• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.5 Contoh Penelitian Mengenai Laju Koros

2.5.1 Penelitian dengan Metode Weight Loss

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Hasanuddin dengan judul jurnal "ANALISIS LAJU KOROSI MATERIAL PENUKAR MESIN KAPAL DALAM LINGKUNGAN AIR LAUT SINTETIK DAN AIR TAWAR" oleh Johannes Leonard.

Dalam penelitiannya, penulis menggunakan spesimen berupa material

jenis C71500 dengan campuran 70/30 Cu-Ni yang biasa dipakai pada alat penukar

sintetik yang mendekati air laut perairan Indonesia dan dibuat sesuai standar ASTM(3) dan air tawar yang diambil dari PDAM kota Makassar.

Proses pengujian cukup sederhana, yaitu dengan merendam spesimen

selama 10 minggu dengan interval pengambilan data setiap 2 minggu, kedua media korosif diperbarui setiap seminggu sekali dan dilakukan sterilisasi sebelum dilakukan pengujian.

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

sebelum direndam, permukaan spesimen dibersihkan terlebih dahulu dengan kertas ampelas kemudian ditimbang berat awalnya sebelum direndam. Setelah ditimbang, spesimen kemudian direndam ke dalam instalasi pengujian yang berisi media korosif. Kedua media korosif ini disterilkan di otoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Spesimen disterilkan dengan pemijaran di atas lampu spiritus yang sebelumnya direndam dengan alkohol 70%. Setelah 2 minggu spesimen I diangkat kemudian dibersihkan dan dikeringkan, setelah itu ditimbang berat akhirnya dan dilakukan pemeriksaan visual untuk melihat bentuk korosi yang ada. Hal yang sama dillakukan pada spesimen II setelah waktu pengujian 4 minggu dan seterusnya untuk masing-masing media korosif hingga 10 minggu berakhir.

Perhitungan laju korosi menggunakan metode weight-loss dengan

persamaan:

Dimana:

I adalah Kecepatan korosi (mills/year)

Pe adalah Daya efektif (kW)

K adalah Konstanta Korosi = 3,45x106 W adalah Kehilangan Berat (gr)

A adalah Luas permukaan spesimen (cm2)

Dari hasil pengujian diketahui besarnya kehilangan berat dari benda uji sebagaimana terliaht pada tabel 1 dan besarnya laju korosi yang terjadi pada benda uji dapat dilihat pada tabel 2.

Sehingga dapat dibuat grafik laju korosi kedua medium yang berdasarkan kehilangan berat dapat ditunjukkan sebagai berikut:

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

- Kecenderungan secara umum laju korosi pada material penukar panas dengan lingkungan yang terdapat air laut adalah lebih besar dibandingkan dengan laju korosi yang terjadi dalam air tawar. Laju korosi maksimum pada material dengan

disertai pertumbuhan bakteri adalah 0,15593 mils per year. Dalam lingkungan air

tawar mencapai 0,04382 mils per year.

- Pengaruh khlor berperan besar dalam meningkatkan laju korosi serta lapisan film oksida dari material penukar panas.

- Laju korosi material penukar panas kapal ini belum mencapai hasil yang konstan, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk perendaman.

2.5.2 Penelitian dengan Metode Polarisasi

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan,

Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh November dengan judul jurnal "Analisis Pengaruh Salinitas dan Suhu Air Laut Terhadap Laju Korosi Baja A36 pada Pengelasan SMAW" oleh Satria Nova M.K., dan M. Nuruh Hisbah.

Pada penelitian ini bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan

diantaranya: Baja A36 yang dilas menggunakan elektroda AWS A5.1 E6013, larutan NaCl dan seperangkat alat sel tiga elektroda yang digunakan untuk

pengujian korosi. Pengelasan dilakukan dengan mengikuti WPS (Welding

Procedure Specification) yang telah dibuat menggunakan proses pengelasan SMAW. Material uji dipotong pada daerah

las-lasan untuk kemudian diuji dan dihitung sesuai ASTM G-102. Pengujian menggunakan sel tiga elektroda dengan bantuan alat autolab potensiostat dan software NOVA[7]. Variasi salinitas yang digunakan adalah 320/00, 350/00 dan 380/00.

Sedangkan variasi suhu yang digunakan adalah 70C, 170C, 270C. Pembuatan larutan dengan salinitas yang berbeda-beda dilakukan dengan mencampurkan NaCl dalam air. Misalnya, untuk membuat larutan dengan salinitas 350/00 bisa dilakukan

dengan mencampur 35 gram NaCl dalam 1 kg air.

Dari hasil pengujian diperoleh grafik tafel yang akan menunjukkan nilai

laju korosi sesuai ketentuan ASTM G1-90 yang didasarkan pada rumus hukum Faraday sebagai berikut.

Dimana:

Laju korosi adalah satuan mm/year atau mmpy a adalah berat atom logam yang terkorosi (gram/mol)

i atau ikor adalah kerapatan arus (μA/cm2)

k adalah konstanta (0.129 untuk satuan mpy dan 0.00327 untuk satuan mmpy) n adalah jumlah elektron yang dilepas pada logam terkorosi

D adalah massa jenis logam terkorosi (gram/cm3)

Hasil yang didapat dari pengujian sel tiga elektroda adalah grafik tafel. Grafik

inilah yang nantinya digunakan sebagai acuan untuk mengitung laju korosi.

Gambar diatas menunjukkan grafik tafel yang terbentuk setelah dilakukan

NOVA. Dari grafik tersebut didapatkan nilai rapat arus korosi (ikor) yang kemudian dimasukkan ke dalam persamaan 1 untuk mengetahui nilai laju korosinya. Hasil perhitungan disajikan dalam tabel berikut:

Untuk menjelaskan pengaruh kadar salinitas dan suhu air laut terhadap laju

korosi maka dilakukan analisa lebih lanjut dari tabel nilai laju korosi yang telah didapat. Gambar berikut menyajikan grafik laju korosi berdasarkan kadar salinitas air laut.

Dari gambar diatas dapat diketahui jika kadar salinitas laut berpengaruh terhadap laju korosi baja A36. Semakin tinggi salinitasnya, maka semakin tinggi

laju korosinya. Korosi merupakan proses oksidasi sebuah logam dengan udara atau elektrolit lainnya, dimana udara atau elektrolit akan mengami reduksi. Senyawa di alam ini yang termasuk larutan elektrolit adalah air hujan yang bersifat asam atau air laut yang mengandung garam. Garam sendiri merupakan senyawa kimia yang bersifat pengoksida ataupun bersifat pereduksi, sehingga otomatis tingkatan kadar garamnya jika semakin besar akan mempercepat laju korosi. Namun demikian, berdasarkan teori pasivitas, pada kadar garam tertentu yaitu dengan kadar garam yang tinggi laju korosi akan menurun. Pasivitas adalah proses pengurangan daya reaktivitas suatu elemen korosi atau dapat juga disebut sebagai contoh logam terhadap kondisi lingkungan tertentu.Kondisi dimana laju korosi menurun pada kadar garam tertentu dinamakan kondisi pasif sehingga larutan garam selain bisa bersifat sebagai katalisator (pemicu/pemercepat) juga bisa bersifat sebagai inhibitor.

Namun, untuk ukuran perairan di dunia, secara umum dapat disimpulkan

jika semakin besar kadar salinitas air laut semakin besar pula laju korosinya. Hal ini karena kadar salinitas di perairan di dunia, yang umumnya dilalui kapal memiliki kadar garam sekitar 3% - 4%.Jika dikonversikan dalam kondisi sebenarnya, maka perairan yang memiliki kadar salinitas lebih tinggi bisa menyebabkan korosi yang lebih besar pada kapal berbahan dasar baja A36 yang berlayar di sana. Untuk itu, ada baiknya memperhitungkan ketebalan plat lambung yang akan digunakan dengan melihat salinitas air laut di daerah yang nantinya akan menjadi rute pelayaran kapal yang akan dibangun.Dalam penelitian ini dapat diketahui untuk setiap penambahan salinitas sebesar 30/00 maka laju korosi rata- rata bertambah sebesar 0,0415 mmpy.

Peristiwa korosi sendiri merupakan proses elektrokimia, yaitu proses (perubahan/reaksi kimia) yang melibatkan adanya aliran listrik. Logam besi tidaklah murni, melainkan mengandung campuran karbon yang menyebar secara tidak merata dalam logam tersebut. Akibatnya menimbulkan perbedaan potensial listrik antara atom logam dengan atom karbon (C). Atom logam besi (Fe) bertindak sebagai anode dan atom C sebagai katode. Oksigen dari udara yang larut dalam air akan tereduksi, sedangkan air sendiri berfungsi sebagai media tempat berlangsungnya reaksi redoks pada peristiwa korosi. Elektron mengalir dari anoda ke katoda, sehingga terjadilah peristiwa korosi.

Penelitian ini berhasil mengkonfirmasi dan membuktikan pengaruh kadar salinitas dan suhu air laut terhadap laju korosi. Semakin tinggi salinitas maupun suhu, semakin tinggi juga laju korosinya. Korosi tertinggi terjadi pada salinitas 380/00 dengan suhu 270C sebesar 0,5616 mmpy. Untuk setiap penambahan salinitas sebesar 30/00 maka laju korosi rata-rata bertambah sebesar 0,0415 mmpy. Sedangkan untuk penambahan suhu sebesar 100C maka laju korosi rata- rata bertambah sebesar 0,2052 mmpy.

Dokumen terkait