• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SRI PAMELA PTPN 3 TEBING TINGGI

TAHUN 2004-2008

SKRIPSI

OLEH :

SISKA ISHALIANI HASIBUAN NIM. 051000159

`

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SRI PAMELA PTPN 3 TEBING TINGGI

TAHUN 2004-2008

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

SISKA ISHALIANI HASIBUAN NIM. 051000159

`

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOID RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT SRI PAMELA PTPN 3 TEBING TINGGI

TAHUN 2004-2008

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

SISKA ISHALIANI HASIBUAN NIM. 051000159

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada tanggal 16 Juni 2009 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

drh. Rasmaliah, M.Kes drh. Hiswani, M.Kes

NIP. 390009523 NIP. 132084988

Penguji II Penguji III

dr. Achsan Harahap, MPH Drs. Jemadi,M.Kes NIP. 130318031 NIP. 131996168

Medan, Juli 2009

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(4)

ABSTRACT

Typhoid fever is one of the communicable diseases linkage both personal hygiene and environmental sanitation that is bad. Based on World Health Organization (WHO) report on 2003, there are 17 million typhoid fever cases with Case Fatality Rate (CFR) 3,5%. On 2005, there is 3,15% typhoid fever sufferer hospitalized in Indonesian hospital. On 2007, there is 8,5% typhoid fever sufferer hospitalized in North Sumatera hospital. Typhoid fever sufferer proportion hospitalized in Sri Pamela PTPN 3 Hospital Tebing Tinggi on 2008 is 1,6%.

This is descriptive research with case series design that is aimed to know the characteristic of typhoid fever sufferer who are being hospitalized in Sri Pamela PTPN 3 Hospital Tebing Tinggi on 2004-2008. The population in this research are 546 sufferer data which number of sample are 231 data taken by simple random sampling. For analyzing, it is used chi-square test and t-test.

The highest sociodemography proportion are aged 12-30 years old 47,2%, male 61%, Javanese 67,5%, Moslem 87,4%, students/collager 41,1%, unmarried 61,5%, and residing outside of Tebing Tinggi city 88,7%. The highest proportion of typhoid fever sufferer with 100% fever symptom, without complication 94,8%, pneumonia complication type 75%, average length of stay 5,44 days and discharged with outpatient treatment/clinical recovery 97,8%.

There is dfference on average length of stay typhoid fever sufferer based on complication (p =0,000) which sufferer with complication cured longer than sufferer without complication. There is no difference on the typhoid fever sufferer complication based on condition by the time they were discharged from the hospital (p =1,000).

Suggested to typhoid fever sufferer who have been recovered to have bacteriologic test once a month, and to keep personal hygiene and environmental sanitation.

(5)

ABSTRAK

Demam tifoid merupakan salah satu penyakit menular yang berkaitan dengan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan yang buruk. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2003, terdapat 17 juta kasus demam tifoid dengan Case Fatality Rate (CFR) 3,5%. Pada tahun 2005 terdapat 3,15% penderita demam tifoid rawat inap di rumah sakit di Indonesia. Pada tahun 2007 terdapat 8,5% penderita demam tifoid rawat inap di rumah sakit di Sumatera Utara. Proporsi penderita demam tifoid rawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi pada tahun 2008 yaitu 1,6%.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain case series yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita demam tifoid yang dirawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008. Populasi penelitian ini adalah 546 data penderita dengan besar sampel 231 data yang diambil secara simple random sampling. Analisis statistik menggunakan uji chi-square dan uji t.

Proporsi sosiodemografi tertinggi : kelompok umur 12-30 tahun 47,2%, laki-laki 61%, suku Jawa 67,5%, agama Islam 87,4%, pelajar/mahasiswa 41,1%, status belum kawin 61,5% dan berasal dari luar Kota Tebing Tinggi 88,7%. Proporsi penderita demam tifoid tertinggi dengan gejala demam 100%, tanpa komplikasi 94,8%, jenis komplikasi pneumonia 75%, dengan lama rawatan rata-rata 5,44 hari dan pulang dengan berobat jalan/sembuh klinis 97,8%.

Ada perbedaan lama rawatan rata-rata penderita demam tifoid berdasarkan komplikasi (p=0,000) dimana penderita dengan komplikasi lebih lama dirawat dari pada penderita tanpa komplikasi. Tidak ada perbedaan komplikasi penderita demam tifoid berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=1,000).

Dianjurkan kepada penderita demam tifoid yang telah sembuh untuk melakukan pemeriksaan bakteriologis sebulan sekali dan menjaga higiene perorangan dan sanitasi lingkungan.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Siska Ishaliani Hasibuan

Tempat/Tanggal Lahir : Dolok Merawan/20 Juni 1987

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jumlah Saudara : 3 (tiga) Bersaudara

Alamat Rumah : Jln. Perintis Kemerdekaan No.98 Dolok Merawan

Serdang Bedagai

Riwayat Pendidikan : 1. 1993-1999 : SD Negeri No.102124 Dolok

Merawan Serdang Bedagai

2. 1999-2002 : SLTP YPAK PTPN 3 Gunung Para

3. 2002-2005 : SMA Negeri 1 Tebing Tinggi

4. 2005-2009 : Fakultas Kesehatan Masyarakat

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan

pendidikan pada program studi Strata1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan moril

maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis

dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu dr. Rusmalawaty selaku dosen Pembimbing Akademik penulis di

FKM-USU

3. Bapak Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, MPH selaku Ketua Departemen

Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes dan Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan

pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

5. Bapak dr. Achsan Harahap, MPH dan Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku

dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk

penyempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh dosen pengajar dan pegawai staf akademik Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu

(8)

7. Direktur Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi yang telah

memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian serta pegawai rekam

medis yang turut membantu dalam pengumpulan data.

8. Teristimewa dan tersayang Ayahanda Ishak Hasibuan dan Ibunda Susilawati,

terima kasih atas segala pengorbanan dan kasih sayangnya yang begitu

berharga kepada penulis.

9. Kakanda Irfan Husni Hasibuan dan Astin Isyuanita Hasibuan,SSi, terima

kasih atas doa yang telah diberikan.

10.Para sahabatku (Ade, Rahmi, Shintya, Uswah, Yuni dan Yuli) dan kakanda

alumni terima kasih atas persahabatan, doa, bantuan dan semangatnya kepada

penulis.

11.Saudara-saudari di FKM terima kasih atas kebersamaan dan dukungan kepada

penulis.

12.Teman-teman peminatan Epidemiologi FKM-USU Yunni, Melinda, Ayu,

Dewi, Arin, Vina, Nina, Nita, Essy, Ica, Rani, Tati, Wawan dan yang lainnya,

terima kasih atas doa, bantuan, semangat dan kebersamaannya.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak

yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

para pembaca.

Medan, Juni 2009

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstract ... ii

Abstrak ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Definisi Demam Tifoid ... 6

2.2. Etiologi ... 6

2.3. Patogenesis ... 8

2.4. Epidemiologi Demam Tifoid ... 9

2.4.1. Distribusi dan Frekuensi ... 9

2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi ... 10

2.5. Sumber Penularan ... 12

2.6. Gejala Klinis ... 13

2.7. Diagnosis... 14

2.8 Komplikasi ... 19

2.8.1. Komplikasi Intestinal ... 19

2.8.2. Komplikasi Ekstraintestinal ... 19

2.9. Pencegahan ... 20

2.9.1. Pencegahan Primer... 20

2.9.2. Pencegahan Sekunder... 21

2.9.3. Pencegahan Tersier ... 22

BAB 3 KERANGKA KONSEP ... 23

3.1. Kerangka Konsep... 23

3.2. Definisi Operasional ... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN... 27

4.1. Jenis Penelitian... 27

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 27

(10)

4.2.2. Waktu Penelitian ... 27

4.3. Populasi dan Sampel ... 27

4.3.1. Populasi ... . 27

4.3.2. Sampel... . 27

4.4. Metode Pengumpulan Data ... . 29

4.5. Analisis Data... . 29

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 30

5.1. Gambaran Umum Rumah Sakit ... 30

5.2. Sosiodemografi Penderita Demam Tifoid ... 32

5.3. Gejala Klinis... 34

5.4. Komplikasi... 35

5.5. Lama Rawatan Rata-rata... 36

5.6. Keadaan Sewaktu Pulang... 37

5.7. Analisis Statistik... 37

5.7.1. Umur Berdasarkan Komplikasi... 37

5.7.2. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Komplikasi... 38

5.7.3. Komplikasi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang... 39

BAB 6 PEMBAHASAN... 40

6.1. Sosiodemografi Penderita Demam Tifoid... 40

6.1.1. Umur... 40

6.1.2. Jenis Kelamin... 41

6.1.3. Suku ... 42

6.1.4. Agama... 43

6.1.5. Pekerjaan... 44

6.1.6. Status Perkawinan... 46

6.1.7. Tempat Tinggal... 47

6.2. Gejala Klinis Penderita Demam Tifoid... 48

6.3. Komplikasi Penderita Demam Tifoid... 49

6.4. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Demam Tifoid... 50

6.5. Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Demam Tifoid... 51

6.6. Analisis Statistik... 52

6.6.1. Umur Berdasarkan Komplikasi... 52

6.6.2. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Komplikasi... 53

6.6.3. Komplikasi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang... 54

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN... 56

7.1. Kesimpulan... 56

7.2. Saran... 56

DAFTAR PUSTAKA

(11)

LAMPIRAN 4 OUTPUT MASTER DATA

LAMPIRAN 5 LEBIH DARI SATU GEJALA KLINIS LAMPIRAN 6 SURAT PENELITIAN DARI FKM

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 ... 32

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Gejala Klinis di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 ... 34

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Komplikasi di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 ... 35

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Jenis Komplikasi di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 ... 35

Tabel 5.5. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di

Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 ... 36

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 ... 37

Tabel 5.7. Proporsi Umur Berdasarkan Komplikasi Penderita Demam Tifoid

Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 ... 37

Tabel 5.8. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Komplikasi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 ... 38

Tabel 5.9. Proporsi Komplikasi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 ... 39

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Bakteri Salmonella typhi... 7

Gambar 6.1. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Umur di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 ... 40

Gambar 6.2. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun

2004-2008 ... 41

Gambar 6.3. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Suku di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 ... 42

Gambar 6.4. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Agama di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 ... 43

Gambar 6.5. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Pekerjaan di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 .. 44

Gambar 6.6. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Status Perkawinan di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun

2004-2008 ... 46

Gambar 6.7. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Tempat Tinggal di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun

2004-2008 ... 47

Gambar 6.8. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Gejala Klinis di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun

2004-2008... 48

Gambar 6.9. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Komplikasi di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 .. 49

Gambar 6.10. Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 ... 51

Gambar 6.11. Proporsi Umur Berdasarkan Komplikasi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun

(14)

Gambar 6.12. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Komplikasi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008 ... 53

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lingkungan adalah bagian dari kehidupan manusia yang sangat penting.

Perubahan yang terjadi pada lingkungan dapat mengakibatkan pengaruh besar pada

kehidupan manusia. Pengaruh tersebut dapat bersifat positif yang bermanfaat bagi

kehidupan manusia, akan tetapi dapat juga bersifat negatif yang mengakibatkan

terganggunya kesehatan manusia. 1

Lingkungan yang buruk berperan penting dalam penyebaran penyakit

menular. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit tersebut antara lain

sanitasi umum, temperatur, polusi udara dan kualitas air. Faktor sosial ekonomi

seperti kepadatan penduduk, kepadatan hunian dan kemiskinan juga mempengaruhi

penyebarannya.2 Demam tifoid (typhoid fever) atau tifus abdominalis merupakan

salah satu penyakit menular yang berkaitan erat dengan lingkungan, terutama

lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Penyakit ini disebabkan oleh

bakteri Salmonella typhi.3

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) tahun 2000 terdapat

21.500.000 kasus demam tifoid di seluruh dunia, 200.000 diantaranya meninggal

karena penyakit tersebut dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,9%.4 Laporan WHO tahun 2003 terdapat 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia, dimana 600.000

(16)

Berdasarkan hasil penelitian Crump, J.A., dkk (2000), insidens rate demam

tifoid di Eropa yaitu 3 per 100.000 penduduk, di Afrika yaitu 50 per 100.000

penduduk, dan di Asia yaitu 274 per 100.000 penduduk.6 Insidens rate demam tifoid

di Afrika Selatan (2000) yaitu 39 per 100.000 penduduk.4 Pada tahun 2005 insidens rate demam tifoid di Dhaka yaitu 390 per 100.000 penduduk, sedangkan di Kongo

dengan jumlah 42.564 kasus dan 214 diantaranya meninggal dengan CFR 0,5%.7 Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2005, demam tifoid menempati

urutan ke-2 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2004

yaitu sebanyak 77.555 kasus (3,6%). Menurut hasil Survei Kesehatan Nasional

(Surkesnas) tahun 2001, demam tifoid menempati urutan ke-8 dari 10 penyakit

penyebab kematian umum di Indonesia sebesar 4,3%.8 Pada tahun 2005 jumlah pasien rawat inap demam tifoid yaitu 81.116 kasus (3,15%) dan menempati urutan

ke-2 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia.9

Menurut laporan Subdin Pelayanan Medis Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi

Tengah tahun 2006, demam tifoid menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbanyak

pasien rawat inap di rumah sakit pemerintah yaitu 587 kasus (11,70%) dari 5.017

kasus.10

Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2007 melaporkan bahwa

proporsi demam tifoid dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit

yaitu 8,5% (1.681 kasus) dari 19.870 kasus.11 Menurut laporan surveilans terpadu

penyakit berbasis rumah sakit di Sumatera Utara tahun 2008, jumlah kasus demam

(17)

penyakit berbasis rumah sakit Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi tahun 2008,

jumlah kasus demam tifoid rawat inap yaitu 176 kasus.13

Menurut penelitian Saragih, M.N. di Rumah Sakit Umum Herna ditemukan

jumlah kasus demam tifoid rawat inap pada tahun 2003-2005 sebanyak 809 kasus.14 Sedangkan penelitian Pratiwi, R di Rumah Sakit Umum Permata Bunda terdapat

jumlah kasus demam tifoid yang dirawat inap pada tahun 2004-2005 adalah 398

kasus.15

Survei pendahuluan di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi,

didapatkan proporsi kasus demam tifoid yang dirawat inap dari tahun 2004-2008

menunjukkan nilai yang bervariasi. Pada tahun 2004 proporsi kasus demam tifoid

1,4% (75 kasus dari 5.477 kasus rawat inap), tahun 2005 dengan proporsi 2,9% (193

kasus dari 6.633 kasus rawat inap), tahun 2006 dengan proporsi 1,3% (81 kasus dari

6.465 kasus rawat inap), tahun 2007 dengan proporsi 1,1% (77 kasus dari 7.180

kasus rawat inap) dan tahun 2008 dengan proporsi 1,6% (120 kasus dari 7.277 kasus

rawat inap).

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perlu dilakukan

penelitian tentang karakteristik penderita demam tifoid rawat inap di Rumah Sakit Sri

Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008.

1.2. Rumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita demam tifoid rawat inap di Rumah

(18)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita demam tifoid rawat inap di Rumah

Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, status

perkawinan dan tempat tinggal).

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid berdasarkan

gejala klinis.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid berdasarkan

komplikasi.

d. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita demam tifoid.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita demam tifoid berdasarkan

keadaan sewaktu pulang.

f. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan komplikasi.

g. Untuk mengetahui perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan komplikasi.

h. Untuk mengetahui perbedaan proporsi komplikasi berdasarkan keadaan

(19)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai bahan informasi bagi Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi

dalam rangka meningkatkan fasilitas serta upaya pelayanan terhadap penderita

demam tifoid.

1.4.2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Demam Tifoid

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella

typhi ditandai adanya demam 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan

gangguan pada sistem saraf pusat (sakit kepala, kejang dan gangguan kesadaran).

Menurut Butler dalam Soegijanto, S (2002), demam tifoid adalah suatu infeksi

bakterial pada manusia yang disebabkan oleh Salmonella typhi ditandai dengan

demam berkepanjangan, nyeri perut, diare, delirium, bercak rose, splenomegali serta

kadang-kadang disertai komplikasi perdarahan dan perforasi usus. 16

2.2. Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Bakteri tersebut

termasuk famili Enterobacteriaceae dari genus Salmonella. Salmonella typhi

merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora, motil, berflagella

(bergerak dengan rambut getar), dan berkapsul. Bakteri ini tahan pada pembekuan

selama beberapa minggu, namun mati pada pemanasan dengan suhu 54,4°C selama 1 jam dan 60°C selama 15 menit.17

Salmonella typhi mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu :16,18

1. Antigen dinding sel/somatik (O) yang terletak pada lapisan luar dari tubuh

bakteri. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut

juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak

(21)

2. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein dan berada dalam

flagella. Antigen ini tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap

panas dan alkohol.

3. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang

melindungi seluruh permukaan sel. Antigen Vi dapat menghambat proses

aglutinasi (proses pembentukan antibodi terhadap antigen) dan melindungi

bakteri dari proses fagositosis. Antigen Vi berhubungan dengan daya invasi

bakteri.

Ketiga macam antigen tersebut di dalam tubuh penderita akan menimbulkan

pembentukan tiga macam antibodi yang disebut aglutinin.

Gambar 2.1. Struktur Bakteri Salmonella typhi16

Dinding Sel Selaput Plasma

Kapsul Polisakarida Fimbria

Bentuk Helix Molekul DNA

Sitoplasma

(22)

2.3. Patogenesis

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung 10 – 20 hari. Masa inkubasi

penyakit ini bergantung pada jumlah bakteri yang tertelan dan faktor host (keadaan

umum, status gizi dan status imunologis penderita).19,20 Adapun patogenesis demam

tifoid secara garis besar terdiri dari tiga proses, yaitu proses invasi bakteri Salmonella

typhi ke dinding sel epitel usus, proses kemampuan hidup dalam makrofag dan proses

berkembangbiaknya bakteri dalam makrofag. Akan tetapi tubuh mempunyai beberapa

mekanisme pertahanan untuk melawan dan membunuh bakteri patogen ini, yaitu

dengan adanya mekanisme pertahanan non spesifik di saluran pencernaan baik secara

kimiawi maupun fisik dan mekanisme pertahanan yang spesifik yaitu kekebalan

tubuh humoral dan selular. 17

Bakteri Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut

bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Setelah bakteri

sampai di lambung, maka mula-mula timbul usaha pertahanan non spesifik yang

bersifat kimiawi yaitu adanya suasana asam oleh asam lambung dan enzim yang

dihasilkannya. Kemampuan bakteri untuk dapat melewati barier asam lambung

dipengaruhi oleh jumlah bakteri yang masuk dan kondisi asam lambung. 17

Keadaan asam lambung dapat menghambat multiplikasi Salmonella typhi dan

pada pH 2,0 sebagian besar bakteri akan terbunuh dengan cepat dan sebagian bakteri

lain yang tidak mati akan mencapai usus halus yang memiliki mekanisme pertahanan

lokal berupa motilitas dan flora normal usus, dimana tubuh berusaha mengeluarkan

(23)

usus. Selain itu, adanya bakteri anaerob di usus juga akan menghalangi pertumbuhan

bakteri dengan pembentukan asam lemak rantai pendek yang akan menimbulkan

asam. Bila bakteri berhasil mengatasi mekanisme pertahanan tubuh di usus halus,

maka bakteri akan melekat pada permukaan usus. Setelah menembus epitel usus,

bakteri akan masuk ke dalam kripti lamina propria, kemudian berkembang biak dan

selanjutnya akan difagositosis oleh monosit dan makrofag, namun demikian

Salmonella typhi dapat bertahan hidup dan berkembang biak dalam fagosit karena

adanya perlindungan oleh kapsul bakteri.17 Bakteri masuk ke dalam peredaran darah

melalui pembuluh limfe usus halus hingga mencapai organ hati dan limpa. Bakteri

yang tidak dihancurkan akan berkembang biak di dalam hati dan limpa, sehingga

organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian bakteri

masuk kembali ke dalam darah (bakteriemia) dan menyebar ke seluruh tubuh

terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk

lonjong pada mukosa di atas nodus peyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan

perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam pada demam tifoid disebabkan

Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen

oleh leukosit pada jaringan yang meradang.19

2.4. Epidemiologi Demam Tifoid 2.4.1. Distribusi dan Frekuensi a. Orang

Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang

nyata antara insidens pada laki-laki dan perempuan. Berdasarkan umur, proporsi

(24)

31-40 tahun sebesar 10-20% dan lebih dari 31-40 tahun 5-10 %.21 Menurut penelitian Simanjuntak, C.H., dkk (1989) di Paseh, Jawa Barat terdapat 77% penderita demam

tifoid pada umur 3-19 tahun dan tertinggi pada umur 10-15 tahun dengan insidens

rate 687,9 per 100.000 penduduk, insidens rate pada umur 0-3 tahun sebesar 263 per

100.000 penduduk.22

b. Tempat dan Waktu

Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insidens rate

demam tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110

per 100.000 penduduk.6 Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada tahun 2001, insidens rate demam tifoid 680 per 100.000

penduduk dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.23 Menurut laporan Surveilans Terpadu Penyakit Berbasis Rumah Sakit Sentinel di

Sumatera Utara (STPRS.SEN) tahun 2008, jumlah kasus demam tifoid rawat inap

adalah 332 kasus.24

2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi a. Faktor Host

Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan Salmonella typhi, melalui

kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita demam tifoid atau

carrier kronis. Transmisi bakteri terjadi dengan cara menelan makanan atau air yang

terkontaminasi feses manusia yang terinfeksi Salmonella typhi. Selain itu, transmisi

kongenital dapat terjadi secara transplasental dari seorang ibu yang mengalami

bakteriemia (beredarnya bakteri dalam darah) kepada bayi dalam kandungan, atau

(25)

dengan rute fekal oral. Seseorang yang telah terinfeksi Salmonella typhi dapat

menjadi carrier kronis dan mengekskresikan bakteri selama beberapa tahun.16

Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. DR. Soetomo (2000) dengan

desain case control, menemukan bahwa kejadian demam tifoid berisiko 20,8 kali

lebih besar (OR) pada orang yang higiene perorangan yang kurang.25 Penelitian yang

dilakukan oleh Astuti, D.W., (2006) dengan desain case control, menemukan bahwa

kejadian demam tifoid berisiko 26,4 kali lebih besar (OR) pada orang yang memiliki

kebiasaan jajan atau makan di luar rumah.26

b. Faktor Agent

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini hanya

dapat hidup dan menginfeksi tubuh manusia.16 Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan Salmonella typhi sebanyak 105-109 yang tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Jumlah Salmonella typhi yang tertelan akan

mempengaruhi masa inkubasinya, dimana semakin banyak Salmonella typhi yang

masuk ke dalam tubuh, maka semakin singkat masa inkubasi demam tifoid. 17

c. Faktor Environment

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di

daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dan

standar higiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya

penyebaran demam tifoid dari segi sosial adalah urbanisasi, kepadatan penduduk,

(26)

Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. DR. Soetomo (2000),

dengan desain case control, menemukan bahwa kejadian demam tifoid risiko 6,4

(OR) kali pada kualitas air minum yang tercemar.25

2.5. Sumber Penularan

Berdasarkan riwayat alamiah suatu penyakit , ada dua tahap perkembangan

penyakit yaitu prepatogenesis dan patogenesis. Pada tahap patogenesis, berakhirnya

perjalanan suatu penyakit dapat dibagi dalam lima keadaan yaitu sembuh,

berlangsung menjadi kronis, carrier, cacat dan meninggal.1 Dari kelima keadaan tersebut, carrier berpotensi sebagai sumber penularan suatu penyakit. Carrier adalah

penderita atau mereka yang sedang atau pernah terinfeksi yang masih mengandung

agent penyebab penyakit menular, akan tetapi tidak menunjukkan gejala klinis.

Carrier dapat dibagi menjadi empat tipe yaitu :

a. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang tidak pernah menampakkan

menderita penyakit tersebut secara klinis, akan tetapi mengandung agent

penyebab yang dapat menular pada orang lain. Contohnya poliomyelitis,

hepatitis B, HIV dan meningococcus.

b. Incubatory carrier (masa inkubasi) adalah mereka yang masih berada dalam

masa inkubasi, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit.

Contohnya penyakit cacar air, dan campak.

c. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru sembuh

dari penyakit menular tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan

penyakit tersebut untuk periode waktu tertentu, biasanya dalam waktu tiga

(27)

d. Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama,

biasanya sampai 1 tahun atau lebih. Contohnya demam tifoid dan hepatitis B. 27 Sumber penularan demam tifoid adalah penderita demam tifoid itu sendiri dan

carrier (Convalescent carrier dan Chronis carrier) dimana mereka dapat

mengekskresikan berjuta-juta bakteri Salmonella typhi dalam feses dan urin.19

Penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh feses atau

urin dari penderita maupun carrier demam tifoid. Di beberapa negara penularan

terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari air yang tercemar,

buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia yang

terkontaminasi Salmonella typhi, susu dan produk susu yang terkontaminasi oleh

carrier demam tifoid. Lalat dapat juga berperan sebagai perantara penularan

memindahkan bakteri dari feses ke makanan.28

2.6. Gejala Klinis

Gejala demam tifoid yang timbul sangat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja

antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu.

Selain itu gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis

sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. 21

Adapun gejala klinis demam tifoid biasanya didahului dengan gejala demam

yang merupakan gejala utama demam tifoid, sakit kepala, sakit perut, badan lesu,

anoreksia (tidak nafsu makan), mual, muntah, dan dapat juga disertai dengan batuk.21

Dalam minggu pertama, suhu tubuh meningkat, berangsur dari suhu normal sampai

(28)

bahkan dapat terjadi diare. Timbul bercak rose (bercak-bercak merah) di dada dan

perut yang akan menghilang dalam 2-3 hari.16,19

Pada minggu kedua, gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia

relatif ( perlambatan relatif nadi penderita). Bibir kering dan pecah-pecah, kemudian

lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepi lidah kemerahan, hepatomegali

(pembesaran hati), splenomegali (pembesaran limpa), meteorismus (keadaan perut

kembung) dan dapat terjadi gangguan kesadaran seperti apatis maupun delirium.21 Dalam minggu ketiga, suhu tubuh berangsur–angsur turun dan normal kembali. Hal

ini terjadi jika penderita tidak mengalami komplikasi. Meskipun demikian, pada saat

ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung terjadi apabila usus mengalami

nekrosis dan ulserasi. 29

2.7. Diagnosis

Ada dua cara utama untuk mendiagnosis demam tifoid yaitu secara klinis dan

pemeriksaan laboratorium. Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena

gejala klinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama

dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali

terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan

kemungkinan diagnosis demam tifoid.16 Oleh karena itu, untuk menegakkan

diagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :

a. Pemeriksaan Darah Tepi

Diagnosis demam tifoid melalui pemeriksaan darah tepi akan mendapatkan

gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Di

(29)

ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang

sederhana, akan tetapi berguna untuk membantu diagnosis.19

b. Pemeriksaan Bakteriologis

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri

Salmonella typhi dalam biakan dari darah, urin, feses, dan sumsum tulang. Berkaitan

dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah

penderita pada minggu pertama sakit, dengan hasil positif 70-90% dari penderita,

sedangkan biakan sumsum tulang memberikan hasil positif pada 80-95% penderita,

selama perjalanan penyakit dan hilang pada fase penyembuhan. Bakteri dalam feses

ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) sampai minggu ketiga (75%)

dan turun secara perlahan, sedangkan biakan urin memberikan hasil positif setelah

minggu pertama sakit. 30

Hasil biakan yang positif memastikan diagnosis demam tifoid, akan tetapi

hasil biakan negatif tidak mengenyampingkan diagnosis demam tifoid, karena

hasilnya bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

biakan yaitu jumlah darah yang diambil, perbandingan volume darah dengan media

empedu dan waktu pengambilan darah. Media pembiakan yang direkomendasikan

untuk Salmonella typhi adalah media empedu (Gall) dari sapi, dimana media ini dapat

meningkatkan positifitas hasil karena hanya Salmonella typhi yang dapat tumbuh

(30)

c. Pemeriksaan Serologis

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam

tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen Salmonella

typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri.

1. Uji Widal

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum

penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada

orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid.

Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella typhi

yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk

menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam

tifoid.21

Dari ketiga aglutinin ( aglutinin O, H dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang

ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar

pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang

aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang

waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2

sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.21 Interpretasi hasil uji widal adalah sebagai berikut :29

a. titer O yang tinggi (≥160) menunjukkan adanya infeksi akut.

b. titer H yang tinggi (≥160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah

(31)

c. titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier

Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal, yaitu :21 1. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penderita

a. Keadaan umum gizi penderita

Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.

b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit

Aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah penderita mengalami sakit

selama satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau

keenam sakit.

c. Pengobatan dini dengan antibiotik

Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat

pembentukan antibodi.

d. Penyakit-penyakit tertentu

Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi

pembentukan antibodi, misalnya pada penderita leukemia dan karsinoma

lanjut.

e. Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat manghambat

pembentukan antibodi.

f. Vaksinasi

Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan H

meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1

(32)

2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada seseorang yang pernah

divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.

g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya

Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun titer

aglutininnya rendah. Di daerah endemik demam tifoid dapat dijumpai

aglutinin pada orang-orang yang sehat.

2. Faktor-faktor Teknis

a. Aglutinasi silang

Karena beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H

yang sama, maka reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat juga

menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies lain. Oleh karena itu spesies

salmonella penyebab infeksi tidak dapat ditentukan dengan uji Widal.

b. Konsentrasi suspensi antigen

Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada uji Widal akan

mempengaruhi hasilnya.

c. Strainsalmonella yang digunakan untuk suspensi antigen

Daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih

baik dari pada suspensi antigen dari strain lain.

2. Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)18

a. Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap Salmonella typhi

Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi

(33)

umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji

ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai.

b. Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi

Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik

(darah atau urin) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid

secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakai untuk melacak

adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double

antibody sandwich ELISA.

2.8. Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :

2.8.1. Komplikasi Intestinal16

a. Perdarahan Usus

Terjadi pada 15% kasus, 25% diantaranya merupakan perdarahan ringan

dan tidak perlu ditransfusi. Perdarahan berat dapat menyebabkan syok,

tetapi biasanya sembuh dengan sendirinya tanpa pembedahan.

b. Perforasi Usus

Perforasi usus merupakan komplikasi pada 1-5% penderita yang dirawat,

biasanya terjadi pada minggu ketiga, tetapi dapat terjadi selama masa sakit.

Perforasi menyebabkan tekanan darah turun, nadi bertambah cepat, dan

timbul nyeri hebat.

2.8.2. Komplikasi Ekstraintestinal31

a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis,

(34)

b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia atau Disseminated

Intravascular Coagulation ( DIC) dan sindrom uremia hemolitik.

c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema dan pleuritis.

d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolesistitis.

e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.

f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondalitis dan arthritis

g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis,

polineuritis perifer dan sindrom katatonia.

2.9. Pencegahan

Pencegahan adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi angka

kesakitan dan angka kematian akibat demam tifoid. Pencegahan terdiri dari beberapa

tahap yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.27

2.9.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang bertujuan untuk mengurangi atau

menghilangkan timbulnya faktor penyebab demam tifoid pada seseorang yang masih

sehat. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang

dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan, mengkonsumsi makanan sehat

agar meningkatkan daya tahan tubuh, memberikan pendidikan kesehatan untuk

menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, berupa penyediaan air minum dan air

bersih yang memenuhi syarat kesehatan, pengawasan terhadap penjualan dan

penyediaan makanan pada industri makanan dan restoran, pembuangan kotoran pada

jamban sehat, mencuci tangan sebelum menyediakan dan memakan makanan, dan

(35)

2.9.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menemukan kasus

secara dini dan pengobatan yang tepat. Pencegahan sekunder dapat berupa :

a. Pencarian penderita maupun carrier secara dini melalui peningkatan usaha

surveilans demam tifoid

b. Perawatan

Penderita demam tifoid perlu dirawat yang bertujuan untuk isolasi dan

pengobatan. Penderita harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas

demam atau kurang lebih 14 hari. Keadaan ini sangat diperlukan untuk

mencegah terjadinya komplikasi. Penderita dengan kesadaran yang

menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu

untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.

Defekasi dan buang air kecil pada penderita demam tifoid perlu

diperhatikan karena dapat terjadi konstipasi dan retensi air kemih.21 c. Diet

Penderita demam tifoid sebaiknya memakan makanan yang cukup cairan,

kalori, tinggi protein, lembut dan mudah dicerna seperti bubur nasi.

Pemberian bubur tersebut dimaksudkan untuk menghindari komplikasi

perdarahan usus dan perforasi usus karena usus perlu diistirahatkan.

Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, dan tidak

menimbulkan banyak gas. Susu perlu diberikan 2 kali sehari. Jenis

makanan untuk penderita dengan kesadaran menurun adalah makanan cair

(36)

perforasi usus dianjurkan tidak memakan makanan yang mengiritasi

lambung seperti makanan yang pedas dan asam.19

2.9.3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi keparahan

akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari demam tifoid, sebaiknya

tetap menjaga kesehatan dan kebersihan, sehingga daya tahan tubuh dapat pulih

kembali dan terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Disamping itu, penderita yang

telah dinyatakan sembuh harus melakukan pemeriksaan serologis sebulan sekali

(37)

BAB 3

KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan studi kepustakaan di atas, maka dapat dibuat

kerangka konsep penelitian mengenai karakteristik penderita demam tifoid yang

dirawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008

sebagai berikut :

Karakteristik Penderita Demam Tifoid 1. Sosiodemografi :

Umur

Jenis kelamin Suku

Agama Pekerjaan

Status perkawinan Tempat tinggal 2. Gejala klinis 3. Komplikasi

4. Lama rawatan rata-rata 5. Keadaan sewaktu pulang

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Penderita demam tifoid adalah pasien yang berdasarkan diagnosis dokter dan hasil pemeriksaan laboratorium dinyatakan menderita demam tifoid dan telah

(38)

3.2.2. Sosiodemografi terdiri dari :

a. Umur adalah usia penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis di kartu

status yaitu :21

1. < 12 Tahun 2. 12-30 Tahun 3. > 30 Tahun

b. Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki penderita demam tifoid

sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu :

1. Laki-laki 2. Perempuan

c. Suku adalah etnis yang melekat pada penderita demam tifoid sesuai dengan

yang tertulis di kartu status yaitu :

1. Jawa 2. Batak 3. Melayu 4. Minang 5. Aceh 6. Tionghoa

d. Agama adalah kepercayaan yang diyakini penderita demam tifoid sesuai

dengan yang tertulis di kartu status yaitu :

1. Islam

2. Kristen (Protestan dan Katolik) 3. Budha

e. Pekerjaan adalah kegiatan rutin dan utama yang dilakukan penderita demam

tifoid sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu :

1. Pegawai Swasta 5. Ibu Rumah Tangga

2. Karyawan/Pensiunan Perkebunan 6. Tidak Bekerja

3. Wiraswasta 7. Tidak Tercatat

4. Pelajar/Mahasiswa

(39)

f. Status perkawinan adalah keterangan yang menunjukkan riwayat pernikahan

penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu :

1. Kawin

2. Belum Kawin

g. Tempat tinggal adalah daerah dimana penderita demam tifoid tinggal menetap

sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu :

1. Kota Tebing Tinggi 2. Luar Kota Tebing Tinggi

3.2.3. Gejala klinis adalah keadaan penderita demam tifoid saat masuk ke rumah sakit yang merupakan manifestasi dari infeksi Salmonella typhi sesuai dengan

yang tertulis di kartu status yaitu :16,19

1. Demam 7. Konstipasi

2. Sakit kepala 8. Diare

3. Sakit perut 9. Lidah kotor

4. Anoreksia 10. Badan lesu

5. Mual 11. Batuk

6. Muntah 12. Perut kembung

3.2.4. Komplikasi adalah manifestasi klinis yang timbul sebagai penyulit bagi penderita demam tifoid sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu:

1. Dengan komplikasi 2. Tanpa komplikasi

Adapun jenis komplikasi demam tifoid adalah:16,31

1. Anemia hemolitik 2. Pneumonia

3.2.5. Lama rawatan adalah lama hari rawatan penderita demam tifoid, dihitung dari tanggal mulai masuk sampai dengan keluar, sesuai dengan yang tertulis di

(40)

3.2.6. Keadaan sewaktu pulang adalah kondisi penderita demam tifoid sewaktu

keluar dari rumah sakit sesuai dengan yang tertulis di kartu status yaitu :

(41)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan desain case series.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi.

Pemilihan lokasi penelitian ini dengan pertimbangan bahwa di rumah sakit tersebut

tersedia data penderita demam tifoid yang dibutuhkan, selain itu belum pernah

dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita demam tifoid untuk tahun

2004-2008 di rumah sakit tersebut.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2009.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh data penderita demam tifoid yang

dirawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi dari tahun 2004-2008

yang berjumlah 546 data penderita.

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah sebagian data penderita demam tifoid yang

(42)

a. Besar sampel

Besar sampel diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :33

n =

2

) (

1 N d

N + n = 2 ) 05 , 0 ( 546 1 546 + n = 365 , 1 1 546 + n = 365 , 2 546

n = 230,9

n = 231

Keterangan : n = Besar sampel

N = Besar populasi adalah 546

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,05)

Berdasarkan perhitungan di atas, besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini

adalah sebanyak 231 data penderita demam tifoid rawat inap tahun 2004-2008.

b. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling, dengan

menggunakan angka acak pada program komputer C survey. Sampel diambil dari

populasi yang sudah diacak oleh komputer. Untuk menentukan sampel pertama

diambil dari baris atau kolom tertentu yang diperoleh dengan menggunakan spin dial

direction. Dari spin dial direction tersebut akan diperoleh satu angka untuk

(43)

diambil sampel sebanyak yang dibutuhkan. Sampel yang telah diambil disesuaikan

dengan kartu status yang telah diberi nomor urut 1-546.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang

diperoleh dari kartu status penderita yang berasal dari rekam medis Rumah Sakit Sri

Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008. Kartu status penderita demam

tifoid yang dipilih sebagai sampel, dikumpul dan dilakukan pencatatan tabulasi sesuai

dengan variabel yang akan diteliti.

4.5. Analisis data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program SPSS. Analisis

univariat secara deskriptif dan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square dan uji t.

Disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi proporsi, diagram pie dan batang.

(44)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi

Rumah Sakit Sri Pamela didirikan pada tahun 1907 oleh Yayasan “HOSPITAL

VERCENEEGING PADANG dan BEDAGAI” dengan nama “CENTRAL HOSPITAAL

TEBING TINGGI”.

Pada tahun 1995 terjadi penggabungan antara PTP-III, IV & V yang kemudian

menjadi PT. Perkebunan Nusantara 3, sesuai peraturan Pemerintah No.8 tahun 1996

tanggal 14 Februari 1996. Penggabungan ini juga tidak terlepas dibidang kesehatan,

dimana beberapa sarana Rumah Sakit sebagian mengalami penurunan klasifikasi antara

lain RS. Membang Muda dan RS. Petumbukan, sedangkan RS. Sei Dadap mengalami

peningkatan klasifikasi pelayanan yang disetarakan dengan RS. Aek Nabara dan RS.

Sri Torgamba, sementara RS. Sri Pamela diklasifikasikan sebagai Rumah Sakit

Rujukan untuk fasilitas pelayanan kesehatan se-PT. Perkebunan Nusantara 3.

Dalam rangka meningkatkan derajat pelayanan kesehatan yang optimal bagi

pekerja untuk tercapai kesejahteraan keluarga maka, PT. Perkebunan Nusantara 3

dalam menjabarkan fungsi sosialnya melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara

menyeluruh dan terpadu yang mencakup aspek kuratif dan rehabilitatif.

Untuk melaksanakan kegiatan tersebut, dalam hal ini PT. Perkebunan Nusantara

3 menerapkan fungsi-fungsi manajemen kesehatan melalui fasilitas-fasilitas pelayanan

kesehatan yang terdepan yang dinamakan Pos Kesehatan (Poskes) yang

(45)

merupakan unit kesehatan untuk setiap kebun yang berlokasi di Emplasment Kebun,

Rumah Sakit Pembantu (Rumah Sakit Pratama) yang setingkat Rumah Sakit tipe-D dan

Rumah Sakit Rujukan (Rumah Sakit Madya) yang setingkat Rumah Sakit tipe-C yang

merupakan Rumah Sakit Rujukan sebelum pasien dikirim ke Rumah Sakit Luar non

PT. Perkebunan Nusantara 3.

Visi Rumah Sakit Sri Pamela adalah “Menjadi Rumah Sakit Terkemuka Dengan

Tata Kelola Profesional Tahun 2010. Adapun misi dari Rumah Sakit Sri Pamela guna

mencapai visi tersebut, sebagai berikut :

1. Menerapkan tata nilai PTPN 3.

2. Mengutamakan pelayanan dan kepuasan pelanggan.

3. Mengembangkan kemampuan SDM sehingga terlaksana pelayanan prima.

4. Prioritas utama adalah loyalitas pelanggan.

5. Seluruh karyawan harus bertindak sebagai agen ( pelaku ) pemasaran.

6. Upaya sebagai pusat rujukan bagi Rumah Sakit sekitar.

7. Melaksanakan seluruh kegiatan Rumah Sakit yang berwawasan lingkungan.

Adapun yang menjadi wilayah kerja PT. Perkebunan Nusantara 3 meliputi

Perkebunan Rambutan, Gunung Pamela, Gunung Monako, Gunung Para, Kebun

Bangun, Bandar Betsi, Sarang ginting, Sei Putih, Sei Sigiling, Sei Karang, Sei Dadap,

Tanah Raja, Hapesong, Aek Torop, Aek Nabara, Torgamba, Petumbukan, Membang

Muda, Silau Dunia, dimana perkebunan ini semuanya berada di luar kota Tebing

Tinggi.

Fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3

(46)

penyakit anak, klinik spesialis kebidanan kandungan, klinik spesialis penyakit dalam,

klinik spesialis bedah, klinik spesialis Telinga Hidung Tenggorokan (THT), klinik

spesialis mata, klinik spesialis paru, klinik spesialis jantung dan pembuluh darah,

psikiater, klinik gigi dan mulut, instalasi gizi, laboratorium, EKG, USG, gastrocopy,

colonocopy, dan radiologi.

5.2. Sosiodemografi Penderita Demam Tifoid

Hasil penelitian tentang karakteristik penderita demam tifoid rawat inap di

Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008, diperoleh

[image:46.612.113.529.331.704.2]

distribusi proporsi berdasarkan sosiodemografi adalah sebagai berikut :

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008

No. Sosiodemografi f %

Umur (tahun) < 12 12-30 > 30 48 109 74 20,8 47,2 32,0 1.

Total 231 100

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 141 90 61,0 39,0 2.

Total 231 100

Suku/Etnis Jawa Batak Minang Melayu Aceh Tionghoa 156 61 7 3 2 2 67,5 26,4 3,0 1,3 0,9 0,9 3.

Total 231 100

Agama Islam

Kristen (Protestan dan Katolik) Budha 202 27 2 87,4 11,7 0,9 4.

(47)

Pekerjaan

Pelajar/Mahasiswa

Karyawan/Pensiunan Perkebunan Ibu Rumah Tangga

Tidak Bekerja Wiraswasta Pegawai Swasta Tidak Tercatat 95 68 29 21 6 4 8 41,1 29,4 12,6 9,1 2,6 1,7 3,5 5.

Total 231 100

6. Status Perkawinan Belum Kawin Kawin 142 89 61,5 38,5

Total 231 100

7. Tempat Tinggal

Luar Kota Tebing Tinggi

Kota Tebing Tinggi

205 26

88,7 11,3

Total 231 100

Berdasarkan tabel 5.1. dapat diketahui karakteristik penderita demam tifoid

yang dirawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun

2004-2008, berdasarkan sosiodemografi sebagai berikut, berdasarkan umur, proporsi

tertinggi penderita demam tifoid adalah umur 12-30 tahun yaitu 47,2% dan proporsi

terendah adalah umur < 12 tahun 20,8%.

Berdasarkan jenis kelamin, proporsi tertinggi adalah laki-laki 61% dan

proporsi perempuan 39%. Berdasarkan suku, proporsi tertinggi adalah suku Jawa

67,5% dan proporsi terendah adalah Aceh dan Tionghoa masing-masing 0,9%.

Berdasarkan agama, proporsi tertinggi adalah agama Islam 87,4% dan proporsi

terendah adalah agama Budha 0,9%.

Berdasarkan pekerjaan, proporsi tertinggi adalah sebagai pelajar/mahasiswa

41,1% dan proporsi terendah adalah pegawai swasta 1,7%. Berdasarkan status

(48)

kawin 38,5%. Berdasarkan tempat tinggal, proporsi tertinggi adalah penderita yang

berasal dari luar kota Tebing Tinggi 88,7% dan proporsi penderita yang berasal dari

kota Tebing Tinggi 11,3%.

Untuk variabel pendidikan pada sosiodemografi tidak dicantumkan karena

tidak terdapat di dalam kartu status di bagian rekam medis Rumah Sakit Sri Pamela

PTPN 3 Tebing Tinggi.

5.3. Gejala Klinis

Proporsi penderita demam tifoid berdasarkan gejala klinis di Rumah Sakit Sri

[image:48.612.116.524.330.596.2]

Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008 dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Gejala Klinis di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008

Gejala Klinis (n=231) f %

Demam Mual Muntah Sakit perut Sakit kepala Batuk Badan lesu Diare Konstipasi Perut kembung Anoreksia Lidah kotor 231 102 94 62 50 47 42 25 19 12 6 5 100 44,2 40,7 26,8 21,6 20,3 18,2 10,8 8,2 5,2 2,6 2,2

Ket. Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi > 1 Gejala Klinis Penderita Demam Tifoid (Lampiran 5)

Berdasarkan tabel 5.2. dapat diketahui bahwa dari 231 penderita demam

tifoid, semuanya mengalami gejala demam (100%) dan proporsi penderita dengan

(49)

5.4. Komplikasi

Proporsi penderita demam tifoid berdasarkan komplikasi di Rumah Sakit Sri

Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008 dapat dilihat pada tabel di bawah

[image:49.612.115.527.252.310.2]

ini:

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Komplikasi di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008

Komplikasi f %

Dengan komplikasi Tanpa komplikasi

12 219

5,2 94,8

Total 231 100

Berdasarkan tabel 5.3. dapat diketahui proporsi penderita demam tifoid

tertinggi berdasarkan komplikasi adalah penderita tanpa komplikasi yaitu 94,8% dan

proporsi penderita dengan komplikasi adalah 5,2%. Adapun jenis komplikasi dapat

dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Jenis Komplikasi di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008

Jenis Komplikasi f %

Pneumonia Anemia hemolitik

9 3

75 25

Total 12 100

Berdasarkan tabel 5.4. dapat diketahui penderita yang mengalami komplikasi,

proporsi tertinggi berdasarkan jenis komplikasi adalah penderita dengan komplikasi

pneumonia 75% dan proporsi anemia hemolitik adalah 25% dengan nilai Hb yaitu

[image:49.612.110.526.487.547.2]
(50)

5.5. Lama Rawatan Rata-rata

Penderita demam tifoid berdasarkan lama rawatan rata-rata di Rumah Sakit

Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008 dapat dilihat pada tabel di

[image:50.612.112.525.237.335.2]

bawah ini:

Tabel 5.5. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008

Lama Rawatan Rata-rata (hari)

Mean

Standar Deviasi

95% Confidence Interval

Minimum Maximum

5,44 2,123 5,17 – 5,72 3 13

Berdasarkan tabel 5.5. dapat diketahui lama rawatan rata-rata penderita

demam tifoid rawat inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun

2004-2008 adalah 5,44 hari dengan standar deviasi (SD) 2,123 hari. Lama rawatan

yang paling singkat adalah selama 3 hari sedangkan yang paling lama adalah selama

13 hari. Berdasarkan 95% Confidence Interval didapatkan bahwa lama rawatan

(51)

5.6. Keadaan Sewaktu Pulang

Proporsi penderita demam tifoid berdasarkan keadaan sewaktu pulang di

Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008 dapat dilihat pada

[image:51.612.121.527.252.314.2]

tabel di bawah ini:

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008

Keadaan Sewaktu Pulang f %

Pulang Berobat Jalan/Sembuh Klinis Pulang Atas Permintaan Sendiri

226 5

97,8 2,2

Total 231 100

Berdasarkan tabel 5.6. dapat diketahui proporsi penderita demam tifoid

tertinggi berdasarkan keadaan sewaktu pulang adalah penderita yang pulang berobat

jalan/sembuh klinis 97,8% dan yang pulang atas permintaan sendiri adalah 2,2%.

5.7. Analisis Statistik

5.7.1. Umur Berdasarkan Komplikasi

Proporsi umur penderita demam tifoid berdasarkan komplikasi di Rumah

Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008 dapat dilihat pada tabel di

[image:51.612.119.529.592.663.2]

bawah ini:

Tabel 5.7. Proporsi Umur Berdasarkan Komplikasi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008

Umur (tahun)

< 12 12-30 > 30 Total

Komplikasi

f % f % f % f %

(52)

Berdasarkan tabel 5.7. dapat diketahui bahwa dari 12 penderita demam tifoid

yang dengan komplikasi, 66,7% pada umur 12-30 tahun dan 33,3% pada umur >30

tahun. Dari 219 penderita demam tifoid tanpa komplikasi, terdapat 21,9% pada umur

< 12 tahun, 46,1% pada umur 12-30 tahun dan 32% pada umur > 30 tahun.

Analisis statistik dengan uji Chi-Square tidak memenuhi syarat untuk

dilakukan karena terdapat 2 sel (33,3%) expectedcount yang besarnya kurang dari 5.

5.7.2. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Komplikasi

Lama rawatan rata-rata berdasarkan komplikasi penderita demam tifoid di

Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008 dapat dilihat pada

[image:52.612.117.525.414.491.2]

tabel di bawah ini:

Tabel 5.8. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Komplikasi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008

Lama Rawatan Rata-rata Komplikasi

f Mean SD

Dengan Komplikasi Tanpa Komplikasi

12 219

10,33 5,17

0,778 1,827

t = 20,124 df = 18,553 p = 0,000 Berdasarkan tabel 5.8. dapat diketahui penderita demam tifoid dengan

komplikasi lama rawatan rata-ratanya adalah 10,33 hari dengan standar deviasi 0,778

hari, dan penderita demam tifoid tanpa komplikasi lama rawatan rata-ratanya adalah

5,17 hari dengan standar deviasi 1,827 hari.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji t diperoleh nilai p < 0,05. Hal

ini berarti secara statistik ada perbedaan lama rawatan rata-rata penderita demam

(53)

5.7.3. Komplikasi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Proporsi komplikasi penderita demam tifoid berdasarkan keadaan sewaktu

pulang di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008 dapat

[image:53.612.112.536.252.355.2]

dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.9. Proporsi Komplikasi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Demam Tifoid Rawat Inap di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008

Komplikasi Dengan

Komplikasi

Tanpa Komplikasi

Total Keadaan Sewaktu Pulang

f % f % f %

Pulang Berobat Jalan/Sembuh Klinis Pulang Atas Permintaan Sendiri

12 0

5,3 0

214 5

94,7 100

226 5

100 100

p = 1,000

Berdasarkan tabel 5.9. dapat diketahui bahwa dari 226 penderita demam tifoid

yang pulang berobat jalan/sembuh klinis 5,3% dengan komplikasi, dan 94,7% tanpa

komplikasi. Dari 5 penderita yang pulang atas permintaan sendiri, semuanya adalah

penderita yang tanpa komplikasi.

Analisis statistik dengan uji Chi-Square tidak memenuhi syarat untuk

dilakukan karena terdapat 2 sel (50%) expected count yang besarnya kurang dari 5,

sehingga menggunakan uji Exact Fisher diperoleh nilai p>0,05. Hal ini berarti secara

statistik tidak ada perbedaan komplikasi penderita demam tifoid berdasarkan keadaan

(54)

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Sosiodemografi Penderita Demam Tifoid

Hasil penelitian tentang karakteristik penderita demam tifoid rawat inap di

Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008, diperoleh

distribusi proporsi berdasarkan sosiodemografi adalah sebagai berikut :

6.1.1. Umur

Proporsi penderita demam tifoid berdasarkan umur di Rumah Sakit Sri

Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008 dapat dilihat pada gambar di bawah

ini :

Gambar 6.1.Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Umur di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi Tahun 2004-2008

Berdasarkan gambar 6.1. dapat diketahui proporsi penderita demam tifoid

tertinggi berdasarkan umur adalah umur 12-30 tahun yaitu 47,2%, sedangkan

proporsi terendah pada umur < 12 tahun 20,8%. Kelompok umur 12-30 tahun

merupakan usia sekolah dan bekerja, dimana pada kelompok usia tersebut sering

47,2%

32,0% 20,8%

< 12 Ta hun

12-30 Ta hun

(55)

melakukan aktivitas di luar rumah, sehingga berisiko untuk terinfeksi Salmonella

typhi, seperti mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh

Salmonella typhi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sitohang,

S.R., di Rumah Sakit Sari Mutiara Medan (2005) dengan desain case series, dari 261

penderita demam tifoid 39,4 % (103 orang) adalah kelompok umur 12-30 tahun.34 Hasil penelitian Rumintan, E., di Rumah Sakit Bhayangkara Medan (2007) dengan

desain case series, dari 152 penderita demam tifoid 52,6% (80 orang) adalah

kelompok umur 12-30 tahun.35

6.1.2. Jenis Kelamin

Proporsi penderita demam tifoid berdasarkan jenis kelamin di Rumah Sakit

Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008 dapat dilihat pada gambar di

bawah ini :

61% 39%

Laki-laki Perempuan

(56)

Berdasarkan gambar 6.2. dapat diketahui bahwa proporsi penderita demam

tifoid laki-laki lebih tinggi (61%) dibandingkan perempuan (39%). Hal ini dapat

dikaitkan bahwa laki-laki lebih sering melakukan aktivitas di luar rumah yang

memungkinkan laki-laki berisiko lebih besar terinfeksi Salmonella typhi

dibandingkan dengan perempuan, misalnya mengkonsumsi makanan atau minuman

yang terkontaminasi oleh Salmonella typhi.36

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aswita, R.

di Rumah Sakit Tembakau Deli PTPN II Medan (2005) dengan desain case series,

dari 152 penderita demam tifoid 65,1% (99 orang) laki-laki.37 Hasil penelitian Pratiwi, R. di RSU. Permata Bunda Medan (2007) dengan desain case series, dari

199 penderita demam tifoid, proporsi tertinggi pada laki-laki 54,8% (109 orang).15

6.1.3. Suku

Proporsi penderita demam tifoid berdasarkan suku di Rumah Sakit Sri Pamela

PTPN 3 Tebing Tinggi tahun 2004-2008 dapat dilihat pada gambar di ba

Gambar

Gambar 6.13. Proporsi Komplikasi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita
Gambar 2.1. Struktur Bakteri  Salmonella typhi16
Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Sosiodemografi di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3
Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan Gejala Klinis di Rumah Sakit Sri Pamela PTPN 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji chi-square tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi umur berdasarkan status komplikasi (p = 0,533), lama rawatan rata-rata (p = 0,120), ada perbedaan yang bermakna

Lama rawatan rata-rata berdasarkan komplikasi appendicitis penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Haji Medan tahun 2007-2011 dapat dilihat pada gambar berikut

Proporsi lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita dispepsia yang rawat inap di RSU Sundari Medan Tahun 2008 dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Lama rawatan rata-rata berdasarkan status komplikasi penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada

komplikasi. Gejala klinis demam tifoid pada anak cenderung tidak khas. Makin muda umur anak, gejala klinis demam tifoid makin tidak khas.. Kumpulan gejala-gejala klinis demam

Gambar 5.18 Distribusi Proporsi Lama Rawatan Rata-Rata Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori Komplikasi di RSUD Deli Serdang Tahun 2012

Berdasarkan Lama Rawatan Rata-rata yang Dirawat Inap di Rumah Sakit HKBP Balige tahun 2013-2015...37 Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Penderita Hipertensi dengan Komplikasi

Distribusi proporsi penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap di RSUD Deli Serdang Tahun 2012 berdasarkan lama rawatan rata-rata dapat dilihat pada tabel