• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. METODELOGI

4.1 Hasil penelitian

BAB 4. HASIL

4.1 Hasil penelitian

Skrining dilakukan untuk mencari penderita migren pada pasantren Purba baru di Penyabungan bulan May sampai Juli 2010. Dari 1980 remaja yang diskrining, terdapat 1565 remaja dengan nyeri kepala berulang; 205 remaja yang menderita migren sesuai kriteria HIS, namun hanya 98 orang yang bersedia mengikuti penelitian. Sebanyak 107 orang remaja tidak dimasukkan ke dalam penelitan karena berbagai alasan (87 orang menolak ikut penelitian, 13 orang terdapat gangguan neurologi, dan 7 orang mengalami nyeri kepala setiap hari).

1980 pelajar pesantren

1565orang nyeri kepala berulang

98 orang

87 orang menolak ikut penelitian

Gambar 4.1 Algoritma consort

13 orang gangguan neurologis

7 orang nyeri kepala 50 orang Grup riboflavin 48orang Grup plasebo 50 orang dianalisis

205 orang sesuai kriteria IHS

48 orang dianalisis

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik Riboflavin (n=50) plasebo (n=48) Usia, mean (SD), tahun

Jenis kelamin, n (%) Laki-laki Perempuan

Berat badan, mean (SD), kg

Faktor makanan sebagai pencetus, n (%) Tidak ada pencetus

Pencetus (kopi, coklat, daging, mie kering berpengawet, MSG) Migren, n (%) Tanpa aura Dengan aura Frekuensi Durasi <1 jam 1-2 jam > 2 jam PedMIDAS, mean (SD) Tingkatan PedMIDAS (%) ≤30 31 – 50 > 50 14.0 (1.44) 21 (21.4) 29 (29.6) 43.9 (7.92) 9 (9.2) 41 (41.8) 42 (42.9) 8 (8.2) 6.40 (2.6) 6 (12) 23 (46) 21 (42) 35.6 (4.14) 11 (22) 39 (78) 0 (0) 15.5 (1.53) 6 (6.1) 42 (42.9) 48.2 (7.38) 15 (16.3) 33 (33.7) 30 (30.6) 18 (18.4) 5.02 (2.8) 14 (29.2) 24 (50) 10 (20.8) 34.6 (3.33) 7 (14.6) 41 (85.4) 0 (0)

Dari karakteristik masing kelompok sebelum intervensi (tabel 4.1), tampak bahwa terdapat 72.5% remaja perempuan mengalami migren, dibanding remaja laki-laki (27.5%). Sebanyak 73.5% remaja migren tanpa aura dan 26.5% migren dengan aura. Faktor makanan juga berpengaruh terhadap timbulnya migren, faktor pencetus makanan seperti kopi, coklat,

daging, mie instan dan makanan yang mengandung monosodium glutamat sebanyak 74 remaja (75.5%) pada kedua kelompok. Nilai rata-rata PedMIDAS antara 2 kelompok hampir sama yaitu 35.6 pada kelompok riboflavin dan 34.6 pada kelompok plasebo, dan dengan tingkatan PedMIDAS yang berkisar antara 31 sampai 50, termasuk disabilitas sedang.

Tabel 4.2. Perbandingan hasil penggunaan riboflavin dan plasebo setelah 3 bulan Parameter migren riboflavin Plasebo IK 95% P

Frekuensi, Mean (SD) Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 6.4 (2.56) 3.9 (1.15) 3.7 (1.28) 5.0 (2.85) 4.9 (2.88) 4.9 (2.96) (-2.463;-0.295) (0.151;1.924) (0.104;1.891) 0.010 0.013 0.029 PedMIDAS, Mean (SD) 26.1 (3.79) 34.3(3.37) (6.793;9.673) 0.001 Durasi, n (%) Bulan 1: < 1 jam 1 – 2 jam > 2 jam Bulan 2: < 1 jam 1 – 2 jam > 2 jam Bulan 3: < 1 jam 1 – 2 jam > 2 jam 9 (18.0) 22 (44.0) 19 (38.0) 23 (46.0) 25 (50.0) 2 (4.0) 38 (76.0) 12 (24.0) 0 (0) 13 (27.1) 22 (45.8) 13 (27.1) 17 (35.4) 19 (39.6) 12 (25.0) 16 (33.3) 23 (47.9) 9 (18.8) Tingkatan disabilitas PedMIDAS, n(%) ≤ 30 31-50 > 50 47 (94.0) 3 (6.0) 0 (0) 7 (14.6) 41 (85.4) 0 (0) Efek samping, n (%) Tidak ada Poliuria Diare 20 (40.0) 18 (36.0) 12 (24,8) 34 (70.8) 10 (20.8) 4 (8,4) (-2,62;0,452) 0.404 (0.001;0.03) 0.01 2 (0.001;0.03) 0.001 (0.001;0.03) 0.004 (0.001;0.03) 0.001

Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada frekuensi nyeri kepala pada bulan 1, 2 dan 3 pengobatan dengan riboflavin dibanding plasebo dengan p < 0.05. Skor rerata PedMIDAS

setelah 3 bulan pengobatan riboflavin juga menunjukkan perbedaan yang signifikan dibanding plasebo (P=0.001; IK 95%: 6.793;9.673). Rerata durasi nyeri kepala pada bulan 1 tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok (P=0.404; IK 95%: -2.62;0,452), sedangkan pada bulan kedua dan ketiga pengobatan, rerata durasi nyeri kepala menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (P<0.05). Ketika dibandingkan derajat PedMIDAS antara kedua kelompok setelah terapi menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (P=0.001; IK 95%: 0.001;0.03), dimana setelah pemberian terapi riboflavin, terjadi penurunan derajat disabilitas. Efek samping riboflavin terutama poliuria sebanyak 18 orang (36%), diikuti dengan diare sebanyak 12 orang (12,8%), sedangkan pada plasebo ditemukan poliuria sebanyak 10 orang (20,8%) dan diare sebanyak 4 orang (8,4%).

 

BAB 5. PEMBAHASAN

Migren merupakan suatu serangan nyeri kepala berulang dengan intensitas, frekuensi dan lama yang bervariasi. Migren menempati urutan lima besar masalah kesehatan pada anak. Migren bersifat familial, dengan prevalensi pada anak yang bervariasi sesuai usia.10 Langkah pertama untuk mencari penderita migren adalah dengan melakukan srining, sebab hanya 50% penderita migren yang berkunjung ke dokter hanya untuk berobat.58 Migren sering terjadi pada anak, dan insidennya meningkat pada remaja. Prevalensi 3% pada usia 3 sampai 7 tahun, 4% sampai 11% pada usia 7 sampai 11 tahun, dan 8% sampai 23% selama remaja. Prevalensi pada anak perempuan (55%) lebih besar daripada anak laki-laki (45%).10

Riwayat keluarga dijumpai pada 66% anak dengan migren. Onset migren usia 7.2 tahun pada anak laki-laki dan 10.9 tahun pada anak perempuan.5 Sebuah penelitian di Thailand menemukan menemukan frevalensi migren sebanyak 13,8 pada remaja.50 Pada studi ini skrining dilakukan pada 1565 pelajar pesantren menunjukkan bahwa prevalensi migren pada remaja usia 12 sampai 19 tahun masih cukup tinggi, yaitu sebesar 10.4% dan di dapati sebanyak 72.5% remaja wanita yang mengalami migren dibandingkan dengan remaja laki-laki yaitu: sebanyak 27.5%.

Penyebab migren secara umum tidak diketahui, dan hanya sedikit diketahui faktor-faktor resiko timbulnya migren pada anak, namun faktor genetik diduga cukup berperan. Beberapa faktor yang dapat melewati ambang migren pada anak dan remaja penderita migren termasuk stres, saat menstruasi pada wanita, dan faktor makanan seperti coklat, kopi dan lain-lain.1,33 Pada penelitian lain ditemukan sebanyak 75.6% anak menderita migren dengan faktor pencetus.59 Pada penelitian ini faktor pencetus termasuk makanan seperti kopi, coklat, daging, mie instan dan makanan yang mengandung monosodium glutamat sangat berpengaruh terhadap timbulnya migren pada anak, pada penelitian ini ditemukan 75.5%.

. Migren diklasifikasikan menjadi migren tanpa aura (common migraine), migren dengan aura (classic migraine) 70%.2 migren varian, cluster headaches dan complicated migraine.4 Suatu studi tentang nyeri kepala di Cincinatti mendapati bahwa sebanyak 60.6% merupakan migren tanpa aura, sedangkan 7.9% adalah migren dengan aura dan sisanya jenis nyeri kepala yang lain.52 Pada studi ini didapati sebanyak 73.5% penderita migren tanpa aura, dan sebanyak 26.5% adalah migren dengan aura.

Jika migren timbul satu sampai dua kali perbulan, biasanya tidak membutuhkan terapi preventf, tiga sampai empat kali harus dipertimbangkan, serta jika timbul migren lima kali atau lebih terapi harus diberikan.11 Pengobatan prevenif nyeri kepala migren pada anak dan remaja ditujukan pada mereka yang mengalami serangan nyeri kepala yang sering, dan

menyebabkan disabilitas.7,33 Durasi nyeri kepala migren pada anak adalah berkisar 2 sampai 4 jam sedangkan pada dewasa dapat mencapai 4 sampai 72 jam.9 Pada penelitian ini didapati bahwa rata-rata durasi nyeri kepala migren pada remaja adalah 1 hingga 2 jam dan lebih dari 2 jam, dengan frekuensi nyeri kepala lebih dari 4 kali dalam 1 bulan.

Riboflavin merupakan prekursor dari dua koenzim, flavin mononukleotida dan flavin adenine dinukleotida. Keduanya terlibat dalam transfer elektron pada reaksi oksidasi-reduksi. Pasien dengan ensefalopati mitokondrial, laktat asidosis dan episode yang menyerupai stroke juga memperlihatkan pengurangan energi metabolisme metokondrial dan juga terdapat gejala nyeri kepala menyerupai migren. Pada penderita tersebut gejala nyeri kepala berkurang dengan pemberian riboflavin.21-24 Suatu penelitian yang pertama kali mengevaluasi efikasi riboflavin sebagai preventif migren pada anak mendapatkan 50% pasien mengalami pengurangan serangan migren dalam pengobatan selama 4 minggu.20 Pada penelitian ini terjadi penurunan frekuensi migren pada bulan pertama, ke dua dan ke tiga setelah pemberian riboflavin dibandingkan dengan plasebo.

Beta blocker merupakan lini pertama dalam pencegahan migren, amitriptilin adalah lini kedua, namun ada beberapa penelitian yang menggunakan riboflavin sebagai terapi preventif migren karena efek sampingnya yang lebih minimal, namun penelitiannya masih sangat sedikit Riboflavin dianggap berperan dalam memperbaiki disfungsi mitokodrial yang

berperan dalam patofisiologi migren.19,20 Suatu penelitian retrospektif di Italia yang melibatkan 41 anak penderita migren mendapatkan bahwa pemberian riboflavin dengan dosis 200 mg atau 400 mg per hari selama tiga, empat atau enam bulan memberikan efek preventif migren yang baik dengan biaya yang rendah dan efek samping minimal.20 Pada penelitian ini di berikan riboflavin mingingat harga riboflavin lebih murah dan efek samping yang minimal dibandingkan obat preventif migren lainnya.

Suatu penelitian prospektif di Jerman yang melibatkan 23 penderita migren yang mendapatkan riboflavin 400 mg/hari yang dipantau selama enam bulan dengan hasil berupa penurunan serangan migren yang bermakna yang ditunjukkan oleh berkurangnya pemakaian obat abortif migren.21 Penelitian lain di Belgia melibatkan 26 subjek penderita migren dengan desain uji klinis dimana subjek dibagi kedalam dua kelompok yaitu yang mendapat β blocker atau riboflavin selama empat bulan. Pada penelitian ini β blocker yang digunakan adalah metoprolol dosis 200 mg/hari atau bisoprolol 10 mg/hari, sedangkan riboflavin menggunakan dosis 400 mg/hari. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa β blocker dan riboflavin memiliki mekanisme yang berbeda dalam mencegah serangan migren. Pemberian β blocker ataupun riboflavin pada penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan bermakna diantara keduanya dalam mencegah serangan migren. Kombinasi kedua obat tersebut mungkin akan meningkatkan efikasi dalam mencegah serangan migren.56

Penelitian lain di Amerika melibatkan 57 subjek penderita migren dengan desain uji klinis dimana dibandingkan pemberian riboflavin 400 mg, magnesium 300 mg dan feverfew 100 mg dengan plasebo yang berisi riboflavin 25 mg dan didapatkan efek preventif migren pada grup plasebo hampir sama dengan pada grup intervensi.60 Pada penelitian ini menggunakan riboflavin dosis tinggi dalam hal ini terjadi penurunan yang signifikan dari frekuensi, durasi dan disabilitas akibat migren setelah pemberian riboflavin selama 3 bulan dibandingkan dengan plasebo.

Penelitian lain di Belgia menggunakan desain uji klinis yang melibatkan 54 subjek yang diacak ke dua grup yaitu yang mendapat plasebo atau riboflavin 400 mg/hari selama tiga bulan. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa pemberian riboflavin dosis 400 mg/hari selama tiga bulan memberikan efek preventif terhadap migren dan ditoleransi baik namun memberikan efek samping ringan berupa diare dan poliuria pada beberapa subjek.61 pada penelitian ini didapati efek samping dari riboflavin terutama poliuria sebanyak 18 orang (36%), diiukuti dengan diare sebanyak 12 orang (12,8%), sedangkan pada plasebo ditemukan poliuria sebanyak 10 orang (20,8%) dan diare sebanyak 4 orang (8,4%).

Kuesioner PedMIDAS merupakan pemeriksaan yang sensitif, reliabel, dan valid untuk menilai disabilitas akibat nyeri kepala pada anak dan remaja. Penilaian dengan PedMIDAS berhubungan dengan fungsi di sekolah dan kegiatan sehari-hari di rumah. Suatu penelitian nyeri kepala migren

melaporkan terjadinya penurunan rerata 22.3 point dari skor PedMIDAS setelah terapi preventif dan hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan disabilitas dengan pemberian terapi tersebut.26,27 Pada studi ini terjadi penurunan rerata nilai PedMIDAS sebesar 9.5 point dari 35.6 menjadi 26.1 setelah pemberian riboflavin, dan termasuk ke dalam disabilitas ringan, bila dibandingkan dengan plasebo.

Pada studi ini ditemukan bahwa terdapat pengurangan yang bermakna frekuensi migren maupun skor PedMIDAS setelah diberi Riboflavin, sedangkan pada kelompok yang diberi plasebo, frekuensi migren maupun skor PedMIDAS tidak berbeda bermakna dari sebelum dan setelah diberi plasebo.

Bila dibandingkan hasil pengobatan setelah 3 bulan antara kelompok Riboflavin dan Plasebo, ternyata frekuensi migren mulai berbeda sejak bulan ke-1 sampai ke-3, dimana pada bulan ke-1 masih lebih tinggi frekuensi migren pada kelompok riboflavin dibandingkan plasebo, sedangkan selanjutnya pada bulan ke-2 dan ke-3, didapati frekuensi migren yang lebih jarang pada kelompok riboflavin dibandingkan plasebo. Selain itu didapati perbedaan yang bermakna pada skor dan derajat PedMIDAS antara kelompok Riboflavin dan Plasebo. Penilaian terhadap durasi migren pada bulan ke-1 tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara kelompok riboflavin dan plasebo, sedangkan pada bulan ke-2 dijumpai perbedaan yang bermakna durasi migren pada kedua kelompok, dimana lebih banyak kelompok riboflavin mengalami penurunan durasi migren.

 

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Riboflavin efektif menurunkan frekuensi, durasi dan disabilitas yang signifikan dan bermakna setelah 3 bulan pengobatan dibanding plasebo. Efek samping obat riboflavin berupa poliuria dan diare. Riboflavin bermanfaat sebagai alternatif terapi preventif serangan nyeri kepala migren pada remaja, namun harus tetap mempertimbangkan efek samping obat.

6.2 Saran

Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan membandingkan beberapa jenis terapi preventif serangan migren yang berbeda atau dengan membandingkan terapi non farmakologi, serta skrining yang berkelanjutan untuk mengurangi dampak ketidak hadiran anak disekolah disebabkan menderita migren.

Dokumen terkait