East Sumatera Indonesia [Desertation]. Japan: Faculty of Agriculture, Kyoto University.

Kusmana C. 2002. Studi Keragaman Rhizophora mucronata Lamk. Berdasarkan Analisis Isozim [Laporan]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Kusmana C et al. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Manan S. 1976. Silvikultur. Bogor: Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi IPB.

Mattjik AA, Sumertajaya M. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. Bogor: IPB Press.

Murdiyanto B. 2003. Mengenal Memelihara dan Melestarikan Ekosistem Bakau. Jakarta : Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dan Kelautan.

Noor YRK, Suryadiputra INN. 1999. Panduan Hutan Mangrove di Indonesia. Bogor: Indonesia Programme.

Octeri Z. 2004. Kadar air kritis propagul Rhizophora mucronata dalam hubungannya dengan viabilitas propagul [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Sahri A. 1998. Penyerapan garam NaCl oleh anakan Avicennia marina, Bruguiera gymnorrhiza dan Rhiziphora mucronata pada tingkat salinitas tertentu [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Schmidt. 2002, Pedomaan Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis 2000. Jakarta: Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan.

Gambar

Tabel 1  Analisis Bahan Kimia Kompos Kotoran Ternak Sapi
Gambar  2 Bagian Pengukuran Tinggi Propagul
Tabel 3  Kombinasi Kedua Faktor Perlakuan
Tabel 7  Analisis Sidik Ragam Pertumbuhan Tinggi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar Matematika siswa yang diajarkan

Pita hasil SDS-PAGE pada Gambar 5 dengan berat molekul 32 kDa yang tampak pada hasil Western Blot adalah molekul inhibin hasil isolasi dari sel granulosa hasil

Penyelenggaraan Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 342) sebagaimana telah

Kesimpulan dari hasil penelitian eksperimen game Learning yang telah disampaikan pada bab diatas adalah sebagai berikut: game Learning ini berisi 30 soal yang

termasuk umur produk tersebut.Produk yang masih bagus, hampir kadaluarsa,.. atau yang sudah kadaluarsa harus dipisahkan agar barang dapat

Perlakuan keenam (P6) adalah memberikan biofertilizer sebanyak 15 mL pada tanah di sekitar tempat yang akan ditanami kacang tanah dan memberikan biofertilizer sebanyak 15 mL

PERENCANAAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN METODE HEURISTIK SILVER MEAL.. DI PT CLASSIC PRIMA

MASTER ENTRY DATA JABATAN ENTRY DATA GOLONGAN ENTRY DATA PEGAWAI ENTRY STATUS ANAK ENTRY DATA PENDIDIKAN ENTRY DATA KEPALA DINAS TRANSAKSI CETAK SURAT PERMOHONAN CUTI.