• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.5 Metode Penelitian

1.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan (field work) adalah menjadi focus utama kegiatan penulis dalam rangka penelitian saman di Blangkejeren Nanggroe Aceh Darussalam ini. Hal ini dilakukan mengacu kepada disiplin etnomusikologi dan antropologi yang sangat mementingkan penelitian lapangan. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan Bandem dalam konteks kegiatan ilmuwan etnomusikologi di dunia ini. Menurut I Made Bandem, etnomusikologi merupakan sebuah bidang keilmuan yang topiknya menantang dan menyenangkan untuk diwacanakan. Sebagai disiplin ilmu musik yang unik, etnomusikologi mempelajari musik dari sudut pandang sosial dan budaya. Sebagai disiplin yang amat populer saat ini, etnomusikologi merupakan ilmu pengetahuan yang relatif muda umurnya. Kendati umurnya baru sekitar satu abad, namun dalam uraian tentang musik eksotik sudah dijumpai jauh sebelumnya. Uraian-raian tersebut ditulis oleh para penjelajah dunia, utusan-utusan agama, orang-orang yang suka berziarah dan para ahli filologi. Pengenalan musik Asia di Dunia Barat, pada awal-awalnya dilakukan oleh Marco Polo, pengenalan musik China oleh Jean-Babtise Halde tahun 1735 dan Josep Amiot tahun 1779. Kemudian musik Arab oleh Guillaume-Andre Villoeau hun 1809. Periode ini dipandang sebagai awal perkembangan etnomusikologi. Masa ini pula diterbitkan Ensiklopedi Musik oleh Jean-Jaques Rousseau, tepatnya tahun 1768, yang memberi semangat tumbuhnya etnomusikologi (Bandem, 2001:1-2)

Kerja lapangan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Observasi adalah pengamatan dengan cara sebagai pengamat yang terlibat dalam kegiatan seni secara langsung. Kemudian wawancara adalah dilakukan

kepada terutama informan kunci untuk mengetahui makna-makna tari saman dalam konteks kebudayaan Gayo.

1.5.2.1 Observasi

Observasi di gunakan untuk memgetahui secara langsung bentuk penyajian tari

saman. Tari saman merupakan suatu kegiatan yang dilihat langsung dalam aspek penyajian yaitu gerak, pola lantai, bentuk syair, busana dan tata rias penari saman.

Dalam observasi ini penulis mempersaksikan pertunjukan saman di beberapa peristiwa budaya, terutama saman jalu (bertanding) dan saman biasa. Pentingnya melakukan observasi ini adalah untuk melihat langsung pertunjukan dan kemudian melakukan wawancara. Selepas itu penulis akan menganalisisnya dan melakukan penafsiran-penafsiran cultural berdasarkan ilmu dan pengalaman yang penulis peroleh selama ini.

1.5.2.2 Wawancara

Wawancara merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data atau memperoleh informasi secara langsung bertatap muka dengan informan, sehingga mendapatkan gambaran lengkap tentang objek yang sedang diteliti. Wawancara dilakukan dengan penari, pelatih, dan tokoh tari di Medan maupun di Daerah Aceh Nanggroe Darussalam. Wawancara dilakukan sesuai dengan format yang telah penulis siapkan dengan tujuan data-data yang di inginkan akan di uraikan, sehingga mendukung hasil penelitian. Hal-hal yang akan diwawancarai berkaitan dengan empat pokok masalah, yaitu (1) makna tari saman pada suatu pertunjukan, yang mencakup makna gerak, pola lantai, bentuk syair, busana, dan tata rias tari saman di Nanggroe Aceh Darusalam; (2)

makna teks atau lirik saman yang dinyanyikan oleh syekh maupun penari; (3) fungsi sosial dan budaya saman dalam kebudayaan masyarakatnya; dan (4) struktur musik

saman.

1.5.2.3 Kerja Laboratorium

Setelah pengumpulan data di laksanakan, data penelitian ini diolah dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu, dengan mendeskripsikan makna, gerak, pola lantai, bentuk syair, busana, dan tata rias tari saman. Selanjutnya menganalisis makna syair atau teks yang disajikan oleh syeikh dan penari saman. Analisis teks ini mencakup makna denotatif, konotatif, diksi, gaya bahasa, dan sejenisnya.

Seterusnya berdasarkan fakta sosial, penulis akan menganalisis guna dan fungsi seni saman dalam kebudayaan masyarakat Gayo di Blangkejeren Nenggroe Aceh Darussalam. Seterusnya, sesuai dengan bidang keilmua penulis yaitu pengkajian seni, maka tidak lupa penulis akan mengkaji struktur musik yang digunakan untuk mengiringi tari saman ini. Kemudian tentu saja penulis harus melakukan deskripsi atau uraian hubungan antara tari dan musik saman.

Sebelum menganalisis tari saman terlebih dahulu penulis mendeskripsikannya, dengan menggunakan gambar dalam bentuk foto dan dijelaskan dengan kalimat demi kalimat. Ini dilakukan untuk mempermudah para pembaca mengerti gambaran visual yang terjadi. Demikian pula untuk mengkaji struktur musik, penulis terlebih dahulu mentranskripsikannya dalam bentuk visual, yang merupakan pemindahan dimensi dengar ke dimensi penglihatan. Adapun transkripsi dilakukan dengan pendekatan transkripsi preskriptif, yaitu menuliskan nada-nada utama, tidak serinci mungkin. Hal

ini dilakukan berdasarkan penelitian bahwa kebudayaan musik Aceh umumnya mengutakan sajian teks atau syair, dengan demikian termasuk budaya musik yang logogenik.43

1.6 Lokasi Penelitian

Dalam tulisan ini akan di bahas hasil penelitian tentang tari saman yang di laksanakan di daerah Blang kejeren, Penetilian ini di laksanakan di Desa Blang Bengkik, kecamatan Sending Jaya Dengan daftar observasi terlampir serta di lengkapi dengan foto-foto mengenai gerak tari saman, hasil penelitian tersebut dapat di paparkan sebagai berikut.

Tari saman adalah salah satu bentuk tarian tradisional. Tari saman berasal dari daerah suku Gayo yang berdiam di Aceh Tengah, Suku Alas di Aceh Tenggara (Blang Kejeren). Kemudian berkembang di Kabupaten Gayo Lues. Penduduk Kabupaten Gayo Lues pada umumnya terdiri dari suku Gayo. Semua penduduknya beragama Islam. Letak daerahnya di sekitar pegunungan Blang Kejeren. Masyarakat di desa ini pada umumnya bermata pencahariannya adalah sebagai petani, pedagang, dan sebagai pegawai negri.

43

Yang dimaksud logogenik adalah satu kebudayaan musik etnik atau musik dunia, yang ciri

khas utamanya adalah menggunakan dan menumpukan teks yang dikomunikasikan secara verbal. Biasanya menggunakan salah satu atau perpaduan unsur-unsur ritme, melodi, atau harmoni. Dalam kebudayaan musik logogenik ini, unsur sasera dan folklor mendapat peranan penting. Namun agak berbeda dengan bahasa sehari-hari, teks disajikan melalui lagu bukan bahasa sehari-hari. Dengan demikian nyanyian jenis ini selalu menggunakan bahasa yang digayakan dan mengandung unsur-unsur perlambangan. Adakalanya bersifat rahasia seperti yang terdapat pada mantera. Seterusnya, jika sebuah kebudayaan musik mengutamakan aspek melodi atau ritme saja, bukan menekankan kepada teks, maka

musik seperti ini dapat dikategorikan sebagai budaya musik melogenik. Musik seperti ini, lebih

menumpukan pertunjukan kepada aspek komunikasi bukan lisan terutama menggunakan dimensi waktu dan ruang. Untuk mengkaji makna yang diungkapkan melalui ritme, melodi atau bunyi-bunyia lainnya, diperlukan pemahaman dan penafsiran dengan cara menyelidikinya, terutama apa yang ingin dikomunikasikan pencipta musik atau senimannya, yang bisa ditelusuri melalui pikiran mereka

Penelitian ini penulis lakukan di desa Blang Bengkik di Kecamatan Sending Jaya, Kabupaten Gayo Lues, Komunikasi antara penduduk di sini penulis perhatikan menggunakan bahasa Gayo dan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan bahasa komunikasi antar etnis mereka. Masyarakat Blang Bengkik tidak mudah menerima adat-adat baru dari pendatang luar, karena pada umumnya mereka masih berpijak kepada adat tradisional daerah mereka. Saat ini upacara-upacara tradisional masih kuat melekat di kalangan mereka dalam acara adat seperti adat perkawinan, sunat Rosul, dan memperingati hari-hari besar.

Masyarakat Blang Bengkik tidak hanya menampilkan tari saman, namun berbagai bentuk kesenian lain seperti tari rateeb meuseukat, tari rapa’i saman, tari laweut, tari

raneup lampuan, tari likok puloh, tari pho, dan tari lainnya. Tari saman di desa ini merupakan kesenian tradisional yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Blang Bengkik. Tari ini berpatokan kepada tradisi, karena pada umumnya masyarakat Blang Bengkik menampilkan tari saman pada acara tertentu, seperti memperingati hari-hari besar seperti, pada perkawinan, sunat rosul, dan acara hiburan lainnya.

Sumber data dalam penelitian ini adalah: (1) para penari dan pemusik tari

saman di Blangkejeren, Takengon, Banda Aceh, dan Medan; (2) pelatih tari saman di Blangkejeren, Takengon, Banda Aceh, dan Medan; (3) tokoh-tokoh tari saman di Blangkejren, Takengon , Banda Aceh, dan Medan; dan (4) para narasumber di Blangkejeren, Takengon, Banda Aceh, dan Medan. Dengan kerja yang sedemikian rupa ini maka diharapkan tesis ini akan mengikuti standar penelitian yang berlaku di Program Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.