• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Gel

Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan (Allen, Popovich, Ansel, 2005). Gel juga dapat didefinisikan sebagai sistem semi-rigid yang pergerakannya dalam medium dispers dibatasi oleh jaringan 3 dimensi dari partikel atau makromolekul terlarut pada fase terdispers. Gel juga dapat digunakan untuk pemberian secara topikal atau melalui rongga tubuh (Hagman, 2006).

Gel terdiri dari dua jenis, yaitu gel satu sistem dan gel dua sistem. Saat massa gel terbuat dari jaringan partikel kecil yang berlainan, maka gel tersebut merupakan gel dengan sistem dua fase, sedangkan gel dengan sistem satu fase terdiri dari makro molekul organik yang tidak terdistribusi seragam pada cairan. (Hagman, 2006).

B. Gelling agent

Beberapa bahan yang tercantum dalam kompendial dapat berfungsi sebagai gelling agent, seperti akasia, asam alginat, bentonite, karbomer, karboksimetilselulosa, gelatin, hidroksipropil selulosa, magnesium alumunium silikat, polifinil alkohol, sodium alginat, tragakan, dan lain sebagainya. (Crowley, 2006)

Idealnya, gelling agent untuk keperluan farmasi dan kosmetik harus inert, aman, dan tidak reaktif dengan komponen formulasi lainnya (Lieberman,1996). Konsentrasi gelling agent biasanya kurang dari 10%, pada kisaran 0,5% sampai 2,0% (Allen et al, 2005).

C. Polimer

Polimer merupakan substansi yang tersusun dari molekul-molekul sejenis atau berbeda jenis yang terkait satu sama lain dalam jumlah tertentu hingga membentuk sifat yang berbeda dengan adanya penambahan satu atau beberapa unit molekul tersebut. Komponen penyusun polimer disebut dengan monomer. Proses perubahan monomer menjadi polimer disebut polimerisasi (Gedde, 2001)

Monomer yang terhubung satu sama lain akan membentuk rantai polimer dengan sifat yang lebih kuat. Ada banyak variasi struktur dasar linier dari polimer, seperti rantai cabang pendek, rantai cabang panjang, dll. Jumlah dan tipe cabang akan berpengaruh besar terhadap pembentukan ke fase padatan, serta pada sifat fisiknya (Peacock, 2006).

Setiap cabang yang terbentuk pada perpanjangan polimer, memungkinkan terjadinya pembentukan cabang, begitu seterusnya. Sifat fisik dari polimer bercabang dan polimer yang linier cukup berbeda. Cabang-cabang dalam polimer akan berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan rantai lain melalui crosslink hingga membentuk jaringan tiga dimensi (Peacock, 2006).

D. Penyembuhan Luka

Luka merupakan bagian kulit yang terbuka, atau potongan cedera lainnya. Luka bisa terjadi akibat terbakar, tergores, teriris, operasi, dll. Penyembuhan luka terdiri dari 4 fase, yaitu fase homeostatis, fase peradangan, fase proliferasi, dan fase maturasi (Kerstein, 1997).

Wound healing atau penyembuhan luka merupakan proses vang

kompleks dan dinamis dengan lingkungan luka yang berubah dengan perubahan status kesehatan individu (Kerstein, 1997).

Karakteristik penutup luka yang baik harus mampu menghapus eksudat dan racun berlebihan, memberikan kelembaban tinggi pada luka, memungkinkan untuk terjadi pertukaran gas, menyediakan isolasi termal, melindungi dari infeksi sekunder, dan bebas dari partikel serta komponen beracun (Turner, 1979).

Berbagai sediaan dapat digunakan sebagai penutup luka, seperti hidrogel,

hydrophilic foams, alginat, hidrokoloid, dll (Turner, 1979). Penyembuhan luka lebih optimal dilakukan pada kondisi lembab, karena dapat mengurangi terjadinya dehidrasi dan kematian sel, meningkatkan angiogenesis, meningkatkan re-epitelisasi, mengurangi nyeri, menghalangi bakteri dan mengurangi resiko infeksi (Coninck et al, 1996).

Penutup luka yang berasal dari alginat dibuat dari natrium alginat dan kalsium alginat. Penggunaan alginat sebagai penutup luka didasarkan pada kemampuan absorbansi yang tinggi terhadap eksudat luka (seperti nanah). Absorbansi yang tinggi ini berasal dari kuatnya formasi gel hidrofilik yang

membatasi sekresi luka dan meminimalkan kontaminasi bakteri (Boateng, Matthews, Stevens, and Eccleston, 2007)

E. Alginat

Alginat merupakan polimer yang berasal dari alam. Alginat biasanya digunakan sebagai agen peningkat viskositas, pengikat, atau basis gel alginat berasal dari spesies ganggang coklat (Phaeophyceae) (Draget et al, 2005)

Penggunaan alginat yang merupakan bahan alami dalam bidang farmasi memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan polimer sintetis, yaitu dapat membentuk sistem hidrogel pada pH dan temperatur yang rendah, tidak toksik, biokompatibel, biodegradabel, lebih murah, dan tersedia dalam jumlah banyak di alam (Ayala et al, 2008).

Natrium alginat dapat membentuk sistem gel dengan konsentrasi diatas 10 %. Preparasinya, paling stabil pada pH 4-10, apabila nilai pH dibawah 3, maka akan terbentuk endapan asam alginat. Natrium alginat untuk sediaan topikal harus diberi preservatif (Draget et al, 2005)

Gambar 1. Struktur monomer β-D asam manuronat dan α-L asam guluronat

(Draget et al, 2005) Polimer alginat disusun oleh monomer α-D asam manuronat dan -L asam guluronat. Alginat akan membentuk gel dengan adanya kation divalen

seperti kalsium. Pembentukan gel disebabkan karena adanya interaksi antara kation divalen dengan anion monovalen pada alginat (Rehm, 2009).

Gambar 2. Bentuk interaksi ion Ca2+ dengan monomer alginat membentuk egg-box

(Draget et al, 2005; Li, Fang, Vreeker, and Appelqvist, 2006) Larutan natrium alginat dapat mengalami depolimerisasi setelah mengalami proses sterilisasi dengan variasi pemanasan. Serbuk alginat yang disterilisasi dengan radiasi sinar dan gas etilendioksida juga mengalami degradasi. Berbagai metode sterilisasi dapat menurunkan viskositas dan kekuatan gel alginat (Leo et al., 1990).

F. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan salah satu usaha pembebasan dari segala bentuk kehidupan mikroorganisme. Proses sterilisasi diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sterilisasi secara fisika, kimia dan mekanis. Sterilisasi secara kimia biasanya menggunakan cairan desinfektan, gas, dan radiasi elektromagnetik, sedangkan sterilisasi mekanis dapat dilakukan dengan penyaringan, baik penyaringan berdasarkan tekanan osmosis maupun pasif. Sterilisasi secara fisika memiliki

kemungkinan membunuh mikroorganisme dengan lebih besar dibandingkan secara kimiawi (Block, 2001).

Metode sterilisasi yang banyak digunakan oleh industri farmasi adalah sterilisasi dengan panas basah dan panas kering, karena lebih efektif untuk sterilisasi akhir dan juga lebih efisien (Block, 2001).

Banyak sediaan steril mengandung polimer untuk meningkatkan viskositas dan stabilitasnya. Sediaan steril akan mengalami sterilisasi akhir. Sediaan steril semi padat maupun cairan dengan viskositas tinggi tidak mungkin disterilisasi secara filtrasi, oleh karena itu dilakukan sterilisasi panas. Sterilisasi dengan panas dapat mempengaruhi reologi dari sediaan berpolimer (semua jenis polimer). Pengaruh pemanasan ini akan menurunkan viskositas dari sediaan tersebut (Bindal, Narsimhan, Hem, and Kulshreshtha, 2003).

Larutan alginat 1% dan gel alginat 3% yang telah melalui proses sterilisasi menggunakan autoklaf, mengalami penurunan viskositas serta kekuatan sistem polimer. Sterilisasi alginat dengan menggunakan radiasi pada dosis 14,4 kGy dan gas etilen oksida (560 mg/L) selama 7 jam pada suhu 57o C juga memberikan hasil yang sama (Leo et al, 1990).

G. Viskositas

Viskositas merupakan ukuran tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Semakin tinggi viskositas, semakin besar tahanannya. Viskositas memainkan peranan yang penting dalam sejumlah sediaan yang berbeda, viskositas merupakan faktor penting dalam menahan obat dalam sediaan suspensi,

meningkatkan kecepatan pelepasan obat pada tempat aplikasi dan mempermudah pemakaian obat di tubuh. Farmasi di bidang compounding secara rutin menggunakan viskositas untuk meningkatkan stabilitas dari berbagai sediaan (Allen, 1999).

Proses aplikasi sediaan dan penerimaan pasien terhadap sediaan farmasi berupa semi solid seperti gel, krim, dan salep bergantung pada sifat alir dari produk tersebut. Pengukuran viskositas menjadi tahap penting yang harus dilakukan untuk mengetahui sifat alir dan deformasi, sehingga produk dapat diaplikasikan dan diterima oleh pasien dengan baik (Herh et al, 1998)

H. Daya Sebar

Daya sebar merupakan kemampuan suatu sediaan untuk menyebar di mana sediaan tersebut diaplikasikan. Daya sebar merupakan aspek yang bertanggung jawab terhadap keefektifan dan penerimaan pasien dalam penggunaan suatu sediaan. Faktor yang mempengaruhi daya sebar yaitu rigiditas sediaan, lama penekanan, temperatur tempat aksi, viskositas sediaan, dll (Garg et al, 2002).

Parallel plate methode merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk menguji daya sebar pada sediaan semi solid. Keuntungan dari metode ini adalah sederhana dan murah. Namun di sisi lain, metode ini kurang presisi dan sensitif. Keterulangan dan reprodusibilitas dari metode ini telah dilakukan (Garg et al, 2002).

Kapasitas penyebaran dari formula suatu gel diukur 48 jam setelah preparasi dengan mengukur diameter penyebaran 1 g gel antara dua pelat kaca berdiameter 20x20 piring cm setelah 1 menit. Berat standar pelat kaca bagian atas adalah pada 125 g (Garg et al, 2002)..

Pengukuran daya sebar menggunakan persamaan sebagai berikut : S = m x L / t

dimana S = daya sebar (cm g/detik), L = jarak tempuh (cm), m = berat kaca bulat bagian atas (g), t = waktu yang dibutuhkan untuk memisahkan kaca bagian atas dan bawah (detik) (Kumar, Verma, 2010).

I. Analisis Statistik

ANAVA (analisis varian) merupakan salah satu uji dalam statistik yang digunakan untuk menguji signifikansi perbedaan antara sampel yang berbeda, serta untuk mengetahui apakah suatu sampel memiliki varian populasi yang sama atau tidak (Santoso, 2010).

ANAVA merupakan salah satu jenis uji parametrik. Syarat dari uji parameterik adalah

1. Skala pengukuran variabel harus berupa variabel numerik

2. Distribusi data yang dianalisis harus normal dapat dilakukan dengan Saphiro

–Wilk)

3. Kesamaan variasi data tidak menjadi syarat mutlak untuk uji kelompok berpasanagan dan untuk 2 kelompok tidak berpasangan, namun kesamaan variasi menjadi syarat yang harus dipenuhi untuk uji lebih dari 2 kelompok

tidak berpasangan. Variasi data bisa dilakukan dengan uji Levene (Santoso, 2010).

Apabila data yang diperoleh tidak memiliki distribusi yang normal, data tidak bisa dianalisis menggunakan ANAVA. Namun terdapat alternatif uji non parametrik yang bisa dilakukan. Alternatif uji ANAVA satu arah adalah Kruskal-Wallis (Santoso, 2010).

J. Landasan Teori

Penanganan luka terbuka dalam kondisi lembab akan mempercepat proses penyembuhan luka. Salah satu bentuk sediaan yang dapat digunakan dalam penanganan luka adalah gel.

Salah satu gelling agent dari alam yang dapat digunakan sebagai sediaan penutup luka adalah alginat. Alginat tersusun atas monomer asam L guluronat dan asam D manuronat. Rantai polimer pada alginat dapat mengalami depolimerisasi dengan adanya pemanasan.

Sifat fisik sediaan gel seperti viskositas dan daya sebar harus optimal. Hal ini terkait dengan penerimaan pasien terhadap sediaan tersebut. Kedua aspek tersebut berpengaruh pula saat pengaplikasian gel.

Sediaan yang digunakan untuk penutup luka harus steril. Oleh karena itu, alginat harus mengalami proses sterilisasi. Proses sterilisasi yang sering digunakan adalah dengan pemanasan basah (autoklaf) dan pemanasan kering (oven).

Sterilisasi pemanasan dengan berbagai variasi suhu dapat menurunkan viskositas dan meningkatkan daya sebar basis gel alginat akibat dari depolimerisasi. Sterilisasi dengan radiasi dan gas juga sudah diupayakan, namun depolimerisasi pada basis gelalginat tetap terjadi.

Rantai polimer pada gel alginat terbentuk oleh ikatan hidrogen antara gugus karboksilat antara monomer yang satu dan yang lainnya. Panas yang tinggi dapat memutus ikatan hidrogen pada polimer alginat, sehingga berdampak pada viskositas dan daya sebar gel tersebut.

K. Hipotesis

Suhu dan lama sterilisasi metode panas basah dan panas kering berpengaruh terhadap viskositas dan daya sebar basis gel alginat.

15

Dokumen terkait