• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian yang dilakukan oleh Widjaja dan Wijaya (2007) dengan judul

“Analisis Penilaian Konsumen terhadaap Ekuitas Merek Coffee Shops di Surabaya”. Hasil penelitian menunjukan bahwa Starbucks merupakan coffee shop yang kesadaran mereknya paling banyak diingat oleh responden, diasosiasikan paling positif dan loyalitas mereknya paling tinggi. Sedangkan Excelco merupakan coffee shop dengan kesan kualitas yang paling tinggi.

9) Penelitian yang dilakukan oleh Marthin dan Semuel (2007) dengan judul

“Analisis Tingkat Brand Loyalty pada Produk Shampoo Merek ‘Head &

Shoulders’”. Hasil penelitian menunjukan bahwa shampoo merek Head &

Shoulders memiliki konsumen paling banyak pada tingkat committed buyer yaitu 91.25 persen sehingga disimpulkan bagus. Prosentase switcher buyer, habitual buyer, satisfied buyer, liking of the brand dan commintted buyer atas shampoo merek Head & Shoulders berturut-turut adakah 18.50, 42.08, 79.67, 86.60, dan 91.25 persen sehingga susunan piramida loyalitas adalah seperti piramida terbaik. Hal ini mengindikasikan bahwa merek Head & Shoulders memiliki brand equity yang kuat.

10) Penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2008) dengan judul “Pengaruh Ekuitas Merek (Brand Equity) Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Sony Ericsson Pada Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumetera Utara” diperoleh hasil dari uji serempak terdapat pengaruh yang signifikan antara ekuitas merek yang terdiri dari ; kesadaran merek, kesan kualitas merek

38

dan asosiasi merek terhadap kepuasan mahasiswa, sedangkan pada uji parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara kesan kualitas merek dan asosiasi merek terhadap kepuasan. Selain itu diketahui juga bahwa variable kesadaran merek tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa.

11) Penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2010) dengan judul “Studi tentang Loyalitas Merek (Kasus pada Shampo Sunsilk di Kota Semarang)” diperoleh hasil bahwa model yang diajukan dapat diterima. Dengan demikian, loyalitas merek Sunsilk dapat dicapai dengan meningkatkan prefensi merek melalui kesadaran merek dan asosiasi merek.

12) Penelitian yang dilakukan oleh Makerti (2010) dengan judul “Analisis Perbandingan Brand Equity Produk Penyedap Rasa Royco Dengan Produk Penyedap Rasa Masako (Studi Kasus Pada Ibu Rumah Tangga di Kota Denpasar” diperoleh hasil bahwa brand equity merek produk penyedap rasa Masako lebih tinggi jika dibandingkan dengan merek penyedap rasa Royco.

Ini berarti konsumen merek produk penyedap rasa Masako lebih merasa puas, lebih merasa rugi bila berganti merek (brand switching), lebih menghargai merek itu dan lebih merasa terikat lepada merek itu dibandingkan dengan konsuemen merek penyedap rasa Royco.

13) Penelitian yang dilakukan oleh Medyana (2010) dengan judul “Analisa Perbandingan Brand Equity Indomie Dengan Mie Sedaap (Studi Kasus Pada

39

Mahasiswa Universitas Andalas)” diperoleh hasil terdapat perbedaan antara brand equity Indomie dengan Mie Sedaap secara signifikan.

14) Penelitian yang dilakukan oleh Roseviyathi (2011) dengan judul “Analisis Perbandingan Brand Equity Produk Mie Instan Merek Indomie dengan Produk Mie Instan Merek Mie Sedaap (Studi Kasus Pada Penduduk di Kota Denpasar)”. Hasil penelitian menunjukan bahwa brand equity merek produk mie instan merek Indomie lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk mie instan merek Mie Sedaap. Ini berarti konsumen produk mie instan merek Indomie lebih merasa puas, lebih merasa rugi bila berganti merek (brand switching), lebih menghargai dan lebih merasa terikat kepada merek Indomie tersebut dibandingkan dengan mie instan merek Mie Sedaap.

15) Penelitian yang dilakukan oleh Intan Eugenia (2011) dengan jududl “The Power Of Top Brand”, diperoleh hasil bahwa logo Top Brand yang terpasang di kemasan memeberikan pengaruh yang besar kepeda konsumen untuk memilih produk tersebut. Sehingga peluang merek suatu perusahaan untuk dipilih konsumen akan semakin besar seiring keyakinan konsumen terhadao merek tersebut.

16) Penelitian yang dilakukan oleh McDonald (2004) dengan judul “Brand Equity: Working Toward A Diciplined Methodology for Measurement”

diperoleh hasil bahwa ada dua cara untuk mengukur brand equity yaitu

40

dengan brand transfer analysis (mengetahui atribut yang diposisikan perusahaan terhadap merek, mengetahui atribut yang paling dipentingkan oleh target pasar dan mengetahui kinerja atribut dibandingkan dengan atribut pesaing pada dimensi tersebut) serta brand premium analysis (mengetahui kemungkinan berbagai alternatif posisi harga produk di pasar).

17) Penelitian yang dilakukan oleh Keller (2005) dengan judul “Measuring Brand Equity” diperoleh hasil bahwa cara yang digunakan untuk mengetahui tingkat ekuitas merek sebuah produk adalah dengan mengukur tingkatan elemen-elemen ekuitas merek dan membuatnya ke dalam laporan ekuitas merek.

Elemen ekuitas merek tersebut yaitu kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas merek (brand perceived quality) dan loyalitas merek (brand loyalty).

18) Penelitian yang dilakukan oleh Smith (2007) dengan judul “An Analysis of Brand Equity Determinants: Gross Profit, Advertising, Research, And Development” diperoleh hasil bahwa laba kotor memiliki korelasi terbesar dengan euitas merek. Ekuitas merek yang lebih tinggi dalam sebuah perusahaan dapat menyebabkan sebuah perusahaan berani menetapkan harga yang lebih tinggi dimana nantinya akan berpengaruh pula kepda laba kotor perusahaan tersebut. Selain itu biaya jangka pendek dalam iklan serta penelitian dan pengembangan yang dikeluarkan untuk membangun sebuah

41

merek dapat memberikan hasil jangka panjang. Dalam mengukur keberhasilan sebuah merek perusahaan harus menggunakan persepsi jangka panjang karena untuk membangun sebuah merek sama halnya dengan investasi.

19) Penelitian yang dilakukan oleh Laboy (2007) dengan judul “The Importance of Measuring Brand Value and Brand Equity”, diperoleh hasil bahwa mengukur dan mengelola ekuitas merek, bagaimanapun, dengan menggunakan model pengukuran disesuaikan, sangat penting untuk mentransfer nilai kepada pemegang saham korporasi.

20) Penelitian yang dilakukan oleh Jaehee dan Young (2008) dengan judul

“Consumer-Based Brand Equity: Comparisons Among Americans and South Koreans in the USA and South Koreans in Korea” diperoleh hasil bahwa diantara elemen-elemen ekuitas merek yang ada, persepsi kualitas merek dan asosiasi merek yang lebih tinggi ada pada siswa Amerika dibandingkan siswa Korea Selatan yang ada di Amerika maupun di Korea Selatan. Bagi siswa Korea Selatan, loyalitas merek adalah elemen ekuitas merek yang terpenting sebab terdapat hubungan positif antara loyalitas merek dengan pembelian ualng pada siswa Korea Selatan.

Dokumen terkait