• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Metode Penelitian

3.2 Tata Cara Penelitian

Pemodelan penggunaan Transformasi Laplace sistem termal pada tangki air dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1 Skema penentuan suhu pada sistem termal menggunakan transformasi Laplace.

Penggunaan transformasi Laplace pada sistem termal untuk menentukan suhu pada tangki air dilakukan dengan membuat model matematik pada sistem tersebut. Dari model matematik ini diperoleh suhu masukan dan keluaran, kemudian diubah ke dalam transformasi Laplace. Perbandingan suhu keluaran dengan suhu masukan dibuat ke dalam blok diagram yang disebut sebagai fungsi alih. Fungsi alih ini disebut sebagai proses dari sistem termal. Apabila masih ada kesalahan atau hasil tidak maksimal, maka dilakukan pengulangan dengan membuat persamaan yang baru hingga diperoleh persamaan transformasi Laplace seperti yang diharapkan.

Menentukan Model matematik pada sistem termal pada tangki air

Menentukan suhu masukan dan suhu keluaran tangki air

Menentukan transformasi Laplace suhu masukan dan keluaran pada

tangki air

Membuat blok diagram fungsi alih dari suhu masukan dan keluaran

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Adiabatik Dalam Sistem Termal

Pada tangki yang teraduk dengan baik, diasumsikan bahwa aliran volume masukan dan keluaran (Q), kerapatan jenis cairan (�), dan kapasitas panas (C) adalah konstan. Cairan ini juga diasumsikan teraduk dengan baik dan tangki diisolasi agar tidak ada kehilangan panas terhadap lingkungan. Energi dari proses pengadukan juga diabaikan, sehingga diperoleh persamaan seperti pada gambar 4.1 di bawah ini :

�,�,(�)

�,�,�(�)

Gambar 4.1 Proses Termal

��(�)− ��ℎ(�) =[���()]

�� (4.1)

di mana, � = aliran volume, �3/

,�= kerapatan jenis cairan masuk dan keluar, kg/m3 � = volume cairan, m3

(�),ℎ(�) = entalphi cairan masuk dan keluar, J/kg

�(�) = energi dalam cairan di dalam tanki, J/kg

Pada temperatur akhir, digunakan tetapan murni cairan untuk �(�) dan ℎ(�) yaitu pada suhu 32oC dan tekanan pada sistem, dituliskan sebagai berikut :

����(�)− ����(�) =[���()]

�� (4.2) Dengan,

��,� = kapasitas panas cairan yang masuk dan keluar pada tekanan konstan, J/kgoC

= kapasitas panas cairan pada volume konstan, J/kgoC

(�),�(�) = suhu cairan masuk dan keluar, oC

Karena kerapatan jenis dan kapasitas panas diasumsikan konstan pada selang temperatur yang lama, persamaan (4.2) menjadi :

���(�)− ����(�) =���[�(�)]

�� (4.3)

Persamaan ini merupakan persamaan differensial orde pertama yang menyatakan hubungan dari temperatur masukan dan keluaran. Penting untuk diingat bahwa hanya ada satu temperatur yang tidak diketahui yaitu temperatur keluaran, �(�). Suhu masukan, �(�), merupakan variabel masukan yang memaksa temperatur keluaran berubah.

Untuk menunjukkan bahwa ada satu persamaan yang salah satunya tidak diketahui, secara eksplisit dituliskan sebagai berikut :

���(�)− ����(�) =���[�(�)]

Persamaan di atas merupakan model matematik untuk proses termal ini. Solusi persamaan differensial ini menghasilkan respon suhu keluaran sebagai fungsi dari waktu. Sesuai yang telah disebutkan, suhu masukan adalah variabel input yang sering disebut sebagai fungsi paksaan karena variabel ini yang memaksa perubahan pada suhu keluaran. Temperatur keluaran adalah variabel output yang sering disebut sebagai fungsi tanggapan karena merupakan variabel yang menanggapi perubahan fungsi paksaan atau variabel input.

Untuk menentukan fungsi alih dari persamaan di atas dari hubungan �(�) dan

(�), kita akan merubah variabel yang disederhanakan untuk mengembangkan fungsi transfer yang dibutuhkan. Kita tulis keseimbangan energi dalam keadaan mantap tangki pada keadaan awal, yaitu :

����� − �����= 0 (4.4)

mengurangkan persamaan ini dari persamaan (4.3) menghasilkan :

���[�(�)− ��]− ���[�(�)− �] = ���[(��)−��] (4.5)

dan turunan suhunya :

�[�(�)−��]

�� =

��(�)

������� = ����()−0 (4.6)

Persamaan ini akan membantu dalam membuktikan defenisi variabel penyimpanngan dan pengembangan fungsi transfer. Variabel penyimpangan pada persamaan di atas :

�(�) =�(�)− �� (4.7)

(�) =�(�)− � (4.8) Dengan

,̅ � = Nilai awal keadaan mantap temperatur masukan dan keluaran, oC. �(�),�(�) = Variabel penyimpang temperatur masukan dan keluaran, oC. Substitusikan kedua persamaan di atas ke dalam persamaan (4.5), menjadi :

���(�)− ����(�) = �������() (4.9)

Persamaan (4.9) sama dengan persamaan (4.3) kecuali yang telah tertulis di dalam variabel penyimpang. Solusi dari persamaan ini menghasilkan variabel simpangan

�(�) terhadap waktu untuk suatu input tertentu, �(�). Jika temperatur keluaran yang sebenarnya �(�) dikehendaki, nilai keadaan mantap �� harus ditambahkan ke �(�), sesuai dengan persamaan (4.7).

Persamaan (4.9) kita bagi dengan ���, maka : ��� ��� ��(�) �� +�(�) =�(�) , kita misalkan : ��� ���

=

,

sehingga persamaan di atas menjadi :

����()+�(�) =�(�) (4.10)

Satuan dari � adalah :

� = ��3���� � 3[� ��− ]

[�3/�][�� �⁄ 3][� ��−⁄ ��]= �����.

Karena persamaan (4.10) merupakan persamaan differensial linear, ditransformasikan ke transformasi Laplace : ℒ ��� �(�)�=��� 0 �(�)�−���� =∫ �0 −����(�) → ���������������������� =�−���(�) ] − ∫ � (�)(−�)�−���� ℒ ��� �(�)�=−�(0) +� � � (�)�−���� 0

= ��(�)− �(0)

Sehingga diperoleh :

���(�)− ��(0) +�(�) =�(�)

dengan nilai awal temperatur , �(0), adalah �� , maka �(0) = 0, menjadi ���(�) +�(�) =�(�)

�(�)(��+ 1) =�(�)

�(�) =

(��+�)(�) (4.11) Persamaan (4.11) merupakan persamaan yang menunjukkan perubahan suhu keluaran yang diubah ke dalam transformasi Laplace.

Atau, �(�)

��(�) =

(��+�) (4.12)

Persamaan (4.12) adalah fungsi alih yang diinginkan. Persamaan ini disebut fungsi alih orde pertama karena dikembangkan dari persamaan differensial orde pertama. Proses ini sering disebut sebagai proses orde pertama.

Jika suhu masuk �(�) dinaikkan ��, maka suhu masukan mengalami perubahan sebesar ��.

(�) =�� t < 0

(�) =�� +� t ≥ 0

maka : �(�) =��(�)⇒ �(�) =

di mana �(�) merupakan besarnya perubahan pada masukan dan �(�) adalah suhu

masukan yang ditambahkan sebesar AoC yang diubah ke dalam transformasi Laplace.

Dari persamaan (4.11) :

�(�) =

(��+�)(�)

�(�) =

�(�) = �(��+�) = 1 ��+�+ 2

1 = lim�→−1(��+ 1) 1 ��+1= −1

2 = lim�→0 (�) 1 (��+�)� = 1

�(�) = −� ��+�+

(4.13)

Persamaan (4.13) merupakan transformasi Laplace untuk suhu keluaran.

Sehingga diperoleh : �(�) =�(1− �−� �⁄ ) (4.14) Dari : �(�) =�(�)− �� �(�) =�(�) +�� �(�) =�(1− �−� �⁄ ) +��

(4.15) Pada saat �= � → �(�) =��1− �−� �⁄ �=�(1− �−1) = 0,632

Yaitu , untuk langkah perubahan pada variabel masukan, waktu konstan menunjukkan waktu yang diperlukan variabel keluaran mencapai 63,2% dari total perubahan. Oleh karena itu, waktu konstan berhubungan dengan kecepatan proses respon. Semakin lambat proses merespon masukan maka semakin besar nilai � dan sebaliknya, semakin cepat proses merespon masukan, maka nilai � semakin kecil.

4.2 Proses Nonadiabatik Dalam Sistem Termal

Sekarang, akan dicari suhu keluaran dengan menghilangkan anggapan dan mengembangkan model matematis dan fungsi alih yang berhubungan dengan temperatur keluaran, �(�), terhadap temperatur masukan, �(�), dan terhadap temperatur lingkungan, �(�).

Sebagaimana dengan yang sebelumnya, menggunakan acuan keadaan yang sama untuk entalpi dan energi internal, akan dimulai dengan keseimbangan energi dalam keadaan tidak tetap (unsteady-state) :

���(�)− �(�)− ����(�) =��������() (4.16)

���(�)− ��[�(�)− �(�)]− ����(�) =���(��()) (4.17) di mana :

�(�) = Besar perpindahan panas terhadap lingkungan, J/s. � = koefisien perpindahan panas total, J/m2-K-s. � = Daerah perpindahan panas, m2.

(�) = Temperatur lingkungan, oC, sebuah variabel masukan.

Koefisien perpindahan panas total, �, adalah sebuah fungsi dari temperatur. Di sini, �

dianggap konstan karena massa cairan, ketinggian cairan, perpindahan panas yang berlangsung, �, juga dianggap konstan.

Untuk keadaan tetap, keseimbangan energinya adalah :

����� − ��[�� − ��]− �����= 0 (4.18) ���(�(�)− ��)− ��[(�(�)− ��)−(�(�)− ��)]− ���(�(�)− ��) = ���[(��)−��] (4.19) Untuk : �(�) =�(�)− �� , �(�) =�(�)− ��, �(�) =�(�)− ��, maka : ���(�)− ��[�(�)− �(�)]− ����(�) =���(��()) (4.20) ���(�)− ��[�(�)− �(�)]− ����(�) =���(�(�)) �� (4.21)

Persamaan (4.21) sama dengan persamaan (4.17) terkecuali bahwa hal ini dituliskan dalam hubungan variabel penyimpang. Persamaan ini juga merupakan persamaan differensial orde satu biasa. Dalam hal ini, masih ada satu persamaan yang

belum diketahui yaitu

�(�)

. Variabel yang baru adalah temperature lingkungan,

(�),

yang merupakan pengaruh suhu masukan lainnya. Karena temperature berubah, ini akan mempengaruhi kehilangan panas dan mempengaruhi temperature proses cairan.

���(�)− ���(�) +���(�)− ����(�) =���(�(�))

�� (4.22)

���(�) +���(�) =���(��())+ [���+���]�(�) (4.23) Sisi kiri dari persamaan (4.22) menunjukkan dua variabel masukan,�(�) dan �(�), yang bekerja pada variabel keluaran, �(�).

������ �+��(�) + �� ���+��(�) = ��� ���+�� ��(�) �� +�(�) (4.24) Untuk : µ= ��� ���+�� (4.25) 1 =������ �+�� (4.26) 2 =�����+�� (4.27) Kita transformasikan ke dalam transformasi Laplace :

�(�) =ℒ[�(�)] =∫ �0 (�)�−����

=

0−����

(

)

=�−���(�) ] − ∫ � (�)(−�)�−����

ℒ ��� �(�)�= −�(0) +� ∫ �0 (�)�−����

=��(�)− �(0)

Sehingga diperoleh :

µ��(�)− µ�(0) +�(�) =�(�) +�2(�)

dengan nilai awal temperatur , �(0), adalah �� , maka �(0) = 0, Menjadi :

µ��(�) +�(�) =�1(�) +�2(�) (4.28)

(µ�+ 1)�(�) =�1(�) +�2(�)

sehingga persamaan menjadi :

�(�) = 1

µ�+1(�) + 2

µ�+1(�) (4.29)

Persamaan (4.29) merupakan persamaan transformasi Laplace suhu keluaran yang dipengaruhi oleh suhu masukan dan suhu lingkungan. Jika temperatur lingkungan

konstan, �(�) =��

,

sehingga �(�) = 0

,

dan fungsi alih yang menghubungkan temperatur proses terhadap temperatur masukan adalah :

()

��(�)= 1

µ�+1

(4.30)

Jika temperatur cairan masukan cairan konstan, �(�) =��

,

kemudian �(�) = 0, dan fungsi alih yang menghubungkan temperatur proses terhadap temperatur lingkungan adalah :

()

(�) = 2

µ�+1

(4.31)

Jika kedua temperatur cairan dan perubahan temperatur lingkungan, maka persamaan (4.29) menyediakan hubungan yang lengkap.

Persamaan (4.30) dan (4.31) adalah fungsi alih orde pertama. Dalam hal ini, penguatan keadaan-tetap (kadang disebut juga penguatan proses), �1 dan �2, adalah tidak satu, sebagaimana pada kasus persamaan (4.27). Untuk melihat ringkasan penguatan keadaan tetap, dianggap bahwa temperatur masukan terhadap tangki meningkat sebesar �C, yaitu :

(�) =�� t < 0

(�) =�� +� t ≥ 0

maka : �(�) =��(�)⇒ �(�) =

di mana �(�) merupakan besarnya perubahan pada masukan dan �(�) merupakan

suhu masukan yang telah diubah ke dalam transformasi Laplace.

Dari persamaan (4.11) : �(�) = 1 µ�+1(�) �(�) = 1 µ�+1 ( ) �(�) = 1 �(µ�+1) = 11 µ�+1+ 12

1 = lim�→−1(µ�+ 1)µ�+1 = −�

2 = lim�→0 (�) 1 (µ�+1)�= 1

�(�) = −� µ�+1+

(4.32)

Persamaan (4.32) merupakan transformasi Laplace untuk suhu keluaran.

Sehingga diperoleh :

�(�) =��1(1− �−� �⁄ ) (4.33) Dari : �(�) =�(�)− ��

�(�) =�(�) +��

�(�) =��1(1− �−� �⁄ ) +��

(4.34) Jumlah perubahan total dalam

�(�)

diberikan oleh �1A, penguatan waktu dapat berubah dalam masukannya. Penguatan tersebut menunjukkan bahwa seberapa

besar perubahan keluaran per unit perubahan di masukan, atau seberapa besar masukan mempengaruhi keluaran. Dengan kata lain, penguatan berarti sensitivitas yang menghubungkan variabel keluaran dan masukan. Dalam persamaan matematis adalah sebagai berikut :

� =∆�∆� =���������������� ��������������� (4.35) Penguatan adalah parameter lain yang menggambarkan karakteristik proses. Dengan mengingat, hal ini tergantung dari sifat fisis dan parameter operasi dari proses sebagaimana ditunjukkan oleh persamaan (4.26) dan (4.27). Penguatan dalam proses ini bergantung terhadap aliran, densitas, dan kapasitas panas dari proses cairan (�,�, dan ��), pada transfer koefisien panas keseluruhan (U), dan pada daerah perpindahan panas (A). Jika salah satu dari ini berubah, perilaku dari proses akan berubah dan ini akan mempengaruhi penguatan.

4.3 Diagram Blok Pada Sistem Termal

Diagram blok pada sistem termal menunjukkan urutan operasi secara fungsional melalui elemen-elemen yang telah ditemukan sebelumnya.

(�) �(�)

Gambar 4.2 Sistem termal tanpa pengaruh suhu lingkungan (adiabatik).

� (��+�)

+

+

Gambar 4.3 Respon total sistem yang dipengaruhi suhu lingkungan (nonadiabatik). �1 µ�+ 1 (�) �(�)2 µ�+ 1 ��(�)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Suhu masukan dan keluaran dapat ditentukan melalui model matematik, yaitu pada proses adiabatik dan nonadiabatik, yang diubah ke dalam transformasi Laplace. Pada proses adiabatik, suhu keluaran dipengaruhi oleh waktu respon suhu masukan yang dapat diubah-ubah. Perubahan suhu masukan dipengaruhi oleh waktu konstan, �

yang diperlukan suhu keluaran. Waktu konstan berhubungan dengan kecepatan proses respon sistem termal. Semakin lambat proses merespon suhu masukan, maka semakin besar nilai � dan sebaliknya, semakin cepat proses merespon suhu masukan maka nilai

� semakin kecil.

Pada proses nonadiabatik, selain suhu masukan, suhu keluaran juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Jumlah perubahan total pada suhu keluaran sebagai penguatan waktu dipengaruhi oleh suhu masukan dan suhu lingkungan. Penguatan ini menunjukkan seberapa besar pengaruh kedua suhu tersebut. Penguatan dalam proses sistem termal nonadiabatik ini bergantung terhadap aliran, �, densitas, �, dan kapasitas panas dari proses cairan, �, pada transfer koefisien panas keseluruhan, �, dan pada daerah perpindahan panas, �.

5.2 Saran

Penulisan skripsi ini masih menyelesaikan proses pada sistem termal orde pertama dalam menentukan suhu keluarannya. Diharapkan penulis berikutnya dapat mengembangkan dengan mencari suhu keluran dan masukan pada orde tinggi serta dapat membuat simulasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Ainie Khuriati Riza Sulistiati. 2010. Termodinamika. Edisi I. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Arfken, G. 1985. Mathematical Methods For Physicists. San Diego: Academic Press, Inc.

Bustani Mustafa. 2004. Dasar Termodinamika Teknik. Jakarta: Universitas Trisakti.

Distefano, III, dkk. 1967. Schaum’s Outline Of Theory And Problems Of Feedback

and Control Systems. New York: McGraw-Hill Book Company.

El-Hawary, M. E. 1984. Control System Engineering. Virginia: Reston Publishing Company, Inc.

Halliday, D. dan Resnick, R. 1995. Fisika. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Hostetter, G. H. 1987. Digital Control System Design. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Imam Rahayu, Susanto. 2006. Termodinamika. Bandung: Penerbit ITB.

Kreyszig, E. 1988. Advanced Engineering Mathematics. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Krist, T. 1991. Hidraulika. Jakarta: Erlangga.

Ogata, Katsuhiko. 1995. Teknik Kontrol Automatik (Sistem Pengaturan). Jakarta: Erlangga.

Pakpahan, S. 1994. Kontrol Otomatik, Teori dan Terapan. Jakarta: Erlangga.

Phillips, C. L. dan D. H. Royce. 1997. Dasar - Dasar Sistem Kontrol. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Rice, Bernard J. 1986. Ordinary Differential Equations with Aplications. California: Brooks/Cole Publishing Co.

Salusu, A. 2003. Teori dan Penyelesaian Kalkulus Lanjut. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Sihana, Ing. 2010. Analysis Of Thermal System, Introduction. Gajah Mada University, Hal. 1 - 3

Smith, C. A. dan A. B. Corripio. 1997. Principles And Practice Of Automatic Process

Dokumen terkait