• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN PEMALSUAN UANG KERTAS RUPIAH DAN PENGEDARANNYA DI KOTAMADYA MEDAN

Penegakan Hukum

Pelaksanaan penegakan hukum sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-undang No.4 Tahun 2004 yang menggantikan Undang-undang No.14 Tahun 1970 jo. Undang-undang No.35 Tahun 1999, perumusannya sebagai berikut:

Pasal 1

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Pembatasan pengertian kekuasaan kehakiman dalam arti sempit sebagaimana disebutkan di atas, sepatutnya dikaji ulang, karena pada hakikatnya “kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara dalam menegakkan hukum”. Jadi, kekuasaan kehakiman identik dengan “kekuasaan (untuk) menegakkan hukum” atau “kekuasaan penegakan hukum”. Hakikat pengertian yang demikian sebenarnya terungkap juga dalam perumusan di atas, yaitu pada kalimat terakhir yang berbunyi: “guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.” Hanya sayangnya kalimat itu tidak dirumuskan sebagai hakikat/pengertian dari kekuasaan kehakiman, tetapi dirumuskan sebagai “tujuan” dari diselenggarakannya peradilan. Sekiranya “tujuan” itulah yang menjadi hakikat dari kekuasaan

kehakiman, maka pengertian “kekuasaan kehakiman” seyogianya dirumuskan sebagai “kekuasaan negara untuk menegakkan hukum dan keadilan demi terselenggaranya Negara hukum Republik Indonesia”.43

Dengan demikian “kekuasaan kehakiman (di bidang hukum pidana) dilaksanakan oleh 4 (empat) badan/lembaga seperti dikemukakan di atas. Keempat badan-badan itulah yang dapat disebut sebagai “badan-badan penegak hukum”. Dengan kata lain, kekuasaan kehakiman di bidang hukum pidana, bukan hany diwujudkan dalam “kekuasaan mengadili”, tetapi diwujudkan/diimplementasikan dalam 4 (empat) tahap kekuasaan di atas. Keempat tahap kekuasaan kehakiman (di bidang hukum pidana) itulah yang merupakan satu kesatuan sistem penegakan hukum pidana, yang biasa dikenal

Dengan pengertian kekuasaan kehakiman dalam arti luas sebagaimaan disebutkan di atas, maka kekuasaan kehakiman tidak hanya berarti “kekuasaan mengadili” (kekuasaan menegakkan hukum di badan-badan pengadilan), tetapi mencakup menegakkan hukum dalam seluruh proses penegakan hukum. Ini berarti, dalam perspektif sistem peradilan pidana (SPP), “kekuasaan kehakiman (kekuasaan penegakan hukum) di bidang hukum pidana” mencakup seluruh kekuasaan/kewenangan dalam menegakkan hukum pidana, yaitu “kekuasaan penyidikan” (oleh badan/lembaga penyidik), “kekuasaan penuntutan” (oleh badan/lembaga penuntut umum), “kekuasaan mengadili” (oleh badan pengadilan), dan kekuasaan pelaksana putusan/pidana” (oleh badan /lembaga eksekusi)

43

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana

dengan istilah “sistem peradilan pidana yang terpadu” (“integrated criminal justice system”). Dengan kata lain, SPP (sistem peradilan pidana) pada hakikatnya merupakan “sistem penegakan hukum pidana” atau “sistem kekuasaan kehakiman di bidang hukum pidana”.

Masalah penegakan hukum, baik secara “in abstracto” maupun secara “in concreto”, merupakan masalah aktual yang akhir-akhir ini mendapat sorotan tajam dari masyarakat.44

Ruang lingkup dari istilah “penegak hukum” adalah luas sekali, oleh karena mencakup mereka yang secara langsung dan secara tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan hukum. Di dalam tulisan ini, yang

Kualitas penegakan hukum yang dituntut masyarakat saat ini bukan sekedar kualitas formal, tetapi kualitas penegakan hukum secara materiil/substansial seperti terungkap dalam beberapa isu sentral yang dituntut masyarakat, antara lain: (1) adanya perlindungan HAM (hak asasi manusia); (2) tegaknya nilai kebenaran, kejujuran, keadilan, dan kepercayaan antarsesama; (3) tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan/wewenang; (4) bersih dari praktek “favoritisme” (pilih kasih), KKN, dan mafia peradilan; (5) terwujudnya kekuasaan kehakiman/penegakan hukum yang merdeka, dan tegaknya kode etik/kode profesi; (6) adanya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Penegak Hukum

44

dimaksudkan dengan penegak hukum akan dibatasi pada kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi juga peace maintance. Kiranya sudah dapat diduga bahwa kalangan tersebut mencakup mereka yang bertugas di bidang-bidang kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan pemasyarakatan.45

Secara sederhana sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) dapat dipahami sebagai suatu usaha untuk memahami serta menjawab pertanyaan apa tugas Hukum Pidana di masyarakat dan bukan sekedar bagaimana Hukum Pidana di dalam undang-undang dan bagaimana Hakim menerapkannya.

Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan (sosial) merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan, yang makin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut merupakan suatu wadah yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Dalam bidang hukum pidana yang mencakup tugas kemasyarakatan maka mengenai kedudukan ini disebutkan sebagai tugas-tugas dan kewenangan-kewenangan. Tugas dan kewenangan tersebut merupakan peranan atau role. Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant).

Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

46

45

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 19.

46

Petrus I. Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hal. 54.

Di Indonesia, sistem peradilan pidana setelah berlakunya Undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana mempunyai empat komponen (empat sub sistem), yaitu: Sub sistem Kepolisian yang secara administratif di bawah Departemen Pertahanan dan Keamanan, Kejaksaan di bawah Kejaksaan Agung, Pengadilan di bawah Mahkamah Agung dan Lembaga Pemasyarakatan di bawah departemen Kehakiman. Tujuan sistem peradilan pidana dapat dikategorikan sebagai berikut:47

1. Tujuan jangka pendek, apabila yang hendak dicapai resosialisasi dan rehabilitasi pelaku tindak pidana;

2. Dikategorisasikan sebagai tujuan jangka menengah, apabila yang hendak dituju lebih luas yakni pengendalian dan pencegahan kejahatan dalam konteks politik kriminal (Criminal Policy);

3. Tujuan jangka panjang, apabila yang hendak dicapai adalah kesejahteraan masyarakat (Social Welfare) dalam konteks politik kriminal (Criminal Policy).

Sedangkan menurut Mardjono Reksodiputro, sistem ini dianggap berhasil, apabila terdapat laporan dan keluhan masyarakat bahwa mereka telah menjadi korban dari suatu kejahatan dapat diselesaikan dengan diajukannya pelaku ke muka sidang pengadilan dan menerima pidana. Dengan demikian cakupan tugas sistem ini sangat luas, yaitu:48

a. Mencegah masyarakat menjadi korban;

47 Ibid. 48

b. Menyelesaikan kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah telah dipidana;

c. Berusaha agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak lagi mengulangi perbuatannya.

Mekanisme Sistem Peradilan Pidana dalam Kejahatan Uang Palsu

Sistem ini mulai bekerja pada saat adanya laporan kejahatan uang palsu dari masyarakat, setelah itu Polisi melakukan penangkapan, seleksi, penyelidikan, penyidikan dan membuat Berita Acara Pemeriksaan. Para pelaku yang bersalah diteruskan kepada Kejaksaan, sedangkan yang tidak bersalah dikembalikan kepada masyarakat. Kemudian Jaksa mengadakan seleksi lagi terhadap pelaku dan mengadakan penuntutan serta membuat surat dakwaan.

Para pelaku yang tidak bersalah dibebaskan, sedang yang bersalah diajukan ke Pengadilan. Dalam hal ini pun Pengadilan juga melakukan hal yang sama, artinya yang tidak terbukti bersalah dibebaskan, sedang yang terbukti melakukan kejahatan uang palsu diserahkan ke Lembaga Pemasyarakatan sebagai instansi terakhir yang melakukan pembinaan terhadap si terhukum.

Di dalam sistem peradilan pidana terdapat adanya suatu proses Input-Process-Output. Adapun yang dimaksud dengan Dikaitkan dengan kejahatan uang palsu, Input adalah laporan tentang terjadinya kejahatan uang palsu; dan yang dimaksud dengan Process adalah sebagai tindakan yang diambil pihak Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan

yang dimaksud dengan Output adalah hasil-hasil yang diperoleh, yaitu tujuan dari penegakan hukum pidana.49

Sistem peradilan pidana diimplementasikan oleh seluruh kekuasaan dalam menegakkan hukum pidana, yaitu kekuasaan penyidikan, kekuasaan penuntutan, kekuasaan mengadili, dan kekuasaan eksekusi pidana. Keseluruhan proses

Sebagai suatu sistem, maka di dalam mekanismenya mensyaratkan adanya kerja sama diantara sub sistem. Apabila salah satu sub sistem itu tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka hal itu akan mengganggu sistem ini secara keseluruhan. Oleh karena itu, keempat sub sistem itu memiliki hubungan yang erat satu dengan yang lainnya dimana tujuannya adalah satu, tetapi tugasnya berbeda-beda.

Komponen Sistem Peradilan Pidana

Berdasarkan telaahan terhadap isi ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP ditemukan empat komponen yang mempengaruhi sistem peradilan pidana, yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pemasyarakatan. Keempat komponen aparatur hukum ini memiliki hubungan yang amat erat satu sama lain, bahkan saling menentukan.

Dibandingkan dengan bidang-bidang lain peraturan penegakan hukum dalam bidang pidana ini lebih lengkap, yang terdapat dalam ketentuan hukum acara pidana, undang-undang kekuasaan kehakiman, undang-undang kepolisian, undang-undang kejaksaan, dan peraturan tentang penjara.

49

penegakan hukum pidana ini dapat dimasukkan dalam pengertian kekuasaan kehakiman dalam bidang hukum pidana. Karena itu sistem peradilan pidana itu pada hakekatnya merupakan sistem penegakan hukum pidana atau sistem kekuasaan kehakiman dalam bidang hukum pidana.

Meskipun komponen sistem peradilan pidana ini merupakan satu kesatuan dalam penegakan hukum, namun masing-masing bekerja dalam batas tugas dan kewenangannya. Artinya satu komponen tidak harus mencampuri tugas dan kewenangan aparat penegak hukum lainnya. Hubungan komponen-komponen tersebut hanya sebatas komunikasi, dan koordinasi agar tercipta harmonisasi dalam pelaksanaan tugas, dan tidak terjadi konflik kewenangan di antara aparat penegak hukum. Dengan demikian akn terwujud proses peradilan yang jujur dan adil.

Dalam sejarah penegakan hukum pidana (khususnya di Indonesia) tercatat adanya pertemuan-pertemuan di antara unsur-unsur penegak hukum kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan yang biasanya dilaksanakan di Cibogo sehingga dikenal dengan sebutan “pertemuan Cibogo”. Selain itu dikenal pula forum Mahkamah Agung, Kehakiman, Kejaksaan, dan Kepolisian (Mahkejapol).

Pertemuan maupun forum ini sangat tepat dijadikan sebagai wadah pertemuan komunikasi dan koordinasi sekaligus evaluasi antara aparat penegak hukum pidana dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Pengawasan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan kewenangan tetap berada dalam kekuasaan penegak hukum secara vertikal. Oleh karenanya, atasan sebagai

pimpinan dari masing-masing unsur harus mengamati semua kegiatan yang diperankan oleh aparat bawahannya secara intensif.

Berikut adalah mekanisme penegakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan yang diuraikan secara umum sebagai berikut.

A. Kepolisian

Peredaran kejahatan pemalsuan uang dari tahun ke tahun selalu meningkat, terlebih dipergunakan sebagai transaksi untuk pembelian narkoba, serta beredarnya uang palsu di daerah-daerah konflik.50

a. Menerima pengaduan, menangkap orang, menahan orang (Pasal 13); Sebagai upaya penanggulangan kejahatan pemalsuan ini pihak kepolisian (dalam hal ini Poltabes Medan dan Sekitarnya) melakukan berbagai upaya melalui antisipasi dan strategi dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kejahatan pemalsuan mata uang rupiah di kota Medan.

Polisi sebagai instansi pertama yang terlibat dalam mekanisme sistem peradilan pidana Indonesia, dalam menjalankan tugasnya berpedoman pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI, yang mempunyai tugas dan wewenang, antara lain:

b. Polisi juga ikut serta secara fisik di dalam pertahanan negara (Pasal 18).

50

Sedangkan menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara pidana, Polisi mempunyai wewenang dan dinyatakan sebagai:

a. Penyelidik (Pasal 4); b. Penyidik (Pasal 6);

c. Polisi diharuskan membuat Berita Acara Pemeriksaan (Pasal 75); d. Polisi mempunyai diskresi untuk menghentikan Penyidikan (Pasal 109); e. Polisi mempunyai wewenang untuk menentukan (men-stir) tindak pidana

apa yang dilakukan oleh tersangka (Pasal 121).

Oleh karena itu dapat dikatakan yang paling berat tugas dan tanggung jawabnya di antara alat penegak hukum, ialah Polisi. Polisi-lah yang pertama-tama yang harus melakukan segala daya upaya yang bersifat preventif yaitu menghindarkan terjadinya gangguan keamanan, termasuk terhadap kejahatan pemalsuan uang kertas rupiah dan pengedarannya. Polisi harus selalu siap siaga siang dan malam. Dalam tugasnya itu Polisi dianggap mempunyai indera keenam untuk mampu mencium adanya kejahatan uang palsu. Melalui indera keenam itulah Polisi diharapkan dapat dan mampu menghindarkan hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya kejahatan uang palsu yang sama-sama tidak dikehendaki.

Melihat kenyataan di atas, tugas kepolisian amat luas dan resikonya amat besar karena berhadapan dengan para penjahat. Begitu banyak kejahatan uang palsu yang tidak dilaporkan dengan demikian masih lebih banyak penjahat dibandingkan dengan yang diadili. Sehubungan dengan itu dirasakan adanya kekurangan personil dari Polisi dan untuk itu perlu banyak spesialisasi. Polisi saat melaksanakan tugas/fungsi sebagai aparat keamanan dan ketertiban maupun

sebagai penyelidik/penyidik kerapkali melakukan salah kira terhadap pelaku yang dicurigai. Hal ini akan menyulitkan apabila sampai pada acar pemeriksaan sampai pembuatan Berita Acara Pemeriksaan. Oleh karenanya tidak tertutup kemungkinan Berita Acara Pemeriksaan itu ditolak oleh Jaksa karena tidak lengkapnya bukti-bukti yang dapat membuktikan bahwa tersangka adalah pemalsu uang ataupun pengedarnya. Polisi sebagai penjaga gawang dalam arti apa yang harus diteruskan untuk penuntutan banyak diperhadapkan pada masalah-masalah administratif, padahal Polisi itu sebagai salah satu penegak hukum harus aktif melindungi masyarakat dari terjadinya pelanggaran-pelanggaran.

Polisi juga mempunyai diskresi dalam menerapkan mandat yang diberikan. Polisi juga diberikan tugas utama, yaitu membuat keputusan ondespoot (di tempat). Keputusan pada saat itu mengakibatkan sesuatu yang sangat penting, yaitu bagaimana hukum itu diterapkan (khususnya pengakuan terhadap hak-hak asasi tersangka).

Peranan pihak Kepolisian dalam pemberantasan uang palsu antara lain:51

a. Melakukan penangkapan terhadap pengedar serta mengajukan Berkas Perkara kepada Jaksa Penuntut Umum.

(Wawancara dengan Aipda Jikri Sinurat)

b. Melakukan penangkapan terhadap orang yang memalsukan atau orang yang mencetak sendiri uang palsu tersebut serta mengedarkannya. (Info diambil dari pengalaman yang tertangkap terlebih dahulu).

51 Ibid.

c. Melakukan penyitaan barang bukti berupa uang yang diduga palsu beserta alat-alat yang dipergunakan untuk membuat uang tersebut.

Peran Polisi sangat penting sebagai pihak yang pertama kali mengambil tindakan apabila terjadinya pemalsuan uang.

A.1. Penyelidikan dan Penyidikan terhadap Kejahatan Pemalsuan Mata Uang

a. Penyelidikan

Dibandingkan dengan HIR/RBg, maka dalam hal penyelidikan dan penyidikan KUHAP telah mengadakan perincian secara jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyelidikan dan penyidikan.

Pengaturan secara rinci tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyelidikan dan penyidikan itu, yaitu dimulai dari pengertian penyelidikan dan penyidikan, para pejabat penyelidik dan pejabat penyidik, fungsi dan wewenang pejabat penyelidik dan pejabat penyidik serta tata cara pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan.

Penyelidik

Secara umum dapat dirumuskan bahwa penyelidik adalah orang yang melakukan penyelidikan atau dengan kata lain penyelidik adalah orang yang menyelidiki sesuatu peristiwa atau kejadian guna mendapatkan kejelasan tentang peristiwa atau kejadian itu. Untuk menggambarkan pengertian tentang

penyelidikan itu A. Hamzah mengemukakan bahwa ; “… penyelidikan berasal dari kata sidik yang mendapatkan sisipan el, menjadi selidik. Artinya sama dengan sidik, hanya diperkeras pengertiannya, banyak menyelidik”52

a. Dalam pasal 1 angka 4 KUHAP, dirumuskan bahwa penyelidik adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.

Pejabat Polri Sebagai Pejabat Penyelidik (dalam kejahatan uang palsu):

b. Dalam pasal 1 angka 5 ditegaskan pula bahwa yang dimaksudkan dengan penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Dari perumusan pasal 1 angka 4 dan pasal 1 angka 5 KUHAP di atas, dapat ditarik pengertian bahwa setiap pejabat kepolisian negara Republik Indonesia itu adalah pejabat yang berstatus sebagai pejabat penyelidik dan berwenang melaksanakan penyelidikan.

Bermula dari pengertian penyelidikan sebagaimana digariskan pada pasal 1 angka 5 KUHAP tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penyelidikan adalah tindakan yang dilakukan oleh pejabat penyelidik dalam rangka mempersiapkan suatu penyelidikan terhadap suatu tindak pidana.

52

Harun M. Husein, S.H., Penyidikan dan Penuntutan dalam Proses Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 54.

Oleh karena itulah M. Yahya Harahap mengatakan bahwa penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama permulaan penyidikan. Akan tetapi harus diingat, penyelidik (penyelidikan, penulis) bukanlah suatu tindak atau fungsi yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan.

Karena penyelidikan itu merupakan tahap persiapan atau permulaan dari penyidikan, Soesilo Yuwono mengatakan bahwa lembaga penyelidikan di sini mempunyai fungsi sebagai “penyaring”, apakah suatu peristiwa dapat dilakukan penyidikan ataukah tidak. Sehingga kekeliruan pada tindakan penyidikan yang sudah bersifat upaya paksa terhadap seseorang, dapat dihindarkan sedini mungkin.53

Penyelidikan sebagai sub sistem daripada penyidikan, memegang peranan penting dan sangat menentukan bagi keberhasilan penyidikan. Oleh karena itu meskipun penyelidikan itu adalah wewenang dari setiap anggota Polri, tetapi dalam pelaksanaannya seyogianya dilakukan di bawah pimpinan pejabat

Dalam pedoman pelaksanaan KUHAP, diberikan penjelasan yang berhubungan dengan penyelidikan sebagai berikut : Penyelidikan bukanlah fungsi yang berdiri sendiri, terpisah dari fungsi penyidikan, melainkan hanya merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, penyelesaian dan penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum.

53

penyidik. Dengan mekanisme kerja demikian diharapkan penyelidikan sejak dini telah menghasilkan gambaran tentang peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana dan kesimpulan bahwa suatu peristiwa benar-benar merupakan tindak pidana serta terhadap tindak pidana itu dapat dilakukan penyidikan.

Dengan adanya keikutsertaan pejabat penyelidik dalam pelaksanaan tugas penyelidikan itu, penyidikan yang akan dilakukan nantinya akan lebih mudah, karena sejak dini pejabat penyidik telah memperoleh gambaran tentang tindak pidana yang akan disidik itu.54

3. Tertangkap tangan, yaitu tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya atau apabila sesaat kemudian padanya Untuk mengetahui ada dugaan telah terjadi suatu peristiwa tindak pidana yaitu melalui:

1. Laporan, yaitu pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan, terjadinya peristiwa pidana (Pasal 1 butir 24 KUHAP).

2. Pengaduan, yaitu pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikan (Pasal 1 butir 25 KUHAP).

54

ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu (Pasal 1 butir 19). 4. Media Massa, di mana aparat penegak hukum dapat mengetahui terjadinya

tindak pidana melalui media massa misalnya TV, surat kabar, majalah dan lain-lain. Informasi yang diberikan melalui media massa dapat menjadi informasi bagi aparat penegak hukum terutama penyelidik dan penyidik untuk melakukan tindakan-tindakan apabila dari informasi tersebut diduga telah terjadi suatu tindak pidana.

Kewenangan Penyelidik

Dalam melaksanakan penyelidikan, penyelidik mempunyai kewajiban dan kewenangan. Penyelidik karena kewajibannya memiliki kewenangan antara lain sebagai berikut (Pasal 5 KUHAP):

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;

2. Mencari keterangan dan barang bukti;

3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Di samping itu, atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:

1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;

2. Pemeriksaan dan penyitaan surat;

3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

4. Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.

Penyelidikan merupakan tindakan tahap permulaan penyidikan. Akan tetapi, penyelidikan bukan merupakan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak terpisah dari fungsi penyidikan. Adapun pihak yang berwenang untuk melakukan penyelidikan adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia (Pasal 4 KUHAP).

b. Penyidikan

Apabila tahap penyelidikan telah dilalui dan dapat ditentukan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana maka dilanjutkan dengan tahap penyidikan.

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 butir 2 KUHAP).

Penyidik

Yang termasuk sebagai penyidik adalah (Pasal 6 KUHAP): 1. Pejabat polisi negara Republik Indonesia;

2. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983, syarat kepangkatan penyidik adalah sebagai berikut:

a. Pejabat polisi RI tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan II Polisi (sekarang AIPDA/Ajun Inspektur Polisi Dua);

b. Pejabat PNS tertentu yang sekurang-kurangnya Pengatur Mda Tk.I Gol.II B atau yang disamakan dengan itu.

Pembuktian

Dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan, kepolisian berupaya untuk mengumpulkan barang bukti dan alat-alat bukti yang berkaitan guna menghukum pelaku sebenarnya.Alat-alat bukt i menurut KUHAP pasal 184 ayat (1) yaitu: a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa

Kemudian, dalam melaksanakan tugasnya pula kepolisian membutuhkan bantuan teknis, antara lain :

a. Identifikasi

b. Laboratorium forensik c. Psikologi

Hal yang paling penting pula dalam upaya pemberantasak kejahatan pemalsuan mata uang rupiah ini pula ialah adanya koordinasi antara para penegak hukum dan juga dengan instansi-instansi terkait lainnya. Koordinasi tersebut yaitu antara:

a. Penegak hukum b. Interpol

c. Instansi perbankan d. BOTASUPAL55

Adapun proses penyelidikan yang dilakukan oleh POLRI atau Kepolisian

Dokumen terkait