• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. melalui pembelian produk tersebut konsumen dan terpenuhi kepuasannya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. melalui pembelian produk tersebut konsumen dan terpenuhi kepuasannya."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

16 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Produk (product)

Produk merupakan salah satu unsur dari bauran pemasaran yang dapat memuaskan atau memenuhi kebutuhan dan keinginan dari konsumen. Diharapkan melalui pembelian produk tersebut konsumen dan terpenuhi kepuasannya.

Kotler (2005:69) mendefinisikan produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk-produk yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, pengalaman, acara-acara, orang, tempat, properti, organisasi dan gagasan. Produk merupakan bagian dari pemasaran karena pengertian pemasaran itu sendiri adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2005:10). American Marketing Association dalam Kasali (2000:53) juga mendefinisikan pemasaran sebagai suatu proses perencanaan dan eksekusi, mulai dari tahap konsepsi, penetapan harga, promosi hingga distribusi barang-barang, ide-ide, dan jasa-jasa, untuk melakukan pertukaran yang memuaskan individu dan lembaga-lembaganya. Jadi, produk adalah alat yang digunakan individu atau lembaga agar pertukaran dalam pemasaran dapat dilakukan sehingga keinginan dan kebutuhan pasar dapat dipenuhi. Produk yang ditawarkan kepada kosumen

(2)

17

haruslah memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk bisa berupa manfaat tangible maupun intangible yang dapat memuaskan konsumen.

Kotler (2005:72) mengidentifikasikan enam tingkat hierarki produk, yaitu:

1) Kebutuhan keluarga (family need) yaitu kebutuhan inti yang mendasari keberadaan suatu produk, contoh: keamanan.

2) Kebutuhan produk (product need) yaitu semua kelas produk yang dapat memenuhi suatu kebutuhan inti dengan lumayan efektif, contoh: tabungan dan penghasilan.

3) Kelas produk (product class) yaitu sekelompok produk dalam keluarga produk yang diakui mempunyai ikatan fungsional tertentu, contoh: instrumen keuangan.

4) Lini produk (product line) yaitu sekelompok produk dalam suatu kelas produk yang saling terkait erat karena melaksanakan suatu fungsi yang sama, dijual kepada kelompok pelanggan yang sama, dan dipasarkan melalui saluran yang sama atau masuk ke dalam rentang harga tertentu, contoh: asuransi jiwa.

5) Jenis produk (product type) yaitu satu kelompok produk dalam lini produk yang sama-sama memiliki salah satu dari beberapa kemungkinan bentuk produk tersebut, contoh: asuransi berganda.

6) Unit produk (item) yaitu suatu unit tersendiri dalam suatu merek atau nilai produk yang dapat dibedakan berdasaran ukuran, harga, penampilan atau ciri lain, contoh: asuransi jiwa berjangka Prudential yang dapat diperpanjang.

(3)

18 2.1.2 Pengertian merek (brand)

Merek (brand) suatu produk atau jasa memegang peranan sangat penting.

Berbagai pengertian mengenai merek (brand) telah diungkapkan oleh para peneliti.

Keller (2005) mendefinisikan merek sebagai bagian paling berharga dari properti legal, memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku konsumen, dapat dibeli dan dijual, dan menyediakan pendapatan masa depan yang aman bagi perusahaan.

American Marketing Association dalam Kotler (2005:82) mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing. Merek menjadi tanda pengenal yang sangat penting bagi penjual atau pembuat. Definisi brand serupa diungkapan oleh Janita (2005: 23) yaitu brand adalah ide, kata, desain grafis dan suara/bunyi yang mensimbolisasikan produk, jasa, dan perusahaan yang memproduksi produk dan jasa tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dinyatakan brand adalah identitas tambahan dari suatu produk yang tak hanya membedakannya dari produk pesaing;

namun merupakan janji produsen atau kontrak kepercayaan dari produsen kepada konsumen dengan menjamin konsistensi bahwa sebuah produk akan selalu dapat menyampaikan nilai yang diharapkan konsumen dari sebuah produk.

(4)

19

Merek-merek terbaik memberikan jaminan kualitas dan merek lebih dari sekedar symbol. Sehingga merek dapat memiliki enam pengertian (Kotler, 2002:460) sebagai berikut.

1) Atribut , yaitu merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu.

2) Manfaat, yaitu atribut perlu diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.

3) Nilai, yaitu merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.

4) Budaya, yaitu merek juga mewakili budaya tertentu.

5) Kepribadian, yaitu merek juga mencerminkan kepribadian tertentu.

6) Pemakai, yaitu merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan merek tersebut.

2.1.3 Kebaikan dan Keburukan merek

Kotler (2005:90) merumuskan beberapa keunggulan bagi penjual yang menggunakan merek pada produknya, yaitu:

1) Merek memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah baik masalah yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan, pemesanan produk atau jasa tersebut dan lain sebagainya.

2) Nama merek dan tanda merek penjual memberikan perlindungan hukum atas ciri-ciri produk yang unik.

3) Merek memberikan penjual kesempatan untuk menarik pelanggan yang setia dan menguntungkan. Kesetiaan konsumen memberi penjual atau perusahaan

(5)

20

perlindungan dari persaingan serta pengendalian yang lebih besar dari perencanaan program pemasarannya.

4) Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar.

5) Merek yang kuat membantu meningkatkan citra perusahaan, memudahkan perusahaan meluncurkan merek-merek baru yang mudah diterima para distributor dan pelanggan.

Menurut Swastha (2002:138) alasan-alasan perusahaan untuk tidak menggunakan merek pada barang atau jasa yang dijualnya adalah sebagai berikut.

1) Pertimbangan perusahaan

Adanya ketidakpuasan konsumen terhadap barang atau jasa yang telah dibelinya baik mengenai mutu, harga maupun pelayanan yang diberikan perusahaan. Adanya ketidakpuasan konsumen tersebut akan berakibat tidak menguntungkan bagi perusahaan sebagai pemilik produk dan merek karena konsumen akan menjadi ragu-ragu untuk melakukan pembelian ulang, tidak hanya pembelian untuk barang yang sama tetapi juga pada barang atau jasa lain yang memiliki merek yang sama.

2) Sifat barang

Beberapa macam barang sengaja tidak diberi merek karena sulit dibedakan dengan barang yang dihasilkan dari perusahaan lain seperti: kapas, gandum, buah-buahan, sayur-sayuran dan sebagainya. Jadi, yang termasuk dalam kelompok ini adalah barang-barang yang secara fisik mudah rusak, busuk atau

(6)

21

basi. Apabila barang-barang semacam ini diberi merek maka resiko yang harus ditanggung oleh perusahaan sangat besar karena apabila terjadi kerusakan barang seringkali mengakibatkan rusaknya nama baik merek tersebut.

2.1.4 Ekuitas merek (brand equity)

Ekuitas merek menurut Kotler dan Amstrong (2001:357) adalah nilai dari suatu merek, menurut sejauh mana merek itu mempunyai loyalitas merek yang tinggi, kesadaran nama, kualitas yang diterima, asosiasi merek yang kuat, serta aset lain seperti paten, merek dagang dan hubungan saluran. Keller (2005) mendefinisikan ekuitas merek sebagai nilai yang secara langsung ataupun tidak langsung dimiliki oleh merek. Durianto, dkk (2004:4) mendefinisikan ekuitas merek sebagai seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Brand Equity sangat berkaitan dengan seberapa banyak pelanggan suatu merek merasa puas dan merasa rugi bila berganti merek (brand switching), menghargai merek itu dan menganggapnya sebagai teman, dan merasa terikat kepada merek itu (Kotler, 2002 : 461).

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ekuitas merek (brand equity) adalah kekuatan merek yang menjanjikan nilai yang diharapkan konsumen atas suatu produk

(7)

22

sehingga akhirnya konsumen akan merasa mendapatkan kepuasan yang lebih bila dibanding produk-produk lainnya.

Menurut Kotler (2005:86) ekuitas merek yang tinggi akan memberikan sejumah keunggulan bersaing bagi perusahaan, yaitu:

1) Perusahaan tersebut akan memiliki pengaruh perdagangan yang lebih besar dalam melakukan tawar menawar dengan distributor dan pengecer karena pelanggan mengharapkannya menjual merek tersebut.

2) Perusahaan tersebut dapat menggunakan harga yang lebih tinggi daripada pesaing-pesaingnya karena merek itu memiliki persepsi mutu untuk lebih tinggi.

3) Perusahaan tersebut dapat dengan mudah melakukan perluasan produk karena nama merek tersebut menyandang kredibilitas yang tinggi.

4) Merek tersebut menawarkan kepada perusahaan itu suatu pertahanan terhadap persaingan harga.

Menurut Aaker dalam Simamora (2003:14) ekuitas merek memiliki tiga nilai yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Nilai fungsional

Nilai fungsional adalah nilai yang diperoleh dari atribut produk yang memberikan kegunaan (utility) fungsional kepada konsumen. Nilai ini berkaitan langsung dengan fungsi yang diberikan oleh produk atau layanan kepada konsumen.

(8)

23 2) Nilai Emosional

Merek memberikan nilai emosional apabila konsumen mengalami perasaan positif (positive feeling) pada saat membeli atau menggunakan suatu merek.

Pada intinya, nilai emosional berhubungan dengan perasaan yaitu perasaan positif apa yang dialami konsumen pada saat membeli produk.

3) Nilai Ekspresi diri

Nilai ini berpusat pada ekspresi publik dengan kata lain mencari jawaban atas

“jati diri” seseorang atau tentang “bagaimana saya di mata orang lain maupun diri saya sendiri”.

Brand equity tidak terjadi dengan sendirinya tetapi ditopang oleh elemen-elemen pembentuk brand equity, dimana hal tersebut dapat dikelompokkan menjadi lima kategori (Durianto, dkk; 2004:4) sebagai berikut.

1) Brand awareness atau kesadaran merek merupakan kesanggupan sekumpulan konsumen untuk mengenal atau mengingat kembali tentang keberadaan suatu merek yang merupakan suatu bagian dari kategori produk atau jasa tertentu.

2) Brand Association atau asosiasi merek adalah pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografi, harga, pesaing, selebritis dan lain-lain.

3) Brand Perceived quality atau persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap kinerja kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa yang dibandingkan dengan harapan konsumen dalam mengkonsumsi produk atau jasa tersebut.

(9)

24

4) Brand loyalty atau loyalitas merek merupakan keterikatan atau kesetiaan konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek produk atau jasa tertentu.

5) Other proprietary asset atau aset-aset merek lainnya.

Gambar 2.1 Konsep Ekuitas Merek (Brand Equity)

Sumber: Durianto, dkk (2004:5)

Perceived quality

Brand association

Brand Equity Brand

awareness

Brand

loyalty Brand assets

Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat:

1. Efisiensi dan efektifitas program pemasaran 2. Brand loyalty 3. Harga atau laba 4. Perluasan merek

5. Peningkatan perdagangan 6. Keuntungan kompetitif Memberikan nilai kepada pelanggan dengan

memperkuat:

1. Interpretasi atau proses informasi 2. Rasa percaya diri dalam pembelian 3. Pencapaian kepuasan dari

pelanggan

(10)

25

Unsur-unsur brand equity diluar other proprietary asset dikenal dengan unsur-unsur utama dari brand equity. Elemen brand equity yang kelima (other proprietary asset) akan secara langsung dipengaruhi oleh kualitas dari keempat unsur utama tersebut.

Menurut Kotler dan Amstrong (2001:461) terdapat konsumen yang sadar akan keberadaan suatu produk atau jasa tertentu (brand awareness), dimana kesadaran merek ini diukur berdasarkan ingatan atau pengakuan konsumen terhadap merek tersebut. Di atas itu, ada merek yang memiliki penerimaan (brand acceptability) yang tinggi atas suatu kondisi dimana konsumen tidak menolak untuk membeli merek tersebut. Kemudian ada pula merek yang tingkat preferensi mereknya tinggi, ini merupakan kondisi dimana konsumen memilih suatu merek diatas merek lainnya.

Akhirnya, terdapat merek yang memiliki tingkat kesetiaan merek yang tinggi dari konsumen.

2.1.5 Kesadaran merek (brand awareness)

Menurut Durianto, dkk (2004:54) brand awareness merupakan kesanggupan sekelompok konsumen untuk mengenal atau mengingat kembali tentang keberadaan suatu merek yang berkaitan dengan suatu kategori produk atau jasa tertentu.

Schumann (2004) menyatakan bahwa brand awareness adalah kemungkinan merek- merek yang muncul di benak konsumen ketika mengingat sebuah produk atau jasa.

Romaniuk,dkk (2004) menyatakan bahwa kesadaran merek adalah langkah pertama yang penting dalam membangun sebuah merek serta menggambarkan kesadaran

(11)

26

membangun merek sebagai cara untuk memastikan pelanggan potensial mengetahui kategori di mana merek tersebut bersaing.

Rangkuti (2002:40) menyatakan bahwa terdapat beberapa tingkatan brand awareness dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah sebagai berikut.

1) Unaware of brand merupakan tingkat kesadaran yang paling rendah dari konsumen, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek yang dikaitkan dengan suatu kategori produk atau jasa tertentu.

2) Brand recognition merupakan tingkat minimal kesadaran konsumen dimana dalam mengingat merek tersebut konsumen memerlukan bantuan.

3) Brand recall merupakan tingkat kesadaran konsumen akan suatu merek dimana dalam mengingat merek tersebut konsumen tidak memerlukan bantuan.

4) Top of mind merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di benak konsumen.

Kesadaran merek menciptakan suatu nilai-nilai tertentu, dimana oleh Durianto dkk (2004:7) dibagi menjadi empat nilai, yaitu :

1) Jangkar tempat tautan berbagai asosiasi

Suatu merek yang kesadarannya tinggi dibenak konsumen akan membantu asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi dibenak konsumen. Dengan demikian dapat

(12)

27

disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu merek rendah, maka asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut

2) Familier/rasa suka

Jika kesadaran atas merek sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan merek tersebut, dan lama-kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek tersebut.

3) Substansi/komitmen

Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran atas merek tinggi, kehadiran merek itu akan selalu dapat dirasakan. Sebuah merek dengan kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu diiklankan secara luas, eksistensi yang sudah teruji oleh waktu, jangkauan distribusi yang luas, dan merek tersebut dikelola dengan baik.

4) Mempertimbangkan merek

Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merek- merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek mana yang akan dibeli. Merek dengan top of mind yang tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen.

(13)

28 2.1.6 Asosiasi merek (brand association)

Pengertian brand association menurut Durianto, dkk (2004:69) adalah keseluruhan kesan yang ada di benak konsumen yang berkenaan dengan ingatannya terhadap merek suatu produk atau jasa tertentu. Cheng dan Chen (2001) mendefinisikan asosiasi merek sebagai informasi lain yang terhubung ke merek dalam memori dan mengandung arti merek dalam benak konsumen. Asosiasi merek merupakan dasar untuk kualitas pembentukan citra merek dan ekuitas merek. Bagi pemasar, asosiasi merek berguna dalam banyak hal, terutama untuk pengambilan keputusan dan perluasan merek produknya, sedangkan bagi konsumen bisa dijadikan untuk dasar dalam pemilihan merek yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya (Albari dan Pramudito, 2005). Adapun fungsi brand association menurut Durianto, dkk (2004:69) adalah sebagai berikut.

1) Help process retrive information artinya membantu dalam proses penyusunan informasi.

2) Differentiate, artinya suatu asosiasi dapat memberikan landasan didalam upaya membedakan antara merek yang satu dengan merek yang lainnya.

3) Reason to buy artinya brand association dapat mengangkat atribut produk atau manfat produk bagi konsumen, dimana dalam hal ini memberikan alasan untuk memakai merek tersebut bagi konsumen.

(14)

29

4) Create positive attitude feelings, artinya asosiasi-asosiasi merek dapat menciptakan perasaan yang positif berdasarkan pengalaman pemakaian terdahulu.

5) Basis for extension, artinya asosiasi dapat menjadi landasan dalam melakukan perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian dengan merek dan sebuah merek baru.

Menurut Durianto, dkk (2004:70) asosiasi-asosiasi terhadap suatu merek umumnya dikaitkan dengan hal-hal berikut.

1) Product attributes (atribut produk), dimana dengan mengasosiasikan atribut atau karakteristik produk atau jasa dan jika atribut tersebut bermakna akan menjadi alasan dalam pembelian merek tersebut.

2) Intangible attributes (atribut tak berwujud). Suatu atribut tak berwujud merupakan atribut umum seperti persepsi kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif.

3) Consumers benefits (manfaat pelanggan). Sebagian besar atribut memberikan manfaat bagi pemakainya.

4) Relative price (harga relatif). Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini terwakili dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua tingkat harga.

5) Application (pengguna). Pendekatan ini adalah mengasosiasikan merek dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu.

(15)

30

6) User costumers (pengguna/pelanggan). Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek dengan tipe pengguna atau pelanggan.

7) Celebrity person (responden terkenal/ khalayak). Responden terkenal yang dikaitkan dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat responden terkenal tersebut kepada merek.

8) Life style personality (gaya hidup/kepribadian). Asosiasi merek yang dikaitkan dengan gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pemakai merek dengan kepribadian dan gaya hidup yang hampir sama.

9) Product class (kelas produk). Pendekatan ini dilakukan dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan kelas produknya.

10) Competitors (para pesaing). Pendekatan ini dilakukan dengan mengidentifikasi pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengunggulinya.

11) Country geographic area (Negara/ wilayah geografis). Sebuah negara dapat menjadi simbol sebuah merek asalkan terdapat hubungan yang erat dengan produk, bahan dan kemampuan.

2.1.7 Persepsi kualitas merek (brand perceived quality)

Brand perceived quality menurut Durianto,dkk (2004:96) adalah persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan dari suatu produk atau jasa yang dikaitkan dengan harapan konsumen dalam mengkonsumsikan produk atau jasa tersebut. Menurut Aaker dalam Rangkuti (2002:41), persepsi kualitas adalah persepsi

(16)

31

pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya. Aaker dalam Kimpakorn dan Tocquer (2010) mendefinisikan persepsi kualitas merek sebagai penilaian konsumen terhadap dimensi nilai-nilai merek dan keunggulan keseluruhan merek yang pada akhirnya membuat konsumen untuk memilih atau membeli produk tersebut.

Brand perceived quality dapat mewujudkan lima nilai (Rangkuti, 2002:42), yaitu:

1) Memberikan alasan utama bagi konsumen dalam membeli suatu produk atau jasa. Hal ini akan mempengaruhi merek-merek mana yang dipertimbangkan dan merek mana yang akan dipilih konsumen.

2) Dapat dijadikan sebagai strategi positioning yang akan membedakan suatu merek dengan merek lainnya.

3) Dapat dijadikan sebagai pilihan dalam menetapkan berbagai harga optimum atau harga premium.

4) Dapat menarik minat distributor, pengecer, atau saluran distribusi yang lainnya untuk mendistribusikan merek tersebut.

5) Dapat dieksploitasi dengan cara mengenalkan berbagai perluasan merek yaitu dengan menggunakan suatu merek tertentu untuk masuk dalam kategori produk baru.

(17)

32

Dimensi brand perceived quality mengacu kepada pendapat David A. Garvin menurut Durianto, dkk (2004:98) adalah sebagai berikut.

1) Kinerja: meliputi berbagai karakteristik operasional dari perusahaan. Oleh karena faktor kepentingan setiap konsumen berbeda, maka konsumen memiliki penilaian yang berbeda terhadap atribut-atribut kinerja tersebut.

2) Pelayanan: menggambarkan kemampuan untuk memberikan pelayanan pada produk yang ditawarkan.

3) Ketahanan: menggambarkan umur ekonomis dari produk tersebut.

4) Keandalan: menggambarkan konsistensi dari kinerja produk.

5) Karakteristik produk: menggambarkan feature atau tambahan-tambahan atribut dari produk.

6) Kesesuaian dengan spesifikasi: menggambarkan kualitas produk yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji.

7) Hasil: menggambarkan kualitas yang dirasakan setelah mengkonsumsi produk tersebut.

2.1.8 Loyalitas merek (brand loyalty)

Oliver (2000) menyatakan bahwa brand loyalty adalah pilihan dari konsumen pada merek dari produk atau jasa yang paling disukai. Pengertian brand loyalty menurut Rangkuti (2002:60) adalah ukuran kesetiaan konsumen terhadap suatu merek produk atau jasa tertentu. Hal ini merupakan inti dari brand equity yang menjadi

(18)

33

sentral gagasan pemasaran karena merupakan suatu ukuran keterkaitan sekelompok konsumen terhadap suatu brand equity. Loyalitas merek yang kuat adalah ketika seorang konsumen memiliki sikap yang relative tinggi terhadap suatu merek melalui perilaku pembelian ulang (Foong Yee dan Sidek, 2008).

Terdapat lima tingkatan brand loyalty dari yang terendah sampai yang tertinggi (Rangkuti; 2002:61), yaitu:

1) Switcher buyer. Pada tingkat loyalitas yang paling dasar ini konsumen sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek apapun yang ditawarkan.

Merek memainkan peranan yang kecil dalam keputusan pembelian karena konsumen lebih memperhatikan harga sehingga konsumen lebih sering berpindah-pindah merek dalam mengkonsumsi suatu kategori produk atau jasa.

2) Habitual buyer. Pada tingkatan ini tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong perubahan dalam mengkonsumsi suatu merek, terutama apabila pergantian ke merek lainnya memerlukan suatu biaya tambahan.

3) Satisfied buyer. Pada tingkatan ini terdapat konsumen yang puas namun menanggung biaya peralihan baik itu waktu, uang atau resiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek yang lainnya.

(19)

34

4) Likes the brand. Konsumen memiliki perasaan emosional dalam menyukasi suatu merek. Rasa suka ini didasari oleh asosiasi seperti simbol, pengalaman dalam menggunakan atau kesan kualitas yang tinggi.

5) Commited buyer. Terdapat konsumen yang memang setia terhadap suatu merek. Konsumen merasa bangga dalam memakainya karena dapat menunjukkn identitas dirinya.

2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Guna membantu penelitian ini, peneliti mengkaji beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan ekuitas merek, sebagai berikut.

1) Penelitian yang dilakukan oleh Darwing danWijoyo (2004) dengan judul

“Analisis Komparasi Ekuitas Merek Ades dan Merek Aqua di Kalangan Mahasiswa di Surabaya”, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan ekuitas merek Ades dengan Aqua bagi mahasiswa di Surabaya. Secara keseluruhan air minum dalam kemasan merek Aqua mempunyai ekuitas merek yang lebih kuat daripada air minum dalam kemasan merek Ades.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Albari dan Pramudito (2005) dengan judul

“Analisis Asosiasi Merek Handphone Nokia, Siemens dan Sony Ericsson di Kotamadya Yogyakarta”. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa kelompok konsumen pria cenderung menyatakan bahwa Nokia dan Sony Ericsson sebagai handphone yang mudah digunakan untuk komunikasi,

(20)

35

sedangkan konsumen wanita lebih cenderung menilai Siemens sebagai handphone yang ringan dibawa. Dari sudut pandang pelajar dan mahasiswa Sony Ericsson juga dianggap sebagai produk berkualitas dan mempunyai bentuk yang fashionable.

3) Penelitian yang dilakukan oleh Daulay (2006) dengan judul “Analisis Perbandingan Elemen-Elemen Ekuitas Merek Pada Supermarket Macan dan Maju Bersama di Kota Medan Sebagai Salah Satu Strategi Dalam Menentukan Keputusan Pemasaran”. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa ekuitas merek supermarket Macan lebih kuat dari Maju Bersama.

Selain itu diperoleh strategi pemasaran yang sebaiknya dilakukan oleh kedua supermarket yaitu meningkatkan promosi terutama dengan menggunakan asosiasi barang berkualitas (kemasan dan masa pakai produk) pada Supermarket Macan dan asosiasi bersih dan luas serta memberikan kenyamanan dan keamanan (penggunaan AC, pencahayaan, tangga jalan/lift, keamanan/alarm) yang lebih baik pada Supermarket Maju Bersama.

4) Penelitian yang dilakukan oleh Robertus (2007) dengan judul “Analisis Perbandingan Brand Equity Indomie dengan Mie Sedaap (Studi Kasus Pada Mahasiswa Universitas Negeri Semarang)”, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan brand equity Indomie dengan Mie Sedaap bagi mahasiswa Universitas Negeri Semarang. Dimana secara keseluruhan ekuitas merek Indomie lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekuitas merek Mie Sedaap.

(21)

36

5) Penelitian yang dilakukan oleh Kartono (2007) dengan judul “Analisis Elemen-Elemen Ekuitas Merek Produk Minyak Pelumas Motor Merek Enduro 4T (Studi Kasus Pada Mahasiswa Universitas Negeri Semarang)” .Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekuitas merek pelumas Enduro 4T masih lemah. Hal ini karena elemen-ekemen ekuitas nerek yang terdiri dari brand awareness, brand association, perceived quality dan brand loyalty masih rendah.

6) Penelitian yang dilakukan oleh Santoso dan Resdianto (2007) dengan judul

“Brand Sebagai Kekuatan Perusahaan Dalam Persaingan Global” diperoleh hasil bahwa cara untuk tetap bertahan dalam persaingan global ini adalah merek, dalam jurnal ini yang dijelaskan mengenai positiong-differentiate- brand theiry, brand communication, brand equity, dan strategi brand management.

7) Penelitian yang dilakukan oleh Mike dan Kususmawati (2007) dengan judul

“Analisa Pengaruh Brand Equity Terhadap Loyalitas Konsumen Breadtalk Pakuwon Trade Center Surabaya Ditinjau Dari Product, Image, dan Visual”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa image memiliki pengaruh yang paling besar disbanding product dan visual. Tingkat loyalitas yang terbentuk adalah pada level 4 yaitu advantage yang berarti bahwa tingkatan loyalitas cukup kuat.

(22)

37

8) Penelitian yang dilakukan oleh Widjaja dan Wijaya (2007) dengan judul

“Analisis Penilaian Konsumen terhadaap Ekuitas Merek Coffee Shops di Surabaya”. Hasil penelitian menunjukan bahwa Starbucks merupakan coffee shop yang kesadaran mereknya paling banyak diingat oleh responden, diasosiasikan paling positif dan loyalitas mereknya paling tinggi. Sedangkan Excelco merupakan coffee shop dengan kesan kualitas yang paling tinggi.

9) Penelitian yang dilakukan oleh Marthin dan Semuel (2007) dengan judul

“Analisis Tingkat Brand Loyalty pada Produk Shampoo Merek ‘Head &

Shoulders’”. Hasil penelitian menunjukan bahwa shampoo merek Head &

Shoulders memiliki konsumen paling banyak pada tingkat committed buyer yaitu 91.25 persen sehingga disimpulkan bagus. Prosentase switcher buyer, habitual buyer, satisfied buyer, liking of the brand dan commintted buyer atas shampoo merek Head & Shoulders berturut-turut adakah 18.50, 42.08, 79.67, 86.60, dan 91.25 persen sehingga susunan piramida loyalitas adalah seperti piramida terbaik. Hal ini mengindikasikan bahwa merek Head & Shoulders memiliki brand equity yang kuat.

10) Penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2008) dengan judul “Pengaruh Ekuitas Merek (Brand Equity) Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Sony Ericsson Pada Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumetera Utara” diperoleh hasil dari uji serempak terdapat pengaruh yang signifikan antara ekuitas merek yang terdiri dari ; kesadaran merek, kesan kualitas merek

(23)

38

dan asosiasi merek terhadap kepuasan mahasiswa, sedangkan pada uji parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara kesan kualitas merek dan asosiasi merek terhadap kepuasan. Selain itu diketahui juga bahwa variable kesadaran merek tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa.

11) Penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2010) dengan judul “Studi tentang Loyalitas Merek (Kasus pada Shampo Sunsilk di Kota Semarang)” diperoleh hasil bahwa model yang diajukan dapat diterima. Dengan demikian, loyalitas merek Sunsilk dapat dicapai dengan meningkatkan prefensi merek melalui kesadaran merek dan asosiasi merek.

12) Penelitian yang dilakukan oleh Makerti (2010) dengan judul “Analisis Perbandingan Brand Equity Produk Penyedap Rasa Royco Dengan Produk Penyedap Rasa Masako (Studi Kasus Pada Ibu Rumah Tangga di Kota Denpasar” diperoleh hasil bahwa brand equity merek produk penyedap rasa Masako lebih tinggi jika dibandingkan dengan merek penyedap rasa Royco.

Ini berarti konsumen merek produk penyedap rasa Masako lebih merasa puas, lebih merasa rugi bila berganti merek (brand switching), lebih menghargai merek itu dan lebih merasa terikat lepada merek itu dibandingkan dengan konsuemen merek penyedap rasa Royco.

13) Penelitian yang dilakukan oleh Medyana (2010) dengan judul “Analisa Perbandingan Brand Equity Indomie Dengan Mie Sedaap (Studi Kasus Pada

(24)

39

Mahasiswa Universitas Andalas)” diperoleh hasil terdapat perbedaan antara brand equity Indomie dengan Mie Sedaap secara signifikan.

14) Penelitian yang dilakukan oleh Roseviyathi (2011) dengan judul “Analisis Perbandingan Brand Equity Produk Mie Instan Merek Indomie dengan Produk Mie Instan Merek Mie Sedaap (Studi Kasus Pada Penduduk di Kota Denpasar)”. Hasil penelitian menunjukan bahwa brand equity merek produk mie instan merek Indomie lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk mie instan merek Mie Sedaap. Ini berarti konsumen produk mie instan merek Indomie lebih merasa puas, lebih merasa rugi bila berganti merek (brand switching), lebih menghargai dan lebih merasa terikat kepada merek Indomie tersebut dibandingkan dengan mie instan merek Mie Sedaap.

15) Penelitian yang dilakukan oleh Intan Eugenia (2011) dengan jududl “The Power Of Top Brand”, diperoleh hasil bahwa logo Top Brand yang terpasang di kemasan memeberikan pengaruh yang besar kepeda konsumen untuk memilih produk tersebut. Sehingga peluang merek suatu perusahaan untuk dipilih konsumen akan semakin besar seiring keyakinan konsumen terhadao merek tersebut.

16) Penelitian yang dilakukan oleh McDonald (2004) dengan judul “Brand Equity: Working Toward A Diciplined Methodology for Measurement”

diperoleh hasil bahwa ada dua cara untuk mengukur brand equity yaitu

(25)

40

dengan brand transfer analysis (mengetahui atribut yang diposisikan perusahaan terhadap merek, mengetahui atribut yang paling dipentingkan oleh target pasar dan mengetahui kinerja atribut dibandingkan dengan atribut pesaing pada dimensi tersebut) serta brand premium analysis (mengetahui kemungkinan berbagai alternatif posisi harga produk di pasar).

17) Penelitian yang dilakukan oleh Keller (2005) dengan judul “Measuring Brand Equity” diperoleh hasil bahwa cara yang digunakan untuk mengetahui tingkat ekuitas merek sebuah produk adalah dengan mengukur tingkatan elemen- elemen ekuitas merek dan membuatnya ke dalam laporan ekuitas merek.

Elemen ekuitas merek tersebut yaitu kesadaran merek (brand awareness), asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas merek (brand perceived quality) dan loyalitas merek (brand loyalty).

18) Penelitian yang dilakukan oleh Smith (2007) dengan judul “An Analysis of Brand Equity Determinants: Gross Profit, Advertising, Research, And Development” diperoleh hasil bahwa laba kotor memiliki korelasi terbesar dengan euitas merek. Ekuitas merek yang lebih tinggi dalam sebuah perusahaan dapat menyebabkan sebuah perusahaan berani menetapkan harga yang lebih tinggi dimana nantinya akan berpengaruh pula kepda laba kotor perusahaan tersebut. Selain itu biaya jangka pendek dalam iklan serta penelitian dan pengembangan yang dikeluarkan untuk membangun sebuah

(26)

41

merek dapat memberikan hasil jangka panjang. Dalam mengukur keberhasilan sebuah merek perusahaan harus menggunakan persepsi jangka panjang karena untuk membangun sebuah merek sama halnya dengan investasi.

19) Penelitian yang dilakukan oleh Laboy (2007) dengan judul “The Importance of Measuring Brand Value and Brand Equity”, diperoleh hasil bahwa mengukur dan mengelola ekuitas merek, bagaimanapun, dengan menggunakan model pengukuran disesuaikan, sangat penting untuk mentransfer nilai kepada pemegang saham korporasi.

20) Penelitian yang dilakukan oleh Jaehee dan Young (2008) dengan judul

“Consumer-Based Brand Equity: Comparisons Among Americans and South Koreans in the USA and South Koreans in Korea” diperoleh hasil bahwa diantara elemen-elemen ekuitas merek yang ada, persepsi kualitas merek dan asosiasi merek yang lebih tinggi ada pada siswa Amerika dibandingkan siswa Korea Selatan yang ada di Amerika maupun di Korea Selatan. Bagi siswa Korea Selatan, loyalitas merek adalah elemen ekuitas merek yang terpenting sebab terdapat hubungan positif antara loyalitas merek dengan pembelian ualng pada siswa Korea Selatan.

21) Penelitian yang dilakukan oleh Gupta dan Verma (2008) dengan judul

“Comparative Brand Equity of Hutch and Airtel Cell Phone (Delhi”),

(27)

42

diperoleh hasil bahwa secara keseluruhan ekuitas merek Airtel Cellphone lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekuitas Hutch Cellphone.

22) Penelitian yang dilakukan oleh Kartono dan Rao (2008) dengan judul “Brand Equity Measurement: A Comparative Review and Normative Guid”, diperoleh hasil bahwa kriteria klasifikasi untuk berbagai macam ukuran ekuitas merek yang telah dikembangkan dalam literatur meliputi: perspektif pelaku pasar yang terlibat, orientasi teoritis balik pendekatan pengukuran, indikasi apakah tindakan itu menangkap sumber atau hasil dari ekuitas merek, jenis dan ukuran data yang digunakan, dan metodologi digunakan untuk memperoleh mengukur.

23) Penelitian yang dilakukan oleh Tuominen (2009) dengan judul “Managing Brand Equity”, diperoleh hasil bahwa dimensi aset utama dari ekuitas merek dapat dikelompokkan menjadi loyalitas merek, kesadaran merek, persepsi kualitas dan asosiasi merek. Ada tiga cara alternatif untuk meningkatkan ekuitas merek: pertama bangun ekuitas merek, kedua pinjam ekuitas merek, atau ketiga membeli ekuitas merek. Ekuitas merek dapat menciptakan keuntungan dan manfaat bagi perusahaan, perdagangan atau konsumen.

24) Penelitian yang dilakukan oleh Quarles (2009) dengan judul “A Conceptual and Measurement Model for Brand Equity Research”, diperoleh hasil bahwa

(28)

43

merek dengan ekuitas merek yang kuat dapat mempertahankan pangsa pasar, menarik investor serta menangkis datangnya pesaing baru.

25) Penelitian yang dilakukan oleh Fayrene dan Lee (2011) dengan judul

“Customer-Based Brand Equity: A Literature Review, diperoleh hasil untuk meninjau dimensi ekuitas merek berbasis konsumen dengan menggambarkam untaian dari berbagai literatur dan studi empiris yang dilakukan dalam bidang ekuitas merek berbasis konsumen. Sebuah kerangka konseptual untuk mengukur ekuitas merek berbasis konsumen dikembangkan untuk memberikan konseptualisasi lebih integratif dari ekuitas merek.

2.3 Rumusan Hipotesis

Berdasarkan kajian teori, hasil penelitian sebelumnya dan rumusan masalah dari penelitian, maka hipotesis yang dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Terdapat perbedaan kesadaran merek (brand awareness) antara produk shampo merek Sunsilk dengan produk shampo merek Pantene.

2) Terdapat perbedaan asosiasi merek (brand association) antara produk shampo merek Sunsilk dengan produk shampo merek Pantene.

3) Terdapat perbedaan persepsi kualitas merek (brand perceived quality) antara produk shampo merek Sunsilk dengan produk shampo merek Pantene.

(29)

44

4) Terdapat perbedaan loyalitas merek (brand loyalty) antara produk shampo merek Sunsilk dengan produk shampo merek Pantene.

5) Terdapat perbedaan ekuitas merek (brand equity) antara produk shampo merek Sunsilk dengan produk shampo merek Pantene

Gambar

Gambar 2.1 Konsep Ekuitas Merek (Brand Equity)

Referensi

Dokumen terkait

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang

Banyaknya angkatan kerja di pengaruhi beberapa aspek diantaranya jumlah perusahaan industri, nilai produksi, upah minimum provinsi, dan laju pertumbuhan ekonomi,

Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan motivasi melaksanakan diet pada pasien diabetes mellitus rawat jalan di RSUD Dr.. Bagi RSUD

ananas merupakan 3 kelompok bakteri patogen tumbuhan yang berasal dari genus Erwinia dengan kisaran inang yang luas, mencakup tanaman pangan, sayuran, buah dan tanaman hias,

Terdapat perbedaan signifikan nilai pretest dan posttest sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan, berdasarkan hasil t hitung lebih besar dari pada harga t tabel

The method of this study is library research. The primary source is the novel entitled My Name is Red. The secondary sources are taken from books and articles which

Given the specific postcolonial conditions, the female characters in both novels come across as autonomous and having their individual voices that cannot be reduced into one

Artinya, proses akan dimulai dengan peleburan aluminium menjadi cair, pengukuran temperatur tuang, penuangan campuran foaming agent, pengadukan, foaming, lalu pelepasan