• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efikasi Riboflavin Sebagai Terapi Preventif Nyeri Kepala Migren Pada Remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efikasi Riboflavin Sebagai Terapi Preventif Nyeri Kepala Migren Pada Remaja"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

EFIKASI RIBOFLAVIN SEBAGAI TERAPI PREVENTIF NYERI KEPALA MIGREN PADA REMAJA

TESIS

ATHAILLAH 077103005/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

EFIKASI RIBOFLAVIN SEBAGAI TERAPI PREVENTIF NYERI KEPALA MIGREN PADA REMAJA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik(Anak) dalam Program Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi Kesehatan Anak-Spesialis pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ATHAILLAH 077103005/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

(3)

Judul Tesis : Efikasi Riboflavin Sebagai Terapi Preventif Nyeri Kepala Migren Pada Remaja

Nama : Athaillah

Nomor Induk Mahasiswa : 077103005

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Bistok Saing,SpA(K)

Anggota

Dr. H. Hakimi, SpA(K)

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS

Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)

(4)

PERNYATAAN

EFIKASI RIBOFLAVIN SEBAGAI TERAPI PREVENTIF NYERI KEPALA MIGREN PADA REMAJA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, 15 April 2011

Athaillah

(5)

Telah diuji

pada Tanggal : 20 April 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bistok Saing, SpA (K) ………. Anggota : 1. Dr. H. Hakimi, SpA (K) ……….

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak di FK-USMy RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari Kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. Dr. Bistok Saing, SpA(K), Dr. H. Hakimi SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Dr. Yazid Dimyati, SpA dan Dr. Johannes H Saing, SpA yang telah sangat banyak membimbing serta membantu saya dalam menyelesaikan penelitian serta tesis ini.

(7)

3. Prof. Dr. Aznan Lelo, PhD, SpFK. yang telah sangat banyak membantu saya dalam menyelesaikan penelitian serta tesis ini serta mengusahakan penyediaan obat Riboflavin.

4. Dra. Misra, Apt, MS. (Almh) Fakultas Farmasi USU yang telah berpartisipasi dalam penyiapan formulasi bahan uji.

5. PT. MERCK SERONO, Indonesia yang telah berpartisipasi dalam mensuport penyediaan riboflavin.

6. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK- USD periode 2005-2010, dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK- USU periode 2011-2015, yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen llmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2006-2010, dan Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku selaku Ketua Departemen llmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2011-2015, yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

(8)

9. Prof.Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara periode 2005-2010, dan Prof. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H (CTM), SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara periode 2010-2015 dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU.

10. Para kepala dan guru Pasantren Purba baru Panyambungan yang telah memberikan izin dan fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.

11.Hanry Anta, Suratmin, Syarifah, Maharani, Vera, Amalia, Nita, Fitri, Dewi, Ari Kurniasih yang selama empat tahun ini bersama-sama dalam suka dan duka serta teman sejawat PPDS Departemen Ilmu Kesehatan Anak terutama Irfan Indra, Syamsir Alam, Fadli, Wiji dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penuiisan tesis ini.

12. Teristimewa untuk orang tua yang tercinta, H.M.Diah Rasyid, dan Hj. Yusdar Thahir, yang selalu mendoakan, memberikan dukungan, dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini.

(9)

13.Kepada yang tercinta Istri Lia Andalia juga ananda tersayang Asy-syifaa dan M. Atthariq Balfaz Terima kasih atas doa, pengertian, dan dukungan selama penulis menyelesaikan pendidikan ini, semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, Amin. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, April 2011

(10)

DAFTAR ISI

Daftar Singkatan dan Lambang xiv

(11)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 42

6.2 Saran 42

Ringkasan 43

Daftar Pustaka 45

Lampiran

1. Surat Pernyataan Kesediaan 49

2. Lembar Penjelasan 50

3. Lembar Kuesioner 51

4. Pediatric Migraine Disability Assessment 52

5. Lembar Persetujuan Komite Etik 53

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 32 Tabel 4.2. Perbandingan hasil riboflavin dan plasebo 34

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Patofisiologi migren 12

Gambar 2.2. Rumus kimia riboflavin 19

Gambar 2.3. Kerangka konseptual 22

Gambar 3.1. Alur Penelitian 28

(14)

DAFTAR SINGKATAN

American Academy of Neurology berat badan

Pediatric Migraine Disability Assessment Scale

Standard Deviasi

(15)

DAFTAR LAMBANG

Jumlah subjek / sampel Proporsi

Proporsi sembuh untuk kelompok I Proporsi sembuh untuk kelompok II 1-P

1-Pi 1-P2

Deviat baku normal untuk α Deviat baku normal untuk β Tingkat kemaknaan

Kai kuadrat Lebih besar dari Lebih kecil dari

(16)

Efikasi riboflavin sebagai terapi preventif nyeri kepala migren padaremaja

Athaillah1, Yazid Dimyati1, Johannes H.Saing1, Bistok Saing1. Hakimi1, Aznan Lelo2 Departemen llmu Kesehatan Anak1, Departemen Farmakologi2, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara Medan - Indonesia

Abstrak

Latar belakang: Migren merupakan penyebab tersering nyeri kepala

berulang pada anak dan remaja. Efikasi riboflavin sebagai terapi profilaktik nyeri kepala migren telah luas berkembang pada dewasa, sedangkan pemakaiannya pada anak dan remaja masih memiliki data yang terbatas.

Tujuan: Menilai efikasi riboflavin sebagai terapi profilaktik nyeri kepala migren pada remaja.

Metode: Suatu penelitian uji klinis acak tersamar ganda dilakukan di pondok pesantren Musthafawiyah desa purba baru kecamatan lembah Sorik Merapi kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara antara bulan May hingga Juli 2010. Penderita yang memenuhi kriteria migren sesuai dengan International Headache Society (IHS) dimasukkan dalam penelitian. Partisipan dibagi atas dua grup yaitu grup riboflavin yang mendapat 400 mg riboflavin atau grup plasebo selama 3 bulan. Frekuensi nyeri kepala dinilai dalam hari per bulan, durasi dinilai dalam jam dan disabilitas fungsi dinilai dengan menggunakan

Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). Efikasi pengobatan dinilai sebelum, selama dan setelah pengobatan.

Hasil: Sebanyak 98 orang remaja mengikuti penelitian dengan rentang usia 12 sampai 19 tahun (rerata 14.0 tahun), dan dibagi atas dua kelompok. Setelah 3 bulan diintervensi, kami menemukan penurunan yang bermakna dalam frekuensi nyeri kepala sejak bulan pertama sampai bulan ketiga. Durasi nyeri kepala hanya berbeda bermakna pada bulan kedua dan ketiga (P = 0,012 dan P = 0,001, berturut-turut). Perbaikan dari disabilitas yang dinilai dengan skor PedMIDAS yang lebih kecil ditunjukkan pada kelompok riboflavin dibandingkan dengan plasebo (26,1 dan 34,3 P = 0,001).

Kesimpulan: riboflavin efektif sebagai terapi preventif nyeri kepala migren pada remaja

setelah pengobatan selama 3 bulan.

Kata kunci: Riboflavin, preventif, migren, remaja

(17)

The effectiveness of riboflavin in the preventive treatment of migraine in adolescents

Athaillah1, Yazid Dimyati1, Johannes H.Saing1, Bistok Saing1,Hakimi1, Aznan Lelo2 Departments of Child Health1, Pharmacology2, Medical School

University of Sumatera Utara / H. Adam Malik Hospital, Medan

Abstract

Background: Migraine is a cause of recurrent headache in childhood. The efficacy of riboflavin is well known as a preventif treatment in adults, whereas in children and adolescents do not have sufficient data.

Objective: To assess the effectiveness of riboflavin as the preventive treatment of migraine in adolescents.

Methods: We conducted a randomized double-blind controlled trial in Islamic centre of Musthafawiyah Mandailing Natal districs, North Sumatera, from May until July 2010. Participants with migraine according to International Headache Society criteria were included in the study. They were divided into two groups, each group received 400 mg of riboflavin or placebo for 3 months. Headache frequency was measured in headache days per month, duration was measured in hours and functional disability was measured by Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). The efficacy was measured before, during and after intervention. Student t-.tes was used in this study

Results: A total of 98 patients, ranging in age from 12 to 19 years (mean age 14.0 years) were enrolled to the study. Three months after intervention, we evaluated the headache frequency, duration, disability and PedMIDAS score. We found significant reduction in headache frequency there were significant difference on headache frequency P= 0,029, 95% CI (0.104;1.891) , duration P= 0,001, 95% CI (0.001;0.03) disability P=0,001, 95% CI (0.001;0.03) and PedMIDAS score P= 0,001 95% CI (6.793;9.673) in riboflavin group.

Conclusion: Riboflavin appears to be effective in preventif treatment of migraine in adolescents after 3 months of intervention.

(18)

Efikasi riboflavin sebagai terapi preventif nyeri kepala migren padaremaja

Athaillah1, Yazid Dimyati1, Johannes H.Saing1, Bistok Saing1. Hakimi1, Aznan Lelo2 Departemen llmu Kesehatan Anak1, Departemen Farmakologi2, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara Medan - Indonesia

Abstrak

Latar belakang: Migren merupakan penyebab tersering nyeri kepala

berulang pada anak dan remaja. Efikasi riboflavin sebagai terapi profilaktik nyeri kepala migren telah luas berkembang pada dewasa, sedangkan pemakaiannya pada anak dan remaja masih memiliki data yang terbatas.

Tujuan: Menilai efikasi riboflavin sebagai terapi profilaktik nyeri kepala migren pada remaja.

Metode: Suatu penelitian uji klinis acak tersamar ganda dilakukan di pondok pesantren Musthafawiyah desa purba baru kecamatan lembah Sorik Merapi kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara antara bulan May hingga Juli 2010. Penderita yang memenuhi kriteria migren sesuai dengan International Headache Society (IHS) dimasukkan dalam penelitian. Partisipan dibagi atas dua grup yaitu grup riboflavin yang mendapat 400 mg riboflavin atau grup plasebo selama 3 bulan. Frekuensi nyeri kepala dinilai dalam hari per bulan, durasi dinilai dalam jam dan disabilitas fungsi dinilai dengan menggunakan

Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). Efikasi pengobatan dinilai sebelum, selama dan setelah pengobatan.

Hasil: Sebanyak 98 orang remaja mengikuti penelitian dengan rentang usia 12 sampai 19 tahun (rerata 14.0 tahun), dan dibagi atas dua kelompok. Setelah 3 bulan diintervensi, kami menemukan penurunan yang bermakna dalam frekuensi nyeri kepala sejak bulan pertama sampai bulan ketiga. Durasi nyeri kepala hanya berbeda bermakna pada bulan kedua dan ketiga (P = 0,012 dan P = 0,001, berturut-turut). Perbaikan dari disabilitas yang dinilai dengan skor PedMIDAS yang lebih kecil ditunjukkan pada kelompok riboflavin dibandingkan dengan plasebo (26,1 dan 34,3 P = 0,001).

Kesimpulan: riboflavin efektif sebagai terapi preventif nyeri kepala migren pada remaja

setelah pengobatan selama 3 bulan.

Kata kunci: Riboflavin, preventif, migren, remaja

(19)

The effectiveness of riboflavin in the preventive treatment of migraine in adolescents

Athaillah1, Yazid Dimyati1, Johannes H.Saing1, Bistok Saing1,Hakimi1, Aznan Lelo2 Departments of Child Health1, Pharmacology2, Medical School

University of Sumatera Utara / H. Adam Malik Hospital, Medan

Abstract

Background: Migraine is a cause of recurrent headache in childhood. The efficacy of riboflavin is well known as a preventif treatment in adults, whereas in children and adolescents do not have sufficient data.

Objective: To assess the effectiveness of riboflavin as the preventive treatment of migraine in adolescents.

Methods: We conducted a randomized double-blind controlled trial in Islamic centre of Musthafawiyah Mandailing Natal districs, North Sumatera, from May until July 2010. Participants with migraine according to International Headache Society criteria were included in the study. They were divided into two groups, each group received 400 mg of riboflavin or placebo for 3 months. Headache frequency was measured in headache days per month, duration was measured in hours and functional disability was measured by Pediatric Migraine Disability Assessment Scale (PedMIDAS). The efficacy was measured before, during and after intervention. Student t-.tes was used in this study

Results: A total of 98 patients, ranging in age from 12 to 19 years (mean age 14.0 years) were enrolled to the study. Three months after intervention, we evaluated the headache frequency, duration, disability and PedMIDAS score. We found significant reduction in headache frequency there were significant difference on headache frequency P= 0,029, 95% CI (0.104;1.891) , duration P= 0,001, 95% CI (0.001;0.03) disability P=0,001, 95% CI (0.001;0.03) and PedMIDAS score P= 0,001 95% CI (6.793;9.673) in riboflavin group.

Conclusion: Riboflavin appears to be effective in preventif treatment of migraine in adolescents after 3 months of intervention.

(20)

 

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nyeri kepala mungkin merupakan bagian terbesar dari penderitaan manusia, Diperkirakan sekitar 90% manusia pernah mengalami minimal satu kali nyeri kepala berat yang mengganggu pelajaran maupun produktivitias pekerjaanya dalam 1 tahun.1

Nyeri kepala diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu primer dan sekunder. Migren dan tipe tension merupakan jenis nyeri kepala primer yang tidak didasari kondisi patologis dan nyeri timbul karena proses intrinsik. Nyeri kepala sekunder merupakan jenis nyeri kepala akibat proses sekunder seperti tumor otak, peningkatan tekanan intrakranial, intoksikasi obat, penyakit sinus paranasal, atau penyakit demam akut seperti influenza.2

Migren sering terjadi pada anak, dan insidennya meningkat pada remaja. Prevalensi 3% pada usia 3 sampai 7 tahun, 4% sampai 11% pada usia 7 sampai 11 tahun, dan 8% sampai 23% selama remaja. Onset migren usia 7.2 tahun pada anak laki-laki dan 10.9 tahun pada anak perempuan.2 Data lain menunjukkan prevalensi migren 10.6% pada anak usia 5 sampai 15 tahun, dan 28% pada anak usia 15 sampai19 tahun. Migren menempati urutan lima besar masalah kesehatan pada anak.3

(21)

Studi nyeri kepala telah dilakukan oleh Bille tahun 1962 pada 9000 anak sekolah di Scandinavian, didapati 1.4% anak usia 7 tahun dan 5.3% anak usia 15 tahun mengalami migren.4,5

The World Federation of Neurology menyatakan migren sebagai suatu kelainan bersifat familial, berupa serangan nyeri kepala berulang, bersifat unilateral dengan intensitas, frekuensi dan lama yang bervariasi. Umumnya berdenyut, disertai hilangnya nafsu makan, mual-muntah dan membaik setelah tidur. Pada beberapa kasus disertai gangguan emosi, neurologis, gangguan penglihatan atau disfungsi oromotor.2,3

Migren bersifat umum, kronis, dan bukan gangguan neurovaskular. Migren merupakan serangan berat nyeri kepala, disfungsi sistim saraf otonom, dan pada beberapa pasien dapat terjadi aura berupa gejala neurologis.6

Migren diklasifikasikan menjadi sub group migren umum, migren klasik, varian migren, nyeri kepala cluster, dan migren berkomplikasi. Nyeri kepala kluster jarang terjadi pada anak. Migren umum atau migren tanpa aura merupakan jenis paling banyak terjadi pada anak.4,7

(22)

kuadriplegia, psikosis dan dementia.9,10 Suatu penelitian melaporkan peningkatan insiden migren pada anak selama lebih dari 30 tahun, disebabkan oleh perubahan pola hidup.11,12 Selain itu, seringnya sakit kepala secara signifikan mempengaruhi disabilitas dan kualitas hidup, sehingga diperlukan pengenalan dini dan pengobatan.8

Penatalaksanaan migren meliputi metode farmakologik dan nonfarmakologik. Pengobatan dengan farmakologik meliputi pengobatan akut (abortif) dan preventif (profilaktik).13 Pengobatan akut bertujuan untuk menghentikan serangan migren dengan segera, atau mengurangi nyeri kepala yang telah mulai, pengobatan preventif diberikan sewaktu tidak ada nyeri kepala, bertujuan untuk mengurangi frekuensi, durasi dan beratnya serangan migren sehingga meningkatkan kualitas hidup penderita dan dapat meningkatkan respon pengobatan serangan akut migren.14-16 Pada pasien dengan serangan migren yang sering dan berat, kedua jenis pengobatan ini diberikan bersamaan.17 Pengobatan profilaksis serangan migren pada anak masih sedikit diteliti. Beberapa sumber merekomendasikan obat-obatan yang sering dipakai pada dewasa dengan dosis yang disesuaikan untuk anak.9,17,18

Beta blocker merupakan lini pertama dalam pencegahan migren, amitriptilin adalah lini kedua, namun ada beberapa penelitian yang menggunakan riboflavin sebagai terapi preventif migren, namun penelitian ini masih sangat sedikit. Riboflavin dianggap berperan dalam memperbaiki disfungsi mitokondrial yang berperan dalam patofisiologi migren.19,20

(23)

Penelitian mengenai pencegahan migren pada anak belum banyak dilakukan di negara kita, terutama dengan menggunakan riboflavin. Riboflavin merupakan obat yang relatif terjangkau masyarakat dan efek samping yang minimal yaitu diare dan poliuria dibandingkan obat-obat preventif lainnya.Oleh karena itu kami melakukan penelitian uji klinik untuk melihat manfaat riboflavin pada remaja migren dengan menilai frekuensi, durasi dan disabilitas akibat serangan migren

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan yaitu: Apakah pemberian riboflavin bermanfaat sebagai pencegahan serangan migren pada remaja?

1.3. Hipotesis

Riboflavin bermanfaat sebagai pencegahan serangan migren pada remaja.

1.4. Tujuan Penelitian

(24)

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Mengetahui manfaat riboflavin sebagai salah satu terapi pencegahan serangan (preventif) migren pada remaja dan pemantauan efek samping yang timbul sehingga dapat mengurangi jumlah ketidakhadiran di sekolah karena menderita migren.

1.5.2. Memberikan alternatif obat pencegahan serangan (preventif) migren yang dapat di jangkau masyarakat

(25)

 

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengaruh Riboflavin pada Migren

Migren adalah nyeri kepala berulang dengan adanya interval bebas gejala dan sedikitnya memiliki 3 dari gejala berikut: nyeri perut, mual atau muntah, nyeri kepala berdenyut, unilateral, adanya aura (visual, sensori, motorik), gejala berkurang dengan tidur, dan adanya riwayat keluarga yang sama.1 Lama serangan pada anak adalah 2 sampai 4 jam, sedang pada dewasa 4 sampai 72 jam.9

Beberapa faktor predisposisi migren adalah riwayat keluarga (genetik), usia (sering pada pubertas), menstruasi, terlambat makan, rangsangan berlebihan (sorotan cahaya, bau yang menyengat), perubahan cuaca, terlalu banyak atau kurang tidur dan stres.14

(26)

Riboflavin merupakan prekursor dari dua ko enzim, flavin mononukleotida dan flavin adenine dinukleotida. Keduanya terlibat dalam transfer elektron pada reaksi oksidasi-reduksi. Pasien dengan ensefalopati mitokondrial, laktat asidosis dan episode yang menyerupai stroke juga memperlihatkan pengurangan energi metabolisme metokondrial dan juga terdapat gejala nyeri kepala menyerupai migren. Pada subjek tersebut gejala nyeri kepala berkurang dengan pemberian riboflavin.21-24

Pada suatu pilot studi yang dilanjutkan dengan suatu ramdomized controlled trial memperlihatkan efikasi dari riboflavin dosis tinggi (400 mg/hari) sebagai profilaksis migren.21

Dengan pertimbangan sedikit efek samping dari riboflavin dosis tinggi jika dibandingkan dengan agen profilaksis lainnya seperti metoprolol yang dapat menyebabkan efek samping pada 39,3% pasien, sehingga riboflavin menjadi alternatif untuk profilaksis migren.21,25

Suatu penelitian yang pertama kali mengevaluasi efikasi riboflavin sebagai profilaksis migren pada anak mendapatkan 50% pasien mengalami pengurangan serangan migren dalam pengobatan selama 4 minggu. Penelitian ini merupakan suatu studi acak tersamar ganda dengan menggunakan dosis 400 mg/hari yang dibandingkan dengan plasebo.20 Untuk pemeriksaan disabilitas yang valid, sensitif dan reliable pada anak dan remaja di gunakan PedMIDAS.26,27

(27)

2.2. Klasifikasi migren

Menurut The International Headache society (IHS-2) 2004, migren dapat dibagi atas migren tanpa aura, dengan aura, childhood periodic syndrome, retinal migraine, probable migraine, migren dengan komplikasi dan kejang yang dicetuskan oleh migren.28

Migren tanpa aura (common migraine) sering dijumpai pada anak dan remaja (70%). Pada tipe ini nyeri kepala terjadi di daerah frontal bilateral atau unilateral, berdenyut, dengan intensitas sedang atau berat, lama serangan antara 1 sampai 72 jam, dan frekuensinya 6 sampai 8 kali per bulan. Klinis seperti aura tidak spesifik dan bermanifestasi sebagai rasa lemah, pucat, dan mudah tersinggung. Keadaan ini lebih sering disertai oleh mual dan nyeri perut dibandingkan muntah. Muntah berulang sering merupakan manifestasi pada anak pra-sekolah.2-4

(28)

Muntah siklik sering dijumpai pada anak usia 4 sampai 8 tahun berupa serangan mual dan muntah secara terus menerus, selama 1 jam sampai 5 hari. Serangan akan mereda sendiri dan diantara serangan pasien dalam keadaan normal. Diagnosis ditegakkan bila tidak dijumpai kelainan gastrointestinal yang berarti dan ada riwayat migren pada keluarga.2,4,29 Migren abdominal timbul berupa serangan nyeri di daerah tengah abdomen secara episodik berulang, selama 1 sampai 72 jam diikuti mual dan muntah dengan masa diantara serangan anak dalam keadaan normal. 2,29,32

2.3. Etiologi Migren

Penyebab nyeri kepala migren tidak diketahui. Faktor keturunan, stres, olahraga, makanan tertentu seperti coklat, kopi berperan sebagai faktor predisposisi migren.1,33 Perubahan hormonal, alergi makanan, paparan terhadap cahaya silau dan suara yang bising berpengaruh terhadap migren. Peningkatan kadar serotonin di sirkulasi dan substansi P serta polipeptida vasodilator berperan langsung mempengaruhi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial.34,35

Faktor genetik yang mempengaruhi migren ditandai dengan adanya suatu pola yang autosomal dominan yaitu suatu faktor intrinsik dari otak.1,2,13,29 Terdapat dua gen yang berperan dalam autosomal dominan pada migren yaitu FHM1 (kode gen pada lengan pendek kromosom) dan FHM2 (gen pada lengan panjang kromosom).29,36

(29)

Hormon sangat berpengaruh terhadap patofisiologi migren, terbukti dengan ditemukannya wanita yang lebih banyak menderita migren pada usia pubertas. Rangsang nyeri dari struktur kranial lain, terutama struktur miofasial dapat terintegrasi dengan rangsang nyeri vaskuler dari pembuluh darah kepala. Kedua rangsang nyeri ini berkumpul di inti spinal nervus trigeminus di batang otak, selanjutnya disalurkan ke talamus. Inti batang otak ini mendapat pengaruh fasilitasi dan inhibisi dari supraspinal yang umumnya bergantung pada faktor emosi dan psikososial.29,37,38

Pencetus migren berasal dari beberapa faktor seperti korteks serebri sebagai respon terhadap emosi atau stres, talamus akibat stimulasi aferen yang berlebihan misalnya cahaya yang menyilaukan, suara bising dan makanan. Hipotalamus juga sebagai pencetus akibat perubahan hormonal serta sirkulasi karotis interna dan karotis eksterna sebagai respon terhadap vasodilator. Pencetus yang paling umum pada anak adalah stres, termasuk konflik keluarga, depresi, ansietas, gangguan tidur, masalah di sekolah serta gangguan emosional dan fisik.30,38,39

2.4 Patofisiologi migren

(30)

menyebutkan bahwa migren adalah akibat perubahan neuronal yang terjadi di area otak yang berbeda dan dimediasi perubahan sistem neurotransmisi. Teori ini fokus pada fenomena depolarisasi kortikal yang menyebar yang menyebabkan munculnya aura. Teori ketiga menyebutkan tentang perubahan vaskular akibat disfungsi neuronal sehingga terjadi vasodilatasi meningeal.13,40

Berdasarkan gejala klinis migren, terdapat tiga fase terjadinya migren yaitu pencetus, aura dan nyeri kepala. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pencetus melibatkan batang otak sebagai pembangkit migren dan mungkin berhubungan dengan channelopathy familial. Setelah itu, aliran darah otak regional berkurang yang diikuti depresi gelombang penyebaran kortikal. Pada penderita dengan aliran darah otak yang menurun, maka aura akan muncul. Aliran darah otak yang berkurang ini akan diikuti oleh vasodilatasi selama munculnya nyeri kepala, yang mungkin akibat dari perubahan aktivitas neuron yang mensarafi arteri kranial. Penelitian imunohistokimiawi mendapatkan adanya neurotransmiter selain noradrenalin dan asetilkolin yang bersifat vasodilator yaitu 5-HT, vasoactive intestinal peptide (VIP), nitric oxide (NO), substansi P, neurokinin A dan CGRP. Vasodilatasi kranial menyebabkan aliran darah yang meningkat setiap kali jantung berdetak sehingga terjadi pulsasi pada pembuluh darah yang terlibat. Pulsasi tersebut akan dirasakan oleh reseptor regangan pada dinding vaskular dan menyebabkan peningkatan sensorik saraf perivaskular

(31)

(trigeminus) sehingga terjadi nyeri kepala dan gejala lain. Rangsangan trigeminal ini akan mengeluarkan neuropeptida sehingga vasodilatasi dan aktivitas saraf perivaskular bertambah.3,41

Hipereksitasi korteks serebri

Cortical spreading depression

Aktivasi sistem trigeminovaskular

Sterile neurogenic inflammation

Sensitisasi sentral dan perifer

Nukleus batang otak

Serangan migren

Gambar 2.1. Patofisiologi migren. 4

2.5 Gejala klinik migren

(32)

Pada migren tanpa aura, selain keluhan diatas, dapat juga dijumpai keluhan pucat, fotofobia, fonofobia, osmofobia, dan parestesia. Sedang pada migren dengan aura, sebelum terjadinya nyeri kepala, biasanya didahului dengan aura. Aura visual muncul dengan gejala pandangan kabur, skotoma, fotopsia, fortification spectra, dan distorsi ireguler terhadap objek. Pada beberapa orang, terkadang disertai vertigo dan lightheadedness. Aura sensorik muncul berupa parestesia perioral dan kebas atau mati rasa pada tangan dan kaki.1,29

Migren dengan atau tanpa aura mempunyai patofisiologi yang sama, tergantung intensitas iskemik pada serebral yang akan menimbulkan ada atau tidak adanya aura.42

2.6. Diagnosis

Diagnostis migren pada anak ditegakkan berdasarkan kriteria The International Headache Society (IHS).13,28,29,43 Diagnosis klinik IHS menjadi standar baku emas migren, sebab lebih mudah dan mempunyai akurasi yang baik.44 Diagnosis migren menurut IHS:28

Migren tanpa aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D B. Serangan nyeri kepala berlangsung 1 sampai 72 jam

C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut: 1. Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa oksipital)

(33)

2. Kualitas berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang atau berat

4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari aktifitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga)

D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini : 1. Mual dan atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain

Migren dengan aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi 2 serangan yang memenuhi kriteria B B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini:

1. Gangguan visual yang reversibel termasuk: positif atau negatif (seperti cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis)

2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji dengan peniti dan jarum) atau negatif (hilang rasa/kebas)

3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:

1. Gejala visual homonim atau gejala sensoris unilateral

2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit atau aura yang lainnya ≥ 5 menit

(34)

2.7. Terapi Preventif

Terapi preventif migren merupakan pemberian terapi secara terus menerus, dalam keadaan tanpa nyeri kepala, untuk mengurangi frekuensi dan intensitas nyeri kepala migren.45

Menurut The American Academy of Neurology, pemberian terapi preventif pada anak dan remaja bertujuan untuk :46

1. Menurunkan frekuensi, keparahan, durasi dan ketidakmampuan akibat sakit kepala

2. Menurunkan ketergantungan terhadap obat-obatan yang kurang atau tidak efektif

3. Meningkatkan kualitas hidup

4. Mencegah penggunaan obat pada masa akut dengan dosis yang terus meningkat

5. Edukasi pasien untuk dapat menangani penyakitnya sendiri 6. Mengurangi distress dan gejala psikologis akibat nyeri kepala

Terapi preventif diindikasikan pada beberapa keadaan berikut: 38,39 1. Terdapat 2 kali atau lebih serangan per bulan yang menyebabkan

disabilitas selama 3 hari atau lebih dalam 1 bulan 2. Kontraindikasi atau gagal dengan terapi akut migren

3. Penggunaan terapi akut (abortif) lebih dari 2 kali dalam 1 minggu

4. Mengalami migren yang tidak lazim seperti hemiplegic migraine, migren dengan aura yang memanjang dan migrainous infarction.

(35)

Beberapa hal yang juga dipertimbangkan adalah efek samping dari penggunaan terapi akut, penerimaan pasien terhadap obat dan biaya. Terapi preventif migren yang adekuat secara umum tampak perbaikan dalam 1 hingga 2 bulan.14,46

Pemberian terapi preventif diupayakan dengan obat yang memiliki level efektivitas tertinggi, efek samping yang terendah, dan dimulai dengan dosis rendah kemudian dititrasi secara perlahan. Lamanya pengobatan bervariasi antara 1 sampai 6 bulan. Setelah terapi berhasil selama 6 hingga 12 bulan, penghentian terapi preventif dapat dipertimbangkan.16

Beberapa grup utama obat-obatan yang berperan sebagai terapi preventif serangan nyeri kepala migren antara lain:47,48

1. Obat-obat kardiovaskular seperti ȕ-Adrenergic Blocker, Calcium Channel Blocker

2. Obat-obat antidepresi seperti Tricyclic Antidepressants (TCA), Selective Serotonin/Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SSRI)

3. Obat anti epilepsi seperti topiramat, asam valproate 4. Antagonis serotoninseperti siproheptadin

5. Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) dan lainnya seperti riboflavin, mineral

(36)

nociceptive, yaitu sistem adrenergik dan serotonergik, seperti yang dilakukan oleh TCA, SSRI dan ȕ-adrenergic blocker.49

Golongan ȕ-adrenergic blocker bekerja dengan menghambat agregasi platelet sehingga terjadi penurunan produksi prostaglandin dan katekolamin. Obat ini dapat melewati sawar darah otak, sehingga dapat mempengaruhi sistem serotonin dengan penghambatan sistem noradrenergik, absorpsi baik melalui sistem gastrointestinal, dan dimetabolisme di hati.47 Pada pasien migren yang dicetuskan oleh stres, obat ini bermanfaat, dengan efek samping mudah lelah, mual, muntah, depresi, mimpi buruk, hipoglikemia, bradikardi dan hipotensi.6,50-52

Obat golongan calcium channel blocker bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium ke dalam sel sehingga menghambat pembentukan impuls (automaticity) dan conduction velocity. Kalsium intraseluler juga berperan meregulasi beberapa hormon, enzim, dan neurotransmiter. Pelepasan serotonin sendiri dipengaruhi oleh kalsium, sehingga pemberian calcium channel blocker dapat menghambat pelepasan serotonin, sehingga dapat menjadi preventif serangan migren.47

Obat golongan anti epilepsi antara lain topiramat dan asam valproat. Asam valproat bekerja dengan menghambat ekstravasasi plasma, substansi P, menghambat lecutan serotonergik di dorsal raphe nuclei dan bekerja pada kanal kalsium dan sodium.45,51 Efek sampingnya adalah dizziness, drowsiness, peningkatan nafsu makan, rambut rontok, gemetar, gangguan

(37)

pencernaan.14,18,33 Topiramat bekerja dengan memperkuat aktivitas Ȗ-amino butyric acid (GABA), tetapi kemungkinan mekanisme yang lain adalah dengan memblok aktivitas kanal sodium, menurunkan aktifitas karbonik anhidrase dan glutamat.25,47 Efek samping antara lain parestesia, fatique, mual dan anoreksia.39

Obat golongan NSAID bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin, leukotrien, dan mencegah inflamasi neurogenik dari sistem trigeminovaskular. Naproxen diabsorpsi baik setelah pemberian secara oral maupun rektal, dengan waktu paruh 12-15 jam.51 Obat ini bermanfaat pada penderita migren yang mengalami artritis atau nyeri muskuloskletal.14 Efek samping berupa mual, muntah, gastritis dan perdarahan lambung,15 karena itu disarankan penggunaan obat ini tidak lebih dari 2 hingga 3 bulan.50

2.8 Riboflavin sebagai terapi preventif migren

(38)

Riboflavin dapat diberikan secara oral atau parenteral tanpa perbedaan farmakodinamik yang jelas. Riboflavin diserap pada usus halus proksimal dan di usus besar sebagai hasil sintesis bakteri. Penyerapan meningkat bila diberi bersama dengan makanan dan berkurang pada perut kosong. Penyerapan pada kolon merupakan suatu mekanisme adaptif yang tergantung pada konsentrasinya dalam lumen, jumlah reseptor pada enterosit

brush border dan diregulasi oleh sistem transpor tergantung energi. Ekskresi melalui urin.27

Gambar 2.1. Struktur Riboflavin.27.54

Riboflavin dan koenzim aktifnya berfungsi sebagai pengangkut hidrogen pada reaksi oksidasi reduksi. Kebutuhan riboflavin harian adalah 0,3 mg/1000 kkal. Penggunaan riboflavin yang utama adalah untuk mencegah dan terapi defisiensi vitamin B2.27,54

Beberapa penelitian menggunakan riboflavin sebagai terapi preventif migren karena efek sampingnya yang lebih minimal, namun penelitiannya masih sangat sedikit riboflavin dianggap berperan dalam memperbaiki

(39)

disfungsi mitokodrial yang berperan dalam patofisiologi migren.12,13 Riboflavin merupakan prekursor dari dua koenzim, flavin mononukleotida dan flavin adenine dinukleotida. Keduanya terlibat dalam transfer elektron pada reaksi oksidasi-reduksi. Pasien dengan ensefalopati mitokondrial, laktat asidosis dan episode yang menyerupai stroke juga memperlihatkan pengurangan energi metabolisme metokondrial dan juga terdapat gejala nyeri kepala menyerupai migren. Pada subjek tersebut gejala nyeri kepala berkurang dengan pemberian riboflavin.22,34,40

Pada migren terjadi defisit pembentukan energi mitokondrial otak yang menyebabkan gangguan biokimia yang mengaktivasi sistem trigeminovaskuler yang menyebabkan serangan migren, pemberian riboflavin pada penderita migren dengan asumsi bahwa dosis tinggi riboflavin memperkuat aktivitas kompleks mitokondrial I dan II dan dapat memperbaiki abnormalitas klinis dan biokimia.14,15,22

Efek samping riboflavin berupa poliuria dan diare.20,21 Dosis diberikan dengan dosis tinggi yaitu 400 mg oral.55,56

2.9 Parameter terapi preventif

Cara menilai keberhasilan terapi preventif migren pada anak dan remaja yaitu dengan mengukur penurunan frekuensi dan lama serangan dengan catatan harian nyeri kepala yang digunakan untuk menilai efek tersebut.

(40)

yang dipakai pada dewasa.27 Waktu yang digunakan untuk menilai PedMIDAS adalah setiap 3 bulan. Kategori penilaian PedMIDAS yang dipakai adalah skor PedMIDAS dengan menghitung seluruh jumlah hari disabilitas dan sistim derajat PedMIDAS yang mengklasifikasi PedMIDAS dengan ringan, sedang dan beratnya serangan migren.26,27 Dikatakan tidak ada disabilitas bila skor antara 0 sampai 10, disabilitas ringan bila skor 11 sampai 30, disabilitas sedang bila skor 31 sampai 50 dan disabilitas berat bila skor lebih dari 50.26

Terdapat 6 pertanyaan pada PedMIDAS yang berhubungan dengan dampak migren dengan aktivitas sekolah, kegiatan harian di rumah dan sosialisasi serta olahraga. Pertanyaan pertama didasarkan pada hari ketidakhadiran di sekolah sebab migren. Pertanyaan kedua adalah jumlah hari anak hadir di sekolah tetapi sebab migren harus terlambat atau terpaksa pulang lebih awal. Pertanyaan ketiga berhubungan dengan jumlah hari di sekolah dimana anak kurang berfungsi kurang dari setengah kemampuannya karena sakit kepala. Pertanyaan keempat difokuskan pada kegiatan-kegiatan di rumah, dengan mencatat jumlah hari anak tidak mampu melaksanakan pekerjaan rumah karena sakit kepala. Dua pertanyaan terakhir berhubungan dengan kegiatan di luar rumah seperti berMein dan olah raga. Pertanyaan kelima jumlah hari anak tidak berpartisipasi dan keenam tentang kemampuan anak berpartisipasi tetapi kurang 50% dari kemampuan sebenarnya.26,27

(41)

2.10. Kerangka Konseptual

: yang diamati dalam Penelitian

Faktor predisposisi migren:

• Genetik, Usia, Menstruasi, terlambat makan,

rangsangan berlebihan, perubahan cuaca terlalu banyak /kurang tidur, stres

Terapi

preventif/profilaktik

Î riboflavin

plasebo

• Frekuensi, durasi nyeri kepala • Disabilitas akibat nyeri kepala

inflammation Sensitisasi sentral dan perifer Migren

Pelepasan mediator dan neurotransmitter (serotonin, noradrenalin, asetilkolin, VIP, Substansia P, CGRP)

Gangguan distribusi ion intra dan ekstraseluler

Riboflavin

(42)

 

BAB 3. METODELOGI

3.1. Desain penelitian

Metode yang digunakan adalah uji klinis acak tersamar ganda dengan kontrol plasebo.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di pondok pesantren Musthafawiyah desa purba baru kecamatan lembah Sorik Merapi kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, dengan waktu penelitian bulan May sampai Juli 2010

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah penderita migren usia 12 sampai 19 tahun yang ditetapkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan neurologi selama periode penelitian

Sampel adalah populasi target yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

3.4. Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus: 57

(

)

n1 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok I

(43)

n2 = jumlah subjek yang masuk dalam kelompok II p1 = proporsi sembuh untuk kelompok I (kontrol) p2 = proporsi sembuh untuk kelompok II (diuji) P = Proporsi = ½ (P1+P2)

Q = 1-P

Pada penelitian ini ditetapkan yaitu :

α = kesalahan tipe I = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) Æ Z α = 1,96

β = kesalahan tipe II = 0,2 (power 80%) Æ Z β = 1,84

Perbedaan sembuh yang diharapkan adalah 0,35 maka : P1 = 0,55 dan P2 = 0,90

P = ½ (0.55+0,90) = 0,725 Q = 1- 0,725= 0,275

Dengan rumus diatas maka diperoleh jumlah sampel adalah 43 orang. Koreksi besar sampel untuk antisipasi drop out yaitu : n = n / (1 – f) Î 48 n = besar sampel yang dihitung = 43

(44)

3.5. Kriteria penelitian Kriteria inklusi:

a. Remaja usia 12 sampai 19 tahun yang menderita migren dengan salah satu keadaan berikut :

1. Mengalami dua atau lebih serangan migren perbulan yang menyebabkan ketidak mampuan melaksanakan aktivitas harian selama 3 hari atau lebih dalam satu bulan

2. Kontraindikasi atau kegagalan mendapat terapi akut 3. Menggunakan terapi akut lebih dari dua kali per minggu

4. Mengalami keadaan migren yang tidak lazim, termasuk migren hemiplegik atau migren dengan aura yang memanjang

b. Orang tua bersedia mengikuti penelitian yang dibuktikan dengan surat persetujuan orang tua atau walinya.

Kriteria Eksklusi:

a. Nyeri kepala kronik setiap hari

b. Lebih dari satu tipe nyeri kepala termasuk cluster headaches

c. Terdapat gangguan medis, neurologi dan kelainan psikiatri

d. Sudah pernah mendapat tiga atau lebih profilaksis migren sebelumnya

(45)

3.6. Persetujuan/informed consent

Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan deri orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu. Formulir penjelasan terlampir dalam tesis ini.

3.7. Etika penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara seperti yang terlampir dalam tesis ini.

3.8. Cara Kerja

3.8.1. Orang tua/wali pasien dimintakan persetujuannya agar anaknya boleh diikutkan dalam penelitian ini.

3.8.2. Semua penderita dicatat identitasnya yaitu nama, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, alamat, nomor telepon, dan nama orang tua/wali pasien

3.8.3. Dilakukan pengukuran dan pencatatan berat badan dan tinggi badan. 3.8.4. Dilakukan penilaian status nutrisi.

(46)

3.8.6. Pasien yang setuju mengikuti penelitian kemudian dijadikan sampel dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mendapat Riboflavin dan kelompok plasebo dengan randomisasi sederhana dengan menggunakan amplop. Obat dibagikan oleh tim diluar peneliti dan sudah dikemas dengan bentuk dan warna yang sama oleh tim yang berbeda dan diberi tanda x dan y

3.8.7. Masing–masing kelompok dilakukan pemeriksaan frekuensi, durasi Serta disabiliti migren dengan Pediatric Migren Disability Assesment (PedMIDAS) dan diberikan catatan harian nyeri kepala selama 3 bulan.

3.8.8. Kelompok pertama (X) mendapat Riboflavin 400 mg/ hari sekali perhari, diberikan selama 3 bulan

3.8.9. Kelompok kedua (Y) mendapat plasebo yang berisi saccarum lactis sekali perhari selama 3 bulan.

3.8.10. Obat Riboflavin dan plasebo dimasukkan ke dalam kapsul dengan warna yang sama. Pasien dan peneliti tidak mengetahui obat yang diberikan.

3.8.11. Masing-masing kelompok mencatat catatan harian yang telah diberikan untuk mencatat frekuensi dan lamanya serangan migren per bulan selama 3 bulan.

(47)

3.8.12. Pemeriksaan dilakukan tiap bulan meliputi penilaian frekuensi, lamanya serangan migren dan evaluasi beratnya nyeri kepala serta efek samping yang timbul dengan catatan harian dan PedMIDAS. 3.8.13. Pasien dibolehkan meminum terapi abortif selama nyeri kepala.

Gambar 3.1. Alur penelitian manfaat antara kedua kelompok intervensi

3.9. Identifikasi Variabel

(48)

3.10. Definisi Operasional

Migren menurut kriteria IHS:28

Migren tanpa aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi 5x serangan yang memenuhi kriteria B-D B. Serangan nyeri kepala berlangsung 1 sampai 72 jam

C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara karakteristik berikut: 1. Lokasi unilateral, mungkin bilateral, frontotemporal (tanpa oksipital) 2. Kualitas berdenyut

3. Intensitas nyeri sedang atau berat

4. Keadaan bertambah berat oleh aktifitas fisik atau penderita menghindari aktifitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga)

D. Selama nyeri kepala disertai salah satu dibawah ini : 1. Nausea dan atau muntah

2. Fotofobia dan fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan kelainan yang lain

Migren dengan aura pada anak:

A. Sekurang-kurangnya terjadi dua serangan yang memenuhi kriteria B B. Adanya aura yang terdiri paling sedikit satu dari dibawah ini:

1. Gangguan visual yang reversibel termasuk : positif atau negatif (seperti cahaya yang berkedip-kedip, bintik-bintik atau garis-garis)

(49)

2. Gangguan sensoris yang reversibel termasuk positif (seperti diuji dengan peniti dan jarum) atau negatif (hilang rasa/kebas

3. Gangguan bicara disfasia yang reversibel sempurna C. Paling sedikit dua dari dibawah ini:

1. Gejala visual homonim atau gejala sensoris unilateral

2. Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 menit atau aura yang lainnya ≥ 5 menit

3. Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit dan ≤ 60 menit D. Tidak berkaitan dengan kelainan lain

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

Data diolah dengan SPSS versi 15. Uji kai kuadrat digunakan untuk menganalisis data nominal seperti tingkatan PedMIDAS, sedangkan t-tes

(50)

 

BAB 4. HASIL

4.1 Hasil penelitian

Skrining dilakukan untuk mencari penderita migren pada pasantren Purba baru di Penyabungan bulan May sampai Juli 2010. Dari 1980 remaja yang diskrining, terdapat 1565 remaja dengan nyeri kepala berulang; 205 remaja yang menderita migren sesuai kriteria HIS, namun hanya 98 orang yang bersedia mengikuti penelitian. Sebanyak 107 orang remaja tidak dimasukkan ke dalam penelitan karena berbagai alasan (87 orang menolak ikut penelitian, 13 orang terdapat gangguan neurologi, dan 7 orang mengalami nyeri kepala setiap hari).

1980 pelajar pesantren

1565orang nyeri kepala berulang

98 orang

• 87 orang menolak ikut penelitian

Gambar 4.1 Algoritma consort

• 13 orang gangguan neurologis

205 orang sesuai kriteria IHS

48 orang dianalisis

(51)

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik Riboflavin (n=50) plasebo (n=48)

Usia, mean (SD), tahun

Jenis kelamin, n (%)

Laki-laki

Perempuan

Berat badan, mean (SD), kg

Faktor makanan sebagai pencetus, n (%)

Tidak ada pencetus

Tingkatan PedMIDAS (%)

≤30

(52)

daging, mie instan dan makanan yang mengandung monosodium glutamat sebanyak 74 remaja (75.5%) pada kedua kelompok. Nilai rata-rata PedMIDAS antara 2 kelompok hampir sama yaitu 35.6 pada kelompok riboflavin dan 34.6 pada kelompok plasebo, dan dengan tingkatan PedMIDAS yang berkisar antara 31 sampai 50, termasuk disabilitas sedang.

(53)

Tabel 4.2. Perbandingan hasil penggunaan riboflavin dan plasebo setelah 3 bulan

Parameter migren riboflavin Plasebo IK 95% P

Frekuensi, Mean (SD)

(54)

setelah 3 bulan pengobatan riboflavin juga menunjukkan perbedaan yang signifikan dibanding plasebo (P=0.001; IK 95%: 6.793;9.673). Rerata durasi nyeri kepala pada bulan 1 tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok (P=0.404; IK 95%: -2.62;0,452), sedangkan pada bulan kedua dan ketiga pengobatan, rerata durasi nyeri kepala menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (P<0.05). Ketika dibandingkan derajat PedMIDAS antara kedua kelompok setelah terapi menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok (P=0.001; IK 95%: 0.001;0.03), dimana setelah pemberian terapi riboflavin, terjadi penurunan derajat disabilitas. Efek samping riboflavin terutama poliuria sebanyak 18 orang (36%), diikuti dengan diare sebanyak 12 orang (12,8%), sedangkan pada plasebo ditemukan poliuria sebanyak 10 orang (20,8%) dan diare sebanyak 4 orang (8,4%).

(55)

 

BAB 5. PEMBAHASAN

Migren merupakan suatu serangan nyeri kepala berulang dengan intensitas, frekuensi dan lama yang bervariasi. Migren menempati urutan lima besar masalah kesehatan pada anak. Migren bersifat familial, dengan prevalensi pada anak yang bervariasi sesuai usia.10 Langkah pertama untuk mencari penderita migren adalah dengan melakukan srining, sebab hanya 50% penderita migren yang berkunjung ke dokter hanya untuk berobat.58 Migren sering terjadi pada anak, dan insidennya meningkat pada remaja. Prevalensi 3% pada usia 3 sampai 7 tahun, 4% sampai 11% pada usia 7 sampai 11 tahun, dan 8% sampai 23% selama remaja. Prevalensi pada anak perempuan (55%) lebih besar daripada anak laki-laki (45%).10

(56)

Penyebab migren secara umum tidak diketahui, dan hanya sedikit diketahui faktor-faktor resiko timbulnya migren pada anak, namun faktor genetik diduga cukup berperan. Beberapa faktor yang dapat melewati ambang migren pada anak dan remaja penderita migren termasuk stres, saat menstruasi pada wanita, dan faktor makanan seperti coklat, kopi dan lain-lain.1,33 Pada penelitian lain ditemukan sebanyak 75.6% anak menderita migren dengan faktor pencetus.59 Pada penelitian ini faktor pencetus termasuk makanan seperti kopi, coklat, daging, mie instan dan makanan yang mengandung monosodium glutamat sangat berpengaruh terhadap timbulnya migren pada anak, pada penelitian ini ditemukan 75.5%.

. Migren diklasifikasikan menjadi migren tanpa aura (common migraine), migren dengan aura (classic migraine) 70%.2 migren varian, cluster headaches dan complicated migraine.4 Suatu studi tentang nyeri kepala di Cincinatti mendapati bahwa sebanyak 60.6% merupakan migren tanpa aura, sedangkan 7.9% adalah migren dengan aura dan sisanya jenis nyeri kepala yang lain.52 Pada studi ini didapati sebanyak 73.5% penderita migren tanpa aura, dan sebanyak 26.5% adalah migren dengan aura.

Jika migren timbul satu sampai dua kali perbulan, biasanya tidak membutuhkan terapi preventf, tiga sampai empat kali harus dipertimbangkan, serta jika timbul migren lima kali atau lebih terapi harus diberikan.11 Pengobatan prevenif nyeri kepala migren pada anak dan remaja ditujukan pada mereka yang mengalami serangan nyeri kepala yang sering, dan

(57)

menyebabkan disabilitas.7,33 Durasi nyeri kepala migren pada anak adalah berkisar 2 sampai 4 jam sedangkan pada dewasa dapat mencapai 4 sampai 72 jam.9 Pada penelitian ini didapati bahwa rata-rata durasi nyeri kepala migren pada remaja adalah 1 hingga 2 jam dan lebih dari 2 jam, dengan frekuensi nyeri kepala lebih dari 4 kali dalam 1 bulan.

Riboflavin merupakan prekursor dari dua koenzim, flavin mononukleotida dan flavin adenine dinukleotida. Keduanya terlibat dalam transfer elektron pada reaksi oksidasi-reduksi. Pasien dengan ensefalopati mitokondrial, laktat asidosis dan episode yang menyerupai stroke juga memperlihatkan pengurangan energi metabolisme metokondrial dan juga terdapat gejala nyeri kepala menyerupai migren. Pada penderita tersebut gejala nyeri kepala berkurang dengan pemberian riboflavin.21-24 Suatu penelitian yang pertama kali mengevaluasi efikasi riboflavin sebagai preventif migren pada anak mendapatkan 50% pasien mengalami pengurangan serangan migren dalam pengobatan selama 4 minggu.20 Pada penelitian ini terjadi penurunan frekuensi migren pada bulan pertama, ke dua dan ke tiga setelah pemberian riboflavin dibandingkan dengan plasebo.

(58)

berperan dalam patofisiologi migren.19,20 Suatu penelitian retrospektif di Italia yang melibatkan 41 anak penderita migren mendapatkan bahwa pemberian riboflavin dengan dosis 200 mg atau 400 mg per hari selama tiga, empat atau enam bulan memberikan efek preventif migren yang baik dengan biaya yang rendah dan efek samping minimal.20 Pada penelitian ini di berikan riboflavin mingingat harga riboflavin lebih murah dan efek samping yang minimal dibandingkan obat preventif migren lainnya.

Suatu penelitian prospektif di Jerman yang melibatkan 23 penderita migren yang mendapatkan riboflavin 400 mg/hari yang dipantau selama enam bulan dengan hasil berupa penurunan serangan migren yang bermakna yang ditunjukkan oleh berkurangnya pemakaian obat abortif migren.21 Penelitian lain di Belgia melibatkan 26 subjek penderita migren dengan desain uji klinis dimana subjek dibagi kedalam dua kelompok yaitu yang mendapat β blocker atau riboflavin selama empat bulan. Pada penelitian ini β blocker yang digunakan adalah metoprolol dosis 200 mg/hari atau bisoprolol 10 mg/hari, sedangkan riboflavin menggunakan dosis 400 mg/hari. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa β blocker dan riboflavin memiliki mekanisme yang berbeda dalam mencegah serangan migren. Pemberian β blocker ataupun riboflavin pada penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan bermakna diantara keduanya dalam mencegah serangan migren. Kombinasi kedua obat tersebut mungkin akan meningkatkan efikasi dalam mencegah serangan migren.56

(59)

Penelitian lain di Amerika melibatkan 57 subjek penderita migren dengan desain uji klinis dimana dibandingkan pemberian riboflavin 400 mg, magnesium 300 mg dan feverfew 100 mg dengan plasebo yang berisi riboflavin 25 mg dan didapatkan efek preventif migren pada grup plasebo hampir sama dengan pada grup intervensi.60 Pada penelitian ini menggunakan riboflavin dosis tinggi dalam hal ini terjadi penurunan yang signifikan dari frekuensi, durasi dan disabilitas akibat migren setelah pemberian riboflavin selama 3 bulan dibandingkan dengan plasebo.

Penelitian lain di Belgia menggunakan desain uji klinis yang melibatkan 54 subjek yang diacak ke dua grup yaitu yang mendapat plasebo atau riboflavin 400 mg/hari selama tiga bulan. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa pemberian riboflavin dosis 400 mg/hari selama tiga bulan memberikan efek preventif terhadap migren dan ditoleransi baik namun memberikan efek samping ringan berupa diare dan poliuria pada beberapa subjek.61 pada penelitian ini didapati efek samping dari riboflavin terutama poliuria sebanyak 18 orang (36%), diiukuti dengan diare sebanyak 12 orang (12,8%), sedangkan pada plasebo ditemukan poliuria sebanyak 10 orang (20,8%) dan diare sebanyak 4 orang (8,4%).

(60)

melaporkan terjadinya penurunan rerata 22.3 point dari skor PedMIDAS setelah terapi preventif dan hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan disabilitas dengan pemberian terapi tersebut.26,27 Pada studi ini terjadi penurunan rerata nilai PedMIDAS sebesar 9.5 point dari 35.6 menjadi 26.1 setelah pemberian riboflavin, dan termasuk ke dalam disabilitas ringan, bila dibandingkan dengan plasebo.

Pada studi ini ditemukan bahwa terdapat pengurangan yang bermakna frekuensi migren maupun skor PedMIDAS setelah diberi Riboflavin, sedangkan pada kelompok yang diberi plasebo, frekuensi migren maupun skor PedMIDAS tidak berbeda bermakna dari sebelum dan setelah diberi plasebo.

Bila dibandingkan hasil pengobatan setelah 3 bulan antara kelompok Riboflavin dan Plasebo, ternyata frekuensi migren mulai berbeda sejak bulan ke-1 sampai ke-3, dimana pada bulan ke-1 masih lebih tinggi frekuensi migren pada kelompok riboflavin dibandingkan plasebo, sedangkan selanjutnya pada bulan ke-2 dan ke-3, didapati frekuensi migren yang lebih jarang pada kelompok riboflavin dibandingkan plasebo. Selain itu didapati perbedaan yang bermakna pada skor dan derajat PedMIDAS antara kelompok Riboflavin dan Plasebo. Penilaian terhadap durasi migren pada bulan ke-1 tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara kelompok riboflavin dan plasebo, sedangkan pada bulan ke-2 dijumpai perbedaan yang bermakna durasi migren pada kedua kelompok, dimana lebih banyak kelompok riboflavin mengalami penurunan durasi migren.

(61)

 

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Riboflavin efektif menurunkan frekuensi, durasi dan disabilitas yang signifikan dan bermakna setelah 3 bulan pengobatan dibanding plasebo. Efek samping obat riboflavin berupa poliuria dan diare. Riboflavin bermanfaat sebagai alternatif terapi preventif serangan nyeri kepala migren pada remaja, namun harus tetap mempertimbangkan efek samping obat.

6.2 Saran

(62)

DAFTAR PUSTAKA

1. Haslam RH. Headache. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: WB Saunders;2004.h.2012-4

2. Lazuardi S. Nyeri kepala pada anak dan remaja. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai penerbit IDAI;2000.h.78-86

3. Lazuardi S. Nyeri kepala pada anak dan remaja. Dalam : Pusponegoro HD, Passat J, Mangunatmadja I, Widodo DP, Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Neurologi anak dalam praktek sehari-hari (Naskah lengkap PKB IKA XXXIV). Jakarta: Balai Penerbit FK UI;1995.h.189-206 4. Lewis DW. Headaches in infants and children. Dalam: Swaiman KF,

Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric Neurology Principles & Practice. Edisi ke-4. Philadelphia: Mosby Inc; 2006.h.1183-99

5. Donald W, Lewis MD. Pediatric Migraine. Neurology. 2007;28:43-53 6. Shinar S, Souza BD. Migraine in children and adolescent. Pediatric in

review. 1982;3;8:257-62

7. Hershey AD, Winner PK. Pediatric migraine: recognition and treatment. JAOA. 2005;105:2-8

8. Abu-Arefeh I, Russel G. Prevalence of headache and migraine in schoolchildren. BMJ.1994;309:756-9

9. Bland SE. Pediatric migraine recognition management. Journal of the Pharmacy Society of Wisconsin. 2002;2:41-4

10. Goadsby PJ. Recent advances in the diagnosis and management of migraine. BMJ. 2006;332:25-9

11. Goadsby PJ, Lipton RB, Ferrari MD. Migraine – current understanding and treatment. N Engl J Med. 2002;346:257-61

12. Rothner D, Menkes JH. Headaches and nonepileptic episodic disorders. Dalam : Menkes JH, penyunting. Child Neurology. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2006.h.943-64

13. Weiss HD. Headache and facial pain. Dalam: Johnson RT, Griffin JW, McArthur JC, penyunting. Current therapy in neurologic disease. Edisi ke-7. St.Louis: Mosby Inc;2002.h.81-6

14. Lewis DW, Diamond S, Scott D, Jones V. Prophylactic treatment of pediatric migraine. Headache. 2004; 44:230-7

15. Snow V, Weiss K, Wall EM, Mottur-Pilson C. Pharmacologic management of acute attacks of migraine and prevention of migraine headache. Ann Intern Med. 2002;137:840-9

16. Modi S, Lowder DM. Medications for migraine prophylaxis. Am Fam Physician. 2006;73;1: 72-8

  

(63)

17. Chawla J, Malapira A. Migraine Headache 2006. Diunduh dari:

http://www.emedicine.com/neuro/topic218.htm. January 2011

18. Pakalnis A. New avenues in treatment of paediatric migraine: a review of the literature. Family Practice. 2001;18:101-6

19. Breen C, Crowe A, Roelfsema HJ, Saluja IS, Guenter D. High-dose riboflavin for prophylaxis of migraine. Can Fam Phys. 2003: 49: 1291-93 20. Maclennan SC, Wade FM, Forrest KM, Rtanayake PD, Fargan E, Antony

J, High-dose riboflavin for migraine prophylaxis in children: a double-blind, ramdomized, plasebo-controlled trial. J Child Neurol. 2008; 23: 1300-4

21. Boehnke C, Reuter U, Flach U, Hofer SS, Einhupl KM, Arnold G. High-dose riboflavin treatment is efficacious in migraine prophylaxis: an open study in a tertiary care centre. J Child Neurol. 2004;11:475-77

22. Rios J, Passe MM. Evidenced-based use of botanicals, mineral, and vitamins in the prophylactic treatment of migraines, J Am Acad Nurse Pract. 2004;16:251-56

23. Fischer M, Bacher A. Biosynthesis of vitamin B2: structure and mechanism of riboflavin synthase. Arch Biochem Biophys. 2008:474:252-265

24. Bacher A, Eberhardt S, Fischer M, Kis K, Rischer M, Biosynthesis of vitamin B2 (Riboflavin), Annu Rev Nutr. 2000;20:153-67

25. Meizels M, Blumenfeld A, Burchette R. A combination of riboflavin, magnesium, and feverfew for migraine prophylaxis: a randomized trial. Headache. 2004;44:885-90

26. Hershey AD, Powers SW, Vockell B, LeCates S, Kabbouche MA, Maynard MK. PedMIDAS development of a questionnaire to assess disability of migraines in children. Neurology. 2001;57:2034-9

27. Hershey AD, Powers SW, Vockell A-LB, LeCates SL, Segers A, Kabbouche MA. Development of a patient-based grading scale for PedMIDAS. Cephalalgia 2004;24:844-9

28. Olesen J. Headache classification subcommittee of the international headache society. The International Classification Of Headache Disorders. Cephalal. 2004; 24(Suppl 1):24-36

29. Lewis DW. Pediatric Migraine. Pediatric in Rev. 2007;28:43-53

30. Widjaja D. The impact of migraine and the need of prophylactic treatment. Dalam: Sjahrir H, Rambe AS, penyunting. Nyeri kepala. Medan:USU Press. 2004.h.21-45

31. Gunner K, Smith H, Ferguson L. Practice guideline for diagnosis and management of migraine headaches in children and adolescent: part two. J Pediatr Health Care. 2008;22(1):52-9

(64)

33. Kundu NC, Ahmad C. Migraine management in children-review of strategies and recommendations. J Bangladesh Coll Phys Surg. 2007; 25:77-85

34. Ryan S. Pharmacy update: medicines for migraine. Arch Dis Child Educ Pract Ed. 2007; 92:ep50-55

35. Fenichel GM. Clinical pediatric neurology a signs and symptoms approach. Edisi ke-3. Philadelphia: Saunders; 2001

36. Gardner KL. Genetics of migraine: an update. Headache. 2006; 46:19-24 37. Gilroy MD. Headache. Dalam: Gilroy MD, penyunting. Basic Neurology.

Edisi ke-3. Michigan: McGraw-Hill, 2000. h.943-64

38. Hargreaves R. New migraine and pain research. Headache. 2007; 47:26-43

39. Djoenaidi W. Pandangan baru mengenai nyeri kepala migren. Dalam: Harsono, penyunting. Kapita selekta neurology. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005. h.253-63

40. Galletti F, Cupini LM, Corbelli I, Calabresi P, Sarchielli P. Pathophysiological basis of migraine prophylaxis. Prog Neurobiol. 2009;89:176-92

41. Villalon CM, Centurion, Valdivia LF, Vries P, Saxena PR. Migraine: pathophysiology, pharmacology, treatment and future trends. Curr Vasc Pharmacol. 2003;1:71-84

42. Sjahrir H. Patofisiologi migren. Dalam: Sjahrir H, penyunting. Nyeri kepala & vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press, 2008. h.73-123 43. Boudreau G, Leroux E. The complications of migraine classified under

the international classification of headache disorders: a review. Headache Care. 2006; 3:85-90

44. Senbil N, Gurer YKY, Aydin OF, Rezaki B, Inan L. Diagnostic criteria of pediatric migraine without aura. The Turk J of Pediatr. 2006; 48:31-7 45. Spasic M, Zivkovic M, Lukic S. Prophylactic treatment of migraine by

valproate. Med and Biol. 2003; 10(3):106-10

46. Silberstein SD. Practice parameter: evidence-based guidelines for migraine headache (an evidence-based review). Report of the quality standards subcommittee of the American Academy of Neurology. AAN. 2000; 1:1-9

47. Graff-Radford SB. Migraine prophylaxis. Clinics in Family Practice. 2005; 7(3):445-62

48. Blumenfeld A. Clinical approaches to migraine prophylaxis. Am J Manag Care. 2005; 11:S55-61

49. Ramadan NM. Current trends in migraine prophylaxis. Headache. 2007; 47:S52-7

50. Lewis DW. Preventive therapy for migraine. Dalam: Maria BL, penyunting. Current management in child neurology. Edisi ke-3. Hamilton: BC Decker, 2005.h.53-7

(65)

51. Deleu D, Hanssens Y. Guidelines for the prevention of migraine. Neurosciences. 2000; 5(1):7-12

52. Cromer J, Candidate PD. Migraine prophylaxis. PharmaNote. 2007; 22(4):1-7

53. Dewoto HR, Wardhini BP. Vitamin dan mineral. Dalam: Marcum P, penyuntung. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-1. 2001.h.715-9 54. Spallholz J. Riboflavin. Altern Med Rev. 2008;13(4):334-40

55. Condo M, Posar A, Arbizzani A, Parmeggiani A. Riboflavin prophylaxis in pediatric and adolescent migraine. J Headache Pain. 2009; 10:361-65 56. Sandor PS, Afra J, Ambrossini A, Schoenen J. Prophylactic treatment of

migraine with beta blockers and riboflavin: differential effects on the intensity dependence of auditory evoked cortical potentials. Headache. 2000; 40:30-5

57. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: CV Agung Seto;2002.h.259-86

58. Dowson AJ, Lipscombe S, Carter F, Bradford S, Bundy M, Rees T.Managing children and adolescents with migraine and other

headaches: scientific and clinical aspects. Headache Care. 2005; 2:193- 207

59. Rossi LN, Cortinovis I, Menegazzo L, Brunelli G, Bossi A, Macchi M. Classification criteria and distinction between migraine and tension-type headache in children. Dev Med & Child Neurol. 2001; 43:45-51

60. Meizels M, Blumenfeld A, Burchette R. A combination of ribofalvin, magnesium and feverfewfor migraine prophylaxis: a randomised trial. Headache. 2004; 44:885-90

(66)

Lampiran 1

SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :

Umur :

Pekerjaan :

Alamat : Orang tua dari :

Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitan “ Uji klinis manfaat riboflavin sebagai pencegahan serangan migren pada remaja “. Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta penelitian tersebut.

Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Medan, ………

49

(67)

Lampiran 2.

Divisi Neurologi Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan

Kepada Yth Bapak/ Ibu…

Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri, nama saya dokter ……, bertugas di Divisi Neurologi Departemen Ilmu kesehatan Anak FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan.

Bersama ini kami ingin menyampaikan kepada Bapak/ Ibu bahwa Divisi Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM Medan, bermaksud mengadakan penelitian mengenai migren, karena migren merupakan tipe nyeri kepala yang paling penting dan sering pada anak serta penyebab umum ketidakhadiran anak di sekolah.

Oleh karena itu kami akan memberikan riboflavin selama 3 bulan sebagai pencegahan serangan migren dan akan dilakukan pengamatan berupa pengukuran tinggi badan, penimbangan berat badan, pemberian catatan harian nyeri kepala dan kuisoner untuk mengetahui manfaat pemberian riboflavin dalam mengurangi timbulnya gejala migren pada anak.

Jika Bapak/ Ibu bersedia maka kami mengharapkan bapak/ibu menandatangani lember persetujuan setelah penjelasan. Demikianlah kami sampaikan. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih. Bapak/ Ibu dapat menghubungi Peneliti bila ingin menanyakan masalah kesehatan putra / putri anda atau masalah lain seputar penelitian ini melalui: Dr. Athaillah

Divisi Neurologi - Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RS H.Adam Malik Jl. Bunga Lau No. 17 Medan Telp. 8365663

(68)

Lampiran 3

Divisi Neurologi No. urut

Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan

KUESIONER PENELITIAN

Tanggal: Pencatat:

1. Nama Anak :

2. Tanggal Lahir : Umur : [ ] tahun, [ ] bulan 3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

4. Urutan anak dalam keluarga : 5. Jumlah bersaudara : b. Dicetuskan oleh stress/

makanan atau menstruasi [ ] [ ] h. Keluarga menderita

penyakit yang sama [ ] [ ] l. Nyeri membaik dengan

tidur sejenak [ ] [ ] m. Pernah berobat, dokter

menyebut migren [ ] [ ]

Gambar

Gambar 2.1. Patofisiologi migren. 4
Gambar 2.1. Struktur Riboflavin.27.54
Gambar 3.1. Alur penelitian manfaat antara kedua kelompok intervensi
Gambar 4.1 Algoritma consort
+3

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan adalah rancangbangun instalasi teknologi pulsa cahaya ultraviolet (UV) dan uji coba penggunaan sinar UV untuk mendapatkan pengaruh penghambatan atau

Tidak hanya itu, ide akan penulisan dengan menggunakan bahasa pemrograman Python ini, juga didasarkan pada tujuan penulis, yaitu untuk mensosialisasikan bahasa pemrograman yang

Dengan menyusun lapisan lapisan ganda ferromagnetic NiFe clan antiferromagnetik Fe203 telah terbentuk suatu system Top-spin-valves yang menunjukkan sifat interaksi tukar tukar

Pengaruh tekanan gas dalam tabung sput- tering terhadap struktur film ZnO yang. terbentuk ditunjukkan dalam Tabel 4. Perubahan jarak antar bidang ~OO2) yang terjadi

Pokja Pengadaan Jaket Almamater Mahasiswa Baru ULP Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Tahun 2016 akan melaksanakan Lelang Sederhana

cokelat dari ari mereka, kita mereka, kita juga secara juga secara moral berta moral bertanggung jawab nggung jawab untuk tenaga untuk tenaga kerja kerja

31 menit kadar kemurnian CH 4 semakin baik, dengan menurunnya kadar CO 2 yang terserap secara kontinyu oleh zeolite.Gambar 5 a menunjukkan bahwa dengan zeolit

Simbol Aljabar p pada contoh-1, U pada contoh-2, dan a pada contoh-3 di atas adalah contoh variabel karena p mewakili banyak pohon yang mungkin dimiliki Pak Amir, U