BAB III. METODE PENELITIAN
E. Tata Cara Penelitian
Daun S. trifasciata dideterminasi dengan mencocokkan ciri-ciri tanaman
dengan tanaman S. trifasciata menggunakan pustaka acuan Backer dan Brink
(1968).
2. Pengumpulan bahan daun S. trifasciata
Daun S. trifasciata diperoleh dari kebun obat Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Daun yang akan digunakan diambil pada
pagi hari. Kriteria daun yang diambil adalah memiliki panjang daun 70 – 90 cm, lebar daun 3 – 4 cm, dan warna daun hijau tua dengan tepi corak berwarna kuning. Daun S. trifasciata dicuci dengan air mengalir dan dipotong kecil-kecil ukuran 1 x
1 cm. lalu dibuat tiga perlakuan.
3. Pembuatan ekstrak etanol daun S. trifasciata dengan metode maserasi
Sebanyak 100 gram bahan daun segar yang telah dipotong kecil-kecil,
lalu dihaluskan dengan blender. Bahan selanjutnya dimasukkan dalam Erlenmeyer
dan ditambahkan pelarut etanol 96% sampai bahan terendam semua. Erlenmeyer
selama 24 jam. Selanjutnya bahan disaring dengan menggunakan corong Buchner,
lalu dipekatkan dengan rotary evaporator, disimpan dalam lemari pendingin.
4. Pembuatan fraksi etil asetat daun S. trifasciata dengan metode fraksinasi
Sebanyak 100 gram bahan daun segar yang telah dipotong kecil-kecil,
lalu dihaluskan dengan blender. Bahan selanjutnya dimasukkan dalam erlenmeyer
dan ditambahkan pelarut etanol 96% sampai bahan terendam semua. Erlenmeyer
ditutup rapat dengan alumunium foil, lalu digojog dengan menggunakan shaker
selama 24 jam. Selanjutnya bahan disaring dengan menggunakan corong Buchner,
lalu dipekatkan dengan suhu 40°C. Bahan yang telah dipekatkan, ditambah
dengan aquadest sampai seluruh ekstrak larut sempurna, lalu dimasukkan ke
dalam corong pisah. Ditambahkan pelarut etil asetat dengan jumlah yang
sebanding dengan jumlah air yang ditambahkan ke dalam ekstrak etanol
(perbandingan 1:1), lalu corong pisah ditutup untuk selanjutnya digojog. Fase etil
asetat yang diperoleh kemudian ditampung, lalu dipekatkan dengan rotary
evaporator dan disimpan pada lemari pendingin.
5. Pembuatan perasan daun S. trifasciata
Sebanyak 100 g bahan daun segar yang telah dipotong kecil-kecil,
selanjutnya dihaluskan dengan penambahan aquadest menggunakan blender.
Bahan diperas dengan menggunakan kain saring.
6. Preparasi mikroba uji
Bakteri diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta.
Bakteri yang digunakan adalah P. aeruginosa ATCC 27853 yang merupakan
gram positif. Mikroba uji disetarakan kekeruhannya dengan larutan standar Mc
Farland II dengan konsentrasi mikroba 6x108 CFU/mL.
7. Sterilisasi peralatan dan media
Peralatan yang digunakan dalam penelitian, terutama yang berhubungan
dengan bakteri uji seperti: tabung reaksi, cawan petri, jarum ose, pipet ukur,
flakon, dan lain-lain disterilisasi dengan menggunakan autoklaf selama 20 menit.
Media NA yang digunakan disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu
121ºC selama 15 menit.
8. Pengujian potensi antibakteri secara metode difusi sumuran
a. Penyiapan larutan uji
Ekstrak etanol daun S. trifasciata dibuat berbagai variasi konsentrasi.
Konsentrasi yang dibuat adalah 100 %, 75 %, 50 %, dan 25 % v/v. DMSO
5% digunakan sebagai pelarut untuk membuat tingkat konsentrasi. Hal yang
sama juga dilakukan pada fraksi etil asetat dan perasan air.
b. Penyiapan larutan perak sulfadiazine (Burnazin®) sebagai kontrol positif
Kontrol positif yang digunakan adalah krim perak sulfadiazine
(Burnazin®). Konsentrasi kontrol positif yang dibuat adalah 1 %. Sebanyak
satu gram krim Burnazin® dilarutkan menggunakan DMSO 5% ke dalam
labu ukur 100 mL, kemudian divortex.
c. Penanaman isolat Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dan
Staphylococcus aureus ATCC 25923 secara pour plate (metode tuang)
Suspensi bakteri P. aeruginosa ATCC 25923 dan
secara aseptis. Selanjutnya media NA yang telah dicampur suspensi bakteri
dituang ke dalam cawan petri yang telah steril. Perlu dilakukan penggoyangan
untuk memastikan suspensi bakteri S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853 tercampur secara homogen dengan media NA.
Setelah memadat, diinkubasi secara terbalik selama 24 jam.
d. Pembuatan kontrol kontaminasi dan kontrol pertumbuhan bakteri uji
Uji potensi antibiotik secara difusi sumuran terlebih dahulu dibuat
kontrol pertumbuhan bakteri uji, kontrol pelarut, kontrol kontaminasi. Kontrol
pertumbuhan bakteri uji S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853 dibuat dengan mengambil 0,5 mL
masing-masing bakteri uji dan ditambahkan ke dalam media nutrientagar. Media NA
yang telah ditambahkan suspensi bakteri dituang ke dalam cawan petri steril
secara aseptis dan dibiarkan sampai memadat. Setelah agak mengering
diinkubasi secara terbalik selama 24 jam. Kontrol pelarut dilakukan dengan
membuat lubang sumuran dalam cawan petri yang telah berisi media yang
diinokulasikan bakteri uji secara aseptis dan diisi pelarut DMSO 5%. Kontrol
kontaminasi dilakukan dengan cara menuangkan media NA ke dalam cawan
petri steril.
e. Uji potensi antibiotik secara difusi sumuran
Secara aseptis, dibuat enam lubang sumuran dengan menggunakan
pelubang sumuran 6 mm pada permukaan media NA yang diatur dengan jarak
tertentu. Ekstrak etanol daun S. trifasciata dengan berbagai konsentrasi (100
selama 24 jam dengan suhu 37 ºC, cawan petri diamati zona jernih yang
dihasilkan. Daya antibakteri diamati berdasarkan diameter zona jernih yang
terbentuk dibandingkan dengan kontrol pelarut DMSO 5% diukur dengan
menggunakan penggaris. Hal yang sama juga dilakukan pada fraksi etil asetat
dan perasan air.
9. Pengujian kepekaan antibiotik dengan menentukan nilai KHM dan KBM dengan dilusi padat
Penentuan nilai KHM dan KBM dilakukan dengan melakukan metode
dilusi padat. Metode ini dilakukan dengan menambahkan ekstrak etanol daun
S. trifasciata pada masing-masing konsentrasi yang menunjukkan zona jernih
pada uji potensiasi ke dalam tabung berisi 15 mL media NA dan 0,5 mL suspensi
bakteri S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853. Selanjutnya
tabung tersebut dituang ke dalam cawan petri dengan metode pour plate. Setelah
masa inkubasi, kekeruhan yang menunjukkan kepadatan pertumbuhan bakteri
diamati dan diberi penilaian menggunakan notasi (+) dan (-) jika tidak ada tampak
pertumbuhan bakteri pada media agar tersebut.
Dari pengamatan kekeruhan, dilakukan uji penegasan hasil dengan
dengan memilih cawan petri dengan tingkat kekeruhan (-) dan tingkat kekeruhan
(+). Selanjutnya, media agar yang memiliki tingkat kekeruhan (-) dicuplik 1 ose
lalu ditanam pada media agar baru dengan metode streak plate. Hal yang sama
juga dilakukan pada fraksi etil asetat dan perasan air.
Hasil uji yang digunakan adalah semua media yang memberikan
menghambat bakteri, ditandai dengan S. aureus ATCC 25923 dan
P. aeruginosa ATCC 27853 masih dapat tumbuh pada hasil streak plate,
sedangkan KBM adalah konsentrasi terkecil yang dapat membunuh bakteri,
ditandai dengan keadaan S. aureus ATCC 25923 dan P. aeruginosa ATCC 27853
sudah tidak dapat tumbuh pada hasil streak plate yang menandakan bakteri uji
mati karena larutan uji dengan konsentrasi tersebut.
10.Uji fitokimia ekstrak daun S. trifasciata
Uji fitokimia yang dilakukan adalah uji saponin, alkaloid, flavonoid dan
tanin. Kandungan senyawa fitokimia yang diuji memiliki sifat sebagai antibakteri.
a. Uji saponin
Uji busa : ekstrak etanol daun S. trifasciata diambil sebanyak satu
mililiter, ditambahkan lima mililiter air destilasi dan dikocok dalam tabung reaksi
selama 15 menit. Terbentuknya layer berupa busa setebal satu sentimeter pada
bagian atas menunjukkan adanya saponin. Hal yang sama dilakukan pada fraksi
etil asetat dan perasan daun S. trifasciata (Philip, et al., 2011).
b. Uji alkaloid
Uji Mayer : ekstrak etanol daun S. trifasciata diambil sebanyak dua
mililiter, ditambahkan dua mililiter asam klorida 1%. Selanjutnya ditambahkan
lima tetes reagen Mayer. Terbentuknya endapan warna hijau atau putih
menunjukkan indikasi adanya alkaloid. Hal yang sama juga dilakukan pada fraksi
c. Uji flavonoid
Uji asam sulfat : ekstrak etanol daun S. trifasciata diambil satu mililiter,
ditambahkan dengan asam sulfat pekat dan diamati perubahan warna menjadi
orange. Hal yang sama juga dilakukan pada etil asetat dan perasan daun
S. trifasciata (Philip, et al., 2011).
Uji natrium hidroksida : ekstrak etanol daun S. trifasciata diambil satu
mililiter, ditambahkan natrium hidroksida dan diamati perubahan warna menjadi
kuning. Hal yang sama juga dilakukan pada fraksi etil asetat dan perasan daun S.
trifasciata (Asih, 2009).
d. Uji tannin
Uji besi (III) klorida : ekstrak etanol daun S. trifasciata diambil satu
mililiter, ditambahkan dua mililiter besi (III) klorida5%. Terbentuknya warna biru
tua atau hijau kehitaman mengindikasikan adanya tanin. Hal yang sama juga
dilakukan pada fraksi etil asetat dan perasan daun S. trifasciata (Philip, et al.,
2011).
Uji dengan larutan gelatin 1 % : ekstrak etanol daun S. trifasciata
diambil sebanyak tiga mililiter, ditambahkan ke dalam sepuluh mililiter aquadest,
dipanaskan selama 30 menit di atas waterbath. Setelah itu, hasil pemanasan,
disaring dengan kertas saring sebanyak lima mililiter. Hasil saringan tersebut
ditambahkan dengan natrium klorida 2% sebanyak satu mililiter. Apabila terdapat
endapan disaring dengan kertas saring. Selanjutnya hasil saringan ditambahkan
mengindikasikan adanya tanin. Hal yang sama juga dilakukan pada fraksi etil
asetat dan perasan daun S. trifasciata (Sangi, Momuat, Kumaunang, 2012).
11.Kromatografi Lapis Tipis (Uji Penegasan Senyawa Flavonoid)
Fase diam yang digunakan adalah selulosa dan fase gerak yang
digunakan adalah n-butanol : asam asetat glasial : air (40 : 10 : 50) v/v. Ekstrak
etanol daun S. trifasciata ditotolkan sebanyak tiga mikroliter pada plat kaca KLT.
Pembuatan standar rutin dengan melarutkan 10 mg serbuk rutin dengan satu
mililiter etanol pra analisis 70 %. Standar rutin selanjutnya ditotolkan sebanyak
tiga mikroliter pada plat KLT. Hasil KLT dideteksi pada panjang gelombang 254
nm, 365 nm, pereaksi uap amonia, dan pereaksi semprot besi (III) klorida. Hal
yang sama juga dilakukan pada fraksi etil asetat dan perasan air.