• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

E. Tata Cara Penelitian

Identifikasi simplisia dan serbuk simplisia dilakukan untuk memastikan kebenaran umbi bawang putih (Allii Sativi Bulbus) dan rimpang temulawak (Curcumae Rhizoma), dengan cara mencocokkan dengan buku acuan dan simplisia diidentifikasi secara makroskopis dan mikroskopis di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Preparasi bahan

a. Penyiapan serbuk umbi bawang putih dan rimpang temulawak.

Pengumpulan, pengeringan dan pembuatan serbuk umbi bawang putih dan serbuk rimpang temulawak dilakukan di kebun obat Merapi Farma Kaliurang. Umbi bawang putih berasal dari daerah Brebes, Jawa Tengah. Sedangkan rimpang temulawak berasal dari daerah Kulonprogo. Serbuk umbi bawang putih dan rimpang temulawak disimpan pada suhu kamar (25ºC) untuk mencegah tumbuhnya kapang dan jamur, kontaminasi mikroba dan rusaknya zat aktif.

b. Pembuatan ekstrak etanol umbi bawang putih dan rimpang temulawak.

• Ekstrak etanol umbi bawang putih

Umbi bawang putih dibuat dalam bentuk sediaan ekstrak dengan metode maserasi. Ekstrak etanol dibuat dengan memasukkan 20 g serbuk umbi bawang putih ke dalam erlenmeyer, kemudian dituangi dengan 200 ml etanol 45%, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang digojog.

Setelah 5 hari, sari difiltrasi dengan corong Buchner dan pompa vakum. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya, kemudian difiltrasi kembali dengan corong Buchner dan pompa vakum, sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 200 ml. Bejana ditutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Setelah 2 hari, dilakukan proses pemekatan. Pemekatan dilakukan dengan cara penguapan dalam oven pada suhu 50°C hingga diperoleh ekstrak kental (Anonim, 1986).

• Ekstrak etanol rimpang temulawak

Rimpang temulawak dibuat dalam bentuk sediaan ekstrak dengan metode maserasi. Ekstrak etanol dibuat dengan memasukkan 20 g serbuk rimpang temulawak ke dalam erlenmeyer, kemudian dituangi dengan 200 ml etanol 80%, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang digojog.

Setelah 5 hari, sari difiltrasi dengan corong Buchner dan pompa vakum. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya, kemudian difiltrasi kembali dengan corong Buchner dan pompa vakum, sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 200 ml. Bejana ditutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Setelah 2 hari, dilakukan proses pemekatan. Pemekatan dilakukan dengan cara penguapan dalam oven pada suhu 40°C hingga diperoleh ekstrak kental (Anonim, 1986).

c. Pembuatan larutan timbal asetat.

Timbal yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbal asetat (Pb(CH3COO)2.3H2O) berupa serbuk halus berwarna putih. Serbuk timbal asetat ditimbang lebih kurang 4,00 gram kemudian ditambah dengan aquadest mendidih (100ºC) hingga volumenya 100,0 ml (Anonim, 1995b). Larutan yang diperoleh adalah larutan timbal asetat dengan konsentrasi 0,04 mg/L. Larutan timbal asetat dipejankan ke hewan uji dengan dosis sebesar 0,5g/kg BB tikus (Hariono, 2005) secara per oral selama 30 hari dengan volume pemberian disesuaikan dengan berat badan tiap hewan uji.

d. Pembuatan larutan Na2CaEDTA.

Na2CaEDTA ditimbang lebih kurang 7,56 g kemudian dilarutkan dengan larutan saline (NaCl 0,9% 0,1 N) (Lacy, Amstrong, Goldman, Lance, 2003) hingga 500 ml. Konsentrasi larutan Na2CaEDTA yang diperoleh adalah 0,01512 mg/L. Larutan saline digunakan sebagai pelarut karena sifatnya yang mirip dengan cairan fisiologis tubuh manusia. Dosis antidot Na2CaEDTA yang dipejankan sebesar 189 mg/kg BB tikus hasil konversi dari dosis untuk manusia sebesar 30 mg/kg BB (Katzung, 2004) secara i.m. selama 10 hari dengan volume pemberian disesuaikan dengan berat badan tiap hewan uji. 3. Persiapan hewan uji

Persiapan hewan uji dilakukan beberapa bulan sebelum penelitian ini dilakukan, yaitu dengan cara 10 pasang tikus jantan dan betina dikawinkan sehingga bunting. Setelah dua puluh hari masa organogenesis dan dilahirkan, anak tikus yang berumur 3 minggu dipisahkan dari induknya. Tikus betina yang berumur 6 - 8 minggu dipilih sebagai hewan uji.

4. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Hewan uji dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing berjumlah 7 ekor, yaitu: Kelompok I = kontrol negatif aquadest.

Kelompok II = kontrol positif timbal dosis 0,5 g/kgBB selama kondisi

praperlakuan.

Kelompok III = perlakuan Na2CaEDTA dosis 189 mg/kgBB selama 10 hari setelah kondisi praperlakuan.

Kelompok IV = perlakuan Na2CaEDTA dosis 189 mg/kgBB, dilanjutkan dengan ekstrak etanol umbi bawang putih dosis 200 mg/kgBB selama 10 hari setelah kondisi praperlakuan.

Kelompok V = perlakuan Na2CaEDTA dosis 189 mg/kgBB, dilanjutkan dengan ekstrak etanol rimpang temulawak dosis 137,61 mg/kgBB selama 10 hari setelah kondisi praperlakuan.

Kelompok VI = perlakuan Na2CaEDTA dosis 189 mg/kgBB, dilanjutkan dengan ekstrak etanol umbi bawang putih dosis 200 mg/kgBB dan dilanjutkan ekstrak etanol rimpang temulawak dosis 137,61 mg/kgBB selama 10 hari setelah kondisi praperlakuan. Pada kondisi praperlakuan, larutan Pb asetat 0,5 g/kgBB dipejankan secara p.o. (Hariono, 2005) selama 30 hari dengan menganalogikan pejanan Pb kronis dan akumulatif pada manusia, sedangkan kontrol negatif diberi aquadest. Setelah pemejanan Pb asetat selama 30 hari, kadar Pb dalam darah mencapai lebih dari 0,75 ppm (Wahyunengsih et al, 2007, Hariono, 2005). Na2CaEDTA 189 mg/kgBB diberikan secara i.m. selama 10 hari setelah kondisi praperlakuan yang merupakan hasil konversi dari dosis manusia 30 mg/kg BB/hari. Ekstrak etanol umbi bawang putih 200 mg/kgBB (Senapati, 2001) dan ekstrak etanol rimpang temulawak 137,61 mg/kgBB diberikan 2 jam secara p.o. setelah pemejanan Na2CaEDTA. Jeda waktu pemberian ekstrak tanaman selama 2 jam ini dimaksudkan untuk menghindari interaksi Na2CaEDTA dengan ekstrak etanol tanaman. Dipilih jeda waktu selama 2 jam, karena t1/2 eliminasi Na2CaEDTA yaitu 20-60 menit (Kosnett, 2006).

5. Pengukuran kadar timbal darah a. Preparasi sampel

Darah tikus diambil dari sinus orbitalis mata, ditampung di effendrof, kemudian ditimbang (harus lebih dari 0,5 g). Sampel didestruksi pada suhu 200°C dengan HNO3 p 10-15 ml dan HClO4 0,5 ml hingga jernih, tidak berasap kuning dan volume yang tersisa 1-2 mL, kemudian didinginkan. Sampel hasil destruksi disaring dengan kertas saring. Filtrat kemudian diencerkan dengan aquadest hingga volumenya tepat 10 ml.

b. Pengaturan spektrofotometer serapan atom (SSA)

Sumber Cahaya : hollow cathode lamp (timbal) Arus lampu : 7,5 mA

Panjang gelombang : 283,3 nm Celah : 1,3 nm

Pengatom : standar burner

Oksidan : udara

Tekanan oksidan : 1,60 kg/cm2 (9,5 L/menit) Bahan bakar : C2H2 (asetilena)

Tekanan bahan bakar : 0,30 kg/cm2 (2,3 L/menit) Tinggi burner : 7,5 mm

c. Pembuatan kurva baku

1) Pembuatan larutan baku timbal

Larutan standar timbal 1000 ppm diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambah aquadest hingga 10 ml. Larutan yang diperoleh adalah larutan

stok timbal konsentrasi 100 ppm. Dari larutan ini, dibuat seri larutan baku dengan konsentrasi 0,5 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm dan 8 ppm. 2) Pembuatan kurva baku timbal

Kurva baku dibuat dengan mengukur nilai serapan seri kadar larutan baku timbal pada λ = 283,3 nm menggunakan SSA.

d. Penentuan kadar timbal darah kelompok hewan uji

Nilai serapan dan rata-rata konsentrasi yang diperoleh (ppm) dihitung dengan rumus, sehingga diperoleh kadar timbal dalam sampel.

( )( )

( )

faktor pengenceran gram berat volume blanko ppm -sampel larutan ppm (ppm) Pb Kadar = ×

Dokumen terkait