• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Glaukoma Di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Penderita Glaukoma Di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA GLAUKOMA DI RSU. Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2007

SKRIPSI

Oleh :

HENNY MAHRANI HSB NIM. 041000127

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA GLAUKOMA DI RDU. Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2007

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

HENNY MAHRANI HSB NIM. 041000127

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul

KARAKTERISTIK PENDERITA GLAUKOMA DI RSU. Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2007

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : HENNY MAHRANI HSB

NIM : 041000127

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 14 Januari 2009 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH drh. Rasmaliah, M.Kes NIP. 130702002 NIP. 390009523

Penguji II Penguji III

dr. Achsan Harahap, MPH MPH Drs. Jemadi M.Kes

NIP. 130318031 NIP. 131996168

Medan, Maret 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

(4)

ABSTRAK

Glaukoma merupakan suatu keadaan dimana tekanan mata seseorang demikian tinggi atau tidak normal, sehingga mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang atau buta. Berdasarkan Survei Departemen Kesehatan Indonesia tahun 1996, dari 0.2% kebutaan akibat glaukoma, terdapat 0.16% kebutaan kedua mata, dan 0.04% kebutaan satu mata..

Untuk mengetahui karakteristik penderita glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2007, dilakukan penelitian deskriptif dengan desain Case Series. Populasi adalah 143 penderita.

Dari hasil penelitian didapat proporsi penderita glaukoma terbanyak pada umur < 40 tahun (39,9%), jenis kelamin perempuan (56,6%), suku Batak (37,7%), agama Islam (75,5%), pendidikan SLTA/Sederajat (34,3%), pekerjaan Pelajar/mahasiswa (18,9%), status kawin (76,9%) dan di dalam Kota Medan (86,7%). Umur rata-rata 47,05 tahun (47 tahun), lebih dari satu keluhan utama (40,5%), glaukoma primer (79,0%), tekanan intraokuler > 20 mmHg mata kanan (56,6%) dan mata kiri (51,7%), tekanan intraokuler rata-rata mata kanan 25,43 mmHg (25 mmHg), tekanan intraokuler rata-rata mata kiri 24,87 mmHg (25 mmHg), tidak ada riwayat penyakit (79,0%), riwayat penyakit hipertensi (56,7%), obat-obatan (100%). Hasil uji chi-square terdapat perbedaan proporsi umur dengan tingkat keparahan tekanan intraokuler mata kanan (p=0,008), tidak terdapat perbedaan proporsi umur dengan tingkat keparahan tekanan intraokuler mata kiri (p=0,054), tidak terdapat perbedaan proporsi antara jenis kelamin penderita glaukoma dengan jenis glaukoma (p=0,051), tidak terdapat perbedaan proporsi jenis kelamin dengan tingkat keparahan tekanan intraokuler mata kanan (p=0,522), tidak terdapat perbedaan proporsi jenis kelamin dengan tingkat keparahan tekanan intraokuler mata kiri (p=0,298).

Dengan diketahuinya karakteristik penderita glaukoma, diharapkan kepada pihak RSU. Dr. Pirngadi Medan untuk mengadakan penyuluhan kepada penderita yang mempunyai jenis riwayat penyakit hipertensi tentang penyakit glaukoma agar dapat segera memeriksakan matanya ke rumah sakit serta melengkapi sistem pencatatan kartu status penderita glaukoma terutama pendidikan dan pekerjaan.

(5)

ABSTRACT

Glaucoma is characterized by significantly increase in eye pressure that can lead to order eye diseases including part or total blindness. Based on the survey conducted by Ministry of Health of Indonesia in 1996, from 0,2% the blindness caused by the glaucoma, it is found that both eyes blindness count for 0,16% and one sided blindness is 0,04%.

In order to know the characteristics of glaucoma patients in RSU Dr. Pirngadi in 2007, a study had been conducted by using Case Series and sample is total sampling as much as 143 patients data.

Result shows that the highest proportion of patients with glaucoma are at age < 40 years (39,9%), female (56,6%), Batak ethnic (37,7%), Moslem (75,5%), senior high school or the same degree (34,3%), private servant (31,5%), married (76,9%), and live in Medan (86,7%). The average age is 47,05 years, pain in the eyes or head ache (41,2%), primary glaucoma (79,0%), the intraocular pressure > 20 mmHg of the right eye (56,6%) the left eye (51,7%), average intraocular pressure of the right eye 25,43 mmHg, average intraokuler pressure of the left eye 24,87 mmHg, no accompanying disease (79,0%), hypertention (56,7%), on medicine (100%). The result of the Chi-square test found out the difference between age proportion and seriousness of right intraocular pressure (p=0,008), no difference of age proportion and the seriousness of left aye intraocular pressure (p=0,054), no difference in proportion between sex and type of glaucoma (0,051), no difference in proportion between sex and seriousness the intraocular pressure of the right eye (0,522), no difference in proportion between sex and seriousness the intraocular pressure of the left eye (0,298).

By knowing the characteristic of the glaucoma patient, it is expected that the RSU. Dr. Pirngadi Medan will provide health promotion and information abaut glaucoma to patients with hypertention to have aye examination so as to prevent glaukoma. It is also recommend that medical record should have also information regarding education and occupation.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Henny Mahrani HSB

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 20 September 1986

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : 3 (tiga) Orang Bersaudara

Alamat : Jl. Lembaga Pemasyarakatan Gg. Jaya Pura

Tanjung Gusta Medan.

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1992 – 1998 : SD Khatolik Budi Murni 7 Medan

2. Tahun 1998 – 2001 : SMP Free Methodist I Medan

3. Tahun 2001 – 2004 : SMU Negeri 12 Medan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat

kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

”Karakteristik Penderita Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ”.

Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH, selaku ketua Departemen

Epidemiologi FKM USU dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak

meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, dan

bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Ibu drh. Rasmaliah, Mkes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk dan

bimbingannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bapak dr. Achsan Harahap, MPH, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak

(8)

5. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes, selaku Dosen Penguji II dan Dosen Pembimbing

Akademik yang telah banyak memberikan sumbangan pikiran dan masukan demi

kesempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Pegawai di FKM USU Medan.

7. Kepala bagian Rekam Medik RSU. Dr. Pirngadi Medan dan seluruh pegawai

yang telah membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.

8. Kepada Orang tua tercinta Drs. K. Hasibuan dan S. Butar-Butar, abangku

Renhard dan adikku Harry, serta seluruh keluarga yang selalu memberikan

dukungan doa dan semangat kepada penulis.

9. Teman-temanku : Dwi, Rospida, Juminah, Ezra, Imel, Nerida, Lastiar, Nove,

Nurmaya, Betty, Iwan, B’Zaro, K’Tince, K’Mertha, K’Imel dan seluruh rekan

peminatan epidemiologi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih

atas perhatian dan kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan,

oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun

demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi para pembaca.

Medan, Januari 2009

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1Anatomi Mata... 6

2.2Pengertian Glaukoma ... 9

2.3Klasifikasi Glaukoma ... 10

2.3.1 Glaukoma Primer ... 10

2.3.2 Glaukoma Sekunder ... 14

2.3.3 Glaukoma Kongenital ... 16

2.3.4 Glaukoma Absolut ... 17

2.4Epidemiologi ... 17

2.4.1 Distribusi Frekwensi ... 17

2.4.2 Determinan (Faktor-faktor yang mempengaruhi) ... 18

2.5Gejala-gejala dan Keluhan Penderita Glaukoma ... 20

2.6Tingkat Keparahan ... 22

2.7Kerusakan Saraf Optik ... 22

2.8Defek Lapang Pandangan ... 22

2.9Diagnosis ... 23

2.10 Penatalaksanaan Medis Terhadap Penanggulangan Glaukoma ... 24

2.11 Pencegahan Glaukoma ... 25

BAB 3 KERANGKA KONSEP ... 28

3.1Model Kerangka Konsep ... 28

3.2Defenisi Operasional ... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 33

4.1Jenis Penelitian ... 33

4.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

(10)

4.2.2 Waktu Penelitian ... 33

4.3Populasi dan Sampel ... 34

4.3.1 Populasi ... 34

4.3.2 Sampel ... 34

4.4Metode Pengumpulan Data ... 34

4.5Teknik Analisis Data ... 34

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 35

5.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 35

5.2Sosiodemografi ... 37

5.3Keluhan Utama... 39

5.4Jenis Glaukoma ... 40

5.5Tingkat Keparahan ... 41

5.6Riwayat penyakit ... 42

5.7Penatalaksanaan Medis ... 43

5.8Analisis Statistik ... 43

5.8.1 Umur Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 43

5.8.2 Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata kanan ... 44

5.8.3 Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri... 45

5.8.4 Jenis Kelamin Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 45

5.8.5 Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata kanan ... 47

5.8.6 Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri... 47

5.8.7 Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kanan Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 48

5.8.8 Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 50

5.8.9 Jenis Glaukoma Berdasarkan Riwayat Penyakit ... 51

BAB 6 PEMBAHASAN ... 52

6.1Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Sosiodemografi ... 52

6.1.1 Umur ... 52

6.1.2 Jenis Kelamin ... 53

6.1.3 Suku ... 54

6.1.4 Agama ... 55

6.1.5 Tingkat Pendidikan ... 56

6.1.6 Pekerjaan ... 57

6.1.7 Status Perkawinan ... 58

6.1.8 Tempat Tinggal ... 59

(11)

6.3Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Keluhan Utama ... 64

6.4Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 64

6.5Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Tingkat Keparahan .. 65

6.5.1 Tekanan Intraokuler Mata Kanan... 66

6.5.2 Tekanan Intraokuler Mata Kiri... 67

6.6Tekanan Intraokuler Rata-rata Pada Mata Kanan dan Mata kiri ... 67

6.7Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Riwayat Penyakit .... 68

6.8Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Jenis Riwayat Penyakit ... 69

6.9Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Penatalaksanaan Medis ... 70

6.10 Analisis Statistik ... 71

6.9.1 Umur Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 71

6.9.2 Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata kanan ... 72

6.9.3 Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri... 73

6.9.4 Jenis Kelamin Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 75

6.9.5 Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata kanan ... 76

6.9.6 Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri... 77

6.9.7 Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kanan Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 78

6.9.8 Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 79

6.9.9 Jenis Glaukoma Berdasarkan Riwayat Penyakit ... 80

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

7.1Kesimpulan ... 82

7.2Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1 : Master Data Lampiran 2 : Output SPSS

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Sosiodemografi di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 38

Tabel 5.2. Umur Rata-rata Penderita Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2007 ... 40

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Keluhan Utama di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 41

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Kombinasi Keluhan Utama di RSU. Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007 ... 42

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Jenis

Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 42

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun

2007 ... 43

Tabel 5.7. Tekanan Intraokuler Rata-rata pada Mata Kanan dan Mata Kiri Penderita Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007 ... 44

Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Riwayat Penyakit di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 45

Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Jenis Riwayat Penyakit di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 45

Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Umur Penderita Glaukoma Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 46

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Umur Penderita Glaukoma Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kanan di

(13)

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Umur Penderita Glaukoma Berdasarkan Tekanan Intraokuler Mata Kiri di RSU. Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007 ... 48

Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Glaukoma Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007 ... 49

Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Glaukoma Berdasarkan Tekanan Intraokuler Mata Kanan di RSU. Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 50

Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Glaukoma Berdasarkan Tekanan Intraokuler Mata Kiri di RSU. Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 51

Tabel 5.16. Perbedaan Distribusi Tekanan Intraokuler Rata-rata Pada Mata Kanan Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 52

Tabel 5.17. Perbedaan Distribusi Tekanan Intraokuler Rata-rata Pada Mata Kiri Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 53

Tabel 5.16. Distribusi Proporsi Jenis Glaukoma Berdasarkan Riwayat Penyakit Pada Penderita Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 6.1. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Umur di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 55

Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Jenis Kelamin di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 56

Gambar 6.3. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Suku di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 57

Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Agama di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 58

Gambar 6.5. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 59

Gambar 6.6. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Pekerjaan di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 60

Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Status Perkawinan di RSU. Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007 ... 61

Gambar 6.8. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Tempat Tinggal di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 62

Gambar 6.9. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Keluhan Utama di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 64

(15)

Gambar 6.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kanan di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 66

Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 67

Gambar 6.13. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Riwayat Penyakit di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 68

Gambar 6.14. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Jenis Riwayat Penyakit di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 69

Gambar 6.15. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 70

Gambar 6.16. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Penderita Glaukoma Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 71

Gambar 6.17. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Penderita Glaukoma Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kanan di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 72

Gambar 6.18. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Penderita Glaukoma Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 73

Gambar 6.19. Diagram Bar Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Glaukoma Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 75

Gambar 6.20. Diagram Bar Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Glaukoma Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kanan di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 76

(16)

Gambar 6.22. Diagram Bar Perbedaan Tekanan Intraokuler Rata-rata Pada Mata Kanan Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 78 Gambar 6.23. Diagram Bar Perbedaan Tekanan Intraokuler Rata-rata Pada

Mata Kiri Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 79

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan nasional dilaksanakan pada segala bidang, dan salah satu

bidang yang tak kalah pentingnya dari bidang lain adalah bidang kesehatan.

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang optimal.1

Indra penglihatan merupakan panca indra yang sangat penting dan besar

pengaruhnya terhadap proses peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja

manusia. Hal ini erat kaitannya dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia

(SDM) serta kualitas harapan hidup, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan

masyarakat serta mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat.2

Mata membutuhkan sejumlah tekanan tertentu agar dapat berfungsi baik. Pada

beberapa orang, tekanan bola mata ini dapat meninggi sehingga menyebabkan

kerusakan pada saraf optik yang mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh

lapang pandang atau buta. Kerusakan saraf optik ini dapat berupa penyakit

glaukoma.3 Berdasarkan hasil survey World Health Organisation (WHO), pada tahun

1990 terdapat 38 juta penderita kebutaan, sedangkan pada tahun 1996 meningkat

menjadi 45 juta penderita kebutaan.4

Angka kebutaan Bangladesh pada tahun 1996 tercatat 1% dari jumlah

(18)

penduduk, India 0,7% dari jumlah penduduk, Srilangka 0,5% dari jumlah penduduk,

Korea selatan 0,4% dari jumlah penduduk, Thailand 0,3% dari jumlah penduduk.5,6

Berdasarkan Survey Departemen Kesehatan pada tahun 1982 angka kebutaan

Indonesia tercatat 1,2% dari jumlah penduduk, sedangkan pada tahun 1996

meningkat menjadi 1,5% dari jumlah penduduk.5,7

Berdasarkan hasil survey World Health Organisation (WHO), penyebab

utama kebutaan tahun 2002 adalah katarak (47,8%), glaukoma (12,3%), penyakit

yang berhubungan dengan degeneratif (8,7%), corneal opacities (5,1%), diabetes

retinopathy (4,8%), trakhoma (3,6%), lain-lain (17,6%).8

Prevalensi (angka kejadian) glaukoma tahun 1996 di beberapa negara, seperti

di Amerika Serikat 0,27% hingga 5,6%, Swedia 0,86%, Inggris 0,64%, dan Jamaika

1,4%.9

Berdasarkan Survey Kesehatan Indra tahun 1993-1996, sebesar 1,5%

penduduk Indonesia mengalami kebutaan dengan penyebab utama adalah Katarak

(0,78%), Glaukoma (0,20%), Kelainan Refraksi (0,14%), penyakit yang berhubungan

dengan lanjut usia (0,38%).5,10

Berdasarkan Survei Departemen Kesehatan Indonesia tahun 1996, dari 0.2%

kebutaan akibat glaukoma, terdapat 0.16% kebutaan pada kedua mata, dan 0.04%

kebutaan pada satu mata.11

Berdasarkan bank data Departemen Kesehatan Indonesia (2004), distribusi

penyakit mata dan adneksa pasien rawat inap menurut golongan sebab sakit adalah :

Konjungtivitis dan gangguan lain konjungtivitis (2.106 pasien), Katarak dan

(19)

adneksa lainnya (3.985 pasien). Sedangkan distribusi penyakit mata dan adneksa

pasien rawat jalan menurut golongan sebab sakit adalah : Konjungtivitis dan

gangguan lain konjungtivitis (116.938 pasien), Katarak dan gangguan lain lensa

(53.065 pasien), Glaukoma (10.160 pasien), Penyakit mata dan adneksa lainnya

(232.188 pasien).12

Berdasarkan data di Rumah Sakit Umum dr.Soetomo, pada tahun 1996-1997,

jumlah penderita glaukoma tercatat 450 pasien. Di antara jumlah itu, 75% datang

pada stadium lanjut, yang berarti sudah sulit untuk ditolong. Pada tahun 2006, total

pasien glaukoma di Rumah Sakit Umum dr.Soetomo mencapai 639 orang.

Rinciannya, 320 laki-laki dan 316 perempuan. Sedangkan pada tahun 2007, jumlah

pasien menjadi 876 orang, terdiri atas 427 laki-laki dan 449 perempuan.9

Berdasarkan data kasus baru penderita glaukoma di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2000, dampak yang terjadi

akibat glaukoma pada seluruh penderita glaukoma yang datang ke poliklinik mata

adalah 36% menderita kebutaan pada kedua mata, dan 44% menderita kebutaan pada

satu mata.13

Berdasarkan laporan data pada tahun 2006 di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo yang menjadi pusat rujukan penderita glaukoma, dalam setahun

tercatat 300-400 penderita glaukoma baru. Sedangkan penderita glaukoma yang

berobat tiap hari sekitar 25 orang.14

Hasil survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di bagian rekam medis

Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan ditemukan bahwa terdapat 143 penderita

(20)

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang

karekteristik penderita glaukoma di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan tahun

2007.

1.2 Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita glaukoma di Rumah Sakit Umum dr.

Pirngadi Medan tahun 2007.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita glaukoma di Rumah Sakit Umum

dr. Pirngadi Medan tahun 2007.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita glaukoma berdasarkan

sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan,

status perkawinan, dan tempat tinggal).

b. Untuk mengetahui umur rata-rata penderita glaukoma.

c. Untuk mengetahui distribusi penderita glaukoma berdasarkan keluhan utama.

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita glaukoma berdasarkan jenis

glaukoma.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita glaukoma berdasarkan tingkat

keparahan (tekanan intraokuler mata kanan dan tekanan intraokuler mata kiri).

f. Untuk mengetahui tekanan intraokuler rata-rata pada mata kanan dan mata

(21)

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita glaukoma berdasarkan

riwayat penyakit.

h. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita glaukoma berdasarkan

penatalaksanaan medis.

i. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan jenis glaukoma.

j. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan tingkat keparahan

tekanan intraokuler mata kanan penderita glaukoma.

k. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan tingkat keparahan

tekanan intraokuler mata kiri penderita glaukoma.

l. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan jenis

glaukoma.

m. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan tingkat

keparahan tekanan intraokuler mata kanan penderita glaukoma.

n. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan tingkat

keparahan tekanan intraokuler mata kiri penderita glaukoma.

o. Untuk mengetahui perbedaan tekanan intraokuler rata-rata pada mata kanan

berdasarkan jenis glaukoma.

p. Untuk mengetahui perbedaan tekanan intraokuler rata-rata pada mata kiri

berdasarkan jenis glaukoma.

q. Untuk mengetahui perbedaan proporsi riwayat penyakit berdasarkan jenis

(22)

1.4 Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan masukan bagi pihak Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan

tentang penderita glaukoma dalam upaya perencanaan pencegahan kebutaan

dengan mengenal secara dini karakteristik penderita glaukoma.

b. Sebagai bahan masukan/informasi bagi peneliti lain yang ingin

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata 2.1.1 Kornea19

Kornea adalah selaput bening mata yang tembus cahaya. Tebal kornea

rata-rata orang dewasa adalah 0,65 mm di bagian perifer, dan 0,54 mm di bagian tengah.

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan tempat masuknya

cahaya ke dalam bola mata menuju ke retina. Sumber nutrisi kornea adalah

pembuluh-pembuluh darah di limbus, cairan mata dan air mata. Kornea terdiri dari

lima lapisan, yaitu : epitel, membran Bowman, stroma, membran Descement dan

endotel.

2.1.2 Sklera19,20

Sklera adalah selaput mata yang berwarna putih dan berfungsi sebagai

pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera mempunyai kekakuan tertentu dan

tebal 1 mm. Permukaan luar sklera diselubungi oleh lapisan tipis dari jaringan yang

elastis dan halus, yaitu episklera, yang banyak mengandung pembuluh darah

sedangkan pada permukaan sklera bagian dalam terdapat lapisan pigmen berwarna

coklat, yaitu lamina fuska, yang membatasi sklera dengan koroit.

2.1.3 Uvea19

Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata, yang terdiri dari 3 bagian,

yaitu:

a. Iris, mempunyai permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat

(24)

banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan

mengecilkan dan melebarkan pupil. Pupil dapat mengecil akibat suasana cahaya

yang terang dan melebar akibat suasana cahaya yang redup atau gelap.

b. Badan siliar, terdiri dari dua bagian, yaitu : korona siliar yang berkerut-kerut

dengan tebal 2 mm dan pars plana yang lebih halus dan rata dengan tebal 4 mm.

c. Koroid, berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah yang sangat besar, yang

berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak di

bawahnya.

2.1.4 Lensa19

Terletak dibelakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti

cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (terfokusnya

objek dekat pada retina) dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm.

2.1.5 Badan Kaca19,20

Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara

lensa dan retina. Badan kaca tediri dari 99% air dan 1% terdiri dari 2 komponen,

yaitu: kolagen dan asam hialuron. Fungsi badan kaca adalah mempertahankan bola

mata agar tetap bulat dan meneruskan sinar dari lensa ke retina.

2.1.6 Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor

yang menerima rangsang dari cahaya. Retina dialiri darah dari 2 sumber, yaitu :

lapisan koriokapiler yang mengaliri darah pada 2/3 bagian luar retina, sedangkan 2/3

(25)

Sel-sel pada lapisan retina yang paling luar berhubungan langsung dengan

cahaya. Sel-sel tersebut adalah sel-sel kerucut (cone) dan batang (rod). Sel kerucut

(cone) berfungsi untuk penglihatan terang, warna dan penglihatan sentral. Sedangkan

sel batang (rod) berfungsi untuk penglihatan dalam keadaan redup atau gelap.21

Berikut adalah gambaran anatomi mata dan peninggian tekanan di dalam bola

mata.

Gambar 2.1 Anatomi Mata Manusia14

(26)

2.2 Pengertian Glaukoma

Glaukoma merupakan suatu keadaan dimana tekanan mata seseorang

demikian tinggi atau tidak normal. Sehingga mengakibatkan kerusakan pada saraf

optik dan mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang atau

buta.15 Tekanan mata yang normal dinyatakan dengan tekanan air raksa yaitu antara

15-20 mmHg.16,17

Didalam mata terdapat cairan mata yang terdiri dari 99,9% air murni (akuos

humor) bening yang mengalir terus. Pengaliran cairan ini didalam bola mata seperti

air yang berada di dalam kolam tertutup yang bertukar dan mengalir terus. Bila terjadi

gangguan pengeluaran cairan maka air akan terbendung di dalam kolam. Demikian

pula jika cairan mata tidak dapat keluar maka tekanan di dalam bola mata akan naik

dan merusak saraf penglihatan.17,18

Di dalam bola mata sebelah depan terdapat apa yang disebut dengan bilik

mata depan. Bilik mata depan merupakan ruangan di dalam mata yang dibatasi

kornea, iris, pupil, dan lensa yang diisi oleh cairan mata (akuos humor). Cairan mata

(akuos humor) mengatur oksigen dan makanan seperti : gula dan nutrient/zat gizi

penting lainnya untuk kornea dan lensa. Cairan mata (akuos humor) mempunyai

kapasitas isi tertentu untuk mempertahankan bola mata agar menjadi bulat. Cairan

mata (akuos humor) dihasilkan oleh jonjot badan siliar yang terletak di belakang iris.

Melalui celah iris dan lensa, cairan mata (akuos humor) keluar melalui pupil dan terus

ke bilik mata depan. Setelah itu, melalui jaring trabekulum cairan mata (akuos

humor) masuk ke dalam saluran yang disebut kanal Schlemm menuju ke pembuluh

(27)

adalah seimbang. Jika aliran keluarnya terhambat atau produksinya berlebihan, maka

tekanan bola mata akan meninggi (cairan akuos humor tidak sama dengan air

mata).3,15

2.3 Klasifikasi Glaukoma

Glaukoma dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 20,22

2.3.1 Glaukoma Primer

Pada glaukoma primer, penyebab timbulnya glaukoma tidak diketahui.

Glaukoma primer dibagi atas 2 bentuk yaitu glaukoma sudut tertutup atau glaukoma

sudut sempit dan glaukoma sudut terbuka, yang disebut juga sebagai glaukoma

simpleks atau glaukoma kronik.20,22,23

2.3.1.1 Glaukoma Sudut Tertutup a. Sudut Tertutup Akut

Terjadi pada pasien dengan sudut bilik mata sempit. Pada glaukoma sudut

tertutup terjadi penutupan pengaliran keluar cairan mata secara mendadak. Tekanan

yang mendadak ini akan memberikan rasa sakit yang sangat di mata dan di kepala

serta perasaan mual dan muntah.16,20,23

Keadaan mata menunjukkan tanda-tanda peradangan seperti kelopak mata

bengkak, mata merah, tekanan bola mata sangat tinggi yang mengakibatkan pupil

lebar, kornea suram dan edem, iris sembab meradang, penglihatan kabur disertai

dengan adanya halo (pelangi disekitar lampu).20,24

Serangan glaukoma mudah terjadi pada keadaan ruang yang gelap seperti

bioskop yang memungkinkan pupil melebar, dan akibat mengkonsumsi beberapa obat

(28)

melebarkan pupil. Keluhan ini hilang bila pasien masuk ruang terang atau tidur

karena terjadi miosis yang mengakibatkan sudut bilik mata terbuka.25

Hanya pembedahan yang dapat mengobati glaukoma sudut tertutup akut.

Tindakan pembedahan harus dilakukan pada mata dengan glaukoma sudut tertutup

akut karena serangan dapat berulang kembali pada suatu saat.20

b. Sudut Tertutup Kronik 15

Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar

cairan mata tanpa gejala yang nyata. Pada keadaan ini perlahan-lahan terbentuk

jaringan parut antara iris dan jalur keluar cairan mata. Tekanan bola mata akan naik

bila terjadi gangguan jumlah cairan keluar akibat bertambahnya jaringan parut.

c. Sudut Tertutup dengan Hambatan Pupil 26

Sudut tetutup dengan hambatan pupil adalah glaukoma dimana ditemukan

keadaan sudut bilik mata depan yang tertutup disertai dengan hambatan pupil.

Bila usia bertambah tua maka lensa akan bertambah cembung sehingga bilik

mata depan akan bertambah dangkal. Posisi lensa yang kedepan akan mendorong iris

ke depan, oleh karena itu diperlukan tekanan yang lebih tinggi untuk mendorong

cairan mata (akuos humor) keluar melalui celah iris.

d. Sudut Tertutup tanpa Hambatan Pupil 26

Glaukoma sudut tertutup tanpa hambatan pupil adalah glaukoma primer yang

ditandai dengan sudut bilik mata depan yang tertutup, tanpa disertai dengan hambatan

pupil. Pada umumnya sudut bilik mata depan sudah sempit sejak semula (bersifat

herediter), sehingga menyebabkan gangguan penglihatan cairan bilik mata depan ke

(29)

Hambatan aliran cairan mata (akuos humor) dapat terjadi karena penutupan

sudut bilik mata yang dapat terjadi sedikit demi sedikit sampai tertutup sama sekali

atau mendadak tertutup sama sekali. Masing-masing keadaan memberikan gambaran

klinik yang berbeda-beda antara lain :

1) Penutupan Sudut Mendadak (Acute Angle Closure)

Penutupan sudut terjadi secara mendadak atau tiba-tiba sehingga aliran cairan

mata (akuos humor) dari bilik mata depan menjadi terhalang sama sekali. Faktor

pencetus dapat berupa keadaan emosi yang terlalu gembira, sesudah menonton film di

bioskop, berada dalam ruangan yang gelap atau minum terlalu banyak.

2) Penutupan Sudut Intermedit (Intermettent Angle Closure)

Pada umumnya sudut bilik depan sudah sempit sejak semula dan dapat

menyebabkan gangguan aliran cairan mata (akuos humor) menuju ke jaring

trabekulum. Perjalanan penyakit biasanya berupa serangan-serangan yang singkat dan

hilang timbul. Sesudah setiap kali serangan sudut bilik mata depan terbuka kembali,

akan tetapi keadaan sudut bilik mata depan tidak terbuka kembali seperti semula

(menjadi lebih sempit).

3) Penutupan Sudut Menahun (Chronic Angle Closure)

Dapat terjadi karena penutupan sudut yang perlahan-lahan atau merupakan

kelanjutan serangan intermitet yang sudah menimbulkan sinekia (perlekatan iris

dengan kornea pada sudut bilik mata) yang luas. Dapat juga terjadi karena serangan

(30)

2.3.1.2 Glaukoma Sudut Terbuka

a. Glaukoma Sudut Terbuka Kronik (Simpleks) 20,26

Glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks) adalah glaukoma yang

penyebabnya tidak ditemukan dan disertai dengan sudut bilik mata depan yang

terbuka.

Pada umumnya glakoma sudut terbuka kronik (simpleks) ditemukan pada usia

lebih dari 40 tahun, walaupun penyakit ini kadang kadang ditemukan pada usia yang

lebih muda. Diduga glaukoma diturunkan secara dominan atau resesif pada kira-kira

50% penderita. Secara genetik penderitanya adalah homozigot. Pada penderita

glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks) 99% hambatan terdapat pada jaring

trabekulum dan kanal Schlemm.

Mata tidak merah dan sering penderita tidak memberikan keluhan sehingga

terdapat gangguan susunan anatomik tanpa disadari penderita.

Gangguan akibat tingginya tekanan bola mata terjadi pada kedua mata,

sehingga ditemukan gejala klinik akibat tekanan yang tinggi. Pada glaukoma

simpleks terdapat perjalanan penyakit yang lama, akan tetapi berjalan progresif

sampai berakhir dengan kebutaan.

b. Glaukoma Steroid 23

Pemakaian kortikosteroid topikal ataupun sistemik dapat mencetuskan

glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks). Pada pasien glaukoma steroid akan terjadi

peninggian tekanan bola mata dengan keadaan mata yang terlihat dari luar putih atau

normal. Pasien akan memperlihatkan kelainan funduskopi berupa ekskavasi papil

(31)

pengobatan glaukoma steroid masih diperlukan sama seperti pengobatan pada

glaukoma lainnya.

c. Glaukoma Tekanan Rendah (Normal)

Glaukoma bertekanan rendah (normal) adalah suatu keadaan dimana

ditemukan penggaungan papil saraf optik dan kelainan lapang pandangan yang khas

glaukoma tetapi disertai dengan tekanan bola mata yang tidak tinggi (normal).14,26

Penyebab dari tipe glaukoma bertekanan rendah (normal), berhubungan

dengan kekurangan sirkulasi darah di daerah saraf optik mata, yang dapat

mengakibatkan kematian dari sel-sel saraf optik yang bertugas membawa

impuls/rangsang dari retina menuju ke otak.27

d. Glaukoma miopi atau pigmen 26

Glaukoma miopi dan pigmen adalah glaukoma primer sudut terbuka dimana

pada pemeriksaan gonioskopi ditemukan pigmentasi yang nyata dan padat pada jaring

trabekulum.

Pada stadium permulaan ditemukan tekanan intraokuler (TIO) atau tekanan di

dalam bola mata, yang tinggi dan adanya halo (pelangi disekitar lampu) karena

adanya edema pada kornea. Sesudah stadium permulaan dapat diatasi biasanya

tekanan intraokuler (TIO) atau tekanan di dalam bola mata dapat terkontrol.

2.3.2 Glaukoma Sekunder 23

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebab timbulnya.

Glaukoma sekunder dapat disebabkan atau dihubungkan dengan kelainan-kelainan

atau penyakit yang telah diderita sebelumnya atau pada saat itu, seperti : kelainan

(32)

2.3.2.1 Glaukoma Dibangkitkan Lensa 22

Glaukoma dibangkitkan lensa merupakan salah satu bentuk daripada

glaukoma sekunder. Glaukoma ini terjadi bersamaan dengan kelainan lensa, dimana

terjadi gangguan pengaliran cairan mata (akuos humor) ke sudut bilik mata akibat

mencembungnya lensa mata.

2.3.2.2 Glaukoma Neovaskuler 26

Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sekunder yang disebabkan oleh

bertumbuhnya jaringan fibrovaskuler (neovaskuler) di permukaan iris. Neovaskuler

ini menuju ke sudut bilik depan dan berakhir pada jaring trubekulum.

Glaukoma neovaskuler dapat diakibatkan oleh berbagai hal, misalnya :

kelainan pembuluh darah, penyakit peradangan pembuluh darah, penyakit pembuluh

darah sistemik, serta penyakit tumor mata.

2.3.2.3 Glaukoma Maligna 26

Glaukoma maligna adalah suatu keadaan peningkatan tekanan intrakuler

(TIO) atau tekanan pada bola mata oleh karena terdapatnya hambatan siliar (ciliary

block).

Hambatan siliar pada glaukoma maligna terjadi karena penempelan lensa

dengan badan siliar atau badan kaca dengan badan siliar. Hal ini menyebabkan

terjadinya penimbunan cairan mata (akuos humor) hasil produksi badan siliar di

bagian belakang yang mendesak ke segala arah. Keadaan ini akan mengakibatkan

(33)

2.3.2.4 Glaukoma dengan Hambatan Pupil 26

Glaukoma dengan hambatan pupil adalah glaukoma sekunder yang timbul

akibat terhalangnya pengaliran cairan mata (akuos humor) dari bilik mata belakang ke

bilik mata depan. Hambatan ini dapat bersifat total dan relatif. Pada hambatan yang

bersifat total, glaukoma terjadi akibat perlekatan iris dengan lensa ataupun iris dengan

badan kaca. Hal ini biasanya terjadi sesudah peradangan. Pada hambatan yang

bersifat relatif, glaukoma terjadi akibat iris dan pangkal iris terdorong kedepan,

sehingga menutup sudut bilik mata depan. Akibatnya terjadi tekanan yang lebih

tinggi di bilik mata belakang dibandingkan dengan bilik mata depan.

2.3.3 Glaukoma Kongenital

Glaukoma kongenital merupakan suatu keadaan tingginya tekanan bola mata

akibat terdapatnya gangguan perkembangan embriologik segmen depan bola mata.

Gangguan perkembangan embriologik dapat berupa kelainan akibat terdapatnya

membran kongenital yang menutupi sudut bilik mata depan pada saat perkembangan

bola mata, kelainan pembentukan kanal Schlemm, dan kelainan akibat tidak

sempurnanya pembentukan pembuluh darah bilik yang menampung cairan bilik

mata.23,27

Akibat pembendungan cairan mata, tekanan bola mata meninggi pada saat

bola mata sedang dalam perkembangan sehingga terjadi pembesaran bola mata yang

disebut sebagai buftalmos.16,23

Gejala-gejala glaukoma kongenital biasanya sudah dapat terlihat pada bulan

pertama atau sebelum berumur 1 tahun. Kelainan pada glaukoma kongenital terdapat

(34)

glaukoma kongenital, hal ini terlihat pada suatu sikap seakan-akan ingin menghindari

sinar sehingga bayi tersebut akan selalu menyembunyikan kepala dan matanya.23,27

2.3.4 Glaukoma Absolut 16,20

Glaukoma absolut adalah suatu keadaaan akhir semua jenis glaukoma dimana

tajam penglihatan sudah menjadi nol atau sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan

bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.

Pada glaukoma absolut, kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, mata keras

seperti batu dan disertai dengan rasa sakit.

2.4 Epidemiologi

2.4.1 Distribusi frekuensi

Glaukoma merupakan penyakit yang tidak dapat diobati, akan tetapi bila

diketahui sejak dini dan segera dilakukan tindakan medis maka glaukoma dapat

dikontrol untuk mencegah kerusakan lanjut atau kebutaan pada mata.11

Berdasarkan penelitian Saaddine dkk (2002) di Amerika Serikat, angka

prevalensi glaukoma lebih tinggi pada usia >65 tahun (11,7%) dibanding dengan usia

50-64 tahun (4,9%).28

Menurut penelitian Oriza Sativa (2002) di Rumah Sakit Haji Adam Malik

Medan, dari 86 penderita miopi yakni 43 miopi ringan dan 43 miopi sedang terdapat

1 orang penderita dengan sangkaan glaukoma pada miopi ringan dan 11 orang

penderita pada miopi sedang.29

Berdasarkan penelitian Tabar Malem Bangun (2003) di Rumah Sakit Haji

Adam Malik Medan, dari 20 penderita glaukoma simpleks terdapat rata-rata tekanan

(35)

rata-rata umur 42,8 tahun, usia termuda 16 tahun dan usia tertua 64 tahun. Dari hasil

penelitian ini didominasi oleh jenis kelamin laki-laki (70%).30

2.4.2 Determinan (Faktor-faktor yang Mempengaruhi)

Faktor-faktor yang mempengaruhi glaukoma antara lain adalah :

a. Usia

Glaukoma merupakan salah satu penyebab kebutaan yang umumnya

menyerang orang berusia diatas 40 tahun. Risiko terkena glaukoma akan

meningkat pada umur 40 – 64 tahun sebesar 1% dan pada umur 65 tahun keatas

sebesar 5%.3,9

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Christina Magdalena (2006) di Rumah

Sakit Umum DR. Soetomo Surabaya, menemukan bahwa penderita hipertensi

yang telah berumur ≥ 60 tahun berisiko mengalami glaukoma sebesar 6 kali lebih

besar.32

b. Gender (Jenis Kelamin)

Glaukoma sudut tertutup dengan hambatan pupil pada orang kulit putih

ditemukan bahwa pria 3 kali berisiko daripada wanita, sedangkan pada orang kulit

hitam, penderita pria sama resikonya dengan wanita.26

c. Ras

Resiko terserang glaukoma sangat tinggi pada ras Afrika.3 Berdasarkan ras,

orang kulit hitam mempunyai resiko 7 kali lebih besar terserang glaukoma

(36)

Pada orang kulit putih ditemukan bahwa glaukoma primer sudut terbuka,

berisiko 4 kali lebih besar daripada glaukoma primer sudut tertutup, sedangkan

pada orang Indonesia glaukoma primer sudut tertutup berisiko lebih besar

daripada glaukoma sudut terbuka.20,22,23

d. Riwayat Keluarga

Apabila dalam keluarga ada yang terkena Glaukoma, disarankan agar anggota

keluarga yang lain sebaiknya memeriksakan mata secara rutin apabila umur telah

lebih dari 40 tahun.3

Mereka yang memiliki riwayat glaukoma pada anggota keluarga berisiko 4-8

kali lebih besar untuk terserang glaukoma.3,9 Resiko terbesar terdapat pada

hubungan kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dengan anak-anak.3

e. Diabetes Mellitus

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) dipercaya meningkatkan terjadinya resiko

terkena glaukoma.3 Penderita Diabetes Mellitus (DM), beresiko 2 kali lebih sering

terkena glaukoma.15 Sebesar 50% dari penderita Diabetes mengalami penyakit

mata dengan resiko kebutaan 25 kali lebih besar.32

f. Hipertensi

Penderita hipertensi pun berisiko lebih tinggi terserang glaukoma daripada

yang tidak mengidap penyakit hipertensi. Penderita hipertensi, beresiko 6 kali

lebih sering terkena glaukoma.14

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Christina Magdalena (2006) di Rumah

(37)

menderita hipertensi ≥ 5 tahun berisiko mengalami glaukoma sebesar 4 kali lebih

besar.31

g. Trauma

Kelainan mata seperti kelainan lensa, kelainan uvea, trauma, pembedahan

katarak atau radang mata dan lain-lain, dapat menyebabkan terjadinya

glaukoma.27 Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang dapat disebabkan atau

dihubungkan dengan kelainan mata yang telah diderita sebelumnya atau pada saat

itu.23

h. Miopi

Bentuk anatomi dari mata merupakan faktor kunci untuk berkembangnya

glaukoma. Bentuk anatomi mata orang yang dengan miop (berkaca mata minus)

biasanya yang lebih sering terkena glaukoma.27

i. Obat-obatan

Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya Glaukoma adalah Pemakaian

obat-obatan yang mengandung steroid secara rutin dalam jangka waktu yang lama

misalnya: Pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol

oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi

dan pemakai obat yang memakai steroid secara rutin lainnya. Pemakai

obat-abatan steroid secara rutin, sangat dianjurkan untuk memeriksakan diri ke dokter

spesialis mata untuk pendeteksian glaukoma.3

2.5 Gejala-gejala dan Keluhan Penderita Glaukoma

Gejala dini glaukoma tidak ada yang menunjukkan gejala yang berarti, karena

(38)

lainnya, seperti mata buram, sakit mata, atau timbul pelangi jika melihat sorot lampu

(adanya halo), yang terjadi karena adanya tekanan yang tinggi pada mata sehingga

membuat mata menjadi bengkak, akibatnya pembiasan cahaya menjadi terganggu.3

Penderita dapat mengalami glaukoma dalam stadium dini dan menengah

selama bertahun-tahun tanpa merasakan gejala awal. Sebagian besar penderita

glaukoma datang ke dokter spesialis mata setelah keluhan dirasakan pada stadium

lanjut dan sudah mengalami kebutaan.14

Ada dua keluhan pasien Glaukoma, yang pertama adalah pada glaukoma akut

(mendadak) yaitu penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokular (TIO) atau

tekanan di dalam bola mata yang tinggi secara mendadak. Keadaan tersebut dapat

menyebabkan kebutaan dalam waktu relatif cepat yaitu dalam hitungan hari.

Gejalanya adalah mendadak nyeri pada mata, sakit kepala, kelopak mata bengkak,

mata merah, melihat pelangi disekitar sumber cahaya atau lampu (adanya halo), dan

mual sampai muntah.22,23 Yang kedua adalah pada glaukoma kronis (menahun) yaitu

penyakit mata yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokuler (TIO) atau

tekanan di dalam bola mata secara perlahan-lahan. Biasanya muncul diusia 40 tahun

keataspada glaukoma kronis (menahun) saraf mata mengalami kerusakan dan

kematian yang spesifik, sehingga mengakibatkan kehilangan lapang pandangan sesuai

dengan beratnya Glaukoma. Namun terkadang glaukoma kronis (menahun) terjadi

(39)

2.6 Tingkat Keparahan 33

2.6.1 Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler11

Tekanan intraoluler (TIO) atau tekanan di dalam bola mata seseorang,

tidaklah sama dari hari ke hari ataupun dari jam ke jam. Oleh karena itu, perlu

melakukan pemeriksaan teratur yakni 3-4 kali setahun. Tekanan bola mata yang

norml berkisar antara 15-20 mmHg. Tekanan diatas 20 mmHg dianggap sudah ”high

normal” dan sudah harus diwaspadai.

2.7 Kerusakan Saraf Optik11

Terdapat 1.200.000 sel saraf optik yang tersusun di belakang bola mata.

Dokter mata dapat melihat saraf optik dengan alat oftalmoskop melalui manik mata

yang dilebarkan. Warna dan bentuk mangkok (papil) optik dapat menentukan adanya

kerusakan akibat glaukoma disertai berat kerusakan yang terjadi.

2.8 Defek Lapang Pandangan

Gangguan pada lapang pandangan merupakan gangguan yang terjadi akibat

kerusakan saraf. Pemeriksaan lapang pandangan merupakan pemeriksaan yang perlu

dilakukan pada pasien dengan glaukoma.11

Tanda awal hilangnya lapang pandang biasanya terlihat berupa adanya area

lengkungan yang tidak terlihat atau gelap (Blind Spot) sedikit diatas atau dibawah

penglihatan sentral. Daerah gelap ini akan meluas apabila tidak diobati atau ditangani

(40)

Gambar 2.3 Gambaran Proses Hilangnya Penglihatan oleh Penderita Glaukoma.3

2.9 Diagnosis

Setiap orang perlu melakukan pemeriksaan matanya secara teratur. Apabila

seseorang mengetahui mempunyai faktor risiko untuk terserang glaukoma maka

seseorang tersebut memerlukan pemeriksaan yang lebih sering. Pemeriksaan mata

pada umumnya sebaiknya dilakukan setiap 3-5 tahun sekali, namun bila usia telah

mencapai lebih dari 40 tahun maka pemeriksaan mata dilakukan setiap 1-2 tahun

sekali. Pemeriksaan mata dilakukan setiap tahun sangat penting pada orang yang

memiliki faktor risiko.15

Pemeriksaan ulang 3-4 kali setahun pada penderita glaukoma sangat perlu.

Hal ini dilakukan untuk melihat apakah tekanan bola mata tidak memberikan

kerusakan baru pada saraf optik.15

Untuk mengetahui ada atau tidaknya glaukoma maka dokter mata akan

melakukan pemeriksaan dasar glaukoma seperti pemeriksaan saraf optik, tekanan

Mata Normal Mata dengan Glaukoma

(Blind Spot)

(41)

bola mata, dan lapang pandangan. Bila dua dari tiga pemeriksaan diatas tidak normal

maka diagnosis glaukoma sudah dapat dibuat.15

Beberapa uji yang sering dilakukan pada mata untuk membuat diagnosis

antara lain : 11

a) Membuat anamnesis pribadi atau riwayat pada keluarga. Dokter mata akan

menanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita glaukoma. Dalam

anamnesis dibutuhkan pula riwayat medis dan pribadi.

b) Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometer atau dengan

alat pengukur tekanan bola mata lainnya.

c) Dokter mata akan melakukan pemeriksaan dan melihat kerusakan yang terjadi

pada saraf optik dengan menggunakan oftalmoskopi. Oftalmoskopi adalah

alat untuk memeriksa mata bagian dalam terutama saraf mata, dengan cara

mengeluarkan sinar untuk menyinari bagian dalam mata, sehingga bentuk dan

warna syaraf optik dapat dilihat.

d) Untuk melihat keadaan lapang pandangan, maka dilakukan uji dengan cara

membuat peta lengkap lapang penglihatan dan gangguan penglihatan pada

daerah penglihatan.

e) Pemeriksaan gonioskopi, yaitu pemeriksaan sudut bilik mata dengan

menggunakan lensa gonioskopi yang disebut goniolens.

2.10 Penatalaksanaan Medis Terhadap Penanggulangan Glaukoma

Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, namun pada

kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Penderita glaukoma dapat dirawat

(42)

mata dapat mencegah kerusakan penglihatan yang lebih lanjut. Oleh karena itu

semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan

pencegahan kerusakan penglihatan.32 Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan

untuk penanggulangan terhadap penderita glaukoma antara lain adalah : 27

2.10.1 Non Operasi

a) Tetes mata : cara ini merupakan yang paling umum dan sering serta harus

dilakukan secara teratur. Sebagian pasien mendapatkan respon yang bagus dari

obat tetes mata dan sebagian lainnya tidak mendapatkan respon, namun pemilihan

pengobatan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan tipe glaukomanya.

b) Laser (laser trabeculoplasty) : ini dilakukan jika obat tetes mata tidak

menghentikan kerusakan penglihatan. Pada kebanyakan kasus, meski telah

dilakukan tindakan laser ini, obat tetes mata tetap harus diberikan. Tindakan laser

ini tidak memerlukan pasien untuk dirawat di rumah sakit.

2.10.2 Operasi

Pembedahan (trabeculectomy) : biasanya dilakukan jika tetes mata dan

penanganan dengan laser telah gagal dalam mengontrol tekanan bola mata. Sebuah

saluran dibuat untuk memungkinkan cairan mata mengalir keluar. Tindakan ini dapat

menyelamatkan sisa penglihatan yang ada tapi tidak memperbaiki lapang pandangan

yang telah rusak .

2.11 Pencegahan Glaukoma

Tidak ada satu pun usaha yang dapat mencegah timbulnya glaukoma pada

seseorang. Pengetahuan mengenal glaukoma adalah untuk mencegah terjadinya

(43)

berpengaruh pula terhadap masalah ekonomi seperti : hilangnya produktifitas,

menjadi beban keluarga, beban pendamping, beban pemerintah, dan lain-lain. Adapun

hambatan dalam pencegahan glaukoma adalah : kurangnya partisipasi masyarakat,

kurangnya pengetahuan masyarakat, kurangnya tenaga profesional dan kurangnya

fasilitas.33 Ada empat tingkat pencegahan yang dapat mencegah terjadinya kebutaan

pada penderita glaukoma, yaitu :

2.11.1 Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial adalah pencegahan yang baru dikenal. Tujuan dari

pencegahan primordial adalah untuk menghindari kemunculan atau kemapanan di

bidang sosial, ekonomi dan pola kehidupan yang diketahui mempunyai kontribusi

untuk meningkatkan risiko penyakit. Sasaran dari pencegahan primordial adalah

masyarakat yang sehat secara umum.34

Mengingat besarnya masalah kebutaan di dunia, WHO pada tanggal 30

September 1999, mencanangkan komitmen global Vision 2020: The Right to Sight

untuk mendorong pencegahan gangguan penglihatan dan kebutaan. Dalam upaya

mencapai Vision 2020, WHO menetapkan setiap hari Kamis pada bulan Oktober

minggu kedua sebagai peringatan Hari Penglihatan Sedunia (World Sight

Day/WSD).10

2.11.2 Pencegahan Primer

Untuk dapat mencegah kebutaan diperlukan kerjasama banyak pihak

diantaranya adalah : dari pihak masyarakat dalam hal peningkatan pengetahuan,

pengertian dan kesadaran akan pentingnya kesehatan mata, dari pihak rumah Sakit

(44)

diluar Rumah Sakit, dari LSM, Individu, Profesional serta Sektor swasta, dan

lain-lain.32

2.11.3 Pencegahan Sekunder

Kebutaan karena glaukoma dapat dicegah dengan pemeriksaan dini sehingga

kemungkinan terjadinya kerusakan saraf mata yang lebih parah dapat dicegah.

Bahkan, bila ditemukan lebih awal, saraf mata yang belum rusak karena glaukoma itu

masih bisa dipertahankan dengan obat tetes mata, laser, dan tindakan operasi

pembedahan.7

2.11.4 Pencegahan Tersier

Walaupun kerusakan yang sudah terjadi akibat glaukoma tidak dapat

diperbaiki lagi, tetapi dengan pemeriksaan dan pengobatan yang teratur maka

(45)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Model Kerangka Konsep

3.2Defenisi Operasional

3.2.1 Penderita Glaukoma adalah penderita yang dinyatakan menderita glaukoma

berdasarkan hasil diagnosa dokter seperti yang tertera pada kartu status.

3.2.2 Umur adalah usia penderita glaukoma seperti yang tertera pada kartu status,

sewaktu berobat di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan, yang

dikategarikan atas : 3,9

1. < 40 tahun 2. 40 – 64 tahun 3. ≥ 65 tahun.

Karakteristik Penderita Glaukoma di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan Tahun 2007

1. Sosiodemografi Umur

Jenis Kelamin Suku

Agama Pendidikan Pekerjaan

Status Perkawinan Tempat Tinggal) 2. Umur rata-rata 3. Keluhan Utama 4. Jenis Glaukoma 5. Tingkat Keparahan

6. Tekanan Intraokuler rata-rata 7. Riwayat Penyakit

(46)

3.2.3 Jenis Kelamin adalah jenis kelamin penderita glaukoma seperti yang tertera

pada kartu status, yang dikategorikan atas :

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.2.4 Suku adalah ras atau etnik yang melekat pada diri si penderita glaukoma

seperti yang tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas :

1. Batak 2. Jawa 3. Melayu 4. Minang 5. Dan Lain-lain 6. Tidak Tercatat

3.2.5 Agama adalah kepercayaan yang dianut penderita glaukoma seperti yang

tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas :

1. Islam 2. Kristen

3.2.6 Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti

oleh penderita glaukoma seperti yang tertera pada kartu status, yang

dikategorikan atas :

1. Tidak Sekolah/SD

2. SMP

3. SMA / Sederajat

(47)

3.2.7 Pekerjaan adalah aktifitas utama atau kegiatan yang dilakukan secara rutin

oleh penderita glaukoma di luar atau di dalam rumah seperti yang tertera pada

kartu status, yang dikategorikan atas :

1. PNS / TNI / POLRI

2. Pegawai Swasta/Wiraswasta 3. Pelajar/Mahasiswa

4. Petani

5. Ibu Rumah Tangga 6. Tidak Bekerja 7. Dan lain-lain 8. Tidak Tercatat

3.2.8 Status Perkawinan adalah ada atau tidaknya pasangan hidup yang dimiliki

penderita glaukoma seperti yang tertera pada kartu status, yang dikategorikan

atas :

1. Kawin 2. Tidak Kawin

3.2.9 Tempat tinggal adalah tempat tinggal dimana penderita glaukoma menetap,

seperti yang tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas :

1. Dalam Kota Medan 2. Luar Kota Medan

3.2.10 Keluhan utama adalah jenis keluhan atau gangguan fisik yang sering

dirasakan penderita glaukoma berdasarkan anamnesis dokter seperti yang

tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas : 22,23

1. Nyeri pada Mata 2. Sakit Kepala

3. Kelopak Mata Bengkak 4. Mata Merah

(48)

3.2.11 Jenis Glaukoma adalah berbagai jenis glaukoma yang diderita oleh penderita

glaukoma seperti yang tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas :

1. Glaukoma Primer : suatu jenis glaukoma yang penyebab timbulnya glaukoma tidak diketahui. Dibagi menjadi 2, yakni glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka.20

2. Glaukoma Sekunder : adalah suatu jenis glaukoma yang penyebab timbulnya glaukoma diketahui. Terdiri dari : glaukoma dibangkitkan lensa, glaukoma neovaskuler, glaukoma maligna, dan glaukoma dengan hambatan pupil.10,23

3. Glaukoma Kongenital : adalah suatu keadaan tingginya tekanan bola mata akibat terdapatnya gangguan perkembangan embriologik segmen depan bola mata.10,23

4. Glaukoma Absolut : adalah suatu keadaaan akhir semua jenis glaukoma dimana tajam penglihatan sudah menjadi nol atau sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.10,20,22

3.2.12 Tingkat Keparahan adalah derajat keparahan yang dialami oleh penderita

glaukoma berdasarkan tekanan intraokuler (TIO) mata kanan dan mata kiri

seperti yang tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas : 33

1. ≤20 mmHg (normal) 2. > 20 mmHg (tinggi)

3.2.13 Riwayat Penyakit adalah riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita oleh

penderita glaukoma selama ini yang beresiko untuk menimbulkan glaukoma,

yang dikategorikan atas :

1. Tidak ada 2. Ada 14,23,33

Jenis riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita oleh penderita glaukoma adalah sebagai berikut :

(49)

3.2.14 Penatalaksanaan Medis adalah segala usaha/tindakan-tindakan medis yang

dilakukan terhadap penderita glaukoma, sesuai dengan yang tertera pada kartu

status yang dikategorikan atas : 27

(50)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan

desain case series yang akan menggambarkan karakteristik penderita glaukoma di

Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan tahun 2007.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan. Alasan

pemilihan lokasi ini atas dasar pertimbangan bahwa Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi

Medan adalah salah satu rumah sakit di kota Medan yang memiliki fasilitas dan

peralatan yang dibutuhkan dalam mengelola penderita glaukoma dan belum pernah

dilakukan penelitian yang sama sebelumnya serta tersedianya data tentang penderita

glaukoma.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian mulai dilaksanakan dari bulan Juni tahun 2008 sampai dengan

Januari tahun 2009. Kegiatan yang dilakukan adalah pencarian literatur, penyusunan

(51)

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah data penderita glaukoma yang tercatat

dalam laporan rekam medik rumah sakit Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 yakni

sebesar 143 kasus.

4.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah data penderita glaukoma yang tercatat

dalam laporan rekam medik rumah sakit Dr. Pirngadi Medan tahun 2007, besar

sampel adalah sama dengan populasi (total sampling).

4.4 Metode Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang

diperoleh dari kartu status atau rekam medik di rumah sakit Umum Dr. Pirngadi

Medan tahun 2007 dan dilakukan pencatatan sesuai dengan variabel yang dibutuhkan.

4.5 Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul dicatat dan diolah dengan menggunakan komputer

program SPSS. Data univariate dianalisa secara deskriptif dan data bivariate

dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square dan uji Anova pada taraf nyata 0,05

yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, diagram pie, dan

(52)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian35

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan didirikan oleh Pemerintah Kolonial

Belanda dengan nama Gemente Zieken Huis. Peletakan batu pertamanya dilakukan

oleh Maria Constantia Macky pada tanggal 11 Agustus 1928 dan diresmikan pada

tahun 1930.

Setelah masuknya Jepang ke Indonesia pada tahun 1942, Rumah Sakit ini

diambil alih oleh bangsa Jepang dan berganti nama menjadi Syuritso Bysonoince dan

pemimpinnya dipercanyakan kepada seorang putera Indonesia yaitu Dr. Raden

Pirngadi Gonggo Putro. Pada tahun 1947 nama Rumah Sakit ini diganti menjadi

Rumah Sakit Kota Medan yang dipimpim oleh Dr. Ahmad Sofyan. Semasa

kepemimpinannya Rumah Sakit ini berubah menjadi Rumah Sakit Umum Medan

pada tahun 1952.

Pada tahun 1979 sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara

No. 150 tahun 1979 tanggal 25 Juni 1979 RSU Pusat Propinsi Medan diberi nama

RSU Dr. Pirngadi Medan.

Sejak berdirinya FK USU tanggal 20 agustus 1952, maka RSU Dr. Pirngadi

Medan secara otomatis dipakai sebagai tempat kepaniteraan klinik para mahasiswa

FK USU, walaupun penandatanganan perjanjian kerja sama antara FK USU dengan

RSU Dr. Pirngadi Medan sebagai Teaching Hospital (RS Pendidikan) FK USU baru

(53)

Sejalan dengan palaksanaannya otonomi daerah, maka berdasarkan Perda

Kota Medan No. 30 tahun 2002 tanggal 6 September 2002 tentang pembentukan

Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota

Medan sebutan dalam organisasi adalah Badan Pelayanan Kesehatan RSU. Dr.

Pirngadi Kota Medan. Organisasi dipimpim oleh seorang Kepala Badan yang

membawahi 5 bidang yaitu : Bidang Perencanaan dan Rekam Medik, Bidang

Pelayanan Medis dan Penunjang Medis, Bidang Keperawatan, Bidang Pendidikan

dan Penelitian, Bidang Pemeliharaan.

Sesuai dengan tugasnya RSU Dr. Pirngadi Medan melaksanakan upaya

kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya

penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya

peningkatan pencegahan akibat penyakit, pemulihan dan rujukan, maka RSU Dr.

Pirngadi Medan mempunyai fungsi sebagai berikut : menyelenggarakan pelayanan

medis, menyelenggarakan Pelayanan Penunjang medis dan non medis,

menyelenggarakan asuhan keperawatan, menyelenggarakan pelayanan rujukan,

menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan penelitian dan

pengembangan, nyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.

RSU Dr. Pirngadi Medan menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan

non medis yaitu : Instalasi Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Radiologi, Pelayanan

Kedokteran Kehakiman, Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi Gizi, Instalasi

(54)

5.2 Sosiodemografi

Proporsi penderita glaukoma berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis

kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan tempat tinggal

di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Sosiodemografi di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007

No. Sosiodemografi f % Tidak Tercatat

4

(55)

Ibu Rumah Tangga

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat karakteristik penderita glaukoma di RSU

Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 terbanyak adalah pada kelompok umur < 40 tahun

sebanyak 57 orang (39,9%), kemudian kelompok umur ≥ 65 tahun sebanyak 44

orang (30,8%) dan kelompok umur 40 – 64 tahun sebanyak 42 orang (29,3%).

Penderita glaukoma yang terbanyak berdasarkan jenis kelamin adalah

perempuan sebanyak 81 orang (56,6%), sedangkan penderita laki-laki sebanyak 62

orang (43,4%).

Suku yang terbanyak adalah Batak sebanyak 54 orang (37,7%), dan yang

paling sedikit adalah suku Minang sebanyak 7 orang (4,9%), serta dan lain-lain

sebanyak 7 orang (4,9%).

Agama yang terbanyak adalah Islam yaitu 108 orang (75,5%), dan yang

paling sedikit adalah Kristen sebanyak 35 orang (24,5%).

Berdasarkan pendidikan sebanyak 62 orang (43,3%) yang tidak tercatat,

(56)

sebanyak 49 orang (34,3%), dan yang paling sedikit adalah tidak sekolah/SD

sebanyak 4 orang (2,8%).

Berdasarkan pekerjaan sebanyak 35 orang (24,5%) yang tidak tercatat,

kemudian dari data yang tercatat yang terbanyak adalah pegawai swasta/wiraswasta

sebanyak 45 orang (31,5%), dan yang paling sedikit adalah pelajar sebanyak 2 orang

(1,4%).

Berdasarkan status perkawinan yang terbanyak adalah yang berstatus kawin

yaitu sebanyak 110 orang (76,9%), sedangkan penderita yang tidak berstatus kawin

sebanyak 33 orang (23,1%).

Berdasarkan tempat tinggal yang terbanyak adalah yang berasal dari kota

medan yaitu sebanyak 124 orang (86,7%), sedangkan yang berasal dari luar kota

medan sebanyak 19 orang (13,3%).

5.3 Umur Rata-rata

Umur rata-rata penderita glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2007

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.2 Umur Rata-rata Penderita Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007

Umur Rata-rata (Tahun)

Rata-rata 47,05

SD 21,728

95% CL 43,46 – 50,64

Coefision of Variation (CoV) 46,18%

Minimum 11 Maksimum 89

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa umur rata-rata penderita glaukoma

Gambar

Gambar 2.3 Gambaran Proses Hilangnya Penglihatan oleh  Penderita Glaukoma.3
Tabel 5.1 Distribusi Sosiodemografi di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007
Tabel 5.2
tabel di bawah ini :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji chi-square tidak ada perbedaan yang bermakna proporsi umur berdasarkan status komplikasi (p = 0,533), lama rawatan rata-rata (p = 0,120), ada perbedaan yang bermakna

Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Infark Miokard Akut berdasarkan status faktor risiko dan jenis faktor risiko.. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita

Ada perbedaan proporsi jenis fraktur berdasarkan penatalaksanaan medis (p=0,002), Ada perbedaan proporsi sumber biaya berdasarkan penatalaksanaan medis (p=0,035), Tidak ada

Distribusi proporsi lama rawatan rata-rata penderita kanker colorectal berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang dirawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2005-2009 dapat

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna distribusi proporsi umur berdasarkan stadium karies (p=0,552), tidak terdapat perbedaan yang bermakna distribusi proporsi jenis

Hasil uji chi-square diperoleh ada perbedaan yang bermakna antara klasifikasi Plasenta previa dengan keadaan janin, juga diperoleh tidak ada perbedaan yang bennakna antara

p &gt; 0,05 maka disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna rata-rata tekanan intraokuler mata kanan dan kiri antara pria dan wanita pada penelitian ini.. Zaldi:

Tidak ada perbedaan proporsi antara umur dengan penyebab trauma kapitis (p=0,521), jenis kelamin dengan penyebab (p=0,468), jenis kelamin dengan tingkat keparahan