• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

E. Tata Cara Penelitian

a. Verifikasi indeks bias minyak cengkeh. Indeks bias minyak cengkeh diukur menggunakan refractometer ABBE. Indeks bias ini diukur dengan cara minyak cengkeh diteteskan pada prisma utama, kemudian prisma ditutup dan refraktometer diarahkan ke cahaya terang melaui lensa skala agar dapat dilihat dengan jelas sehingga indeks bias dapat ditentukan. Refraktometer dialiri air mengalir dan diatur suhunya menjadi 20oC. Selanjutnya, nilai indeks bias ditunjukkan oleh garis batas yang memisahkan sisi terang dan sisi gelap pada bagian atas dan bawah. Pada uji ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

b. Verifikasi bobot jenis minyak cengkeh. Bobot jenis minyak cengkeh diukur dengan menggunakan piknometer yang telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer kosong dan bobot air pada suhu 25oC. Kemudian volume air dihitung dengan cara bobot air dibagi dengan kerapatan air. Piknometer diisi minyak cengkeh dan suhu dikondisikan pada suhu 25oC, kemudian piknometer ditimbang. Bobot piknometer yang telah diisi minyak cengkeh dikurangi bobot piknometer kosong untuk memperoleh bobot minyak cengkeh. Kerapatan minyak cengkeh dihitung dengan cara bobot minyak cengkeh dibagi dengan volume air. Bobot jenis minyak cengkeh merupakan perbandingan

antara kerapatan minyak cengkeh dengan kerapatan air, pada suhu 25oC. Pada uji ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

2. Formulasi emulgel

Formula yang digunakan mengacu pada formula emulgel antiacne minyak cengkeh Suryarini (2011) untuk 250 g emulgel, sebagai berikut :

R/ Minyak cengkeh 37,5 g Carbopol 940 5 g NaOH 20% b/v 1,5 g Parafin cair 2,5 g Tween 80 43,75 g Span 80 6,25 g Gliserin 5 g Metil paraben 0,45 g Propil paraben 0,05 g Aquadest 135,5 g

Tabel V. Hasil modifikasi dari formula standar untuk pembuatan emulgel sebanyak 200 g Bahan (g) F1 Fa Fb Fab Minyak cengkeh 30 30 30 30 Carbopol 940 1 5 1 5 Sorbitol 2 2 10 10 TEA 1,5 1,5 1,5 1,5 Tween 80 35 35 35 35 Span 80 5 5 5 5 Parafin cair 2,5 2,5 2,5 2,5 Metil paraben 0,36 0,36 0,36 0,36 Propil paraben 0,04 0,04 0,04 0,04 Aquadest (mL) 110 110 110 110 Keterangan :

F1 = carbopol 940 level rendah, sorbitol level rendah Fa = carbopol 940 level tinggi, sorbitol level rendah Fb = carbopol 940 level rendah, sorbitol level tinggi Fab = carbopol 940 level tinggi, sorbitol level tinggi

a. Pengembangan carbopol 940. Carbopol 940 dikembangkan dengan cara ditaburkan dalam 70 mL aquadest yang terdapat pada formula. Carbopol 940 didiamkan selama 24 jam.

b. Pembuatan emulsi. Semua bahan dicampurkan menurut fasenya masing-masing di atas waterbath hingga suhu 50oC. Minyak cengkeh, parafin, span 80 dan propil paraben termasuk fase minyak sedangkan sisa air (40 mL), tween 80, sorbitol, dan metil paraben termasuk fase air. Setelah suhu 50oC, kedua fase tersebut dicampurkan. Campuran kedua fase dicampur menggunakan mixer dengan kecepatan putar pada skala 1 selama 10 menit di dalam baskom yang berisi air panas dengan suhu 60oC.

c. Pembuatan sediaan emulgel. Carbopol 940 yang telah dikembangkan selama 24 jam ditambahkan ke dalam emulsi dan dicampur menggunakan mixer dengan kecepatan putar pada skala 1 selama 10 menit. Selanjutnya, TEA ditambahkan ke dalam campuran dan dicampur menggunakan mixer kembali selama 5 menit.

3. Pengujian pH emulgel

Indikator pH dimasukkan ke dalam sejumlah sediaan emulgel. Selanjutnya, indikator pH tersebut dibandingkan dengan standar yang terdapat pada wadah.

4. Iritasi primer

Uji ini dilakukan dengan menggunakan kelinci sebagai hewan uji. Sebanyak 0,5 g emulgel diaplikasikan pada kulit kelinci yang bulunya sudah dicukur dan dibersihkan dengan air suling. Emulgel diaplikasikan pada punggung kelinci dengan luas area 2,54 x 2,54 cm. Pengamatan dilakukan setelah pemberian selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam (Deveda, Jain, Vyas, Khambete, and Jain, 2010).

5. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel

a. Uji viskositas. Uji ini dilakukan dengan menggunakan alat viscotester seri VT 04 (RION®-JAPAN). Emulgel seberat 150 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam suatu wadah yang tersedia. Selanjutnya, wadah yang berisi emulgel tersebut dipasang pada portable viscotester. Viskositas emulgel ditentukan dengan mengamati pergerakkan jarum penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan 2 kali yaitu 48 jam setelah pembuatan dan setelah penyimpanan selama 1 bulan untuk mengetahui pergeseran viskositasnya. Range viskositas yang dikehendaki sebesar 150-300 d.Pa.s Stabilitas fisik emulgel ditentukan dari nilai pergeseran viskositas yang dihitung dengan cara viskositas emulgel setelah penyimpanan selama 1 bulan dikurangi dengan viskositas emulgel 48 jam setelah pembuatan dibagi dengan viskositas emulgel 48 jam setelah pembuatan, lalu dikali 100%. Pergeseran viskositas yang dikehendaki ≤ 10.

b. Uji daya sebar. Sediaan emulgel seberat 1 g ditimbang dan diletakkan pada horizontal double plate. Horizontal double plate lain seberat 55 gram diletakkan di atas emulgel dan didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat penyebarannya. Uji daya sebar ini dilakukan setelah penyimpanan selama 48 jam. Daya sebar yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah 3-5 cm.

6. Pengujian potensi antibakteri emulgel terhadap Staphylococcus epidermidis

a. Pembuatan stok bakteri. Media Muller-Hinton Agar dimasukkan ke dalam erlenmeyer (penimbangan disesuaikan kebutuhan dengan melihat label pada wadah) dan ditambahkan aquadest. Selanjutnya, media diambil sebanyak 5

mL dengan pipet ukur, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dan disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Pada suhu 45-50oC, tabung reaksi yang berisi media dimiringkan hingga memadat. Staphylococcus epidermidis sebanyak 1 ose diinokulasikan secara goresan zig-zag pada media agar miring tersebut dan diinkubasi selama 24-48 jam di dalam inkubator.

b. Pembuatan suspensi bakteri. Koloni bakteri Staphylococcus epidermidis diambil dengan 2-3 ose dari stok bakteri, jika dikehendaki dalam volume yang besar dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi Media Muller-Hinton Broth (penimbangan disesuaikan kebutuhan dengan melihat label pada wadah) yang telah disterilisasi dengan autoklaf (suhu 121oC, 15 menit). Suspensi bakteri diinkubasi selama 48 jam di dalam inkubator pada suhu 37oC. Selanjutnya, suspensi bakteri divortex dan kekeruhannya dibandingkan dengan Mac Farland 0,5 (1,5 x 108 CFU/mL) (Bonang dan Koeswardono, 1982).

c. Pembuatan kontrol media steril. Media Muller-Hinton Agar yang telah disterilisasi dengan autoklaf (suhu 121oC, 15 menit) dituang ke dalam cawan petri steril, ditunggu hingga memadat dan diinkubasi di dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi, media diamati dan dibandingkan dengan perlakuan dan kontrol pertumbuhan bakteri uji.

d. Kontrol pertumbuhan bakteri uji Staphylococcus epidermidis. Media Muller-Hinton Agar yang steril, dengan suhu 45-50oC, diinokulasikan suspensi bakteri uji dengan kepadatan dan jumlah yang sama dengan suspensi bakteri uji pada perlakuan, kemudian dituang ke cawan petri steril dan digoyang sehingga pertumbuhan bakteri dapat merata. Cawan petri tersebut diinkubasi selama 48 jam

dengan suhu 37oC. Setelah diinkubasi, media diamati pertumbuhan bakteri ujinya melalui kekeruhan media yang dibandingkan dengan perlakuan.

e. Uji potensi antibakteri sediaan emulgel. Semua alat yang akan digunakan disterilisasi dengan autoklaf (suhu 121oC, 15 menit). Media Muller-Hinton Agar yang steril, dengan suhu 45-50oC, diinokulasikan suspensi bakteri uji dengan kepadatan dan jumlah yang sama dengan suspensi bakteri uji pada kontrol pertumbuhan bakteri uji. Selanjutnya, sumuran sebanyak 5 lubang dibuat pada media berisi bakteri uji tersebut. Lima lubang sumuran yang dibuat meliputi basis (di tengah) dan ke 4 lubang lainnya berisi sediaan emulgel tiap formula. Cawan petri dibungkus menggunakan plastic wrap, kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi, diameter zona hambat yang dihasilkan diukur dengan menggunakan penggaris. Pada uji ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

Dokumen terkait