• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa saran dari peneliti diantaranya:

1. Mengarahkan siswa-siswi supaya melanjutkan budaya sarapan bergizi hingga dewasa. Sedangkan untuk yang belum membiasakan sarapan, memberi nasehat betapa pentingnya sarapan.

2. Memberikan pengarahan tentang gizi kepada orang tua, untuk bisa memilih jenis makanan yang murah tetapi bergizi kepada anak-anak

mereka. Karena setelah dilihat dari jumlah responden yang sarapan cukup tinggi.

3. Dikarenakan semakin berkurangnya jumlah pada siswa/siswi yang tingkat pengetahuan sarapan dibandingkan dengan tingkat pengetahuan gizi, maka untuk penelitian selanjutnya bisa diberikan presentasi yang baik kepada siswa/siswi dan kepada orang tua siswa/siswi. Contohnya seperti brosur atau selebaran tentang gizi. 4. Untuk penelitian selanjutnya :

a. Bisa melakukan penelitian dengan cara yang lebih tinggi agar bisa menilai hubungan atau pengaruh karena intervensi yang diberikan pada variabel yang telah saya jelaskan diatas.

b. Menggunakan populasi yang lebih luas misalnya pada seluruh kota medan agar bisa menilai tingkat pengetahuan anak Sekolah Dasar di medan tentang gizi dan sarapan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

2.1.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai sesuatu. Lebih jelasnya, pengetahuan merupakan hasil dari pada tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan diperoleh melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seeorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain. Maka dari fakta-fakta ini kemudian disusun dan disimpulkan menjadi berbagai teori , sesuai dengan fakta yang dikumpulkan tersebut. (Notoatmodjo, 2010)

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Selain itu, pengetahuan adalah segala maklumat yang berguna bagi tugas yang akan dilakukan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah persepsi yang jelas mengenai sesuatu, pemahaman, pembelajaran, pengalaman praktikal, kemahiran serta kumpulan maklumat yang dapat digunakan untuk menjawab persoalan ataupun memecahkan masalah yang dihadapinya. Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut menjadi proses yang berurutan, yaitu awareness, interest dan evaluation. Awareness adalah kesadaran, di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). Interest, di mana orang merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap orang tersebut sudah mulai timbul. Manakala yang terakhir adalah evaluation yaitu menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap subjek sudah lebih baik lagi.

2.1.2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) ada 6 tingkat pengetahuan yang dicapai dalam domain kognitif yaitu :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenamya, aplikasi ini diartikan dapat sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat menggambarkan, membedakan dan mengelompokkan.

5. Sintesa (Synthesis)

Sintesa adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formasi baru dari informasi-informasi yang ada misalnya dapat menyusun, dapat menggunakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat kita lihat sesuai dengan tingkatan-tingkatan yang telah dijelaskan diatas.

2.2 Makan

2.2.1 Definisi Makan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah v memasukkan makanan pokok ke dalam mulut serta mengunyah dan menelannya; (2) v

memasukkan sesuatu ke dalam mulut, kemudian mengunyah dan menelannya; (3)

v memasukkan sesuatu ke dalam mulut dan mengunyah-ngunyahnya; (4) v

memasukkan sesuatu ke dalam mulut dan menelannya; (5) v mengisap.

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh suatu orang dan merupakan cirri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Sri karjati, 1985). Pengertian pola makan menurut Sri handajani (1996) adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pilihan makanan. Sedangkan menurut Suhardjo (1989) pola makan diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk

memilih makanan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial. Sumber lain mengatakan bahwa pola makan didefinisikan sebagai karakteristik dari kegiatan yang berulang kali dari individu dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan, sehingga kebutuhan fisiologis, sosial dan emosionalnya dapat terpenuhi (Buletin Gizi, 1988). (Sulistyoningsih, 2010)

Pola makan seseorang sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang. Beberapa faktor yang mempengaruhi pola makan menurut Sulistyoningsih (2010) adalah :

1. Faktor Ekonomi

Variable ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatanya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat, pengaruh promosi melalui iklan, serta kemudahan informasi, dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan timbulnya kebutuhan kebutuhan psikogenik baru di kalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas.

2. Faktor Sosio Budaya

Pantangan mengonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh kepercayaan pada umumnya mengandung perlambang atau nasihat yang dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan menjadi kebiasaan/adat. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi.

Budaya mempangaruhi seseoramg dalam menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajiannya, serta untuk siapa, dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi. Budaya juga menentukan kapan seseorang boleh dan tidak boleh mengonsumsi suatu makanan (dikenal dengan istilah tabu), meskipun tidak semua hal yang tabu masuk akal dan baik dari sisi kesehatan.

3. Agama

Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan individu yang melanggar hukumnya berdosa. Adanya pantangan terhadap makanan/minuman tertentu dari sisi agama dikarenakan makanan/minuman tersebut membahayakan jasmani dan rohani bagi yang mengonsumsinya.

4. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi.

5. Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapat dalam keluarga. Lingkungan sekolah, tempat anak mendapatkan informasi yang tetap tentang makanan sehat dari para gurunya dan didukung oleh tersedianya kantin atau tempat jajan yang menjual makanan yang sehat akan membentuk pola makan yang baik pada anak.

Keberadaan iklan/promosi makanan ataupun minuman melalui media elektronik maupun cetak sangat besar pengaruhnya dalam membentuk pola makan.

Untuk daerah bagian Sumatera kecuali Provinsi Lampung warganya banyak mengonsumsi makanan dengan pola beras yaitu konsumsi utama karbohidrat berasal dari beras >90% total kalori karbohidrat. (Almatsier, 2010) 2.2.2 Sarapan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indoneisa sarapan, adalah makan sesuatu pada pagi hari (sebagai alas perut agar terhindar dari sakit perut yang kosong); makan pagi; makanan pagi hari.

Dalam Perdana et al. (2013), sarapan di Amerika Latin diartikan sebagai kegiatan makan dan minum antara jam 5 sampai jam 9 pagi dan mengandung total energi lebih dari 100 kkal (Alexander et al. 2009). Sama dengan penelitian Wilson et al. (2006) di New Zealand dan Smith et al. (2010) di Australia menetapkan waktu sarapan antara jam 6 sampai jam 9 pagi. Sedangkan Barton et al. (2005) dan Affenito et al. (2005) di Amerika menetapkan sarapan jam 5 sampai jam 10 pada hari sekolah dan jam 5 sampai jam 11 pada hari libur. Batasan sarapan yang terakhir ini tidak tepat karena jam 10 adalah saatnya morning tea atau snack pagi. Sarapan yang baik adalah bila selalu dilakukan pada pagi hari bukan menjelang makan siang dan tidak perlu dibedakan antara saat hari kerja/sekolah dan hari libur. (Hardinsyah et al. 2012)

2.2.2.1 Komposisi Sarapan Yang Baik

Sarapan yang bagus adalah untuk mengisi kebutuhan energi yang telah beberapa jam tidak terisi saat tidur (6-8 jam). Menurut Dr. Bambang Soetisno menu sarapan yang terbaik ialah menu yang mengandung serat, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral lengkap. Prof Dr. Clara Kusharto M.sc menyatakan, komposisi sarapan harus lengkap tetapi porsi makanan untuk sarapan tidak harus seporsi penuh. Untuk lebih mudah merumuskan porsi sarapan Prof Dr. Ir Made Astawan MS mengatakan, sarapan harus menyediakan minimal 25% dari kebutuhan energi dalam sehari. Atau dipermudah menjadi minimal ¼ total porsi makan dalam sehari. (Astawan et. al. 2010)

2.2.2.2 Tujuan Sarapan

Menurut Khomsan (2005) dalam Perdana et al. (2013), sarapan dapat menyumbangkan 25% dari kebutuhan total energi harian. Sebagai bagian dari pola makan, sarapan dapat disesuaikan dengan ritme dimulainya aktivitas pagi. Manfaat sarapan dapat dibagi menjadi 2 garis besar. Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Dengan kadar gula darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan

produktivitas. Kedua, pada dasarnya sarapan pagi akan memberikan kontribusi penting beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh, seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat juga untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh. (Khomsan 2005)

Khomsan (2005) juga mengatakan bahwa melewatkan sarapan menyebabkan tubuh kekurangan glukosa, sehingga akan menimbulkan rasa pusing, gemetar, dan rasa lelah. Dengan demikian, dapat menurunkan gairah belajar, kecepatan reaksi, serta kesulitan dalam menerima pelajaran dengan baik. Padahal, fungsi glukosa adalah sebagai sumber energi utama bagi otak.

Martianto (2006) menjelaskan bahwa kadar glukosa darah anak yang tidak terbiasa sarapan lebih rendah dibandingkan dengan anak yang sarapan. Glukosa darah adalah satu-satunya penyalur energi bagi otak untuk bekerja optimal. Bila glukosa darah anak rendah, terutama bila sampai dibawah 70 mg/dl (hipoglikemia), maka akan terjadi penurunan konsentrasi belajar atau daya ingat, tubuh melemah, pusing dan gemetar.

Manfaat lain dari sarapan adalah mengurangi kemungkinan jajan di sekolah dan mengurangi risiko intake bahan tambahan makanan berbahaya, seperti zat pewarna, pengawet, pemanis, penyedap, dan sebagainya. (Astawan, 2010)

2.3 GIZI

2.3.1 Pendahuluan

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses degesti, absorbs, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. (Sulistyoningsih, 2010)

Gizi pada zaman purba terbatas pada kesadaran akan pentingnya makanan untuk kelangsungan hidup, kemudian berlanjut pada timbulnya tabu, magis, dan nilai makanan yang bisa memberikan kesembuhan. Abad 16, mulai muncul pendapat yang menyatakan bahwa makanan yang diatur dapat memperpanjang

masa hidup seseorang. Memasuki abad 19, Megendie seorang ahli kimia berkebangsaan Perancis mulai dapat membedakan zat gizi dalam makanan, yaitu karbohidrat, lemak, dan protein. Ilmu gizi semakin berkembang ketika memasuki abad 20, seiring dengan mulai banyaknya penelitian yang dilakukan. Masa ini juga sudah mulai dapat diketahui komposisi karbohidrat, lemak, protein, serat, air, dan abu pada sejumlah makanan. (Sulistyoningsih, 2010)

Sedangkan di Indonesia sendiri baru berkembang pesat pada tahun 1975. Yang ditegaskan dalam instruksi presiden No. 14 tahun 1974. Sejak saat itu program gizi dilaksanakan secara nasional oleh Departemen Kesehatan (Depkes) dan dimulai dengan adanya progam Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Kemudian, dibentuklah Badan Perbaikan Gizi Daerah (BPGD) yang fungsinya adalah sebagai wadah lintas sektor yang berperan dalam meningkatakan program pangan dan gizi. (Sulistyoningsih, 2010)

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Konsumsi gizi sangat mempengaruhi status gizi kesehatan seseorang yang merupakan modal utama bagi kesehatan individu. Asupan gizi yang salah atau tidak sesuai akan menimbulkan masalah yang biasa kita ketahui dengan istilah Malnutrisi (gizi salah) baik dalam bentuk kelebihan maupun kekurangan gizi. Selain itu gizi juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan otak dan perilaku, kemampuan bekerja dan produktivitas serta daya tahan terhadap penyakit infeksi. (Almatsier, 2010)

Pengelompokan zat gizi berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh terbagi atas dua, yaitu zat gizi makro (macronutrient) dan zat gizi mikro (mikronutrient). Zat gizi makro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar dengan satuan gr, sedangakan zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah kecil, sebagian besar dibutuhkan dalam satuan mg. (Sulistyoningsih, 2010)

Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat gizi dan atau unsur-unsur/ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, dan berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh. Bahan Makanan adalah makanan dalam keadaan mentah (belum mengalami proses pengolahan). (Sulistyoningsih, 2010)

PGS yang dianut oleh Indonesia telah diperbaharui pada tahun 2014 guna menjabarkan dan menyempurnakan pedoman gizi yang lama yaitu “4 sehat, 5 sempurna”. Pedoman yang baru tersebut dapat dilihat seperti ilustrasi gambar di bawah. (Sulistyoningsih 2010)

Gambar 2.2 porsi sekali makan yang di anjurkan

Selain itu ada beberapa hal lagi yang dibutuhkan menurut workshop pada tanggal 27 januari 2014 lalu, yaitu:

1. Mengonsumsi makanan beragam, karena tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang dibutuhkan tubuh, kecuali ASI.

2. Membiasakan perilaku hidup bersih, sebab perilaku hidup bersih sangat terkait dengan prinsip Gizi Seimbang

3. Melakukan aktivitas fisik, untuk menyeimbangkan antara pengeluaran energi dan pemasukan zat gizi kedalam tubuh

4. Mempertahankan dan memantau Berat Badan (BB) dalam batas normal.

2.3.2 Angka Kecukupan Gizi

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam jangka waktu lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat-zat gizi bergantung pada

berbagai faktor, seperti umur, gender, BB, iklim, dan aktivitas fisik. Oleh karena itu, perlu disusun Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan yang sesuai untuk rata-rata penduduk yang hidup di daerah tertentu. (Almatsier, 2010)

AKG yang dianjurkan di Indonesia pertama kali ditetapkan pada tahun 1968 melalu Widya Karya Pangan dan Gizi yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). AKG ini kemudian ditinjau kembali pada tahun 1978, dan sejak itu secara berkala tiap lima tahun sekali. (Almatsier, 2010)

Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan atau Recommended Dietary Allowance (RDA) adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. AKG ini berbeda dengan angka kebutuhan gizi (dietary reuirements). Angka kebutuhan gizi adalah banyaknya zat-zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan gizi adekuat. (Almatsier, 2010)

AKG yang dianjurkan digunakan untuk maksud-maksud sebagai berikut: 1. merencanakan dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok

penduduk.

2. Menginterpretasikan data konsumsi makanan perorangan ataupun kelompok 3. Perencanaan pemberian makanan di institusi, seperti rumah sakit, sekolah,

industri/perkantoran, asrama, panti asuhan, panti jompo, dan lembaga pemasyarakatan.

4. Menetapkan standar bantuan pangan.

5. Menilai kecukupan persediaan pangan nasional. 6. Merencanakan program penyuluhan gizi.

7. Mengembangkan produk pangan baru di industri.

Dasar perhitungan AKG di Indonesia tahun 2004 dilakukan dengan cara menetapkan BB patokan untuk berbagai golongan penduduk. Menggunakan rujukan World Health Organization (WHO), Food and Agriculture Organization (FAO), Indonesia.

Tabel 2.1

Dasar Perhitungan AKG di Indonesia Tahun 2014 Golongan umur Indonesia (kg) WHO (1983)

(kg) FAO (2002) (kg) 0-6 bulan 6,0 5,5 6,0 7-11 bulan 8,5 8,2 9,0 1-3 tahun 12,0 12,0 12,0 4-6 tahun 18,0 19,3 17,0 7-9 tahun 24,0 25 28 Pria 10-12 tahun 35 36,5 35 Wanita 10-12 tahun 38,0 40,0 37,0

Sumber. Abas Basuni dan Idrus Jus’at dalam Prosiding AKG dan Acuan Label Gizi, LIPI 2004

Tabel 2.2

AKG rata-rata yang dianjurakan (per orang per hari) No. Kelompok umur Berat Badan (kg) Tinggi Badan (cm) Energy (kkal) Protein (g) Anak 1 0-6 bulan 6,0 60 550 10 2 7-11 bulan 8,5 71 650 16 3 1-3 tahun 12,0 90 1000 25 4 4-6 tahun 18,0 110 1550 39 5 7-9 tahun 24,0 120 1800 45 Pria 6 10-12 tahun 35 138 2050 50 Wanita 7 10-12 tahun 38,0 145 2050 50

Sumber: Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004

2.3.3 Status Gizi

2.3.3.1 Klasifikasi Status Gizi Klasifikasi menurut WHO

Tabel 2.3. Klasifikasi Status Gizi

BB/TB BB/U TB/U Status Gizi

Normal Rendah Rendah Baik, pernah kurang

Normal Normal Normal Baik

Normal Tinggi Tinggi Jangkung, masih baik

Rendah Rendah Tinggi Buruk

Rendah Rendah Normal Buruk, kurang

Rendah Normal Tinggi Kurang

Tinggi Tinggi Rendah Lebih, obesitas

Tinggi Tinggi Normal Lebih, tidak obesitas

Tinggi Normal Rendah Lebih, pernah kurang

Tabel 2.4. Keterangan Gizi

Kategori Cut of point

Gizi lebih >120 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983 Gizi baik 80 % - 120 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983 Gizi sedang 70 % - 79,9 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983 Gizi kurang 60 % - 69,9 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983

Gizi buruk <60 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983 *Laki-laki dan perempuan sama (Supariasa, 2002)

2.3.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi

Menurut Sullistyoningsih (2010), kebutuhan gizi setiap golongan umur dapat dilihat pada AKG yang dianjurkan. Penentuan kebutuhan dilakukan berdasarkan umur, pekerjaan, jenis kelamin, dan kondisi khusus seperti pada kondisi hamil dan menyusui. Kebutuhan gizi setiap orang berbeda-beda, dipengaruhi oleh:

1. Umur

Kebutuhan zat gizi pada orang dewasa berbeda dengan kebutuhan gizi pada usia balita karena pada masa balita terjadi pertumbuhan dan perkembangan sangat pesat. Semakin bertambah umur, kebutuhan zat gizi seorang relatif lebih rendah untuk tiap Kg BB-nya.

2. Aktivitas

Kebutuhan zat gizi seseorang ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Makin berat aktivitas yang dilakukan kebutuhan zat gizi makin tinggi, terutama energi.

3. Jenis kelamin

Kebutuhan zat gizi juga berbeda antara laki-laki dan perempuan terutama pada usia dewasa. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh jaringan penyusun tubuh dan jenis aktivitasnya. Jaringan lemak pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-laki, hal ini menyebabkan lean body mass laki-laki menjadi lebih tinggi sehingga kebutuhan energi basal laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Kebutuhan zat gizi lain yang berbeda antara laki-laki dan perempuan adalah kebutuhan zat besi. Perempuan membutuhkan 2x lipat lebih banyak karena fungsi kodrati perempuan yaitu haid.

4. Kondisi khusus

Kebutuhan gizi pada masa hamil dan menyusui meningkat karena meningkatnya metabolisme serta dibutuhkan untuk persiapan produksi ASI dan tumbuh kembang janin. Selain hamil dan menyusui, kondisi sakit juga akan mempengaruhi kebutuhan gizi sesorang. Jenis penyakit yang diderita akan mempengaruhi kebutuhan gizi yang harus dipenuhi.

5. Daerah tempat tinggal

Seorang yang tinggal di daerah pegunungan yang dingin membutuhkan kecukupan energi yang lebih tinggi dibandingkan yang tinggal di daerah pesisir yang panas.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh Chadian gizi agar dapat menikmati hidup dalam keadaan sehat. Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi. Keadaan gizi yang baik dapat meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat. Pola makan yang baik adalah berpedoman pada Pedoman Gizi Seimbang (PGS).

Pedoman Gizi Seimbang telah diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 1955. Pedoman tersebut menggantikan slogan “4 Sehat 5 Sempurna” yang telah diperkenalkan sejak tahun 1952 dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan IPTEK(Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dalam bidang gizi serta masalah dan tantangan yang dihadapi. PGS yang baru, pada tanggal 27 Januari 2014 lalu telah diselenggarakan workshop untuk mendapat masukan dari para pakar pemerintah serta non pemerintah, lintas sektor, lintas program dan organisasi profesi. (Departemen Kesehatan, 2014)

Adapun Isi PUGS (Pesan Umum Gizi Seimbang) adalah : 1. Makanlah beraneka ragam makanan.

2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi.

3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi.

4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi.

5. Gunakan garam beriodioum.

6. Makanlah makanan sumber zat besi.

Dokumen terkait