• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR RISIKO KANITIS PREMATUR PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR RISIKO KANITIS PREMATUR PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN SKRIPSI"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

EKA ZHAKI SAFIRA LUBIS 160100032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

EKA ZHAKI SAFIRA LUBIS 160100032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)

i

(4)

ii

sehingga penulis dapat mengerjakan skripsi dengan baik dan lancar. Skripsi ini berjudul, “Analisis Faktor Risiko Kanitis Prematur pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2016-2018” dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Proses penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orangtua, ayahanda Dr. Drs. Yusni Khairul Amri Lubis, M.Hum, dan ibunda tercinta Iptu Ida Meri Silalahi atas doa, dukungan dan semangat yang terus diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp. S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. dr. Nelva Karmila Jusuf, Sp. KK(K) selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu penulis, senantiasa meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran, memberikan saran dan masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Dr. dr. Imam Budi Putra, Sp. KK selaku Dosen Ketua Penguji dan dr. Jelita Siregar, M.Ked (Clin-Path), Sp. PK selalu Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan nasehat dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.

5. Presidium inti PEMA FK USU 2017-2018 dan PERMAKED TABAGSEL USU yang sudah menjadi rumah kedua bagi penulis dan membina penulis dalam segala hal.

(5)

iii

7. Semua teman-teman Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016 untuk kebersamaannya selama ini.

8. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis hingga terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan yang membangun untuk perbaikan skripsi ini di kemudian hari. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2019

Eka Zhaki Safira Lubis 160100032

(6)

iv

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Gambar ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Singkatan... viii

Abstrak ... ix

Abstract ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Bidang Pendidikan ... 4

1.4.2 Bidang Ilmu Kedokteran ... 4

1.4.3 Bidang Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Rambut ... 5

2.1.1 Anatomi Rambut ... 5

2.1.2 Fisiologi Rambut ... 8

2.1.3 Siklus Pertumbuhan Rambut ... 9

2.1.4 Pigmen Rambut ... 11

2.2 Kanitis Prematur... 12

2.2.1 Patogenesis dan Faktor Risiko Kanitis Prematur ... 13

2.2.2 Diagnosis Kanitis Prematur ... 16

2.2.3 Diagnosis Banding Kanitis Prematur ... 16

2.2.4 Tatalaksana Kanitis Prematur ... 17

2.3 Hipotesis ... 17

2.4 Kerangka Teori... 19

2.5 Kerangka Konsep ... 20

BAB III. METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Rancangan Penelitian ... 21

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian ... 21

3.3.1 Populasi ... 21

3.3.2 Sampel ... 21

(7)

v

3.7 Definisi Operasional... 25

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN A ... 46

LAMPIRAN B ... 49

LAMPIRAN C ... 50

LAMPIRAN D ... 51

LAMPIRAN E ... 54

LAMPIRAN F ... 55

LAMPIRAN G ... 58

LAMPIRAN H ... 68

(8)

vi

2.1 Lapisan penyusun rambut ... 5

2.2 Histologi penyusun rambut ... 7

2.3 Hormon yang memengaruhi pertumbuhan rambut ... 8

2.4 Siklus pertumbuhan rambut ... 10

2.5 Proses melanogenesis... 11

2.6 Kerangka Teori ... 18

2.7 Kerangka Konsep ... 19

3.6 Alur Penelitian ... 24

(9)

vii

4.2 Hubungan jenis kelamin dengan kanitis prematur ... 32

4.3 Hubungan riwayat keluarga dengan kanitis prematur ... 32

4.4 Hubungan IMT dengan kanitis prematur ... 33

4.5 Hubungan konsumsi sayur dengan kanitis prematur ... 34

4.6 Hubungan konsumsi daging dengan kanitis prematur ... 35

4.7 Hubungan konsumsi susu dengan kanitis prematur ... 35

4.8 Hubungan penyakit penyerta dengan kanitis prematur ... 36

4.9 Hubungan merokok dengan kanitis prematur ... 37

4.10 Hubungan konsumsi alkohol dengan kanitis prematur ... 37

4.11 Hubungan stres dengan kanitis prematur ... 38

4.12 Hasil analisis multivariat regresi logistik ... 39

(10)

viii 5-S-CD = 5-S-cysteinildopa

α -MSH = alpha-Melanocyte-Stimulating Hormone ACTH = adrenocorticotropic hormone

DHI = 5,6-dihydroxyindole

DHICA = 5,6-dihydroxyindole-2-carboxylic acid

FK USU = Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara HDL-C = High Density Lipoprotein-Cholesterol

IMT = Indeks Massa Tubuh MC1R = Melanocortin-1

MEU = Medical Education Unit OMC = pro-opiomelanocortin PSS = Perceived Stress Scale ROS = Reactive Oxygen Species TRP-1 = Tyrosinase Related Protein-1 TRP-2 = Tyrosinase Related Protein-2 USU = Universitas Sumatera Utara

UV = Ultraviolet

(11)

ix

mengenai kanitis prematur, namun ada beberapa faktor risiko yang diduga dapat memengaruhi terjadinya kanitis prematur, seperti riwayat keluarga, konsumsi alkohol, penyakit penyerta, stres oksidatif, obesitas, dan defisiensi mikronutrien. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko kejadian kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2016-2018. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang dilakukan dengan metode cross-sectional dengan sampel mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 80 orang dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan menggunakan uji analisis multivariat regresi logistik untuk menganalisis hubungan antara faktor risiko terhadap kanitis prematur. Hasil. Dari 80 sampel, 57 responden (71,2%) mengalami kanitis prematur. Berdasarkan analisis bivariat, didapatkan p 0,05 untuk riwayat keluarga dan stres yang berarti adanya hubungan dengan kanitis prematur, sedangkan nilai p > 0,005 didapatkan pada jenis kelamin, obesitas, diet, merokok, konsumsi alkohol, dan penyakit penyerta. Berdasarkan analisis multivariat regresi logistik, didapatkan nilai p ≤ 0,05 untuk variabel riwayat keluarga (p = 0,000) yang menunjukkan bahwa riwayat keluarga merupakan faktor risiko yang paling dominan. Kesimpulan. Terdapat hubungan antara riwayat keluarga dan stres dengan kanitis prematur dan riwayat keluarga merupakan faktor risiko yang paling dominan berperan pada kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018.

Kata kunci: kanitis prematur, faktor risiko

(12)

x

family history, obesity, smoking, alcohol consumption, other disease, micronutrients deficiencies.

Aims. The purpose of this study is to evaluate risk factors that influence the incidence of premature canities in medical students of University of Sumatera Utara class 2016-2018. Methods. This research is an analytic research using cross sectional approach with the number of research subjects are 80 respondents using a structured questionnaire to obtain risk factors which are associated with the incidence of premature canities. Multivariate analysis using logistic regression test to examine correlation of risk factors and premature canities. Results. Of the 80 respondents, 57 respondents (71,2%) had premature canities. Based on bivariate analysis, it was obtained p value ≤ 0,05 for family history and stress, and the p value > 0,05 for the variable of gender, obesity, diet, smoking, and alcohol consumption. Based on multiavariate analysis, it was obtained p value ≤ 0,05 for family history (p value = 0,000), which means family history is the most dominants factors for premature canities. Conclusion. There is a correlation between premature canities and family history and stress and Family history is the most dominant risk factors that associated to premature canities in medical students of University of Sumatera Utara class 2016-2018.

Keywords: premature canities, risk factors

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Rambut adalah struktur sel epitel berkeratin yang berfungsi sebagai pelindung kulit kepala dari paparan sinar matahari. Rambut juga memegang peran penting dalam penampilan fisik dan persepsi diri seseorang. Oleh karena itu, rambut beruban dini dapat memberikan efek yang cukup signifikan dalam kehidupan sosial dan penerimaan seseorang di lingkungan masyarakat (Mistry et al., 2010).

Pada manusia, warna rambut bergantung pada jumlah dan distribusi dari pigmen melanin yang diproduksi oleh melanosit di bulbus rambut. Aktivitas melanogenesis terjadi selama fase anagen pada siklus pertumbuhan rambut. Proses inilah yang berperan dalam kejadian rambut beruban dini. Rambut beruban dini merupakan hasil dari penurunan fungsional dari melanosit yang menyebabkan penurunan pigmen melanin yang berakibat pada memutihnya rambut (Devaraj et al., 2016).

Uban adalah salah satu proses penuaan yang alami, namun, pada kenyataannya banyak sekali anak-anak yang masih menginjak usia muda tetapi sudah memiliki uban. Hal ini memang bukan merupakan masalah kesehatan, tetapi hal ini sangat mengkhawatirkan karena alasan estetika (Shin et al., 2015). Uban di usia dini juga membawa pengaruh besar pada kesulitan berinteraksi, stigma sosial dan diskriminasi dari masyarakat (Devaraj et al., 2016). Pada studi sebelumnya juga diketahui bahwa uban di usia dini memengaruhi kualitas hidup pada masing-masing individu. (Ashraf et al., 2017)

Rambut beruban dini atau kanitis prematur adalah suatu hasil dari penurunan aktivitas tirosinase pada melanosit yang terdapat pada bulbus rambut (Brown, 2017).

Kanitis prematur terjadi tanpa memandang jenis kelamin, ras dan etnis, serta dapat disebabkan oleh berkurangnya produksi pigmen melanin yang progresif. Meskipun

(14)

tidak ada konsensus universal untuk mendiagnosis kanitis prematur, namun rambut yang mulai memutih ini dapat dikategorikan sebagai kanitis prematur jika muncul sebelum usia 20 tahun pada Kaukasian, sebelum 30 tahun pada orang berkulit hitam dan sebelum 25 tahun pada orang Asia (Phandi dan Khanna, 2013).

Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti etiopatogenesis yang dapat menyebabkan terjadinya kanitis prematur. Namun, dalam berbagai studi diketahui ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi terjadinya kanitis prematur, seperti stress oksidatif, penyakit penyerta (Kumar et al., 2018). Riwayat keluarga, konsumsi alkohol, status pendidikan, kerontokan rambut, usia, tinggi badan, berat badan dan stres diketahui meningkat pada orang yang mengalami kanitis prematur (Beli et al., 2016). Merokok dan obesitas juga diketahui memiliki hubungan dengan kejadian kanitis prematur (Shin et al., 2015). Kadar feritin serum, vitamin B12, dan level HDL-C juga banyak berkaitan dengan kejadian kanitis prematur (Chakrabarty et al., 2016). Begitu juga dengan kadar serum zat besi, ion zinc dan ion tembaga yang memengaruhi kanitis prematur (Naieni et al., 2011)

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhi kejadian kanitis prematur. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menganalisis faktor risiko yang cenderung berpengaruh pada kejadian kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dengan melihat latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

“Faktor-faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan kejadian kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016- 2018?”

(15)

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisis faktor risiko kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016- 2018.

2. Mengetahui hubungan antara riwayat keluarga dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016- 2018.

3. Mengetahui hubungan antara diet dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018.

4. Mengetahui hubungan antara obesitas dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016- 2018.

5. Mengetahui hubungan antara penyakit penyerta dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016- 2018.

6. Mengetahui hubungan antara merokok dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016- 2018.

7. Mengetahui hubungan antara konsumsi alkohol dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016- 2018.

8. Mengetahui hubungan antara stres dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018.

(16)

9. Mengetahui faktor risiko yang paling dominan berperan pada kejadian kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018.

1.4 MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Bidang Pendidikan

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana pembelajaran dan menambah wawasan bagi mahasiswa kedokteran maupun masyarakat umum terutama generasi muda mengenai faktor risiko yang memengaruhi kejadian kanitis prematur.

1.4.2 Bidang Ilmu Kedokteran

Berkaitan dengan ilmu kedokteran, penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kedokteran dasar, khususnya faktor risiko yang berperan pada kejadian kanitis prematur.

1.4.3 Bidang Penelitian

Penelitian ini dapat digunakan sebagai data maupun informasi tambahan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan faktor risiko yang memengaruhi kejadian kanitis prematur.

(17)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 RAMBUT

2.1.1 Anatomi Rambut

Rambut tumbuh dari hasil invaginasi tubular epidermis yang biasa dikenal dengan sebutan folikel rambut. Folikel rambut ini kemudian akan berhubungan dengan kelenjar sebasea di sekitarnya dan membentuk unit pilosebaseus. Jenis rambut manusia pada garis besarnya dapat digolongkan tiga jenis, yaitu:

1. Rambut lanugo. Rambut jenis ini memiliki struktur yang halus dan lembut, dan biasanya tumbuh pada saat seseorang masih berada di dalam kandungan.

Rambut lanugo tidak memiliki pigmen rambut dan tidak memiliki medula sentral. Rambut ini perlahan-lahan akan luruh saat usia janin memasuki bulan ketujuh sampai kedelapan (Moreno dan Grimalt, 2014).

2. Rambut vellus. Rambut ini memiliki struktur yang halus, pendek dan tidak memiliki pigmen rambut. Rambut jenis ini menutupi hampir seluruh bangian tubuh kecuali bagian tubuh yang ditutupi oleh rambut terminal (Jonsson, 2017). Rambut velus diproduksi oleh folikel-folikel rambut yang sangat kecil yang ada di lapisan dermis. Secara umum, rambut ini berukuran < 0,03 mm.

Rambut terminal dapat berubah menjadi rambut vellus pada kasus kebotakan akibat pengaruh hormon androgen (Brown, 2017).

3. Rambut terminal, yaitu rambut yang memiliki struktur tebal dan berpigmen.

Rambut jenis ini terdapat pada kulit kepala, alis dan bulu mata. Rambut terminal diproduksi oleh folikel-folikel rambut besar yang ada di lapisan subkutis. Secara umum, rambut terminal berukuran > 0,03 mm. Pada saat seseorang telah menginjak masa pubertas, dengan pengaruh hormon androgen, rambut vellus akan berubah menjadi rambut terminal di area aksila

(18)

dan kemaluan dan pada pria, rambut terminal juga akan tumbuh menjadi kumis dan janggut (Brown, 2017).

Secara morfologi, satu helai rambut terdiri atas tiga sampai empat unit atau struktur penyusun. Bagian terluar rambut disusun oleh lapisan tebal yang saling tumpang tindih yang dinamakan kutikula. Kutikula tersusun atas sel-sel rambut yang memiliki ketebalan 0,5 μm dan panjang sekitar 45-60 μm. Kutikula berfungsi sebagai alat proteksi lapisan-lapisan rambut di bawahnya. Di bawah kutikula, terdapat sebuah lapisan yang terdiri atas sel-sel yang berbentuk gelendong yang dinamakan korteks.

Sel korteks memiliki panjang sekitar 50-100 μm dan diameter 1-6 μm. Sel-sel korteks mengandung serat-serat protein rambut yaitu keratin. Di lapisan ketiga terdapat sebuah medula yang terletak sangat dekat dengan pusat serat rambut (Robbins, 2012).

Medula tersusun atas serat-serat yang kasar dan mengandung protein struktural yang berbeda yang akan membentuk lapisan internal rambut (Erdogan, 2017). Struktur keempat adalah kompleks membran sel yang saling melekat dan berikatan dengan komponen nonkeratin yang akan membentuk jalur utama difusi serat (Robbins, 2012).

Gambar 2.1 Lapisan penyusun rambut (Endorgan, 2017)

(19)

Selain itu, struktur rambut dapat dibedakan lagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Folikel rambut, bagian dari rambut yang masuk menembus lapisan dermis kulit. Folikel rambut terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Akar rambut (folliculus pili). Akar rambut memiliki dua selubung, yaitu selubung akar eksternal yang terdiri dari beberapa lapisan sel yang bersambung dengan lapisan epitel epidermis dan selubung akar internal yang terdiri dari stratum epitel pucat tipis (lapisan Henle) dan stratum epitelium granular tipis (lapisan Huxley). Akar rambut akan bergabung dengan papila dermis dan membentuk bulbus rambut (Eroschenko, 2016).

b. Bulbus rambut (bulbus pili), yaitu ujung terbawah dari akar rambut. Pada bagian ini terdapat matriks rambut, yaitu area yang terdiri dari sel-sel yang terus membelah dengan cepat yang berperan penting dalam proses regenerasi rambut. Di sini juga terdapat melanosit yang berfungsi memberi warna pada rambut. Bagian basal bulbus rambut mengalami indentasi oleh papila jaringan ikat, yaitu suatu bagian yang mengandung banyak pembuluh darah yang membawa nutrisi ke sel-sel folikel rambut (Eroschenko, 2016).

2. Batang rambut, yaitu bagian dari akar rambut yang memanjang hingga membentuk sebuah helai rambut yang muncul ke permukaan tubuh. Dalam masa pertumbuhan batang rambut, sel-sel rambut akan mengalami keratinisasi (Brown, 2017).

3. Musculus erector pili, yaitu serat-serat otot polos yang melekat di sisi folikel rambut. Otot ini dipersarafi oleh nervus adrenergic yang berfungsi untuk menegangkan batang rambut pada cuaca dingin atau saat seseorang mengalami tekanan emosional. Pada bagian ini, juga terdapat saluran kelenjar sebasea yang memasuki folikel rambut melalui jalur yang berada tepat di atas otot ini (Brown, 2017).

(20)

Gambar 2.2 Histologi penyusun rambut (Junqueira dan Mescher, 2010)

2.1.2 Fisiologi Rambut

Rambut manusia ternyata memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi proteksi.

Rambut di kepala manusia dapat berperan sebagai isolator suhu dalam menjalankan fungsinya sebagai proteksi, Rambut juga dapat melindungi kepala dari sengatan matahari, sinar radiasi cahaya dan abrasi mekanik. Fungsi lainnya dari rambut adalah sebagai reseptor di ujung saraf sensoris yang dapat memaksimalkan fungsi rambut sebagai proteksi (Robbins, 2012).

Selain itu, rambut juga berfungsi sebagai pelindung kulit dari berbagai faktor eksternal, menjadi jalur pengeluaran sebum, keringat apokrin dan produksi feromon, serta dapat berperan penting dalam interaksi sosial seseorang (Erdogan, 2017).

(21)

2.1.3 Siklus Pertumbuhan Folikel Rambut

Rambut tumbuh dari aktivitas proliferasi keratinosit pada zona diferensiasi di folikel rambut. Pertumbuhan rambut merupakan sebuah proses siklis yang bersifat dinamis yang dipengaruhi oleh hormon androgen, sitokin dan faktor lainnya seperti umur, nutrisi dan pengaruh dari lingkungan (Bufoli, 2013).

Gambar 2.3 Hormon yang memengaruhi pertumbuhan rambut (Robbins, 2012)

Mitosis dan pembelahan sel rambut berlangsung di basal bulbus rambut yang merupakan area primer terjadinya sintesis protein dan pertumbuhan rambut. Lapisan basal yang memproduksi sel rambut dan pigmen melanosit terletak di dalam bulbus rambut. Papila dermal yang terletak di dekat pusat bulbus rambut memegang peranan penting dalam mengontrol siklus pertumbuhan rambut dan perkembangan folikel rambut. Sel-sel rambut yang telah dibentuk secara perlahan akan bermigrasi ke atas menjauhi lapisan basal. Sel-sel ini akan berdiferensiasi dan memanjang seiring dengan pergerakan mereka ke atas. Ada tiga siklus pertumbuhan rambut, yaitu:

1. Fase anagen atau fase pertumbuhan. Pada fase ini terjadi aktivitas metabolik yang intens di bulbus rambut. Pada rambut kepala, aktivitas ini berlangsung

(22)

selama 2-6 tahun yang akan menghasilkan rambut yang tumbuh sepanjang 100 cm (Robbins, 2012). Fase anagen dibagi lagi menjadi 6 fase (I-VI).

Selama fase anagen I-V (proanagen), sel rambut progenitor berproliferasi mengelilingi dermal papila, lalu berdiferensiasi menjadi folikel rambut.

Peningkatan aktivitas melanosit untuk memproduksi pigmen juga terjadi di matriks rambut. Pada fase anagen VI (metanagen), bulbus epitel rambut yang mengelilingi papilla dermal pun terbentuk dan helai rambut baru mulai muncul di permukaan kulit (Bufoli, 2013).

2. Fase katagen atau fase peralihan. Fase ini berlangsung selama 2 minggu.

Selama fase ini, aktivitas metabolik menurun dan sel-sel rambut yang sudah terbentuk secara perlahan bermigrasi menuju permukaan kulit (Robbins, 2012).

3. Fase telogen atau fase istirahat. Fase ini juga hanya berlangsung selama 3-4 bulan. Pada fase ini, pertumbuhan rambut berhenti secara sempurna dan basal umbi rambut mulai atrofi dan mencapai kanal kelenjar sebasea. Rambut baru akan segera tumbuh dan mendorong rambut lama untuk rontok keluar (Robbins, 2012).

(23)

Gambar 2.4 Siklus pertumbuhan rambut (Alonso, 2006)

2.1.4 Pigmen Rambut

Warna kulit, mata dan rambut manusia pada umumnya terbentuk dari distribusi, kualitas dan kuantitas pigmen melanin. Melanosit bertanggung jawab dalam proses sintesis melanin di dalam sebuah organel yang bernama melanosom. Melanosit pada manusia menghasilkan dua jenis pigmen melanin yang memiliki dua struktur kimia yang berbeda. Melanin yang memberikan warna hitam-coklat bernama eumelanin dan pheomelanin yang memberikan warna kuning sampai merah. Eumelanin merupakan sebuah polimer heterogen yang terdiri atas struktur unit 5,6-dihydroxyindole (DHI) dan 5,6-dihydroxyindole-2-carboxylic acid (DHICA), sedangkan pheomelanin memiliki struktur yang kebanyakan tersusun atas sulfur dan unit benzothiazine.

Eumelanin dan pheomelanin merupakan turunan dari senyawa dopaquinone yang terbentuk dari hasil oksidasi tirosin oleh enzim tirosinase. Dopaquinone merupakan struktur yang sangat reaktif. Dalam proses pembentukan pigmen melanin,

(24)

dopaquinone dapat langsung mengalami proses siklisasi dan polimerasi oksidatif yang akan membentuk pigmen eumelanin. Namun, di sisi lain, dopaquinone dapat berikatan dengan struktur sistein yang akan menghasilkan struktur 5-S-cysteinyldopa (5-S-CD) dan 2-S-cysteinildopa (2-S-CD). Kemudian struktur yang telah terbentuk akan mengalami proses siklisasi dan dimerisasi yang menghasilkan pigmen trikokrom kuning sampai violet yang memberi warna pada pigmen pheomelanin (Robbins, 2012).

Gambar 2.5 Proses melanogenesis (Robbins, 2012)

2.2 KANITIS PREMATUR

Kanitis prematur atau premature graying of hair adalah suatu hasil dari penurunan aktivitas tirosinase di melanosit yang terdapat pada umbi rambut. Onset usia terjadinya kanitis prematur berbeda pada masing-masing individu akibat banyaknya faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kanitis prematur (Brown,

(25)

2017). Uban terjadi tanpa memandang jenis kelamin, ras dan etnis, dan dapat disebabkan oleh berkurangnya produksi pigmen melanin yang progresif. Dalam sebuah studi disebutkan bahwa sebuah uban dapat dikategorikan sebagai kanitis prematur jika muncul sebelum usia 20 tahun pada Kaukasian, sebelum 30 tahun pada orang berkulit hitam dan sebelum 25 tahun pada orang Asia (Phandi dan Khanna, 2013).

2.2.1 Patogenesis dan Faktor Risiko Kanitis prematur

Mekanisme etiopatogenesis yang menyebabkan kanitis prematur sebenarnya masih belum dapat dijelaskan. Namun, diketahui ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi terjadinya kanitis premature, antara lain:

1. Kelainan struktural melanosit

Penurunan jumlah pigmen pada rambut beruban dikarenakan penurunan melanosit yang aktif di umbi rambut pada fase anagen menjadi patogenesis utama terjadinya rambut beruban. Pada folikel rambut beruban ditemukan bahwa melanosit masih dijumpai secara normal di dalam papila dermal, namun sitoplasma dari sel ini umumnya mempunyai vakuola yang lebih besar dan hanya sedikit melanosom yang aktif melakukan proses melanogenesis.

Pada rambut beruban, unit yang berperan dalam proses pembentukan pigmen menjadi lebih kabur. Struktur melanosit juga berubah menjadi lebih bulat, jumlahnya lebih sedikit dan peningkatan jumlah melanosit yang tidak mengalami pigmentasi secara sempurna juga ditemukan di rambut proksimal.

Adanya kelainan struktural pada melanosit akan mengakibatkan penurunan aktivitas melanosit dalam menghasilkan pigmen melanin yang menjadi penyebab timbulnya kanitis prematur (Kumar et al., 2018).

2. Gangguan pada proses melanogenesis

Enzim tirosinase sangat berperan dalam pembentukan prekursor dopaquinone yang akan menghasilkan pigmen melanin. Penurunan jumlah enzim tirosinase dapat meningkatkan terjadinya kanitis prematur. Pada usia 40 tahun ke atas,

(26)

jumlah enzim tirosinase akan semakin menurun yang akan mengakibatkan peningkatan jumlah rambut yang mulai memutih. Penurunan stimulus neuroendokrin pada proses melanogenesis juga dapat menimbulkan kanitis prematur, seperti hormon adrenokortikotropin, α-MSH and β-endorfin.

(Kumar et al., 2018).

3. Stres Oksidatif

ROS (Reactive Oxygen Spesies) dapat dihasilkan dari proses sintesis melanin di melanosit pada orang-orang yang sedang mengalami stres. Gangguan pada sistem antioksidan seiring bertambahnya usia juga dapat meningkatkan akumulasi ROS dan stres oksidatif yang dapat merusak melanosit. Oleh karena itu, stres oksidatif yang berkelanjutan dapat menyebabkan apoptosis melanosit di folikel rambut yang mengakibatkan terjadinya rambut beruban.

Stres oksidatif ini dapat dipicu oleh faktor-faktor eksternal seperti polusi, sinar UV dan stres psikoemosional. Faktor eksternal ini dapat meningkatkan produksi stres oksidatif endogen dan meningkatkan jumlah ROS di dalam melanosit yang menyebabkan kerusakan pada melanosit (Kumar et al., 2018).

4. Penyakit penyerta

Kanitis prematur dapat terjadi karena autosomal dominan atau karena adanya penyakit autoimun yang menyertainya, seperti anemia pernisiosa, hipo/hipertiroid, vitiligo nonsegmental, melanoma dan penyakit autoimun lainnya (Kumar et al., 2018).

5. Riwayat Keluarga

Pada ekspresi molekuler, warna rambut dipengaruhi oleh derajat polimorfisme pada ekspresi gen Melanocortin-1 (MC1R). Peptida pro-opiomelanocortin (OMC) dan alpha-melanocyte-stimulating hormone (α-MSH) serta hormon ACTH akan berikatan pada MC1R untuk menstimulasi terjadinya proses melanogenesis. Ekspresi gen inilah yang akan meningkatkan probabilitas terjanya kanitis prematur pada anak dengan orangtua yang juga mengalami kanitis prematur (Meena et al., 2017).

(27)

6. Obesitas

Obesitas dapat meningkatkan stres oksidatif endogen secara tidak langsung.

Resistensi leptin pada orang-orang yang mengalami obesitas dapat meningkatkan produksi antagonis dari hormon yang menstimulasi melanosit yang menyebabkan reduksi melanogenesis dan berakibat pada terjadinya kanitis prematur (Shin et al., 2015).

7. Merokok

Merokok ternyata dapat meningkatkan jumlah ROS di dalam tubuh. Hal ini menyebabkan ROS akan menghambat proses melanogenesis karena rusaknya melanosit dan meningkatkan kejadian kanitis prematur. Hal ini telah dibuktikan dengan banyaknya bulbus rambut yang mengalami vakuolisasi sebagai respon dari meningkatnya stress oksidatif (Zayed et al., 2013).

8. Defisiensi vitamin B-12

Belum diketahui lebih lanjut bagaimana defisiensi vitamin B-12 dapat memengaruhi terjadinya rambut prematur, namun dari hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa orang yang vegetarian cenderung lebih banyak mengalami kanitis prematur (Kumar, et al., 2018).

9. Defisiensi ion tembaga

Kadar ion tembaga ternyata menurun secara signifikan pada orang-orang dengan kanitis prematur. Ikatan antara ion tembaga dengan enzim tirosinase ternyata berpengaruh terhadap aktivitas enzim dan proses melanogenesis.

Akibatnya, penurunan ion tembaga dapat berefek pada kejadian kanitis prematur (Mahajan et al., 2017).

10. Defisiensi zat besi

Dari beberapa studi, diketahui bahwa kadar zat besi di dalam tubuh berpengaruh pada proses melanogenesis yaitu pada fase penyusunan kembali dopakrom menjadi 5,6-dihydroxyindole dan fase polimerisasi oksidatif 5,6- dihydroxyindole yang akan menghasilkan pigmen melanin. Oleh karena itu,

(28)

penurunan kadar zat besi dapat meningkatkan resiko terjadinya kanitis prematur (El-sheikh et al., 2018).

11. Defisiensi kalsium

Kadar kalsium ternyata menurun pada orang-orang yang mengalami kanitis prematur. Namun, belum diketahui secara pasti bagaimana etiopatogenesis terlibatnya kalsium dalam kejadian kanitis prematur (Bhat et al., 2016).

12. Defisiensi zinc

Ada dua protein yang berpengaruh pada proses pembentukan pigmen melanin, yaitu Tyrosinase Related Protein (TRP-1 dan TRP-2). TRP-1 berfungsi untuk aktivasi dan stabilisasi enzim tirosinase, sedangkan TRP-2 berperan dalam konversi doprakrom menjadi DHICA (dehydroxyindole-2-carboxylix acid).

Aktivitas enzimatik dari TRP-2 membutuhkan ion zinc, sehingga penurunan kadar zinc dapat meningkatkan risiko terjadinya kanitis prematur (Naieni et al., 2011).

2.2.2 Diagnosis Kanitis Prematur

Sampai saat ini belum ada diagnosis yang baku untuk menilai seseorang termasuk kanitis prematur atau bukan. Namun, beberapa peneliti memakai sistem dengan menentukan jumlah rambut beruban yang dimiliki seseorang dengan menggunakan skor 0, kurang dari 10, 10-100 dan lebih dari 100 (Shin et al., 2015). Lalu, tingkat keparahan kanitis prematur dibagi menjadi tiga, yaitu rambut beruban ringan (≤50 helai), rambut beruban sedang (51-100 helai), dan rambut beruban berat (>100 helai) dengan minimal jumlah 5 helai rambut (Ashraf, 2018).

2.2.3 Diagnosis Banding Kanitis Prematur

Kanitis prematur harus dapat dibedakan dari penyakit hipomelanosis lainnya yang dapat mengakibatkan memutihnya rambut. Penyakit neurokutaneus seperti Griscelli, Chediak-Higashi dan sindroma Elejalde menyebabkan kanitis prematur pada anak- anak, begitu juga dengan sindroma Cross, Angelman dan sindroma Prader-Willi.

(29)

Sindroma metabolik seperti penilketonuria, histidinemia, penyakit oasthouse, dan homosistinuria dapat menyebabkan warna rambut menjadi lebih terang. Vitiligo dapat menyebabkan lokalisasi area rambut beruban yang disebut poliosis. Poliosis ini juga dapat terjadi pada Pielbaldisme, sindrom Waardenburg, sindrom Woolf dan sklerosis tuberous. Rambut beruban subita adalah suatu kondisi di mana pasien mengeluh adanya rambut yang memutih pada malam hari juga harus dapat dibedakan dari kanitis prematur (Kumar et al., 2018).

2.2.4 Tatalaksana Kanitis Prematur

Meskipun banyak pasien yang ingin mengatasi masalah kanitis prematur, namun masih sangat sedikit terapi yang memuaskan. Kanitis prematur ditatalaksana dengan cara mengobati faktor pencetusnya. Orang yang mengalami defisiensi vitamin, mineral, ion dan hipotiroid diterapi dengan memberikan vitamin dan hormon pengganti. Pada orang-orang yang hanya memiliki uban <10% ditatalaksana dengan mencabut uban tersebut dari kulit kepala. Sebagian besar orang mengatasinya dengan cara mengecat rambut secara permanen karena dapat melekat langsung pada kutikula dan tidak hilang ketika rambut dibilas. Pewarna rambut dapat diperoleh dari produk alami atau buatan. Umumnya, pewarna rambut alami terbuat dari bahan gooseberry India (Emblica officinalis), false daisy (Eclipta alba), pohon lotus (Zizyphus spina- christi) dan henna (Lawnosia alba). Pewarna rambut alami ini banyak dipakai karena aman, tidak menyebabkan alergi, dan nontoksik. Pewarna rambut juga dapat melindungi rambut beruban dari sinar UV sehingga orang-orang lebih memilih untuk mewarnai rambut mereka (Kumar et al., 2018).

2.3. HIPOTESIS

1. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018.

2. Ada hubungan antara riwayat keluarga dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018.

(30)

3. Ada hubungan antara diet dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018.

4. Ada hubungan antara obesitas dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018.

5. Ada hubungan antara penyakit penyerta dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016- 2018.

6. Ada hubungan antara merokok dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018.

7. Ada hubungan antara konsumsi alkohol dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018.

8. Ada hubungan antara stres dengan kanitis prematur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018.

(31)

2.4. KERANGKA TEORI

Dari hasil uraian pembahasan di atas, maka kerangka teori penelitian ini adalah:

Gambar 2.6 Kerangka teori

Kanitis prematur Rambut

Siklus Pertumbuhan

Rambut Pigmen Rambut

Kelainan struktural melanosit

Gangguan proses melanogenesis

Faktor Risiko:

a. Jenis kelamin b. Riwayat keluarga c. Diet

d. Obesitas e. Merokok f. Minum alkohol g. Stres

h. Penyakit penyerta

Tatalaksana:

a. Mengatasi penyebab b. Mencabut uban c. Mewarnai

rambut

(32)

2.4 KERANGKA KONSEP

Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka kerangka konsep penelitian ini adalah:

(Variabel Independen) (Variabel Dependen)

Gambar 2.7 Kerangka konsep.

Kanitis prematur Faktor Risiko:

a. Jenis kelamin b. Riwayat keluarga c. Diet

d. Obesitas e. Merokok f. Minum alkohol g. Stres

h. Penyakit penyerta

(33)

21 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian analitik yaitu melihat faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan kejadian kanitis prematur. Metode pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan cross sectional yaitu pengamatan dalam satu waktu terhadap objek.

3.2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan waktu pengambilan dan pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada bulan September-November 2019.

3.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 Populasi

Populasi umum yang digunakan untuk penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.3.2. Sampel

Sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah mahasiswa FK USU angkatan 2016-2018. Selain itu, sampel harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi selama penelitian berlangsung.

(34)

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah:

1. Kriteria inklusi:

a. Mahasiswa FK USU angkatan 2016-2018 berusia kurang dari 25 tahun.

b. Mahasiswa FK USU angkatan 2016-2018 yang memberikan persetujuan pengisian lembar kuesioner (informed consent).

c. Semua pertanyaan dalam lembar kuesioner terjawab.

2. Kriteria Eksklusi:

a. Mahasiswa FK USU angkatan 2016-2018 yang mengalami kebotakan.

b. Mahasiswa FK USU angkatan 2016-2018 yang melakukan pewarnaan rambut.

c. Tidak hadir saat dilakukan penelitian.

Adapun teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara consecutive sampling, yaitu semua subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan dalam sampel penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi. Penghitungan besar sampel dilakukan dengan menggunakan metode rule of thumb, yaitu 5-10 kali besar variabel independen. Jadi, besar sampel pada penelitian ini adalah 10 x 8 = 80 sampel penelitian.

3.4. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari sumber data melalui pembagian kuesioner kepada subjek penelitian.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan informed consent.

(35)

3.5. METODE PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 3.5.1 PENGOLAHAN DATA

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing, dilakukan untuk pengecekan dan perbaikan dari data-data yang dikumpulkan.

2. Coding, yaitu mengubah data berbentuk huruf atau kalimat menjadi bentuk bilangan atau angka.

3. Entry, yaitu memasukkan data-data ke dalam program atau software computer.

4. Cleaning, yaitu pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetukan dan koreksi.

5. Saving, yaitu data disimpan dalam kompuyer sebelum dilakukan analisis.

3.5.2. ANALISIS DATA

Data yang terkumpul kemudian akan diolah dan dianalisis dengan program SPSS for windows. Kemudian data akan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis dengan menggunakan analisis multivariat regresi logistik untuk menganalisis hubungan antara beberapa variabel bebas dengan satu variabel terikat yang mempunyai skala pengukuran kategorik.

(36)

3.6. ALUR PENELITIAN

Gambar 3.6. Alur Penelitian

Mahasiswa FK USU angkatan 2016-2018

Memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Sampel penelitian

Wawancara pada sampel penelitian

Mahasiswa dengan kanitis prematur

Mahasiswa tanpa kanitis prematur

Pembagian kuesioner

1. Jenis kelamin 2. Riwayat keluarga 3. Diet

4. Obesitas 5. Merokok 6. Minum alkohol 7. Stres

8. Penyakit penyerta

Analisis Data

Hasil dan pembahasan

(37)

3.7. DEFINISI OPERASIONAL

Variabel dan definisi operasional pada penelitian ini, yaitu:

A. Kanitis prematur

1. Definisi operasional: rambut beruban di usia muda <25 tahun 2. Alat ukur: kuesioner dan pengamatan

3. Cara ukur: observasi kuesioner dan pengamatan langsung pada sampel.

4. Hasil ukur:

a. Ada kanitis prematur b. Tidak ada kanitis prematur 5. Skala ukur: nominal

B. Riwayat Keluarga

1. Definisi operasional: sampel memiliki riwayat keluarga kanitis prematur 2. Alat ukur: kuesioner

3. Cara ukur: observasi kuesioner 4. Hasil ukur:

a. Ayah b. Ibu

c. Saudara kandung

5. Skala ukur: nominal

C. Jenis Kelamin

1. Definisi operasional: pembagian jenis seksual yang ditentukan secara biologis dan anatomis

2. Alat ukur: kuesioner

3. Cara ukur: observasi kuesioner 4. Hasil ukur:

a. Laki-laki b. Perempuan 5. Skala ukur: nominal

(38)

D. Diet

1. Definisi operasional: jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari 2. Alat ukur: kuesioner

3. Cara ukur: observasi kuesioner 4. Hasil ukur:

a. Sayuran b. Daging

c. Susu

5. Skala ukur: nominal

E. Obesitas

1. Definisi operasional: kelebihan berat badan 2. Alat ukur: kuesioner

3. Cara ukur: mengukur IMT berdasarkan observasi kuesioner 4. Hasil ukur:

a. IMT normoweight: 18,5-22,9 kg/m2 b. IMT overweight: >23 kg/m2

c. IMT obesitas: > 25 kg/m2 5. Skala ukur: ordinal

F. Penyakit penyerta

1. Definisi operasional: riwayat penyakit yang pernah/sedang dialami pasien 2. Alat ukur: kuesioner

3. Cara ukur: observasi kuesioner 4. Hasil ukur:

a. Tidak ada b. Anemia

c. Hipo/hipertiroid

d. Vitiligo e. dll (………)

5. Skala ukur: ordinal

(39)

G. Merokok

1. Definisi operasional: suatu kebiasaan menghisap rokok.

2. Alat ukur: kuesioner

3. Cara ukur: observasi kuesioner 4. Hasil ukur :

a. Tidak pernah merokok b. Merokok 1-5 batang/hari c. Merokok 6-10 batang/hari d. Merokok >10 batang/hari 5. Skala ukur: ordinal

H. Minum alkohol

1. Definisi operasional: kegiatan meminum minuman keras yang mengandung etanol.

2. Alat ukur: kuesioner

3. Cara ukur: observasi kuesioner 4. Hasil ukur:

a. Tidak pernah meminum alkohol b. Minum alkohol <1 kali/bulan c. Minum alkohol 2-3 kali/bulan d. Minum alkohol >2 kali/minggu 5. Skala ukur: ordinal

I. Stres

1. Definisi operasional: respon adaptif individu terhadap suatu tekanan.

2. Alat ukur: Perceived Stress Scale (PSS) yang terlampir.

3. Cara ukur: Menjumlahkan skor dari masing-masing pertanyaan dengan nilai; 0: Tidak pernah, 1: Jarang, 2: kadang-kadang, 3: sering, 4: sangat sering

(40)

4. Hasil ukur:

a. Stres ringan: 0-13 b. Stres sedang: 14-26

c. Stres berat: 27-40

5. Skala ukur: ordinal

(41)

29 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Proses pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada bulan Semptember sampai dengan bulan Oktober 2019 di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang beralamat di Jalan Dr. T. Mansur No. 5, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Sesuai dengan SK Akreditasi No. 0688/LAM-PTKes/Akr/Sar/VII/2016, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara merupakan fakultas dengan nilai akreditasi sangat baik yaitu A.

Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016-2018 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer menggunakan alat bantu penelitian berupa kuesioner. Adapun sampel yang didapatkan berjumlah 80 orang.

Karakteristik sampel yang dikumpulkan mencakup kejadian kanitis prematur, jenis kelamin, riwayat keluarga, IMT, makanan yang dikonsumsi, penyakit penyerta, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, dan tingkat stres.

Berikut ini diuraikan distribusi frekuensi data kategorik yang peneliti dapatkan selama pengambilan data.

(42)

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik sampel

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Jenis kelamin

Laki-laki 37 46,3

Perempuan 43 53,8

Riwayat Keluarga

Ayah 27 33,8

Ibu 12 15

Saudara Kandung 13 16,3

Tidak ada 28 35

IMT

Normoweight 23 28,8

Overweight 29 36,3

Obese Diet

28 35

Konsumsi sayur

Ya 39 48,8

Tidak 41 51,3

Konsumsi daging

Ya 33 41,3

Tidak 47 58,8

Konsumsi susu

Ya 34 42,5

Tidak 46 57,5

Penyakit penyerta

Tidak ada 57 71,3

Anemia 4 5

Lain-lain (rinitis, ispa) 19 23,8

Merokok

Tidak pernah 79 98,8

1-5 batang/hari 1 1,3

Alkohol

Tidak pernah 79 98,8

1-2 kali/bulan 1 1,3

Stres

Ringan 11 13,8

Sedang 54 67,5

Berat 15 18,8

Kanitis Prematur

Tidak ada 23 28,8

<10 34 42,5

10-100 22 27,5

>100 1 1,3

Jumlah 80 100

Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kelompok sampel dengan distribusi paling banyak berdasarkan kelompok jenis kelamin adalah kelompok responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 43 orang (53,8%) dibandingkan kelompok responden

(43)

yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 37 orang (46,3%). Distribusi kelompok sampel berdasarkan riwayat keluarga adalah kelompok responden dengan ayah yang mengalami riwayat kanitis prematur sebanyak 27 orang (33,8%), diikuti kelompok responden dengan riwayat ibu yang mengalami kanitis prematur sebanyak 12 orang (15%), kelompok responden dengan riwayat saudara kandung yang mengalami kanitis prematur berjumlah 13 orang (16,3%), dan kelompok responden yang tidak memiliki riwayat keluarga kanitis prematur berjumlah 28 orang (35%). Berdasarkan indeks masa tubuh, kelompok sampel dengan distribusi terbanyak adalah kelompok responden dengan IMT overweight sebanyak 29 orang (36,3%), kemudian kelompok responden dengan IMT obese sebanyak 28 orang (35%), dan kelompok responden dengan IMT normoweight sebanyak 23 orang (28,8%).

Distribusi frekuensi responden berdasarkan konsumsi sayur setiap hari adalah kelompok responden yang tidak mengonsumsi sayur setiap hari sebanyak 41 orang (53,3%), sedangkan yang mengonsumsi sayur setiap hari sebanyak 39 orang (48,8%).

Kelompok responden yang mengonsumsi daging setiap hari sebanyak 33 orang (41,3%) dan yang tidak mengonsumsi daging setiap hari sebanyak 47 orang (58,8%).

Kelompok responden yang mengonsumsi susu setiap hari sebanyak 34 orang (42,5%) dan yang tidak mengonsumsi susu setiap hari sebanyak 46 orang (57,5%). Responden yang tidak memiliki penyakit penyerta sebanyak 57 orang (41,3%), responden yang memiliki penyakit anemia sebanyak 4 orang (5%), dan yang memiliki penyakit penyerta lainnya sebanyak 19 orang (23,8%).

Berdasarkan kebiasaan merokok, kelompok responden yang tidak pernah merokok sebanyak 79 orang (98,8%), sedangkan kelompok responden yang merokok 1-5 batang/hari sebanyak 1 orang (1,3%). Kelompok responden dengan distribusi terbanyak berdasarkan kebiasan mengonsumsi alkohol adalah kelompok responden yang tidak pernah mengonsumsi alkohol sebanyak 79 orang (98,8%), sedangkan responden yang mengonsumsi alkohol 1-2 kali/bulan sebanyak 1 orang (1,3%).

Berdasarkan tingkat stres, responden yang mengalami stres sedang sebanyak 54 orang (67,5%), diikuti kelompok responden yang mengalami stres berat sebanyak

(44)

15 orang (18,8%), dan responden yang mengalami stress ringan sebanyak 11 orang (13,8%).

Kanitis prematur adalah uban yang terjadi tanpa memandang jenis kelamin, ras dan etnis yang biasanya terjadi sebelum usia 20 tahun pada orang Kaukasia, sebelum 30 tahun pada orang berkulit hitam dan sebelum 25 tahun pada orang Asia (Phandi dan Khanna, 2013). Kelompok responden yang tidak mengalami kanitis prematur sebanyak 23 orang (28,8%), sedangkan kelompok responden yang memiliki kanitis prematur sebanyak 57 orang (71,2%) dengan distribusi responden yang memiliki uban <10 sebanyak 34 orang (42,5%), yang memiliki 10-100 uban sebanyak 22 orang (27,5%) dan yang memiliki uban >100 sebanyak 1 orang (1,3%).

Pengujian hubungan antara karakteristik sampel dengan kanitis prematur menggunakan uji statistik chi square yang akan diperoleh nilai p, di mana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05.

Tabel 4.2 Hubungan jenis kelamin dengan kejadian kanitis prematur

Variabel

Kanitis Prematur

Nilai p

Ya Tidak Total

n % n % n %

Jenis Kelamin

0,573

Laki-laki 28 49,1 9 39,1 37 46,3

Perempuan 29 50,9 14 60,9 43 53,8

Total 57 100 23 100 80 100

Dari tabel di atas didapatkan kelompok responden yang berjenis kelamin laki- laki yang mengalami kanitis prematur sebanyak 28 orang (49,1%), sedangkan kelompok responden yang berjenis kelamin perempuan yang mengalami kanitis prematur sebanyak 29 orang (50,9%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 0,573 (p > 0,05) sehingga disimpulkan bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Hal ini sesuai dengan penelitian Daulatabad et al.

(2016), prevalensi kanitis prematur lebih banyak pada perempuan (51,9%) daripada

(45)

laki-laki (48,1%) dan penelitian oleh Bhat et al. (2016) di India bahwa rasio perbandingan kejadian kanitis prematur pada laki-laki dan perempuan adalah 1:1 yang berarti tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadin kanitis prematur.

Tabel 4.3 Hubungan riwayat keluarga dengan kejadian kanitis prematur

Variabel

Kanitis Prematur

Nilai p

Ya Tidak Total

n % n % n %

Riwayat Keluarga

0,00

Ayah 23 40,4 4 17,4 27 33,8

Ibu 12 21,1 0 0,0 12 15,0

Saudara kandung 12 21,1 1 4,3 13 6,3

Tidak ada 10 17,5 18 78,3 28 35,0

Total 57 100 23 100 80 100

Berdasarkan tabel 4.3, kelompok respon yang mengalami kanitis prematur terbanyak memiliki ayah dengan riwayat kanitis prematur sebanyak 23 orang (40,4%), diikuti ibu dan saudara kandung sebanyak 12 orang dengan riwayat kanitis prematur (21,1%), sedangkan responden yang tidak memiliki riwayat keluarga kanitis premature sebanyak 10 orang (17,5%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 0,00 sehingga disimpulkan bahwa riwayat keluarga berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Devaraj et al.

(2016) bahwa adanya hubungan antara riwayat keluarga dengan kanitis prematur (50,4%), begitu juga dengan penelitian Bhat et al. (2016) bahwa riwayat orangtua yang mengalami kanitis prematur berhubungan dengan kejadian kanitis prematur (42,6%) dan riwayat saudara kandung yang mengalami kanitis prematur berhubungan dengan kejadian kanitis prematur (14,2%). Pada penelitian yang dilakukan oleh Shin et al. (2015) didapatkan bahwa adanya hubungan riwayat ayah yang mengalami kanitis prematur pada responden (33,3%) dan riwayat ibu yang mengalami kanitis prematur (11,2%).

(46)

Tabel 4.4 Hubungan indeks massa tubuh dengan kejadian kanitis prematur

Variabel

Kanitis Prematur

Nilai p

Ya Tidak Total

n % n % n %

IMT

0,104

Normoweight 14 24,6 9 39,1 23 28,8

Overweight 19 33,3 10 43,5 29 36,3

Obese 24 42,1 4 17,4 28 35,0

Total 57 100 23 100 80 100

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden yang memiliki indeks massa tubuh norwoeight yang mengalami kanitis prematur sebanyak 14 orang (24,6%), responden yang memiliki indeks massa tubuh overweight dan mengalami kanitis prematur sebanyak 19 orang (33,3%), dan responden yang memiliki indeks massa tubuh obese yang mengalami kanitis prematur sebanyak 24 orang (42,1%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 0,104 sehingga disimpulkan bahwa indeks massa tubuh tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Zayed et al. (2013) dan El-seikh et al. (2018) bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kanitis prematur dengan indeks massa tubuh.

Tabel 4.5 Hubungan konsumsi sayur dengan kejadian kanitis prematur

Variabel

Kanitis Prematur

Nilai p

Ya Tidak Total

n % n % n %

Konsumsi sayur

0,104

Ya 24 42,1 15 65,2 39 48,8

Tidak 33 57,9 8 34,8 41 51,3

Total 57 100 23 100 80 100

Berdasarkan tabel di atas, responden yang mengonsumsi sayur setiap hari dan mengalami kanitis prematur sebanyak 24 orang (42,1%), sedangkan responden yang tidak mengonsumsi sayur setiap hari dan mengalami kanitis prematur berjumlah 33

(47)

orang (57,9%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 0,104 sehingga diambil kesimpulan bahwa konsumsi sayur setiap hari tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Sayur merupakan salah satu sumber pangan dari zat besi, dan pada penelitian yang dilakukan oleh Bhat et al. (2013) dan El-seikh et al. (2018) dijelaskan bahwa defisiensi zat besi dapat memengaruhi abnormalitas dari pigmentasi pada rambut. Sehingga kadar zat besi dan frekuensi konsumsi sayur lebih rendah pada orang-orang dengan kanitis prematur.

Tabel 4.6 Hubungan konsumsi daging dengan kanitis prematur

Variabel

Kanitis Prematur

Nilai p

Ya Tidak Total

n % n % n %

Konsumsi daging

0,319

Ya 26 45,6 7 30,4 33 41,3

Tidak 31 54,4 16 69,6 47 58,8

Total 57 100 23 100 80 100

Berdasarkan tabel 4.6, kelompok responden yang mengonsumsi daging setiap hari dan mengalami kanitis prematur berjumlah 26 orang (45,6%), sedangkan responden yang tidak mengonsumsi daging setiap hari dan mengalami kanitis prematur berjumlah 31 orang (54,4%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 0,319 sehingga disimpulkan bahwa konsumsi daging setiap hari tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Daging merupakan sumber pangan utama dari vitamin B12, dan pada penelitian yang dilakukan oleh Bhat et al. (2013) dijelaskan bahwa vitamin B12 memengaruhi terjadinya proses pertumbuhan dan pigmentasi rambut. Sehingga kadar vitamin B12 dan frekuensi konsumsi daging lebih rendah pada orang-orang dengan kanitis prematur.

(48)

Tabel 4.7 Hubungan konsumsi susu dengan kanitis prematur

Variabel

Kanitis Prematur

Nilai p

Ya Tidak Total

n % n % n %

Konsumsi susu

0,389

Ya 22 38,6 12 52,2 34 42,5

Tidak 35 61,4 12 47,8 46 57,5

Total 57 100 23 100 80 100

Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa responden yang mengonsumsi susu setiap hari dan mengalami kanitis prematur sebanyak 22 orang (38,6%), sedangkan responden yang tidak mengonsumsi susu setiap hari dan mengalami kanitis prematur sebanyak 35 orang (61,4%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 0,389 sehingga disimpulkan bahwa konsumsi susu setiap hari tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Konsumsi susu pada responden berkaitan dengan defisiensi kalsium yang berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Pada penelitian Bhat et al. (2013) dan El-seikh et al. (2018) dijelaskan bahwa kanitis prematur sering diasosiasikan dengan defisiensi kalsium yang berpengaruh pada proses melanogenesis, sehingga kadar kalsium dan frekuensi konsumsi susu lebih rendah pada orang-orang dengan kanitis prematur.

Tabel 4.8 Hubungan penyakit penyerta dengan kejadian kanitis prematur

Variabel

Kanitis Prematur

Nilai p

Ya Tidak Total

n % n % n %

Penyakit Penyerta

0,172

Tidak ada 44 77,2 13 56,5 57 71,3

Anemia 2 3,5 2 8,7 4 5,0

Lain-lain 11 19,3 8 34,8 28 35,0

Total 57 100 23 100 80 100

(49)

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan bahwa kelompok responden yang tidak memiliki penyakit penyerta yang mengalami kanitis prematur sebanyak 44 orang (77,2%). Responden yang mengalami anemia dan mengalami kanitis prematur sebanyak 2 orang (3,5%), serta responden yang mengalami penyakit penyerta lainnya dan mengalami kanitis prematur sebanyak 11 orang (19,3%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 0,172 sehingga disimpulkan bahwa penyakit penyerta tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Naieni et al. (2011) bahwa tidak ada hubungan antara penyakit penyerta dengan kejadian kanitis prematur (p > 0,05).

Tabel 4.9 Hubungan mengonsumsi alkohol dengan kejadian kanitis prematur

Variabel

Kanitis Prematur

Nilai p

Ya Tidak Total

N % n % n %

Konsumsi alkohol

1,00

Tidak pernah 56 98,2 23 100 79 98,7

1-2 kali/bulan 1 1,8 0 0,0 1 1,3

Total 57 100 23 100 80 100

Berdasarkan tabel di atas, kelompok responden yang tidak pernah mengonsumsi alkohol namun mengalami kanitis prematur sebanyak 56 orang (98,2%), sedangkan kelompok responden yang mengonsumsi alkohol 1-2 kali/bulan dan mengalami kanitis prematur sebanyak 1 orang (1,8%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p = 1,00 sehingga disimpulkan bahwa kebiasaan mengonsumsi alkohol tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Belli et al. (2016) dan Shin et al. (2015) bahwa konsumsi alkohol tidak berhubungan dengan kejadian kanitis prematur (p > 0,05).

Gambar

Gambar 2.1 Lapisan penyusun rambut (Endorgan, 2017)
Gambar 2.3 Hormon yang memengaruhi pertumbuhan rambut (Robbins, 2012)
Gambar 2.4 Siklus pertumbuhan rambut (Alonso, 2006)
Gambar 2.5 Proses melanogenesis (Robbins, 2012)
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

tidak bba nencukupi persyaratan teknis a ntara. lain srtitkat bhit dan

Surat undangan ini disamping dikirimkan melalui e-mail juga akan ditempatkan dalam pojok berita website LPSE Kabupaten Semarang, oleh karenanya Panitia Pengadaan tidak dapat

Pemberian Penjelasan Dokumen Pengadaan akan dilaksanakan secara elektronik (on line) melalui aplikasi SPSE sesuai Jadwal pada LPSE.. Peserta dan aanwijezer lapangan berkumpul

Kegiatan Pendampingan Wismp Pekerjaan Pelaksanaan Konstruksi Partisipatif Di Taman.

Di awal semester, mahasiswa mengisi KRS dan di akhir semester, mahasiswa mengisi kuesioner kinerja dosen untuk tiap-tiap dosen per mata kuliah, LPPM mengirimkan rekap

Tujuan dari penulisan ilmiah ini adalah mengetahui pengaruh jumlah anggota dan kinerja koperasi yang di lihat dari segi pendapatan dan net profit margin terhadap pembagian SHU

Muhammad Zein Painan akan melaksanakan Pelelangan Sederhana pascakualifikasi secara non elektronik untuk paket pekerjaan pengadaan Jasa Lainnya sebagai berikut:..