• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi herba Sonchus arvensis L.

Determinasi dilakukan untuk memastikan validitas tanaman yang digunakan. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri herba Sonchus arvensis L. yang diperoleh dari daerah Kaliurang Yogyakarta dengan tanaman

Sonchus arvensis L. yang telah dideterminasi menggunakan buku acuan determinasi. Determinasi dilakukan oleh petugas dari Bagian Biologi Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah herba Sonchus arvensis L. yang masih segar dan berwarna hijau, yang diperoleh dari daerah Kaliurang Yogyakarta periode Juli-Agustus 2014.

3. Pembuatan serbuk herba Sonchus arvensis L.

Herba Sonchus arvensis L. berupa bagian batang, daun, dan bunga, tanpa bagian akar sebannyak 20 kg dicuci bersih dengan air mengalir dan diangin- anginkan ± selama 12 jam hingga tampak tidak basah lagi. Kemudian tanaman di

potong-potong menggunakan pisau hingga berukuran 5 - 10 cm. Tanaman yang telah dipotong-potong dikeringkan pada oven untuk menguapkan air yang masih tersisa pada suhu ± 50oC selama 4 – 5 hari. Setelah kering, tanaman digiling hingga hancur, dan kemudian disaring menggunakan saringan gilingan nomor 0,75 mm, lalu diayak kembali menggunakan ayakan nomor 50 sebagai syarat serbuk yang baik yang dapat digunakan untuk bahan ekstrak.

4. Penetapan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L.

Serbuk herba Sonchus arvensis L. yang telah diayak sebanyak ± 5 g digunakan sebagai bahan untuk pengecekkan kadar air menggunakan alat

moisture balance. Pengujian kadar air dilakukan oleh petugas bagian Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dengan langkah pengujian pertama, yakni timbang kurs kosong (bobot A), kemudian timbang serbuk kering, dan masukkan dalam kurs porselen (bobot B). Setelah itu, panaskan dalam oven dengan suhu 105oC selama 3 jam hingga berat konstan. Lalu masukan ke dalam esikator, dan timbang serbuk kering herba Sonchus arvensis L. yang sudah dipanaskan sebagai bobot setelah pemanasan (bobot C). Kemudian dilakukan perhitungan kadar air dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air =

5. Pembuatan ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.

Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi, menggunakan wadah Erlenmeyer. Perbandingan jumlah serbuk dan pelarut, yaitu 1:10. Sebanyak 50 g serbuk herba Sonchus arvensis L. direndam dalam 250 mL pelarut etanol 70%,

kemudian ditutup dan didiamkan selama 5 hari pada suhu kamar, dan sesekali diaduk setiap hari pada jam yang sama, kemudian ekstrak yang telah tercampur pelarut disaring dengan bantuan corong Buchner dan pompa vakum sehingga diperoleh filtrat. Serbuk sisa perendaman pertama dimaserasi kembali (remaserasi) dengan 250 mL pelarut etanol 70% selama 2 hari, kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010). Selanjutnya, filtrat dievaporasi untuk menguapkan pelarut menggunakan rotary evaporator pada suhu 70oC hingga selurh pelarut menguap (ditandai dengan berhentinya teteasan pada rotary evaporator), kemudian ekstrak dikeluarkan dari labu evaporator dan dipindahkan ke dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya. Setelah itu, dipekatkan menggunakan waterbath dengan suhu 80oC dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap ekstrak (perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut setelah dikeringkan selama 1 jam tidak lebih dari 0,25%). Tahap terakhir dapat dilakukan perhitungan rata-rata rendemen dari replikasi ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. kental yang telah dibuat dengan rumus sebagai berikut:

Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong Rata-rata rendemen =

6. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak

Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat, dimana pada kosentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukan serta dikeluarkan dari spuit oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan ekstrak percawannya dalam labu ukur terkecil dengan pelarut CMC-Na 1% (Kurniawati,

Adrianto, Hendra, 2011). Sebanyak 7,5 g ekstrak dalam labu ukur 50 mL dengan campuran pensuspensi yang sesuai yaitu CMC-Na 1%, sehingga konsentrasi pekat ekstrak yang diperoleh antara lain 15% b/v atau 0,15 g/mL atau 150 mg/mL.

7. Penetapan dosis ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.

Penetapan peringkat dosis ekstrak etanol 70% herba dihitung berdasarkan berat badan tertinggi hewan uji tikus, ½ volume maksimal secara per oral pada tikus, dan konsentrasi maksimal ekstrak 70% herba yang dapat dibuat. Penetapan dosis tertinggi ekstrak 70% adalah sebagai berikut.

D x BB = C x V

D x BB tertinggi (kgBB) = C ekstrak etanol 70%(g/mL) x ½ Vmaks (mL) D x 250 kgBB = 0,15 g/mL x 2,5 mL

D = 1,5 g/kgBB

Dosis tertinggi 1,5 g/kgBB digunakan sebagai dosis III. Peringkat dosis lainnya dihitung dengan menggunakan faktor pembagi dua, sehingga didapatkan dosis II sebesar 0,75 g/kgBB dan dosis I sebesar 0,375 g/kgBB.

8. Pembuatan CMC-Na 1%

Ditimbang sebanyak 1 g CMC-Na, kemudian dilarutkan dalam aquadest sebanyak 50 mL pada labu ukur, didiamkan selama 24 jam hingga CMC-Na mengembang, kemudian diadd menggunakan aquadest hingga 100 mL.

9. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil

Perbandingan karbon tetraklorida dengan olive oil yang digunakan sebesar 1:1 (Janakat and Al-Merie, 2002), sehingga keduanya diambil dengan seksama dan dicampur hingga homogen dalam gelas piala.

10. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksin (karbon tetraklorida). Berdasarkan penelitian Al-Olayan, El-Khadragy, Aref, Othman, Kassab, and Moneim (2014) ditetapkan dosis hepatotoksin (karbon tetraklorida) sebesar 2 mL/kgBB yang terbukti mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus putih jantan galur Wistar tanpa menyebabkan kematian. Hal ini juga didukung oleh penelitian Wijayanti (2013) yang menyatakan bahwa dosis karbon tetraklorida sebanyak 2 mL/kgBB mampu meningkatkan minimal tiga kali dari aktivitas serum ALT dan AST awal.

b. Penetapan waktu pencuplikan darah. Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu pada jam ke 0, 24, dan 48 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata. Kemudian nilai aktivitas serum ALT dan AST diukur.

11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Total 30 ekor tikus putih jantan galur Wistar dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan, dengan lima ekor tikus pada masing-masing kelompok. Berikut pengelompokkan dan perlakuan hewan uji yang digunakan. a. Kelompok I (kontrol hepatotoksin). Karbon tetraklorida dalam pelarut olive oil

dengan dosis 2 mL/kgBB diberikan secara intraperitoneal. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, dilakukan pengambilan darah pada sinus orbitalis mata untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST.

b. Kelompok II (kontrol negatif). Olive oil dengan dosis 2 mL/kgBB diberikan secara intraperitoneal. Pada jam ke-24 setelah pemberian olive oil, dilakukan pengambilan darah pada sinus orbitalis mata untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST.

c. Kelompok III (kontrol ekstrak etanol 70%). Ekstrak etanol 70% herba

Sonchus arvensis L. dengan dosis tertinggi 1,5 g/kg BB selama enam hari berturut-turut secara per oral. Pada jam ke-24 setelah pemberian ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L., dilakuakan pengambilan darah pada sinus orbitalis mata untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST.

d. Kelompok IV-VI (kelompok perlakuan dosis). Ekstrak etanol 70% herba

Sonchus arvensis L. dengan variasi dosis 0,375; 0,75 dan 1,5 g/kg BB selama enam hari berturut-turut secara per oral. Pada jam ke-24 setelah pemberian ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L., dilakukan pengambilan darah pada sinus orbitalis mata untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST.

Dokumen terkait