• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

A. Hati

makanan (endokrin). Fungsi utama hati adalah sebagai pusat metabolisme. Sel-sel hepar mendapat suplai darah dari vena portae hepatis yang kaya akan makanan, tidak mengandung oksigen, dan kadang-kadang toksik, serta dari arteria hepatica yang mengandung oksigen. Sistem peredaran darah yang tidak biasa ini menyebabkan sel-sel hepar mendapatkan darah yang relatif kurang oksigen, dan menjadi alasan mengapa sel hepar rentan terhadap kerusakan dan penyakit (Wibowo dan Paryana, 2009).

Menurut WHO, sirosis hati menyebabkan timbulnya kematian sebesar 1,8% di Eropa, menjadi penyebab dari kematian 170.000 orang per tahun. Penyakit sirosis hati menjadi permasalahan serius bagi beberapa negara di Eropa Barat, seperti Inggris dan Irlandia. Angka kematian di beberapa negara tersebut karena penyakit ini meningkat selama 10 tahun terakhir (Blachier, Leleu, Peck-Radosavljevic, Valla, dan Thoraval, 2013).

Pengobatan herbal saat ini digunakan oleh sekitar 75-80% masyarakat, terutama di negara-negara berkembang, sebagai penanganan kesehatan yang utama karena efek sampingnya yang lebih rendah bila dibandingkan dengan obat kimia. Literatur terdahulu telah menjelaskan beberapa pengobatan herbal

untuk beberapa penyakit, seperti osteoporosis, diabetes, gangguan imunitas gangguan pada hati, dan lain-lain (Kamboj, 2000).

Masyarakat saat ini mulai khawatir terhadap efek samping dari obat sintetis, sehingga cenderung untuk kembali menggunakan bahan alam. Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap tanaman herbal dan memperoleh beragam golongan herba yang bermanfaat bagi kesehatan, contohnya golongan Asteraceae, Liliaceae, Apocynaceae, Solanaceae, Caesalpinaceae, Rutanacea, Piperaceae, Sapotaceae (Verma dan Singh, 2008).

Tanaman Sonchus arvensis termasuk dalam golongan Asteraceae yang berasal dari Eurasia dan bisa ditemukan pada daerah yang banyak turun hujan pada ketinggian 50-1.650 m dpl (Agoes, 2010). Senyawa flavonol, glikosida flavonoid dan monoasil galaktosilgliserol telah diisolasi dari tempuyung (Xu, Sun, Sun, Qiu, Liu, Jiang, dan Yuan, 2008). Selain itu juga dikatakan bahwa kandungan dari tanaman ini dapat menghambat hepatotoksisitas karbon tetraklorida (CCl4) yang diberikan pada mencit jantan. Salah satu cara penggunaan tempuyung ini adalah merebus daun atau seluruh tumbuhan sebanyak 15-60 g, lalu diminum (Agoes, 2010).

Menurut Kisangau, Lyaruu, Hosea dan Joseph (2007), sebesar 42% masyarakat menggunakan daun pada tanaman herbal, dan sebanyak 52% diantaranya mengolah daun tanaman herbal tersebut dengan metode dekokta sementara 13% lainnya dengan metode infusa.

Pada penelitian ini digunakan dekokta daun Sonchus arvensis L. yang akan diberikan secara jangka panjang dengan dosis tertentu pada tikus jantan

galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida untuk memberikan efek hepatoprotektif, serta untuk mengetahui ada tidaknya kekerabatan antara peningkatan dosis dekokta daun Sonchus arvensis L. terhadap efek hepatoprotektif.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah pemberian dekokta daun Sonchus arvensis L. jangka panjang memiliki pengaruh terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST serum pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida?

b. Apakah terdapat kekerabatan antara peningkatan dekokta daun Sonchus arvensis L. jangka panjang dengan efek hepatoprotektif pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida?

2. Keaslian penelitian

Penelitian tentang efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang dekokta daun Sonchus arvensis L. pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan sebelumnya. Adapun penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan daun Sonchus arvensis L., yaitu:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Dhianawaty, Padmawinata, Soediro dan Soemardji (2012) dengan tujuan untuk mengetahui efek toksik dari dekokta daun Sonchus arvensis dengan dosis berulang selama 90 hari pada tikus betina.

Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa dekokta daun Sonchus arvensis relatif aman untuk diberikan secara oral dengan dosis berulang selama 90 hari.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Nurianti, Hendriani, Sukandar, dan Anggadiredja (2014) dengan tujuan untuk mengevaluasi toksisitas oral akut dan subkronis dari ekstrak etil asetat daun Sonchus arvensis L. Hasilnya adalah tidak didapatkan efek toksik setelah penggunaan dosis tunggal dan dosis berulang dari ekstrak etil asetat daun Sonchus arvensis L. pada hewan uji. Selain itu, hasil penelitian juga menganjurkan penggunaan ekstrak etil asetat daun Sonchus arvensis L. karena aman setelah diadministrasikan dengan dosis tunggal besar dan dosis berulang selama 90 hari.

c. Penelitian lainnya dilakukan oleh Xu, Sun, Sun, Qiu, Liu, Jiang, dan Yuan (2008) dengan tujuan melakukan karakterisasi dari senyawa derivat asam kuinat, asam kuinat dan manolida dengan HRESIMS, IR, UV, 1D NMR dan 2D NMR. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jika dilihat dari struktur senyawa-senyawa tersebut, ketiadaan efek antioksidan dapat terjadi bila gugus difenol pada posisi orto atau para tidak ada.

d. Penelitian lainnya dilakukan oleh Soegihardjo (1984) dengan tujuan mencari tumbuh-tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai obat penyakit hati dari Sonchus oleraceus L. (suku Compositae) dengan menggunakan karbon tetraklorida sebagai hepatotoksin. Hasil menunjukkan bahwa fraksi etil asetat, fraksi n-butanol, dan fraksi air dari ekstrak metanol total dari Sonchus oleraceus L. memiliki efek antihepatotoksik. Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan terhadap profil flavonoid dari Sonchus oleraceus L. dengan

metode kromatografi dan spektroskopi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam fraksi etil asetat terdapat beberapa senyawa flavonoid, yaitu luteolin 7-O-glikodisa, epigenin 7-O-glikosida, 3’,4’,7-tetrahidroksiflavon dan turunannya.

e. Penelitian lainnya dilakukan oleh Kähkönen, Hopia, Vuorela, Rauha, Pihlaja, Kujala dan Heinonen (1999) dengan tujuan meneliti aktivitas antioksidan dari 92 ekstrak fenolik total dari bagian tanaman yang dapat maupun tidak dapat dimakan, dengan menggunakan pengoksidasi metil linoleat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam ekstrak Sonchus arvensis L. yang diekstraksi dengan cara sonikasi selama 5 menit dan sentrifugasi selama 10 menit dan kemudian dilakukan evaporasi, terdapat kandungan total fenolik sebesar 5,6±0,2 mg/g ekstrak kering.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap ilmu penelitian kefarmasian terkait pengaruh pemberian dekokta daun Sonchus arvensis L. jangka panjang terhadap penurunan aktivitas ALT dam AST.

b. Manfaat praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi bagi penderita penyakit hati tentang penggunaan dekokta daun Sonchus arvensis L. untuk menurunkan aktivitas ALT dan AST serum.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian dekokta daun Sonchus arvensis L. jangka panjang terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui adanya pengaruh pemberian jangka panjang dekokta daun Sonchus arvensis L. terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida.

b. Mengetahui adanya kekerabatan antara peningkatan dosis dekokta daun Sonchus arvensis L. terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida.

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Hati

1. Anatomi organ

Gambar 1. (a) Kenampakan anterior organ abdominal dan pelvic; (b) Kenampakan posterior organ abdominal dan pelvic (Schuenke, Schulte, dan Schumacher, 2010).

Hati merupakan kelenjar terbesar pada tubuh manusia yang menurut Faller, Schünke dan Schünke memiliki massa 1500-2000 gram (Faller et al., 2004), atau menurut Arias, Alter, Boyer, Cohen, Fausto, Shafritz, dan Wolkoff memiliki massa sebesar 1300-1700 gram tergantung pada jenis kelamin dan ukuran tubuh (Arias et al., 2009). Hati merupakan organ terbesar pada tubuh, menyumbang sekitar 2 persen berat tubuh total, atau sekitar 1,5 kg pada rata-rata manusia dewasa (Guyton dan Hall, 2008).

Hati berada di bagian atas rongga abdomen yang menempati bagian terbesar regio hipokondriak. Organ ini terletak di bagian teratas dalam rongga

abdomen sebelah kanan di bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi iga-iga yang terlihat jelas pada gambar 1 (a) (Schuenke et al., 2010).

Bagian atas dan anterior organ ini memiliki struktur yang halus terpasang tepat di bawah permukaan diafragma; bagian permukaan inferior tampak tidak beraturan dapat terlihat pada gambar 2 (Gilroy, MacPherson dan Ross, 2009).

Gambar 2. (a) Kenampakan anterior organ hati, (b) Kenampakan inferior organ hati (Gilroy et al., 2009).

(b) (a)

Hati terbungkus dalam kapsul tipis yang tidak eleastis dan sebagian tertutupi oleh lapisan peritoneum. Lipatan peritoneum membentuk ligamen penunjang yang melekatkan hati pada permukaan inferior diafragma. Hati memiliki empat lobus, dua lobus berukuran paling besar dan jelas terlihat, yakni lobus dexter dan lobus yang berukuran lebih kecil, berbentuk baji, adalah lobus sinister. Dua lobus lainnya adalah lobus caudatus dan lobus quadratus yang berada di permukaan posterior (Waugh dan Grant, 2011). Keempat lobus tersebut dapat terlihat jelas pada gambar 2 (b).

Unit fungsional dari hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris dengan panjang beberapa milimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Hati manusia mengandung 50.000 sampai 100.000 lobulus. Lobulus hati pada gambar 4 terbentuk mengelilingi sebuah vena sentralis yang mengalir ke vena hepatica dan kemudian ke vena cava. Masing-masing lempeng hati tebalnya dua sel, dan di antara sel yang berdekatan terdapat canaliculi biliaris kecil yang mengalir ke ductus biliaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan (Guyton dan Hall, 2008).

2. Fisiologi organ

Hati berperan dalam berbagai sistem tubuh makhluk hidup, yakni melakukan metabolisme karbohidrat sehingga menjaga kadar glukosa darah tetap stabil, berperan dalam mengatur kadar asam amino dalam darah agar sesuai dengan keperluan sel untuk sintesis protein dan berperan dalam metabolisme lemak dalam darah, menyintesis protein seperti albumin, faktor penggumpalan darah, serta alfa dan beta globulin yang beredar dalam aliran

darah. Selain itu, hati juga berperan dalam pembentukan bilirubin serta proses fagositosis sel-sel eritrosit yang sudah tua, patogen ataupun senyawa asing lainnya yang bersirkulasi melewati hati. Organ ini pun memiliki peran sebagai organ penyimpanan bagi vitamin A, D, E, dan K dan juga vitamin B12 larut air lainnya serta ion Fe. Fungsi utamanya adalah sebagai agen pendetoksifikasi senyawa berbahaya menjadi kurang berbahaya (Scanlon dan Sanders, 2007).

Berikut adalah struktur mikroskopik dari sel hati (gambar 3).

Gambar 3. Struktur mikroskopik sel hati (Schuenke et al., 2010).

3. Vaskular organ

Terdapat empat pembuluh utama yang menjelajahi seluruh hati, dua yang masuk, yaitu: artery hepatica dan vena portae, dan dua yang keluar, yaitu: vena hepatica dan saluran empedu yang terlihat pada gambar 3. Artery hepatica merupakan pembuluh darah yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima darahnya kepada hati, sehingga kejenuhan oksigen dalam darah yang melalui pembuluh ini adalah 95-100%. Vena portae merupakan pembuluh yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrica superior dan mengantarkan 4/5

darah ke hati, membawa kepada hati zat makanan yang telah diserap oleh mukosa usus halus, sehingga kejenuhan oksigen dalam darah yang melalui pembuluh ini hanya 70%. Vena hepatica merupakan pembuluh darah yang berperan dalam mengembalikan darah dari hati ke vena cava inferior dan dalam vena hepatica tidak terdapat katup. Saluran empedu merupakan hasil dari penyatuan kapiler-kapiler empedu yang mengumpulkan empedu dari sel hati (Irianto, 2012).

Gambar 4. Kenampakan sel lobulus hepatik dan pembuluh utama yang menjelajahi sel hepatik (Pearson dan Wienkers, 2009).

4. Tahapan patologis

Tahapan terjadinya penyakit hati, yaitu liver tidak berfungsi secara normal yang menimbulkan terbentuknya sel-sel hati yang rusak atau fibrosis. Kemudian terjadi pengerasan hati atau sirosis dan selanjutnya dapat menyebabkan kanker hati atau gagal hati. Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya radang hati, yakni virus (penyebab utama pada penyakit hepatitis),

aktivitas yang terlalu tinggi dan olahraga berlebihan tanpa diimbangi dengan istirahat yang cukup, mengonsumsi alkohol berlebihan serta pola makan yang tidak teratur dan tidak seimbang (Irianto, 2012).

Dokumen terkait