i
FORMULASI EMULGEL MINYAK CENGKEH (Oleum caryophylli) SEBAGAI ANTI BAU KAKI:
PENGARUH CARBOPOL 940 DAN SORBITOL TERHADAP SIFAT FISIK DAN STABILITAS FISIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Lani Agustina
NIM : 098114099
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala
hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan
permohonan dengan ucapan syukur
~Kolose 3:23~
Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah
dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan
dan bukan untuk manusia
vii PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih, berkat, dan
penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Formulasi Emulgel Minyak Cengkeh (Oleum caryophylli) Sebagai Anti Bau Kaki: Pengaruh Carbopol 940 dan Sorbitol Terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas
Fisik” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama proses perkuliahan, penelitian, penyusunan dan penyelesaian
skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan doa, dukungan, semangat, saran
dan kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Orang tua atas doa, cinta, kasih sayang, perhatian, kebersamaan, kesabaran,
inspirasi, motivasi, saran, dan kritik yang diberikan kepada penulis.
2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu C. M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt., selaku dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan waktu, bimbingan, diskusi, kritik, dan saran kepada
penulis mulai dari proposal, penelitian, penyusunan hingga penyelesaian
viii
4. Dr. Enade Perdana Istyastono, Apt., selaku dosen penguji atas kesediaannya
meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji, serta memberikan
pengarahan, saran, dan kritik kepada penulis.
5. Ibu Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji atas kesediaannya
meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji, serta memberikan
pengarahan, saran, dan kritik kepada penulis.
6. Dra. Lily Widjaja, M.Phs., Apt., yang telah membantu dalam pengadaan
minyak cengkeh dan memberikan masukan kepada penulis.
7. Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si., yang banyak memberikan masukan,
saran, dan kritik yang membangun kepada penulis.
8. Ir. Ignatius Aris Dwiatmoko, M.Sc., selaku dosen statistika yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan masalah terkait data skripsi.
9. Jenny Marina, Lia Susanti, Selvia, Melisa Silvia Angelina Wijaya, dan Tri
Pamulatsih sebagai teman satu tim penelitian atas kerja sama, bantuan, dan
kebersamaan selama proses skripsi ini.
10.Sahabat-sahabatku : Elisabeth Adelia Widjaja dan Melissa Septina Ismanto
atas semangat, dukungan, dan doa yng diberikan kepada penulis.
11.Theresia Nindyati Krisantini, Maria Quincy Pang, Vincentia Adelina
Haryanto, Agnes Mutiara Kurniawan, Sylvia Agustina, Sheilla Ardhistia, dan
teman-teman kos Dewi 2 atas kebersamaan dan motivasi yang diberikan
kepada penulis selama proses skripsi ini.
12.Teman-teman FST A dan B 2009 atas kebersamaannya baik selama proses
ix
13.Bapak Musrifin, Bapak Mukminin, Mas Ottok, Bapak Heru, Bapak Parjiman,
Mas Darto, Bapak Yuwono, Bapak-bapak satpam dan seluruh laboran serta
karyawan lain di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
banyak membantu penulis selama penelitian.
14.Semua pihak yang telah banyak membantu selama proses skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis sadar bahwa memiliki keterbatasan kemampuan dan pengetahuan
pada skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di
bidang farmasi.
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
INTISARI ... xx
ABSTRACT ... xxi
BAB I. PENGANTAR ... 1
A.Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 4
2. Keaslian penelitian... 4
3. Manfaat penelitian ... 5
B.Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan umum ... 6
xi
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7
A.Bau Kaki dan Staphylococcus epidermidis ... 7
B.Minyak Cengkeh ... 8
6. Pengawet (metil paraben dan propil paraben) ... 15
7. Aquadest ... 17
E.Iritasi Primer ... 17
F. Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Emulgel ... 18
1. Viskositas ... 18
2. Daya sebar ... 19
G.Uji Potensi Antimikroba ... 20
1. Metode difusi ... 20
xii
H.Landasan Teori ... 21
I. Hipotesis ... 22
BAB III. METODE PENELITIAN ... 23
A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23
B.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 23
1. Variabel penelitian ... 23
2. Definisi operasional ... 24
C.Bahan Penelitian ... 25
D.Alat Penelitian ... 25
E.Tata Cara Penelitian ... 26
1. Verifikasi sifat fisik minyak cengkeh ... 26
a. Verifikasi indeks bias minyak cengkeh ... 26
b. Verifikasi bobot jenis minyak cengkeh ... 26
2. Formulasi emulgel ... 27
a. Pengembangan carbopol 940 ... 27
b. Pembuatan emulsi ... 28
c. Pembuatan sediaan emulgel ... 28
3. Pengujian pH emulgel ... 28
4. Iritasi primer ... 28
5. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh ... 29
a. Uji viskositas ... 29
xiii
6. Pengujian potensi antibakteri emulgel terhadap Staphylococcus
epidermidis ... 29
a. Pembuatan stok bakteri ... 29
b. Pembuatan suspensi bakteri ... 30
c. Pembuatan kontrol media steril ... 30
d. Kontrol pertumbuhan bakteri uji Staphylococcus epidermidis ... 30
e. Uji potensi antibakteri sediaan emulgel ... 31
F. Analisis Hasil ... 31
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
A.Identifikasi dan Verifikasi Sifat Fisik Minyak Cengkeh ... 34
B.Formulasi Emulgel ... 35
C.Pengujian pH Emulgel ... 43
D.Iritasi Primer ... 44
E.Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Emulgel ... 45
F. Pengaruh Carbopol 940 dan Sorbitol Terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Emulgel ... 50
1. Viskositas ... 50
2. Daya sebar ... 52
3. Pergeseran viskositas ... 55
xiv
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 61
A.Kesimpulan ... 61
B.Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
LAMPIRAN ... 66
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kandungan eugenol dalam minyak cengkeh ... 8
Tabel II. Perbedaan sifat fisik dan kimia minyak cengkeh ... 9
Tabel III. Sistem penilaian metode Draize ... 18
Tabel IV. Interpretasi nilai Primary Irritation Index (PII) ... 18
Tabel V. Hasil modifikasi dari formula standar untuk pembuatan emulgel sebanyak 200 g ... 27
Tabel VI. Hasil verifikasi minyak cengkeh CV Indaroma Yogyakarta ... 34
Tabel VII. Hasil orientasi sifat fisik emulgel dengan variasi carbopol 940 . 39 Tabel VIII. Hasil orientasi sifat fisik emulgel dengan variasi sorbitol ... 41
Tabel IX. Hasil pengujian viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas emulgel ... 45
Tabel X. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk untuk respon viskositas ... 50
Tabel XI. Hasil uji Wilcoxon-two sample untuk melihat pengaruh variasi carbopol 940 pada respon viskositas ... 50
Tabel XII. Hasil uji Wilcoxon-two sample untuk melihat pengaruh variasi sorbitol pada respon viskositas ... 51
Tabel XIII. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk untuk respon daya sebar ... 52
Tabel XIV. Hasil uji Wilcoxon-two sample untuk melihat pengaruh variasi carbopol 940 pada respon daya sebar ... 53
xvi
Tabel XVI. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk untuk respon pergeseran
viskositas... 55
Tabel XVII. Hasil uji Wilcoxon-two sample untuk melihat pengaruh variasi carbopol 940 pada respon pergeseran viskositas ... 55
Tabel XVIII. Hasil uji Wilcoxon-two sample untuk melihat pengaruh variasi sorbitol pada respon pergeseran viskositas ... 56
Tabel XIX. Rata-rata diameter zona hambat setelah emulgel disimpan
selama satu bulan ... 59
Tabel XX. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk rata-rata diameter zona
hambat ... 59
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Unit monomer asam akrilat dalam polimer carbopol ... 11
Gambar 2. Struktur triethanolamine (TEA) ... 12
Gambar 3. Struktur sorbitol ... 13
Gambar 4. Struktur Polysorbate 80 (tween 80) ... 14
Gambar 5. Struktur Sorbitan monooleate (span 80) ... 15
Gambar 6. Struktur metil paraben ... 16
Gambar 7. Struktur propil paraben ... 16
Gambar 8. Skematik droplet minyak dalam emulsi O/ W, menunjukkan orientasi molekul tween dan span pada antarmuka ... 37
Gambar 9. Carbopol dalam bentuk coiled (kiri)dan uncoiled (kanan) ... 38
Gambar 10. Profil kurva variasi carbopol 940 terhadap viskositas ... 40
Gambar 11. Profil kurva variasi carbopol 940 terhadap daya sebar ... 40
Gambar 12. Profil kurva variasi sorbitol terhadap viskositas ... 41
Gambar 13. Profil kurva variasi sorbitol terhadap daya sebar ... 42
Gambar 14. Pemberian emulgel sebanyak 3 kali replikasi (A, B, C), basis (D) pada punggung kelinci dan kulit normal (E) sebagai kontrol negatif ... 44
xviii
Gambar 16. Perbandingan antara emulgel setelah penyimpanan selama 48
jam (gambar A) dan emulgel setelah penyimpanan selama satu
bulan (gambar B) ... 48
Gambar 17. Kontrol yang digunakan yaitu kontrol media (A) dan kontrol
pertumbuhan bakteri (B) ... 58
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) minyak daun cengkeh ... 66
Lampiran 2. Sertifikat hasil uji Staphylococcus epidermidis ATCC 1228 ... 67
Lampiran 3. Verifikasi minyak cengkeh ... 68
Lampiran 4. Hasil uji sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel ... 69
Lampiran 5. Hasil pengolahan data dengan Software R2.14.1 ... 70
Lampiran 6. Dokumentasi sediaan emulgel minyak cengkeh ... 76
Lampiran 7. Dokumentasi hasil uji iritasi primer ... 78
Lampiran 8. Hasil uji potensi antibakteri emulgel minyak cengkeh terhadap Staphylococcus epidermidis ... 79
xx INTISARI
Sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh sebagai anti bau kaki dapat dipengaruhi oleh gelling agent dan humectant. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan signifikansi pengaruh dari carbopol 940 dan sorbitol pada level yang diteliti terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh.
Penelitian eksperimental ini dirancang menggunakan desain faktorial 22,
meliputi level rendah (1 g) dan level tinggi (5 g) carbopol 940 sebagai gelling agent serta level rendah (2 g) dan level tinggi (10 g) sorbitol sebagai humectant. Viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas merupakan respon yang diuji. Data dianalisis secara statistik menggunakan software R2.14.1 dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa carbopol 940 berpengaruh signifikan baik pada sorbitol level rendah maupun tinggi terhadap respon viskositas dan daya sebar, sedangkan sorbitol berpengaruh signifikan terhadap respon daya sebar dan pergeseran viskositas pada level tinggi carbopol 940. Formula emulgel minyak cengkeh yang memenuhi kriteria sifat fisik adalah formula a dan formula ab, serta tidak ada formula yang memenuhi kriteria stabilitas fisik yang diinginkan.
xxi ABSTRACT
Physical properties and physical stability of clove oil emulgel as anti foot odor can be affected by the gelling agent and humectant. This research aimed to prove the effect of carbopol 940 and sorbitol at levels studied on physical properties and physical stability of clove oil emulgel.
This experimental research was designed by using 22 factorial design,
involving low level (1 g) and high level (5 g) of carbopol 940 as the gelling agent, as well as low level (2 g) and high level (10 g) of sorbitol as humectant. Viscosity, spreadability, and viscosity shift were selected the observed responses. The data were analysed statistically by using R2.14.1 open-source software with 95% confidence interval.
The results showed that carbopol 940 had significant effects in both low and high levels sorbitol in terms of viscosity and spreadability responses, while sorbitol has significant effects on the spreadability and the viscosity shift responses at high level of carbopol 940. The formula which met the criteria of physical properties are formula a and formula ab, and there is no formula that met the criteria of physical stability.
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Kaki merupakan salah satu area tubuh yang jarang mendapatkan
perhatian dari pemiliknya, baik dari segi kebersihan, kesehatan, maupun
keindahannya. Oleh karena itu, banyak masalah yang sering muncul sebagai
akibat kurangnya perhatian pada kaki, seperti bau kaki. Bau kaki disebabkan oleh
adanya keringat bercampur dengan bakteri pada kulit. Salah satu bakteri tersebut
adalah Staphylococcus epidermidis, yang merupakan bakteri flora normal kulit. Staphylococcus epidermidis menguraikan leusin yang terkandung pada keringat dengan bantuan enzim leusin dehidrogenase untuk memproduksi isovaleric acid. Isovaleric acid merupakan senyawa asam lemak rantai pendek. (Ara, Hama, Akiba, Koike, Okisaka, Hagura, Kamiya, and Tomita, 2006). Senyawa ini paling banyak diproduksi oleh bakteri pada saat metabolisme yang mengakibatkan bau
kaki (Caroprese, Gabbanini, Beltramini, Lucchi, and Valgimigli, 2009). Menurut penelitian Ara et al. (2006), isovaleric acid yang menyebabkan bau kaki sebesar 2,3% (Ara et al., 2006).
Cengkeh (Syzygium aromaticum, (Linn.) Merr.) merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang terdapat di Indonesia. Minyak atsiri pada cengkeh
memiliki kandungan utama yaitu eugenol. Tingkat kandungan eugenol yang tinggi
Ertas, Nitz, and Kollmannsberger, 2007). Minyak cengkeh dapat menghambat beberapa pertumbuhan bakteri, salah satunya adalah Staphyloccocus epidermidis (Joseph and Sujatha, 2011). Hasil penelitian Kusuma (2010) menyatakan bahwa konsentrasi minyak cengkeh 15% sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Staphyloccocus epidermidis. Range rata-rata diameter zona hambat yang dihasilkan sebesar 17,27-20,73 mm (Kusuma, 2010). Menurut Davis dan Stout
(1971), diameter zona hambat yang dihasilkan tersebut masuk ke dalam kategori
kuat (Davis and Stout, 1971). Berdasarkan hasil penelitian Kusuma (2010), maka minyak cengkeh dapat diformulasikan menjadi sediaan topikal yang berfungsi
sebagai anti bau kaki.
Emulgel adalah suatu sediaan emulsi baik tipe oil in water (O/
W) maupun
water in oil (W/
O) yang dibuat dalam bentuk gel dengan adanya penambahan
gelling agent. Keuntungan bentuk emulgel yaitu adanya kandungan emulsi dapat memiliki kemampuan penetrasi yang tinggi (Singla, Saini, Joshi, and Rana, 2012). Emulgel dapat menjadi salah satu alternatif bentuk sediaan anti bau kaki dengan
acceptability yang tinggi. Hal ini dikarenakan emulgel merupakan salah satu pembawa yang baik bagi zat aktif yang bersifat hidrofobik, dimana zat aktif
tersebut akan lebih sulit apabila diformulasikan ke dalam suatu bentuk sediaan
yang mengandung banyak air, misalnya gel.
Kualitas emulgel minyak cengkeh dapat dilihat dari viskositas dan daya
sebarnya. Viskositas merupakan suatu tahanan untuk mengalir. Viskositas
berperan penting dalam meningkatkan stabilitas emulgel minyak cengkeh. Daya
optimum dapat memastikan dosis yang sesuai untuk diaplikasikan ke tempat
target. Oleh karena itu, konsistensi sediaan dan kualitas daya sebar perlu
dipertimbangkan dalam formulasi emulgel minyak cengkeh agar dapat
menghasilkan sediaan dengan sifat fisik dan stabilitas fisik yang baik.
Secara umum, formula emulgel mengandung gelling agent dan humectant. Carbopol 940 sebagai gelling agent dapat membentuk matriks untuk menjebak droplet-droplet minyak dari emulsi yang ada dalam sistem emulgel.
Semakin banyak jumlah carbopol 940, viskositas pun akan semakin meningkat.
Adanya peningkatan viskositas tersebut dapat membatasi pergerakan
droplet-droplet minyak sehingga terjadinya penggabungan droplet-droplet-droplet-droplet minyak
(coalescence) dapat diminimalkan. Sorbitol sebagai humectant bersifat inert dan compatible dengan banyak eksipien. Sebagai humectant, sifat mengikat lembab (moisture-binding) pada sorbitol dapat membantu mengurangi penguapan air dari formulasi suatu sediaan sehingga dengan penggunaan sorbitol pada tingkat yang
cukup dapat meningkatkan ketahanan suatu emulgel. Sifat higroskopis sorbitol
lebih rendah dibandingkan dengan gliserin. Jadi, baik carbopol 940 maupun
sorbitol berpengaruh dalam suatu formulasi emulgel.
Desain faktorial merupakan rancangan untuk menentukan pengaruh
beberapa faktor secara simultan dan interaksi dari faktor-faktor tersebut. Carbopol
940 sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant merupakan faktor penting yang berpengaruh dalam sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Dengan
berpengaruh serta mengetahui ada atau tidaknya interaksi antar faktor yang
diteliti.
1. Perumusan masalah
a. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari variasi carbopol 940 dan
sorbitol pada level yang diteliti terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel
minyak cengkeh? Jika ada, bagaimana pengaruhnya terhadap respon yang diteliti?
b. Formula emulgel minyak cengkeh manakah yang memenuhi kriteria
sifat fisik dan stabilitas fisik yang diinginkan?
2. Keaslian penelitian
Penelitian terkait yang pernah dilakukan oleh Kusuma (2010) adalah
membandingkan daya antibakteri antara krim antiacne minyak cengkeh dan emulgel antiacne minyak cengkeh dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis. Penelitian tersebut menyatakan bahwa konsentrasi minyak cengkeh 15% sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Staphyloccocus epidermidis dengan menghasilkan range rata-rata diameter zona hambat sebesar 17,27-20,73 mm dan diperoleh kesimpulan bahwa baik krim
antiacne minyak cengkeh maupun emulgel antiacne minyak cengkeh memiliki kemampuan yang tidak berbeda dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis.
antijamur dan antibakteri yang lebih baik dibandingkan ekstrak kering dari
tanaman cengkeh dan sorbic acid propionate (pengawet makanan). Salah satu bakteri yang diuji adalah Staphylococcus epidermidis dan minyak cengkeh dapat menghambat bakteri tersebut dengan menghasilkan zona hambat sebesar 21 mm.
Menurut penelitian Suryarini (2011) mengenai pengaruh tween 80 dan
span 80 sebagai emulsifying agent terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel antiacne minyak cengkeh (Oleum caryophylli) menggunakan aplikasi desain faktorial menunjukkan hasil bahwa semua formula dalam penelitian ini optimum
karena semua respon yang dihasilkan dari penelitian ini (viskositas, daya sebar,
dan pergeseran viskositas) masuk ke dalam range viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas yang sebelumnya telah ditentukan oleh peneliti. Penelitian
ini juga menyimpulkan bahwa tween 80 merupakan faktor yang paling signifikan
dalam menentukan respon viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas
emulgel.
Namun, sejauh pengetahuan dan penelusuran beberapa pustaka yang
dilakukan oleh penulis, penelitian tentang “Formulasi Emulgel Minyak Cengkeh
(Oleum caryophylli) Sebagai Anti Bau Kaki: Pengaruh Carbopol 940 dan Sorbitol Terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik”belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoretis. Menyumbangkan pengetahuan mengenai pengaruh
b. Manfaat praktis. Menghasilkan suatu formulasi emulgel minyak
cengkeh dengan sifat fisik dan stabilitas fisik yang baik sehingga bermanfaat bagi
masyarakat.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Menghasilkan emulgel minyak cengkeh dengan sifat fisik yaitu
viskositas dan daya sebar serta stabilitas fisik yaitu pergeseran viskositas yang
memenuhi kriteria.
2. Tujuan Khusus
a. Membuktikan signifikansi pengaruh dari carbopol 940 dan sorbitol
pada level yang diteliti terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak
cengkeh. Selain itu, melihat pengaruhnya apakah meningkatkan atau menurunkan
respon yang diteliti.
b. Mengetahui kualitas formula emulgel minyak cengkeh yang
memenuhi kriteria sifat fisik dan stabilitas fisik yang diinginkan secara kualitatif
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Bau Kaki dan Staphylococcus epidermidis
Bau kaki merupakan suatu masalah kesehatan. Setiap bagian tubuh
manusia memiliki bakteri-bakteri yang berfungsi sebagai flora normal kulit,
termasuk kaki. Salah satu contoh bakteri tersebut adalah Staphylococcus epidermidis. Apabila kaki berkeringat, maka pertumbuhan Staphylococcus epidermidis akan mengalami peningkatan. Di dalam keringat terdapat kandungan asam amino, seperti leusin, valin, dan isoleusin. Staphylococcus epidermidis akan mendegradasi leusin dengan bantuan enzim leusin dehidrogenase menghasilkan
isovaleric acid. Isovaleric acid merupakan suatu senyawa asam lemak rantai pendek (Ara et al., 2006). Hasil penelitian Caroprese et al. (2009) menyatakan bahwa isovaleric acid merupakan senyawa utama yang berperan dalam menyebabkan bau kaki (Caroprese et al., 2009).
Staphylococcus epidermidis adalah strain bakteri gram positif yang merupakan flora normal kulit (Brooks, Carroll, Butel, and Morse, 2007) dan menjadi target dari sediaan anti bau kaki (Ara et al., 2006). Koloni Staphylococcus epidermidis berwarna abu-abu sampai putih pada isolasi primer. Banyak koloni yang berkembang menjadi pigmen hanya pada saat inkubasi
B. Minyak Cengkeh 1. Deskripsi
Cengkeh (Syzygium aromaticum (L) Merr & Perry) merupakan tanaman rempah yang sejak lama digunakan dalam industri rokok, makanan, minuman dan
obat-obatan. Bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
industri-industri tersebut adalah bunga, tangkai bunga dan daun cengkeh (Taufik,
Triatmojo, Erwanto, Santoso, dan Kristanti, 2012).
Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri yang diperoleh dari tanaman
cengkeh (Syzygium aromaticum (L) Merr & Perry). Minyak atsiri ini dapat diperoleh dari bunga, gagang, dan daun tanaman cengkeh. Kualitas minyak atsiri
yang dihasilkan dievaluasi berdasarkan kandungan eugenolnya (Hidayati, 2003).
Minyak daun cengkeh merupakan minyak yang dihasilkan dengan cara
penyulingan dari daun tanaman cengkeh yang telah luruh. Hal ini menyebabkan
minyak daun cengkeh paling ekonomis apabila dibandingkan dengan minyak
bunga cengkeh dan minyak gagang cengkeh (Hidayati, 2003).
2. Kandungan kimia
Kandungan utama dalam minyak cengkeh adalah eugenol. Kadar eugenol
dan kualitas minyak cengkeh dipengaruhi oleh asal minyaknya. Minyak bunga
dan gagang cengkeh dapat menghasilkan kadar eugenol paling banyak dan
kualitas paling baik, sedangkan kadar eugenol dan kualitas minyak daun cengkeh
hanya sedikit lebih rendah dibawahnya (Hidayati, 2003).
Tabel I. Kandungan eugenol dalam minyak cengkeh (Hidayati, 2003)
Asal Minyak Kadar Eugenol
Bunga 90 - 95 %
Gagang 83 - 95 %
Berdasarkan penelitian Ayoola et al. (2008), senyawa yang terkandung dalam minyak bunga cengkeh, antara lain caryophyllene, eugenol acetate dan alpha-humelene, dan eugenol yang merupakan senyawa terbanyak (Ayoola, Lawore, Adelowotan, Aibinu, Adenipekun, Coker, and Odugbemi, 2008). Minyak gagang cengkeh mengandung eugenol, eugenyl acetate, β-caryophyllene, dan alpha-humulene (Lis-Balchin, 2006). Komponen minyak daun cengkeh dibagi menjadi dua kelompok yaitu senyawa fenolat berupa eugenol dan senyawa
non-fenolat, meliputi β-kariofilen, α-kububen, α-kopaen, humulen, δ-kadien dan
kadina 1,3,5-trien (Hidayati, 2003).
3. Sifat fisik dan kimia
Minyak atsiri yang diperoleh dari bunga, gagang, dan daun tanaman
cengkeh memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda, seperti pada tabel
berikut :
Tabel II. Perbedaan sifat fisik dan kimia minyak cengkeh (Reineccius, 1999) Sifat Minyak bunga cengkeh Minyak gagang cengkeh Minyak daun cengkeh
Warna tidak berwarna - kuning pucat kuning - cokelat tua sangat pucat, warna jerami
Bobot jenis 1,038 - 1,060 1,048 - 1,056 1,036 - 1,046
Minyak cengkeh juga memiliki efek terapi, seperti antiradang,
antimuntah, analgesik, antispasmodik, antikarminatif, penguatan ginjal, dan
antiseptik. Kandungan eugenol yang tinggi pada minyak cengkeh memiliki
pertumbuhan beberapa spesies bakteri, antara lain Bacillus subtilis, B. cereus, Staphy. faecalis, S. aureus, S. epidermidis, Micrococcus luteus, K. Pneumoniae, E. Coli, dan Salmonell sp. serta spesies jamur, seperti Paeciliomyces, Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Penicillium sp., Rhizopus sp., dan Rhizomucor sp. (Joseph and Sujatha, 2011).
C. Emulgel
Emugel merupakan suatu bentuk sediaan emulsi dan gel yang digunakan
secara kombinasi. Pada penggunaan dermatologis, emulgel memiliki sifat-sifat
menguntungkan. Sifat-sifat tersebut, antara lain tiksotropi, dapat melembabkan,
mudah penyebarannya, mudah dihilangkan, larut dalam air, dan dapat bercampur
dengan eksipien lain (Singla et al., 2012).
Banyak obat-obatan yang bersifat hidrofobik tidak dapat bergabung
dalam sistem gel karena masalah kelarutan. Oleh karena itu, emulgel dapat
digunakan sebagai alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Emulgel
membantu obat-obatan yang bersifat hidrofobik bergabung dalam fase minyak,
kemudian droplet-droplet minyak akan terdispersi dalam fase air menghasilkan
emulsi tipe oil in water (O/
W). Selanjutnya, emulsi ini yang akan dicampur dalam
basis gel. Hal ini dapat meningkatkan stabilitas dan pelepasan obat (Panwar,
D. Komposisi Emulgel 1. Carbopol 940
Carbopol 940 merupakan salah satu contoh dari gelling agent. Gelling agent adalah suatu zat hidrokoloid organik ataupun hidrofilik inorganik yang digunakan sebagai bahan pembentuk gel (Collet and Aulton, 1990). Syarat gelling agent untuk sediaan farmasi dan kosmetik harus inert, aman, dan tidak bereaksi dengan komponen lain dalam formula (Zatz and Kushla, 1996).
Gambar 1. Unit monomer asam akrilat dalam polimer carbopol (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009)
Carbopol 940 lebih dikenal dengan nama carbomer 940. Range konsentrasi carbopol 940 sebagai gelling agent yaitu (0,5-2)%. Secara kimia, carbopol ini merupakan polimer sintetik dari asam akrilat dengan bobot molekul
tinggi (Rowe et al., 2009). Carbopol 940 berbentuk serbuk halus berwarna putih, memiliki bau asam yang ringan, pH 2,5-3 dalam 1% larutan dan stabil pada suhu
di atas 75oC (LibrawPharma, 2008).
Carbopol 940 memiliki viskositas 40.000-60.000 cP pada 0,5% larutan
dengan pH 7,5. Hal ini menunjukkan sifat carbopol 940 yaitu kemampuan
2. Triethanolamine (TEA)
Gambar 2. Struktur triethanolamine (TEA) (Rowe et al., 2009)
Triethanolamine (TEA) merupakan hasil dari reaksi antara amoniak dan etilen oksida. Triethanolamine (TEA) mempunyai kemampuan menguap yang rendah pada suhu ruangan, berbau amoniak, dan dapat berbentuk solid atau liquid
tergantung pada suhu dan nilai kemurniannya (Arak Petrochemical Company,
2013).
Beberapa sifat lain dari TEA yaitu memiliki pH 10,5 dalam 0,1 N larutan,
sangat higroskopis, berwarna cokelat apabila terpapar udara dan cahaya.
Triethanolamine (TEA) digunakan sebagai agen pembasa dan dapat juga digunakan sebagai emulsifying agent (Rowe et al., 2009).
3. Sorbitol
Humectant adalah bahan dalam produk kosmetik yang bertujuan untuk mencegah hilangnya lembab dari produk dan meningkatkan jumlah air
(kelembaban) pada lapisan kulit terluar saat produk diaplikasikan (Barel, Paye,
and Maibach, 2009). Humectant membantu menjaga kelembaban kulit dengan mekanisme yaitu menjaga kandungan air pada lapisan stratum korneum serta
Gambar 3. Struktur sorbitol (Rowe et al., 2009)
Sorbitol merupakan salah satu contoh humectant yang dapat juga berfungsi sebagai plasticizer, agen penstabil, agen pemanis, bahan pengisi pada tablet dan kapsul. Sorbitol memiliki pH 4,5-7 dalam 10% w/
v larutan (Rowe et al.,
2009). Sorbitol mudah larut dalam air, tetapi sukar larut dalam etanol, dalam
metanol, dan dalam asam asetat (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan RI, 1995). Range konsentrasi sorbitol sebagai humectant yaitu (0,5-15)%. Sifat higroskop sorbitol lebih rendah dibandingkan dengan gliserin (Barel,
Paye, and Maibach, 2009). Viskositas sorbitol pada suhu 25oC adalah 190 cP (Smith and Hong, 2003).
4. Emulsifying agent (tween 80 dan span 80)
Emulsifying agent merupakan suatu bahan yang berperan dalam kestabilan emulsi dengan menurunkan tegangan antar muka dan kemudian
menjaga pemisahan droplet pada fase dispersi dengan membentuk barrier. Syarat emulsifying agent yang ideal yaitu tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau, tidak toksik dan tidak mengiritasi, serta dapat memproduksi emulsi pada
konsentrasi rendah. Emulsifying agent dikatakan efektif apabila memiliki dua gugus yaitu gugus polar yang bersifat hidrofilik dan gugus non-polar yang bersifat
bersifat non-ionik cenderung akan memiliki sifat hidrofilik dan lipofilik yang
seimbang. Contoh emulsifying agent tersebut adalah tween 80 dan span 80 (Collet and Aulton, 1990).
Gambar 4. Struktur Polysorbate 80 (tween 80) (Nair, Stephens, Vincent, Raghavan, and Sand, 2003)
Polysorbate 80 merupakan nama lain dari tween 80. Polysorbate merupakan surfaktan hidrofilik non-ionik yang mengandung 20 unit oksietilena
dan digunakan sebagai emulsifying agent pada emulsi tipe oil in water (O/W).
Penggunaan tween 80 secara kombinasi sebagai emulsifying agent hidrofilik memiliki range konsentrasi sebesar (1-10)%. Nama kimia untuk tween 80 adalah polyoxyethylene 20 sorbitan monooleate dengan rumus kimia C64H124O26,
Gambar 5. Struktur Sorbitan monooleate (span 80) (Wu et al., 2010)
Sorbitan monooleate merupakan nama lain dari span 80. Sorbitan ester digunakan secara luas untuk kosmetik, produk makanan, dan sebagai emulsifying agent lipofilik. Range konsentrasi penggunaan span 80 secara kombinasi sebagai emulsifying agent lipofilik sebesar (1-10)%. Nama kimia untuk span 80 adalah (Z)-sorbitan mono-9-octadecenoate dengan rumus kimia C24H44O6, berbentuk
cairan kental berwarna kuning (Rowe et al., 2009).
5. Parafin cair
Parafin cair merupakan suatu campuran hidrokarbon yang diperoleh dari
minyak mineral. Parafin cair berbentuk cairan kental, transparan, hampir tidak
berbau (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979).
Parafin merupakan salah satu contoh bahan yang memiliki sifat emolien.
Emolien merupakan suatu bahan yang dapat membantu menjaga kulit agar tetap
lembut dan halus. Fungsi dari emolien yaitu sebagai lubrikan pada permukaan
kulit, mengurangi pengelupasan pada kulit, serta meningkatkan penampilan kulit.
Beberapa emolien menunjukkan sifat lipofilik yang kuat sehingga sering disebut
penguapan air pada permukaan kulit sehingga kadar airnya meningkat (Barel et al., 2009).
6. Pengawet (metil paraben dan propil paraben)
Gambar 6. Struktur metil paraben (Rowe et al., 2009)
Metil paraben berbentuk serbuk kristal, berwarna putih dan tidak berbau.
Nama kimia metil paraben adalahmethyl-4-hydroxybenzoate dengan rumus kimia
C8H8O3. Range konsentrasi yang digunakan dalam sediaan topikal yaitu
(0,02-0,3)% (Rowe et al., 2009).
Gambar 7. Struktur propil paraben (Rowe et al., 2009)
Propil paraben merupakan serbuk kristal yang berwarna putih dan tidak
berbau. Nama kimia metil paraben adalah propyl-4-hydroxybenzoate dengan
rumus kimia C10H12O3. Range konsentrasi yang digunakan dalam sediaan topikal
yaitu (0,01-0,6)% (Rowe et al., 2009).
Metil paraben dan propil paraben berfungsi sebagai pengawet
antimikroba. Keduanya memiliki aktivitas antimikroba pada pH 4-8. Kombinasi
paraben dapat meningkatkan aktivitasnya sebagai pengawet karena aktivitas
karena itu, kombinasi metil-, etil-, propil-, dan butil paraben sering digunakan
bersama, contohnya metil paraben dan propil paraben (Rowe et al., 2009).
7. Aquadest
Menurut Farmakope Indonesia III, aquadest yaitu cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa. Nama lain aquadest adalah air suling. Aquadest dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Fungsi aquadest sebagai pelarut. Rumus kimia dari aquadest adalah H2O dengan berat
molekul 18,02 (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979).
E. Iritasi Primer
Iritasi kulit adalah proses peradangan pada kulit yang tidak dimediasi
oleh sistem imun (limfosit atau antibodi). Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi
kulit baik pada paparan pertama maupun paparan berulang. Apabila paparan
berulang terjadi pada area yang sama, maka bahan kimia tersebut akan merusak
kulit dengan segera yang dapat mengakibatkan kematian jaringan kulit dan
pembentukan bekas luka (Benson and Watkinson, 2012).
Edema atau yang sering disebut dropsy, merupakan suatu pembengkakan yang disebabkan oleh terakumulasinya sejumlah cairan pada sel-sel tubuh.
Kondisi ini sering terjadi pada pergelangan kaki, wajah, dan tangan (Ehrlich,
2010). Eritema merupakan kondisi kulit yang kemerahan dan menimbulkan ruam.
Jenis eritema yaitu fotosensitivitas, erythema multiforme, dan erythema nodusum. Fotosensitivitas dikarenakan peningkatan sensitivitas pada radiasi ultraviolet.
obat, infeksi atau penyakit. Erythema nodusum dikenal dengan adanya benjolan di bawah lutut karena suatu penyakit tertentu (Ehrlich, 2010).
Metode Draize digunakan untuk menguji iritasi kulit. Hewan uji yang
digunakan adalah kelinci. Draize menggunakan sistem penilaian secara visual
untuk menghitung Primary Irritation Index (PII) (Benson and Watkinson, 2012).
Tabel III. Sistem penilaian metode Draize (Benson and Watkinson, 2012)
No Reaksi Kulit Skor
1
Eritema dan Pembentukan Kerak
Tanpa eritema 0
Eritema sangat sedikit (hampir tidak nampak) 1
Eritema berbatas jelas 2
Eritema moderat sampai berat 3
Eritema berat (merah bit) sampai sedikit membentuk kerak (luka dalam) 4
2
Pembentukan edema
Tanpa edema 0
Edema sangat sedikit (hampir tidak nampak) 1 Edema sedikit (tepi daerah berbatas jelas) 2 Edema moderat (tepi naik kira-kira 1 mm) 3 Edema berat (naik lebih dari 1 mm dan meluas keluar daerah pajanan) 4
Primary Irritation Index (PII) dihitung dengan cara merata-rata nilai eritema dan edema yang terjadi pada semua bagian. Selanjutnya, kedua hasil rata-rata tersebut
dijumlahkan. Nilai PII yang dihasilkan diinterpretasikan berdasarkan Tabel IV
(Benson and Watkinson, 2012).
Tabel IV. Interpretasi nilai Primary Irritation Index (PII) (Benson and Watkinson, 2012) Primary Irritation Index (PII) Interpretasi mengenai bahan uji
< 2 Tidak mengiritasi 2 - 5 Iritasi sedang
> 5 Iritasi berat
F. Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Emulgel 1. Viskositas
Viskositas merupakan suatu tahanan dari suatu cairan untuk mengalir.
Semakin kental suatu cairan, semakin besar tahanannya, sehingga dibutuhkan
tertentu (Sinko, 2006). Viskositas memiliki peranan penting pada beberapa bentuk
sediaan. Viskositas merupakan faktor penting dalam menjaga obat bentuk
suspensi, meningkatkan stabilitas emulsi, mengubah kecepatan pelepasan obat
pada tempat aplikasi, membuat suatu bentuk sediaan mudah diaplikasikan.
Seorang farmasis akan mempertimbangkan viskositas untuk meningkatkan
stabilitas bentuk sediaan yang diformulasikan (Allen, 2002). Pengujian viskositas
dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis viskometer berdasarkan
kebutuhan formulator (Garg, Aggarwal, Garg, and Singla, 2002).
2. Daya sebar
Efikasi terapi topikal dipengaruhi oleh daya sebar formulasi pada tempat
target dengan dosis standar. Konsistensi formula yang optimum membantu
memastikan dosis yang sesuai untuk diaplikasikan ke tempat target, khususnya
untuk obat-obat poten. Apabila dosis berkurang, maka tidak akan memberikan
efek yang diinginkan, tetapi dengan dosis berlebih dapat memberikan efek
samping yang tidak diinginkan (Garg et al., 2002).
Faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam penilaian daya sebar
yaitu rigiditas sediaan, lama tekanan, suhu tempat target, viskositas formulasi
sediaan, dan laju penguapan pelarut. Metode yang paling sering digunakan dalam
pengukuran daya sebar adalah metode parallel-plate. Keuntungan metode ini yaitu sederhana, mudah untuk dilakukan, dan tidak memerlukan banyak biaya.
Namun, metode ini kurang tepat dan sensitif karena data yang dikumpulkan harus
G. Uji Potensi Antimikroba
Parameter yang diukur pada uji potensi antimikroba adalah respon
pertumbuhan populasi mikroorganisme terhadap agen antimikroba. Kegunaan uji
potensi antimikroba untuk memperoleh suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien. Secara garis besar, terdapat dua metode untuk uji potensi antimikroba
yaitu metode difusi dan metode dilusi (Pratiwi, 2008).
1. Metode difusi
Metode disc diffusion (tes Kirby dan Bauer) berfungsi untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Disc yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme. Selanjutnya, disc akan berdifusi dengan media agar menghasilkan suatu zona jernih. Zona jernih yang dihasilkan
menandakan adanya penghambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme oleh
agen antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008).
2. Metode dilusi
a. Metode dilusi cair (broth dilution test). Metode ini digunakan untuk mengukur Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM).
Mekanisme metode dilusi cair adalah dengan membuat seri pengenceran agen
antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan
agen antimikroba dengan kadar terkecil yang terlihat jernih ditetapkan sebagai
KHM. Selanjutnya, larutan KHM tersebut dikultur ulang pada media cair tanpa
adanya penambahan agen antimikroba dan mikroba uji, diinkubasi selama 24-48
jam. Apabila larutan masih terlihat jernih, maka ditetapkan sebagai KBM
b. Metode dilusi padat (solid dilution test). Mekanisme metode ini sama dengan metode dilusi cair, hanya saja media yang digunakan adalah media padat.
Keuntungan metode ini yaitu satu konsentrasi agen antimikroba dapat digunakan
untuk mengidentifikasi beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).
H. Landasan Teori
Bau kaki disebabkan oleh senyawa isovaleric acid yang diproduksi Staphylococcus epidermidis pada saat mendegradasi leusin di dalam keringat dengan bantuan enzim leusin dehidrogenase (Ara et al., 2006). Minyak cengkeh mengandung eugenol. Kandungan eugenol yang tinggi memiliki aktivitas
antimikroba (Bhuiyan et al., 2010). Minyak cengkeh dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis (Joseph and Sujatha, 2011). Oleh karena itu, minyak cengkeh dapat diformulasikan menjadi sediaan anti bau kaki.
Emulgel merupakan salah satu pembawa yang baik untuk zat aktif yang
bersifat hidrofobik, seperti minyak cengkeh. Bentuk sediaan emulgel dapat
meningkatkan stabilitas dan pelepasan obat (Panwar et al., 2011).
Sifat fisik emulgel ditentukan melalui viskositas dan daya sebar yang
dihasilkan. Viskositas merupakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir.
Viskositas cairan yang semakin tinggi akan membutuhkan energi yang semakin
besar agar cairan tersebut dapat mengalir (Sinko, 2006). Viskositas merupakan
faktor penting yang dapat meningkatkan stabilitas emulsi (Allen, 2002). Efikasi
terapi topikal dipengaruhi oleh daya sebar, dimana konsistensi formula yang
target. Apabila dosis berkurang, maka tidak akan memberikan efek yang
diinginkan, tetapi dengan dosis berlebih dapat memberikan efek samping yang
tidak diinginkan (Garg et al., 2002).
Formula sediaan emulgel mengandung gelling agent dan humectant. Carbopol 940 dapat digunakan sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant. Range konsentrasi carbopol 940 sebagai gelling agent yaitu (0,5-2)% (Rowe et al., 2009). Pada formulasi sediaan topikal, carbopol 940 akan membentuk gel yang jernih. Kemampuan thickening carbopol 940 paling baik pada viskositas tinggi yang dapat dicapai pada range pH 5,0-9,0. Netralisasi gugus karboksilat pada carbopol 940 menggunakan zat alkali yang sesuai akan
membuat carbopol 940 sangat terionisasi membentuk gel yang kaku (Allen, 2002;
Lubrizol, 2009). Range sorbitol sebagai humectant sebesar (0,5-15)%, dimana sifat moisture-binding yang dimiliki sorbitol dapat mengurangi penguapan air dari formulasi dan mengontrol viskositas. Penggunaan sorbitol sebagai humectant pada level yang cukup dapat meningkatkan ketahanan emulgel (Barel et al., 2009).
I. Hipotesis
1. Carbopol 940 dan sorbitol memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sifat
fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak cengkeh pada level yang diteliti.
2. Semua formula emulgel minyak cengkeh memenuhi kriteria sifat fisik dan
23 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain
faktorial.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas. Komposisi carbopol 940 sebagai gelling agent dan sorbitol sebagai humectant dalam formula emulgel minyak cengkeh.
b. Variabel tergantung. Daya sebar dan viskositas (sifat fisik emulgel),
pergeseran viskositas (stabilitas fisik emulgel), diameter zona hambat tiap formula
(potensi antibakteri), dan edema dan eritema (uji iritasi primer).
c. Variabel pengacau terkendali. Lama, kecepatan dan suhu pengadukan
pada saat pembuatan emulgel, lama penyimpanan, kondisi tempat penyimpanan,
suhu dan lama inkubasi, kepadatan suspensi bakteri Staphylococcus epidermidis, umur, berat badan dan jenis kelamin kelinci.
d. Variabel pengacau tak terkendali. Suhu dan kelembaban ruangan pada
saat pembuatan, penyimpanan dan pengujian emulgel, laju penguapan minyak
2. Definisi operasional
a. Emulgel adalah sediaan topikal, berbentuk semisolid dengan zat aktif
minyak daun cengkeh dengan konsentrasi sebesar 15% dengan formula yang
ditunjukkan pada penelitian ini.
b. Viskositas adalah tahanan emugel untuk mengalir, yang diukur
dengan viscotester seri VT 04 (RION®-JAPAN).
c. Daya sebar adalah diameter penyebaran emulgel pada horizontal double plate selama 1 menit.
d. Stabilitas fisik emulgel adalah suatu parameter untuk menilai kualitas
emulgel setelah penyimpanan selama 1 bulan. Pada penelitian ini stabilitas
emulgel ditentukan dari pergeseran viskositasnya.
e. Faktor adalah besaran yang dapat mempengaruhi respon. Dalam
penelitian ini, faktor yang diteliti adalah carbopol 940 dan sorbitol.
f. Level adalah jumlah faktor yang diteliti. Dalam penelitian ini terdapat
dua level yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah carbopol 940 adalah 1
g dan level tinggi adalah 5 g. Level rendah sorbitol adalah 2 g dan level tinggi
adalah 10 g.
g. Respon adalah besaran yang diamati perubahannya dan dapat
dikuantitatifkan. Dalam penelitian ini, respon yang dihasilkan adalah viskositas,
daya sebar, dan pergeseran viskositas
h. Pengaruh adalah perubahan respon yang disebabkan oleh adanya
i. Kontrol basis emulgel adalah sediaan emulgel yang diformulasikan
tanpa zat aktif yaitu minyak cengkeh dan digunakan sebagai pembanding pada
saat melakukan uji iritasi primer dan uji potensi antibakteri.
j. Potensi antibakteri emulgel adalah kemampuan emulgel minyak
cengkeh dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis, dilihat dari diameter zona hambat yang dihasilkan dan dibandingkan dengan
kontrol basis emulgel.
k. Diameter zona hambat adalah parameter uji potensi antibakteri berupa
pengukuran diameter zona jernih yang dihasilkan.
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak daun
cengkeh yang diperoleh dari CV Indaroma Yogyakarta (Lampiran 1), carbopol
940, TEA, sorbitol, tween 80, span 80, parafin cair, metil paraben, propil paraben,
aquadest, media Muller-Hinton Agar (Oxoid), media Muller-Hinton Broth (Merck), kultur murni bakteri Staphylococcus epidermidis ATCC 12228 yang diperoleh dari Dinas Kesehatan, Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta
(Lampiran 2), dan kelinci.
D. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Glasswares (PYREX-GERMANY), neraca, mixer merk Philips®, viscotester seri VT 04
double plate, waterbath, cawan petri, labu erlenmeyer, stirer, tabung reaksi, jarum ose, pelubang sumuran diameter 0,8 cm, pipet ukur, vortex, autoklaf dan alat
pencukur bulu kelinci.
E. Tata Cara Penelitian 1. Verifikasi sifat fisik minyak cengkeh
a. Verifikasi indeks bias minyak cengkeh. Indeks bias minyak cengkeh
diukur menggunakan refractometer ABBE. Indeks bias ini diukur dengan cara minyak cengkeh diteteskan pada prisma utama, kemudian prisma ditutup dan
refraktometer diarahkan ke cahaya terang melaui lensa skala agar dapat dilihat
dengan jelas sehingga indeks bias dapat ditentukan. Refraktometer dialiri air
mengalir dan diatur suhunya menjadi 20oC. Selanjutnya, nilai indeks bias
ditunjukkan oleh garis batas yang memisahkan sisi terang dan sisi gelap pada
bagian atas dan bawah. Pada uji ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.
b. Verifikasi bobot jenis minyak cengkeh. Bobot jenis minyak cengkeh
diukur dengan menggunakan piknometer yang telah dikalibrasi dengan
menetapkan bobot piknometer kosong dan bobot air pada suhu 25oC. Kemudian volume air dihitung dengan cara bobot air dibagi dengan kerapatan air.
Piknometer diisi minyak cengkeh dan suhu dikondisikan pada suhu 25oC,
kemudian piknometer ditimbang. Bobot piknometer yang telah diisi minyak
cengkeh dikurangi bobot piknometer kosong untuk memperoleh bobot minyak
cengkeh. Kerapatan minyak cengkeh dihitung dengan cara bobot minyak cengkeh
antara kerapatan minyak cengkeh dengan kerapatan air, pada suhu 25oC. Pada uji
ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.
2. Formulasi emulgel
Formula yang digunakan mengacu pada formula emulgel antiacne minyak cengkeh Suryarini (2011) untuk 250 g emulgel, sebagai berikut :
R/ Minyak cengkeh 37,5 g
Tabel V. Hasil modifikasi dari formula standar untuk pembuatan emulgel sebanyak 200 g
F1 = carbopol 940 level rendah, sorbitol level rendah
Fa = carbopol 940 level tinggi, sorbitol level rendah
Fb = carbopol 940 level rendah, sorbitol level tinggi
Fab = carbopol 940 level tinggi, sorbitol level tinggi
a. Pengembangan carbopol 940. Carbopol 940 dikembangkan dengan
b. Pembuatan emulsi. Semua bahan dicampurkan menurut fasenya
masing-masing di atas waterbath hingga suhu 50oC. Minyak cengkeh, parafin,
span 80 dan propil paraben termasuk fase minyak sedangkan sisa air (40 mL),
tween 80, sorbitol, dan metil paraben termasuk fase air. Setelah suhu 50oC, kedua fase tersebut dicampurkan. Campuran kedua fase dicampur menggunakan mixer dengan kecepatan putar pada skala 1 selama 10 menit di dalam baskom yang
berisi air panas dengan suhu 60oC.
c. Pembuatan sediaan emulgel. Carbopol 940 yang telah dikembangkan
selama 24 jam ditambahkan ke dalam emulsi dan dicampur menggunakan mixer dengan kecepatan putar pada skala 1 selama 10 menit. Selanjutnya, TEA
ditambahkan ke dalam campuran dan dicampur menggunakan mixer kembali selama 5 menit.
3. Pengujian pH emulgel
Indikator pH dimasukkan ke dalam sejumlah sediaan emulgel.
Selanjutnya, indikator pH tersebut dibandingkan dengan standar yang terdapat
pada wadah.
4. Iritasi primer
Uji ini dilakukan dengan menggunakan kelinci sebagai hewan uji.
Sebanyak 0,5 g emulgel diaplikasikan pada kulit kelinci yang bulunya sudah
dicukur dan dibersihkan dengan air suling. Emulgel diaplikasikan pada punggung
kelinci dengan luas area 2,54 x 2,54 cm. Pengamatan dilakukan setelah pemberian
5. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel
a. Uji viskositas. Uji ini dilakukan dengan menggunakan alat viscotester seri VT 04 (RION®-JAPAN). Emulgel seberat 150 g ditimbang dan dimasukkan
ke dalam suatu wadah yang tersedia. Selanjutnya, wadah yang berisi emulgel
tersebut dipasang pada portable viscotester. Viskositas emulgel ditentukan dengan mengamati pergerakkan jarum penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan 2 kali yaitu
48 jam setelah pembuatan dan setelah penyimpanan selama 1 bulan untuk
mengetahui pergeseran viskositasnya. Range viskositas yang dikehendaki sebesar 150-300 d.Pa.s Stabilitas fisik emulgel ditentukan dari nilai pergeseran viskositas
yang dihitung dengan cara viskositas emulgel setelah penyimpanan selama 1
bulan dikurangi dengan viskositas emulgel 48 jam setelah pembuatan dibagi
dengan viskositas emulgel 48 jam setelah pembuatan, lalu dikali 100%.
Pergeseran viskositas yang dikehendaki ≤ 10.
b. Uji daya sebar. Sediaan emulgel seberat 1 g ditimbang dan diletakkan
pada horizontal double plate. Horizontal double plate lain seberat 55 gram diletakkan di atas emulgel dan didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat
penyebarannya. Uji daya sebar ini dilakukan setelah penyimpanan selama 48 jam.
Daya sebar yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah 3-5 cm.
6. Pengujian potensi antibakteri emulgel terhadap Staphylococcus epidermidis
a. Pembuatan stok bakteri. Media Muller-Hinton Agar dimasukkan ke dalam erlenmeyer (penimbangan disesuaikan kebutuhan dengan melihat label
mL dengan pipet ukur, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dan disterilisasi
dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Pada suhu 45-50oC, tabung
reaksi yang berisi media dimiringkan hingga memadat. Staphylococcus epidermidis sebanyak 1 ose diinokulasikan secara goresan zig-zag pada media agar miring tersebut dan diinkubasi selama 24-48 jam di dalam inkubator.
b. Pembuatan suspensi bakteri. Koloni bakteri Staphylococcus epidermidis diambil dengan 2-3 ose dari stok bakteri, jika dikehendaki dalam volume yang besar dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi Media Muller-Hinton Broth (penimbangan disesuaikan kebutuhan dengan melihat label pada wadah) yang telah disterilisasi dengan autoklaf (suhu 121oC, 15 menit). Suspensi
bakteri diinkubasi selama 48 jam di dalam inkubator pada suhu 37oC. Selanjutnya,
suspensi bakteri divortex dan kekeruhannya dibandingkan dengan Mac Farland
0,5 (1,5 x 108 CFU/mL) (Bonang dan Koeswardono, 1982).
c. Pembuatan kontrol media steril. Media Muller-Hinton Agar yang telah disterilisasi dengan autoklaf (suhu 121oC, 15 menit) dituang ke dalam cawan petri
steril, ditunggu hingga memadat dan diinkubasi di dalam inkubator selama 48 jam
pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi, media diamati dan dibandingkan dengan perlakuan dan kontrol pertumbuhan bakteri uji.
d. Kontrol pertumbuhan bakteri uji Staphylococcus epidermidis. Media Muller-Hinton Agar yang steril, dengan suhu 45-50oC, diinokulasikan suspensi
bakteri uji dengan kepadatan dan jumlah yang sama dengan suspensi bakteri uji
pada perlakuan, kemudian dituang ke cawan petri steril dan digoyang sehingga
dengan suhu 37oC. Setelah diinkubasi, media diamati pertumbuhan bakteri ujinya
melalui kekeruhan media yang dibandingkan dengan perlakuan.
e. Uji potensi antibakteri sediaan emulgel. Semua alat yang akan
digunakan disterilisasi dengan autoklaf (suhu 121oC, 15 menit). Media Muller-Hinton Agar yang steril, dengan suhu 45-50oC, diinokulasikan suspensi bakteri uji dengan kepadatan dan jumlah yang sama dengan suspensi bakteri uji pada kontrol
pertumbuhan bakteri uji. Selanjutnya, sumuran sebanyak 5 lubang dibuat pada
media berisi bakteri uji tersebut. Lima lubang sumuran yang dibuat meliputi basis
(di tengah) dan ke 4 lubang lainnya berisi sediaan emulgel tiap formula. Cawan
petri dibungkus menggunakan plastic wrap, kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi, diameter zona hambat yang dihasilkan diukur
dengan menggunakan penggaris. Pada uji ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.
F. Analisis Hasil
Data utama yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi viskositas dan
daya sebar (sifat fisik), dan pergeseran viskositas (stabilitas fisik). Uji Shapiro -Wilk digunakan untuk menentukan normalitas distribusi data.
Besarnya pengaruh antara carbopol 940 dengan sorbitol dapat dianalisis
secara statistik menggunakan uji two-way ANOVA. Uji tersebut dilakukan jika pada penelitian didapatkan data yang terdistribusi normal. Uji two-way ANOVA digunakan untuk mengetahui signifikansi pengaruh carbopol 940, sorbitol, dan
interaksi keduanya. Dengan demikian, dapat diketahui faktor dominan yang
p-value < 0,05, maka disimpulkan bahwa faktor yang diteliti memiliki pengaruh yang signifikan (taraf kepercayaan 95%).
Jika pada penelitian didapatkan data yang terdistrbusi tidak normal, maka
analisis data tersebut dilakukan menggunakan uji parametrik. Uji
non-parametrik yang digunakan adalah uji Mann-Whitney atau Wilcoxon two sample dengan membandingkan dua kelompok formula dengan salah satu nilai faktor
yang sama untuk melihat pengaruh faktor lain yang nilainya berbeda. Apabila
dalam analisis data didapatkan p-value < 0,05, maka disimpulkan bahwa ada perbedaan antara dua kelompok formula. Perbedaan kedua kelompok formula
yang dihasilkan dapat menunjukkan adanya pengaruh dari nilai faktor yang
berbeda tersebut. Sebaliknya, apabila p-value > 0,05, maka disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan antara dua kelompok formula. Taraf kepercayaan yang
digunakan adalah 95%.
Analisis statistik dilakukan menggunakan software R2.14.1. Berdasarkan analisis statistik ini, maka dapat diketahui ada atau tidaknya pengaruh yang
signifikan dari carbopol 940 dan sorbitol terhadap respon-respon yang diuji dalam
penelitian ini.
Selain data utama, hasil uji pH, iritasi primer, dan diameter zona hambat
dapat menjadi data pendukung dalam penelitian ini. Data pH didapatkan dengan
menguji keempat formula emulgel dengan suatu indikator pH. Data iritasi primer
didapatkan dengan pengamatan secara visual, kemudian ditentukan menggunakan
evaluasi reaksi kulit metode Draize (tabel III). Pada uji potensi antibakteri sediaan
kulitatif dilakukan dengan cara mengamati secara visual ada atau tidaknya zona
jernih yang dihasilkan oleh keempat formula emulgel, sedangkan pengujian secara
kuantitatif dilakukan dengan cara mengukur rata-rata diamter zona hambat
34 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi dan Verifikasi Sifat Fisik Minyak Cengkeh
Pada penelitian ini, minyak cengkeh yang digunakan berasal dari CV
Indaroma Yogyakarta. Minyak cengkeh yang digunakan adalah minyak daun
cengkeh yang dibuktikan dengan Certificate of Analysis (CoA) pada Lampiran 1. Pengujian organoleptis (bentuk, bau, dan warna) dari minyak daun cengkeh
tersebut juga dilakukan. Berdasarkan Reineccius (1999), warna minyak daun
cengkeh yaitu sangat pucat, warna jerami (Reineccius, 1999). Hasil organoleptis
minyak cengkeh yang digunakan dalam penelitian adalah berbentuk cair dengan
bau yang khas dan berwarna kuning jerami.
Tahap awal dari penelitian ini adalah melakukan verifikasi terhadap
minyak cengkeh yang akan digunakan sebagai bahan uji. Verifikasi ini bertujuan
untuk mengetahui kualitas dari minyak cengkeh yang digunakan. Sifat fisik yang
diuji pada tahap verifikasi ini meliputi indeks bias dan bobot jenis. Hasil yang
didapatkan dari proses ini adalah sebagai berikut :
Tabel VI. Hasil verifikasi minyak cengkeh CV Indaroma Yogyakarta
Sifat Fisik Teoretis Spesifikasi CoA Hasil Verifikasi
Indeks bias 1,528-1,535 (SNI, 2006) 1,520-1,540 1,534 ± 0,001 Bobot jenis 1,036-1,046 (Reineccius, 1999) 1,010-1,035 1,0207 ± 0,0021
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa indeks bias yang
dihasilkan masuk kedalam range indeks bias teoretis berdasarkan SNI (2006) dan masuk kedalam spesifikasi yang menjadi parameter CV Indaroma Yogyakarta
minyak daun cengkeh adalah 1,036-1,046 (Reineccius, 1999) dan bobot jenis
yang dihasilkan tidak masuk kedalam range bobot jenis tersebut, tetapi masuk kedalam spesifikasi yang menjadi parameter CV Indaroma Yogyakarta pada CoA
(Lampiran 1). Jadi, minyak yang berasal dari CV Indaroma tersebut adalah
minyak daun cengkeh, tetapi memiliki kualitas kemurnian yang berbeda dari yang
disebutkan pada literatur. Perbedaan ini diduga disebabkan karena adanya
perbedaan jumlah kandungan eugenol dalam minyak daun cengkeh tersebut.
Kandungan eugenol dalam minyak daun cengkeh yang digunakan dalam
penelitian sebesar 74,08% (Lampiran 1), sedangkan kandungan eugenol pada
literatur yang disebutkan sebesar 84-88%.
B. Formulasi Emulgel
Emulgel memiliki dua sistem yaitu sistem emulsi dan sistem gel.
Emulgel dipilih karena zat aktif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
minyak daun cengkeh. Minyak memiliki sifat hidrofobik sehingga zat aktif
tersebut akan lebih sulit apabila diformulasikan ke dalam bentuk sediaan gel yang
mengandung banyak air.
Kegunaan sediaan emulgel yang diformulasikan ini adalah sebagai anti
bau kaki. Umumnya, setiap orang menggunakan kaos kaki dan sepatu. Kaki yang
tertutup kaos kaki dan sepatu akan berkeringat sehingga menyebabkan bau kaki.
Hal tersebut dikarenakan adanya kandungan lembab berlebih pada kaki
senyawa tersebut menyebabkan bau kaki (Caroprese et al., 2009). Jadi, sistem emulsi yang digunakan pada penelitian adalah sistem oil in water (O/
W). Selain itu,
rasa lengket yang ditimbulkan oleh minyak daun cengkeh sebagai zat aktif akan
mengurangi acceptability penggunanya sehingga pemilihan sediaan emulgel pada penelitian ini dapat memberikan keuntungan. Emulgel mengandung sejumlah air
yang apabila menguap, maka dapat memberikan efek dingin dan sistem emulsi
tipe O/
W yang terbentuk pada emulgel dalam penelitian ini dapat menutupi kesan
berminyak dari minyak cengkeh.
Bentuk sediaan emulgel tipe O/
W juga akan lebih stabil dengan adanya
penambahan gelling agent untuk membentuk sistem gel didalamnya. Polimer-polimer gelling agent akan menjebak droplet-droplet minyak sehingga mengurangi terjadinya penggabungan droplet-droplet minyak (coalescence) tersebut. Selain itu, gelling agent juga dapat berfungsi sebagai pengental yang dapat meningkatkan viskositas. Peningkatan viskositas ini akan membuat
droplet-droplet minyak semakin susah bergerak sehingga coalescence semakin kecil. Pada penelitian ini, formulasi sediaan emulgel terdiri dari minyak
cengkeh, parafin cair, tween 80, span 80, carbopol 940, triethanolamine (TEA), sorbitol, metil paraben, propil paraben, dan aquadest. Minyak cengkeh berfungsi sebagai zat aktif karena minyak cengkeh 15% sudah dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Staphyloccocus epidermidis (Kusuma, 2010). Bersama dengan minyak cengkeh, parafin cair digunakan sebagai fase minyak pada saat
Tween 80 dan span 80 digunakan sebagai emulsifying agent, yang menjembatani antara fase minyak dengan fase air dengan mekanisme menurunkan
tegangan antar muka pada kedua fase tersebut agar dapat bercampur sehingga
menghasilkan bentuk emulgel yang stabil. Tween 80 lebih bersifat hidrofilik
sedangkan span 80 lebih bersifat lipofilik.
Adapun mekanisme kerja penggunaan tween dan span secara kombinasi
yaitu bagian hidrokarbon molekul span (sorbitan monooleate) terletak pada globul minyak dan bagian radikalnya terletak pada fase air. Kepala yang besar pada
molekul sorbitan mencegah ekor-ekor hidrokarbon di dalam fase minyak saling berdekatan. Ketika tween (polyoxyethylene 20 sorbitan monopalmitat)
ditambahkan, senyawa ini akan berorientasi pada antarmuka sehingga bagian ekor
hidrokarbonnya berada pada fase minyak. Sisa rantai pada senyawa tersebut
bersama dengan cincin sorbitan dan rantai polyoxyethylene terletak pada fase air.
Gambar 8. Skematik droplet minyak dalam emulsi O/
W, menunjukkan orientasi molekul
tween dan span pada antarmuka (Sinko, 2006)
Pada gambar 10 dapat teramati bahwa rantai hidrokarbon molekul
orientasi ini akan menghasilkan gaya tarik menarik van der Waals yang efektif.
Dengan cara ini, kedua emulsifying agent tersebut dapat memperkuat interfacial
film dan meningkatkan stabilitas emulsi tipe O/
W terhadap coalescence.
Pada formula ini, metil paraben dan propil paraben berfungsi untuk
mencegah terkontaminasinya emulgel oleh mikroba (sebagai pengawet).
Peningkatan rantai alkil seiring dengan peningkatan aktivitas antimikroba pada
golongan paraben (Rowe et al., 2009). Oleh karena itu, metil paraben dan propil paraben dikombinasikan dalam penelitian ini. Aquadest berfungsi untuk mengembangkan carbopol 940 dan sebagai fase air pada saat proses emulsifikasi.
Carbopol 940 berfungsi sebagai gelling agent. Carbopol 940 merupakan suatu polimer yang membentuk gelungan sangat erat (coiled) dalam bentuk serbuk kering sehingga dapat membatasi kemampuan thickening-nya.
Gambar 9. Carbopol dalam bentuk coiled (kiri) dan uncoiled (kanan) (Noveon, 2002)
Ketika didispersikan ke dalam air, carbopol 940 terhidrasi dan sebagian
gelungannya terbuka (uncoiled). Carbopol 940 dapat berfungsi dengan baik apabila polimer tersebut benar-benar uncoiled (Chikalikar and Moorkath, 2002). Mekanisme carbopol 940 untuk uncoiled adalah penetralan gugus asam karboksilat pada rantai polimer dengan basa yang sesuai. Penetralan tersebut akan
tolak-menolak antar muatan negatif tersebut menyebabkan carbopol 940
benar-benar uncoiled ke dalam strukturnya yang lebih bebas. Namun, rantai carbopol 940 tetap akan terjalin satu sama lain menghasilkan matriks tiga dimensi untuk
membentuk gel yang sangat kental dalam waktu seketika (Suhaime, Tripathy,
Mohamed, and Majeed, 2012). Pada penelitian ini, triethanolamine (TEA) berfungsi sebagai basa untuk menetralkan pH asam carbopol 940 sehingga dapat
membantu carbopol 940 untuk uncoiled.
Humectant akan menarik air saat diaplikasikan pada kulit sehingga meningkatkan penyerapan air pada stratum korneum. Dalam penelitian ini,
sorbitol berfungsi sebagai humectant. Sorbitol dipilih karena bersifat inert dan compatible dengan banyak eksipien. Sifatnya yang mengikat lembab ( moisture-binding)dapat menstabilkan emulgel dengan cara mengurangi penguapan air dari formulasinya. Dalam jumlah tertentu, penggunaan sorbitol dapat meningkatkan
ketahanan emulgel. Selain itu, sorbitol juga dapat mempertahankan kelembaban
pada kulit.
Faktor yang akan diteliti adalah carbopol 940 dan sorbitol dengan dua
level yaitu level rendah dan level tinggi untuk masing-masing faktor. Level
rendah dan level tinggi untuk carbopol 940 adalah 1 g dan 5 g.
Tabel VII. Hasil orientasi sifat fisik emulgel dengan variasi carbopol 940 Carbopol 940 (g) Viskositas (d.Pa.s) Daya sebar (cm)
1 60 5,50
2 120 4,05
3 150 4,00
4 160 3,75
Gambar 10. Profil kurva variasi carbopol 940 terhadap viskositas
Gambar 11. Profil kurva variasi carbopol 940 terhadap daya sebar
Pada orientasi ini diambil 5 titik untuk jumlah carbopol 940 yaitu 1, 2, 3,
4, dan 5 g. Tabel VII menunjukkan bahwa jumlah carbopol 940 sebesar 3 g
sampai 5 g menghasilkan viskositas yang sesuai dengan range yang dikehendaki yaitu 150-300 d.Pa.s , sedangkan range daya sebar yang dikehendaki yaitu 3-5 cm dihasilkan oleh jumlah carbopol 940 sebesar 2 g sampai 5 g. Namun, level yang
dipilih pada penelitian ini adalah carbopol 940 sebesar 1 g sebagai level rendah
meskipun tidak masuk kedalam range viskositas dan daya sebar yang dikehendaki dan carbopol 940 sebesar 5 g sebagai level tinggi. Hal ini dikarenakan grafik pada
penurunan daya sebar. Berdasarkan grafik tersebut, maka diprediksikan bahwa
ada pengaruh dari penambahan carbopol 940 terhadap viskositas dan daya sebar.
Jadi, pemilihan level rendah dan level tinggi carbopol 940 sebesar 1 g dan 5 g
dimaksudkan untuk melihat pengaruh yang lebih jelas dari penambahan carbopol
940 sebagai gelling agent terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel yang diformulasikan.
Tabel VIII. Hasil orientasi sifat fisik emulgel dengan variasi sorbitol Sorbitol (g) Viskositas (d.Pa.s) Daya sebar (cm)
2 185 3,85
4 175 3,83
6 225 3,78
8 150 3,95
10 155 3,80
Gambar 12. Profil kurva variasi sorbitol terhadap viskositas