• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada bulan Semptember sampai dengan bulan Oktober 2019 di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang beralamat di Jalan Dr. T. Mansur No. 5, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Sesuai dengan SK Akreditasi No. 0688/LAM-PTKes/Akr/Sar/VII/2016, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara merupakan fakultas dengan nilai akreditasi sangat baik yaitu A.

Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer menggunakan alat bantu penelitian berupa kuesioner. Adapun sampel yang didapatkan berjumlah 80 orang.

Karakteristik sampel yang dikumpulkan mencakup kejadian kanitis prematur, jenis kelamin, riwayat keluarga, IMT, makanan yang dikonsumsi, penyakit penyerta, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, dan tingkat stres.

Berikut ini diuraikan distribusi frekuensi data kategorik yang peneliti dapatkan selama pengambilan data.

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik sampel

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Jenis kelamin

Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kelompok sampel dengan distribusi paling banyak berdasarkan kelompok jenis kelamin adalah kelompok responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 43 orang (53,8%) dibandingkan kelompok responden

yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 37 orang (46,3%). Distribusi kelompok sampel berdasarkan riwayat keluarga adalah kelompok responden dengan ayah yang mengalami riwayat kanitis prematur sebanyak 27 orang (33,8%), diikuti kelompok responden dengan riwayat ibu yang mengalami kanitis prematur sebanyak 12 orang (15%), kelompok responden dengan riwayat saudara kandung yang mengalami kanitis prematur berjumlah 13 orang (16,3%), dan kelompok responden yang tidak memiliki riwayat keluarga kanitis prematur berjumlah 28 orang (35%). Berdasarkan indeks masa tubuh, kelompok sampel dengan distribusi terbanyak adalah kelompok responden dengan IMT overweight sebanyak 29 orang (36,3%), kemudian kelompok responden dengan IMT obese sebanyak 28 orang (35%), dan kelompok responden dengan IMT normoweight sebanyak 23 orang (28,8%).

Distribusi frekuensi responden berdasarkan konsumsi sayur setiap hari adalah kelompok responden yang tidak mengonsumsi sayur setiap hari sebanyak 41 orang (53,3%), sedangkan yang mengonsumsi sayur setiap hari sebanyak 39 orang (48,8%).

Kelompok responden yang mengonsumsi daging setiap hari sebanyak 33 orang (41,3%) dan yang tidak mengonsumsi daging setiap hari sebanyak 47 orang (58,8%).

Kelompok responden yang mengonsumsi susu setiap hari sebanyak 34 orang (42,5%) dan yang tidak mengonsumsi susu setiap hari sebanyak 46 orang (57,5%). Responden yang tidak memiliki penyakit penyerta sebanyak 57 orang (41,3%), responden yang memiliki penyakit anemia sebanyak 4 orang (5%), dan yang memiliki penyakit penyerta lainnya sebanyak 19 orang (23,8%).

Berdasarkan kebiasaan merokok, kelompok responden yang tidak pernah merokok sebanyak 79 orang (98,8%), sedangkan kelompok responden yang merokok 1-5 batang/hari sebanyak 1 orang (1,3%). Kelompok responden dengan distribusi terbanyak berdasarkan kebiasan mengonsumsi alkohol adalah kelompok responden yang tidak pernah mengonsumsi alkohol sebanyak 79 orang (98,8%), sedangkan responden yang mengonsumsi alkohol 1-2 kali/bulan sebanyak 1 orang (1,3%).

Berdasarkan tingkat stres, responden yang mengalami stres sedang sebanyak 54 orang (67,5%), diikuti kelompok responden yang mengalami stres berat sebanyak

15 orang (18,8%), dan responden yang mengalami stress ringan sebanyak 11 orang (13,8%).

Kanitis prematur adalah uban yang terjadi tanpa memandang jenis kelamin, ras dan etnis yang biasanya terjadi sebelum usia 20 tahun pada orang Kaukasia, sebelum 30 tahun pada orang berkulit hitam dan sebelum 25 tahun pada orang Asia (Phandi dan Khanna, 2013). Kelompok responden yang tidak mengalami kanitis prematur sebanyak 23 orang (28,8%), sedangkan kelompok responden yang memiliki kanitis prematur sebanyak 57 orang (71,2%) dengan distribusi responden yang memiliki uban <10 sebanyak 34 orang (42,5%), yang memiliki 10-100 uban sebanyak 22 orang (27,5%) dan yang memiliki uban >100 sebanyak 1 orang (1,3%).

Pengujian hubungan antara karakteristik sampel dengan kanitis prematur menggunakan uji statistik chi square yang akan diperoleh nilai p, di mana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05.

Tabel 4.2 Hubungan jenis kelamin dengan kejadian kanitis prematur

Variabel

Dari tabel di atas didapatkan kelompok responden yang berjenis kelamin laki-laki yang mengalami kanitis prematur sebanyak 28 orang (49,1%), sedangkan kelompok responden yang berjenis kelamin perempuan yang mengalami kanitis prematur sebanyak 29 orang (50,9%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 0,573 (p > 0,05) sehingga disimpulkan bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Hal ini sesuai dengan penelitian Daulatabad et al.

(2016), prevalensi kanitis prematur lebih banyak pada perempuan (51,9%) daripada

laki-laki (48,1%) dan penelitian oleh Bhat et al. (2016) di India bahwa rasio perbandingan kejadian kanitis prematur pada laki-laki dan perempuan adalah 1:1 yang berarti tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadin kanitis prematur.

Tabel 4.3 Hubungan riwayat keluarga dengan kejadian kanitis prematur

Variabel

Berdasarkan tabel 4.3, kelompok respon yang mengalami kanitis prematur terbanyak memiliki ayah dengan riwayat kanitis prematur sebanyak 23 orang (40,4%), diikuti ibu dan saudara kandung sebanyak 12 orang dengan riwayat kanitis prematur (21,1%), sedangkan responden yang tidak memiliki riwayat keluarga kanitis premature sebanyak 10 orang (17,5%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 0,00 sehingga disimpulkan bahwa riwayat keluarga berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Devaraj et al.

(2016) bahwa adanya hubungan antara riwayat keluarga dengan kanitis prematur (50,4%), begitu juga dengan penelitian Bhat et al. (2016) bahwa riwayat orangtua yang mengalami kanitis prematur berhubungan dengan kejadian kanitis prematur (42,6%) dan riwayat saudara kandung yang mengalami kanitis prematur berhubungan dengan kejadian kanitis prematur (14,2%). Pada penelitian yang dilakukan oleh Shin et al. (2015) didapatkan bahwa adanya hubungan riwayat ayah yang mengalami kanitis prematur pada responden (33,3%) dan riwayat ibu yang mengalami kanitis prematur (11,2%).

Tabel 4.4 Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian kanitis prematur

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden yang memiliki indeks massa tubuh norwoeight yang mengalami kanitis prematur sebanyak 14 orang (24,6%), responden yang memiliki indeks massa tubuh overweight dan mengalami kanitis prematur sebanyak 19 orang (33,3%), dan responden yang memiliki indeks massa tubuh obese yang mengalami kanitis prematur sebanyak 24 orang (42,1%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 0,104 sehingga disimpulkan bahwa indeks massa tubuh tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Zayed et al. (2013) dan El-seikh et al. (2018) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kanitis prematur dengan indeks massa tubuh.

Tabel 4.5 Hubungan konsumsi sayur dengan kejadian kanitis prematur

Variabel

Berdasarkan tabel di atas, responden yang mengonsumsi sayur setiap hari dan mengalami kanitis prematur sebanyak 24 orang (42,1%), sedangkan responden yang tidak mengonsumsi sayur setiap hari dan mengalami kanitis prematur berjumlah 33

orang (57,9%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 0,104 sehingga diambil kesimpulan bahwa konsumsi sayur setiap hari tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Sayur merupakan salah satu sumber pangan dari zat besi, dan pada penelitian yang dilakukan oleh Bhat et al. (2013) dan El-seikh et al. (2018) dijelaskan bahwa defisiensi zat besi dapat memengaruhi abnormalitas dari pigmentasi pada rambut. Sehingga kadar zat besi dan frekuensi konsumsi sayur lebih rendah pada orang-orang dengan kanitis prematur.

Tabel 4.6 Hubungan konsumsi daging dengan kanitis prematur

Variabel

Berdasarkan tabel 4.6, kelompok responden yang mengonsumsi daging setiap hari dan mengalami kanitis prematur berjumlah 26 orang (45,6%), sedangkan responden yang tidak mengonsumsi daging setiap hari dan mengalami kanitis prematur berjumlah 31 orang (54,4%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 0,319 sehingga disimpulkan bahwa konsumsi daging setiap hari tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Daging merupakan sumber pangan utama dari vitamin B12, dan pada penelitian yang dilakukan oleh Bhat et al. (2013) dijelaskan bahwa vitamin B12 memengaruhi terjadinya proses pertumbuhan dan pigmentasi rambut. Sehingga kadar vitamin B12 dan frekuensi konsumsi daging lebih rendah pada orang-orang dengan kanitis prematur.

Tabel 4.7 Hubungan konsumsi susu dengan kanitis prematur

Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa responden yang mengonsumsi susu setiap hari dan mengalami kanitis prematur sebanyak 22 orang (38,6%), sedangkan responden yang tidak mengonsumsi susu setiap hari dan mengalami kanitis prematur sebanyak 35 orang (61,4%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 0,389 sehingga disimpulkan bahwa konsumsi susu setiap hari tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Konsumsi susu pada responden berkaitan dengan defisiensi kalsium yang berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Pada penelitian Bhat et al. (2013) dan El-seikh et al. (2018) dijelaskan bahwa kanitis prematur sering diasosiasikan dengan defisiensi kalsium yang berpengaruh pada proses melanogenesis, sehingga kadar kalsium dan frekuensi konsumsi susu lebih rendah pada orang-orang dengan kanitis prematur.

Tabel 4.8 Hubungan penyakit penyerta dengan kejadian kanitis prematur

Variabel

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan bahwa kelompok responden yang tidak memiliki penyakit penyerta yang mengalami kanitis prematur sebanyak 44 orang (77,2%). Responden yang mengalami anemia dan mengalami kanitis prematur sebanyak 2 orang (3,5%), serta responden yang mengalami penyakit penyerta lainnya dan mengalami kanitis prematur sebanyak 11 orang (19,3%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 0,172 sehingga disimpulkan bahwa penyakit penyerta tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Naieni et al. (2011) bahwa tidak ada hubungan antara penyakit penyerta dengan kejadian kanitis prematur (p > 0,05).

Tabel 4.9 Hubungan mengonsumsi alkohol dengan kejadian kanitis prematur

Variabel

Berdasarkan tabel di atas, kelompok responden yang tidak pernah mengonsumsi alkohol namun mengalami kanitis prematur sebanyak 56 orang (98,2%), sedangkan kelompok responden yang mengonsumsi alkohol 1-2 kali/bulan dan mengalami kanitis prematur sebanyak 1 orang (1,8%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 1,00 sehingga disimpulkan bahwa kebiasaan mengonsumsi alkohol tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Belli et al. (2016) dan Shin et al. (2015) bahwa konsumsi alkohol tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur (p > 0,05).

Tabel 4.10 Hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian kanitis prematur

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa kelompok responden yang tidak pernah merokok tetapi mengalami kanitis prematur sebanyak 56 orang (98,2%), sedangkan kelompok responden yang mengkonsumsi rokok 1-5 batang/hari dan mengalami kanitis prematur sebanyak 1 orang (1,8%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p

= 1,00 sehingga disimpulkan bahwa kebiasaan merokok tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shin et al. (2016) bahwa prevalensi kejadian kanitis prematur lebih banyak pada kelompok yang tidak merokok (84,7%) daripada kelompok yang merokok (15,3%).

Tabel 4.11 Hubungan stres dengan kejadian kanitis prematur

Variabel

Berdasarkan tabel 4.11, responden yang mengalami stres ringan dan mengalami kanitis prematur sebanyak 4 orang (7,0%), responden yang mengalami stres sedang yang mengalami kanitis prematur berjumlah 42 orang (73,7%), dan responden yang mengalami stres berat yang mengalami kanitis prematur sebanyak 11

orang (19,3%). Berdasarkan uji statistik, didapatkan nilai p = 0,021 yang berarti stres berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Belli et al. (2016) dan Devaraj et al. (2016) bahwa kejadian kanitis prematur dipengaruhi oleh stres.

Selanjutnya, dilakukan penelitian dengan menggunakan analisis multivariat regresi logistik yang bertujuan untuk melihat faktor risiko yang paling dominan antara riwayat keluarga, IMT, penyakit penyerta, dan stres terhadap kejadian kanitis prematur.

Tabel 4.12 Hasil analisis multivariat regresi logistik

Variabel

Berdasarkan tabel 4.12 didapatkan hasil dari analisis mutivariat regresi logistik pada semua variabel independen dengan nilai p < 0,25, yaitu hubungan yang

secara statistik paling signifikan adalah riwayat keluarga yang mengalami kanitis prematur dengan nilai p = 0,008 (p < 0,05) dan nilai OR = 11,69 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa riwayat keluarga kanitis prematur 12 kali lebih besar berperan menyebabkan kejadian kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dibandingkan dengan variabel independen lainnya.

BAB V

Dokumen terkait