• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

E. Tata Cara Penelitian

Sediaan kapsul cacing obat diperoleh dari salah satu toko obat di Yogyakarta. Sampel yang digunakan merupakan sampel dengan kode produksi sama kemudian dilakukan uji keseragaman bobot.

2. Uji keseragaman bobot kapsul

Ditimbang 20 kapsul, kemudian ditimbang lagi kapsul satu persatu. Semua isi kapsul dikeluarkan, kemudian ditimbang seluruh bagian cangkang kapsul. Dihitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari yang ditetapkan kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih dari yang ditetapkan kolom B (Dirjen POM, 1979).

3. Penimbangan bobot kering sampel

Wadah dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam,

ditimbang kemudian dipanaskan kembali dalam oven pada suhu 105oC selama 1

jam. Cara ini dilakukan berulang kali sampai diperoleh bobot tetap. Bobot tetap berarti selisih dua kali penimbangan sampel berturut-turut tidak lebih dari 0,5 mg tiap g sisa yang ditimbang. Penimbangan bobot kering juga dilakukan terhadap sampel yang digunakan. Ditimbang 1-2 g sampel kemudian lakukan seperti prosedur diatas menggunakan wadah yang telah dikuantifikasi (Dirjen POM, 1974).

   

4. Pencucian alat-alat gelas

Alat-alat gelas yang akan digunakan untuk analisis, dibilas dengan asam

bikromat 1% dan H2SO4 kemudian didiamkan pada lemari asam selama 24 jam

lalu dibilas dengan aquabidest. Setelah kering, alat ini dimasukkan dalam kantong plastik dan disimpan dalam ruang bebas debu. Sebelum digunakan, peralatan

dibilas dengan HNO3 1 M terlebih dahulu (AOAC, 2007).

5. Preparasi cuplikan sediaan kapsul cacing obat

a. Destruksi Basah (Wet Ashing). Ditimbang seksama 2,5 gram sampel

(bobot kering) dalam labu Erlenmeyer 50 mL (sebelumnya dicuci asam dan

dikeringkan). Ditambahkan 7,5 mL H2SO4 pekat diikuti oleh 12,5 mL HNO3 pekat

ke dalam erlenmeyer. Sampel dipanaskan di hot plate pada suhu ±130°C (mendidih). Asap cokelat-kuning akan muncul. Setelah asap cokelat-kuning

tersebut hilang, maka akan mucul asap putih dari H2SO4. Hal ini menunjukkan

proses penguraian H2SO4 dan sampel akan berwarna lebih gelap. Dengan segera

erlenmeyer dipindahkan dari pemanas dan perlahan-lahan ditambahkan HNO3

pekat sedikit demi sedikit (catatan: suhu cairan dalam erlemenyer tidak boleh turun hingga sama dengan suhu kamar). Erlenmeyer diletakkan kembali pada

pemanas dan HNO3 dididihkan lagi. Dilanjutkan sampai warna larutan menjadi

jernih, yaitu berwarna kuning jerami. Jika larutan itu masih gelap warnanya

ditambahkan HNO3 pekat kembali dan dididihkan lagi. Proses ini diulangi sampai

larutan tersebut jernih, kuning jerami dan ketika dimasukkan kedalam wadah yang berisi es tidak terbentuk gumpalan minyak. Sampel dibiarkan mendingin sampai suhu kamar (dilakukan tiga kali replikasi) (AOAC, 2007).

b. Penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan corong

burner dan kertas Whatman No.42. Kertas saring dijenuhkan dengan HNO3 1 M

lalu diletakkan di bagian dalam corong. Corong diletakkan pada mulut labu hisap

yang sudah terhubung dengan vaccum. Sebanyak 5 mL HNO3 1 M dituangkan ke

dalam erlenmeyer yang berisi timbal hasil destruksi basah kemudian saring. Prosedur ini dilakukan sebanyak tiga kali hingga tidak ada sampel yang tertinggal

di Erlenmeyer. Sebanyak 5 mL HNO3 1 M dituangkan melewati kertas saring tadi

untuk mengantisipasi adanya sampel yang tertinggal di kertas saring dan corong.

Lalu HNO3 1 M ditambahkan hingga batas tanda pada labu ukur 50 mL. Labu

ukur ditutup, lalu dikocok dan dipindahkan ke wadah plastik. Larutan siap diujikan ke SSA pada kondisi optimum (dilakukan tiga kali replikasi) (AOAC, 2007).

6. Optimasi metode analisis

a. Optimasi Tinggi Burner. Tekanan bahan bakar dan gas pembawa

diatur sampai nyala api stokiometrik nyala berwarna kuning tipis. Tekanan dinaikkan sampai nyala berpijar kuning kuat. Larutan Pb 5 ppm disiapkan dan

absorbansinya dicatat pada 283,3 nm dan λ diatur hingga absorbansi maksimum.

Tinggi burner diatur hingga cahaya tampak melalui ujungnya dengan tombol.

Aquabidest digunakan untuk autozero instrumen lalu diukur absorbansi dari

larutan Pb 5 ppm. Tinggi burner diturunkan secara bertahap dan absorbansinya

   

b. Optimasi untuk Perbandingan Bahan Bakar dan Udara. Digunakan

tipe nyala udara : asetilen dengan perbandingan 20:5 dan 20:10. Tekanan udara dijaga konstan dan tekanan bahan bakar diatur bertahap dari kaya bahan bakar hingga nyala kecil. Absorbansi Pb 5 ppm dicatat pada setiap penambahan. Tekanan bahan bakar dipilih yang optimum dan tekanan udara diubah dengan cara yang sama. Absorbansi vs tekanan udara diplot, dengan catatan satu dibuat konstan. Setting tekanan bahan bakar dipilih yang optimum.

7. Pembuatan larutan baku timbal (Pb)

a. Larutan Stok (1000 µg/mL). Dilarutkan 0,3197 g Pb(NO3)2 dalam 50

mL HNO3 1M dalam labu takar 200 mL, kemudian ditambahkan HNO3 1M

hingga batas tanda pada labu. Konsentrasi 1000 µg/mL didapat dari:

,

33 , ,3 /

, μ /

b. Larutan Kerja. Disiapkan Pb 100 µg/mL (intermediet) dengan

mengencerkan 10 mL larutan stok hingga 100 mL dengan larutan HNO3 1M.

Kemudian dibuat seri kurva baku yaitu 0,1 ; 0,5 ; 1,0 ; 1,5 ; 2,0 ; 2,5 dan 3,0 µg/mL dari larutan intermediet. Kurva kalibrasi unsur Pb diperoleh dengan mengukur serapan larutan standar unsur pada kondisi optimum. Kurva kalibrasi diperoleh dengan membuat kurva antara konsentrasi terhadap serapan Pb.

   

8. Validasi metode analisis

Validasi metode analisis yang dilakukan meliputi presisi, recovery, pengaruh prosedur analisis terhadap sampel dan Limit of Quantitation (LOQ).

Prosedur dari parameter-parameter tersebut adalah sebagai berikut : dibuat larutan blangko yang berisi 2,5 g sampel kapsul cacing obat kemudian didestruksi dan dilakukan penyaringan (seperti pada prosedur 5a dan 5b). Kemudian sebelum proses destruksi ke dalam 2,5 g sampel ditambahkan 10 mL larutan standar Pb(NO3)2 p.a dengan konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm dan 10 ppm. Setelah didestruksi kemudian disaring dengan kertas Whatman no.42 dan diukur absorbansinya menggunakan SSA pada kondisi optimum dengan resonance lines

283,3 nm. Dilakukan tiga kali replikasi.

9. Penetapan kadar logam berat timbal pada sediaan kapsul cacing obat

Larutan sampel hasil destruksi dan penyaringan diambil kemudian diencerkan dalam labu ukur 50 mL, setelah itu diukur absorbansinya menggunakan SSA dengan kondisi optimum pada resonance lines 283,3 nm. Dilakukan tiga kali replikasi.

   

Dokumen terkait