• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Makan

2.2.1 Definisi Makan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah v memasukkan makanan pokok ke dalam mulut serta mengunyah dan menelannya; (2) v

memasukkan sesuatu ke dalam mulut, kemudian mengunyah dan menelannya; (3)

v memasukkan sesuatu ke dalam mulut dan mengunyah-ngunyahnya; (4) v

memasukkan sesuatu ke dalam mulut dan menelannya; (5) v mengisap.

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh suatu orang dan merupakan cirri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Sri karjati, 1985). Pengertian pola makan menurut Sri handajani (1996) adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pilihan makanan. Sedangkan menurut Suhardjo (1989) pola makan diartikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk

memilih makanan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial. Sumber lain mengatakan bahwa pola makan didefinisikan sebagai karakteristik dari kegiatan yang berulang kali dari individu dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan, sehingga kebutuhan fisiologis, sosial dan emosionalnya dapat terpenuhi (Buletin Gizi, 1988). (Sulistyoningsih, 2010)

Pola makan seseorang sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang. Beberapa faktor yang mempengaruhi pola makan menurut Sulistyoningsih (2010) adalah :

1. Faktor Ekonomi

Variable ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatanya taraf hidup (kesejahteraan) masyarakat, pengaruh promosi melalui iklan, serta kemudahan informasi, dapat menyebabkan perubahan gaya hidup dan timbulnya kebutuhan kebutuhan psikogenik baru di kalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas.

2. Faktor Sosio Budaya

Pantangan mengonsumsi jenis makanan tertentu dapat dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang didasari oleh kepercayaan pada umumnya mengandung perlambang atau nasihat yang dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan menjadi kebiasaan/adat. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang akan dikonsumsi.

Budaya mempangaruhi seseoramg dalam menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajiannya, serta untuk siapa, dan dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi. Budaya juga menentukan kapan seseorang boleh dan tidak boleh mengonsumsi suatu makanan (dikenal dengan istilah tabu), meskipun tidak semua hal yang tabu masuk akal dan baik dari sisi kesehatan.

3. Agama

Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan individu yang melanggar hukumnya berdosa. Adanya pantangan terhadap makanan/minuman tertentu dari sisi agama dikarenakan makanan/minuman tersebut membahayakan jasmani dan rohani bagi yang mengonsumsinya.

4. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi.

5. Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, serta adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kesukaan seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapat dalam keluarga. Lingkungan sekolah, tempat anak mendapatkan informasi yang tetap tentang makanan sehat dari para gurunya dan didukung oleh tersedianya kantin atau tempat jajan yang menjual makanan yang sehat akan membentuk pola makan yang baik pada anak.

Keberadaan iklan/promosi makanan ataupun minuman melalui media elektronik maupun cetak sangat besar pengaruhnya dalam membentuk pola makan.

Untuk daerah bagian Sumatera kecuali Provinsi Lampung warganya banyak mengonsumsi makanan dengan pola beras yaitu konsumsi utama karbohidrat berasal dari beras >90% total kalori karbohidrat. (Almatsier, 2010) 2.2.2 Sarapan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indoneisa sarapan, adalah makan sesuatu pada pagi hari (sebagai alas perut agar terhindar dari sakit perut yang kosong); makan pagi; makanan pagi hari.

Dalam Perdana et al. (2013), sarapan di Amerika Latin diartikan sebagai kegiatan makan dan minum antara jam 5 sampai jam 9 pagi dan mengandung total energi lebih dari 100 kkal (Alexander et al. 2009). Sama dengan penelitian Wilson et al. (2006) di New Zealand dan Smith et al. (2010) di Australia menetapkan waktu sarapan antara jam 6 sampai jam 9 pagi. Sedangkan Barton et al. (2005) dan Affenito et al. (2005) di Amerika menetapkan sarapan jam 5 sampai jam 10 pada hari sekolah dan jam 5 sampai jam 11 pada hari libur. Batasan sarapan yang terakhir ini tidak tepat karena jam 10 adalah saatnya morning tea atau snack pagi. Sarapan yang baik adalah bila selalu dilakukan pada pagi hari bukan menjelang makan siang dan tidak perlu dibedakan antara saat hari kerja/sekolah dan hari libur. (Hardinsyah et al. 2012)

2.2.2.1 Komposisi Sarapan Yang Baik

Sarapan yang bagus adalah untuk mengisi kebutuhan energi yang telah beberapa jam tidak terisi saat tidur (6-8 jam). Menurut Dr. Bambang Soetisno menu sarapan yang terbaik ialah menu yang mengandung serat, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral lengkap. Prof Dr. Clara Kusharto M.sc menyatakan, komposisi sarapan harus lengkap tetapi porsi makanan untuk sarapan tidak harus seporsi penuh. Untuk lebih mudah merumuskan porsi sarapan Prof Dr. Ir Made Astawan MS mengatakan, sarapan harus menyediakan minimal 25% dari kebutuhan energi dalam sehari. Atau dipermudah menjadi minimal ¼ total porsi makan dalam sehari. (Astawan et. al. 2010)

2.2.2.2 Tujuan Sarapan

Menurut Khomsan (2005) dalam Perdana et al. (2013), sarapan dapat menyumbangkan 25% dari kebutuhan total energi harian. Sebagai bagian dari pola makan, sarapan dapat disesuaikan dengan ritme dimulainya aktivitas pagi. Manfaat sarapan dapat dibagi menjadi 2 garis besar. Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Dengan kadar gula darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan

produktivitas. Kedua, pada dasarnya sarapan pagi akan memberikan kontribusi penting beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh, seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat juga untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh. (Khomsan 2005)

Khomsan (2005) juga mengatakan bahwa melewatkan sarapan menyebabkan tubuh kekurangan glukosa, sehingga akan menimbulkan rasa pusing, gemetar, dan rasa lelah. Dengan demikian, dapat menurunkan gairah belajar, kecepatan reaksi, serta kesulitan dalam menerima pelajaran dengan baik. Padahal, fungsi glukosa adalah sebagai sumber energi utama bagi otak.

Martianto (2006) menjelaskan bahwa kadar glukosa darah anak yang tidak terbiasa sarapan lebih rendah dibandingkan dengan anak yang sarapan. Glukosa darah adalah satu-satunya penyalur energi bagi otak untuk bekerja optimal. Bila glukosa darah anak rendah, terutama bila sampai dibawah 70 mg/dl (hipoglikemia), maka akan terjadi penurunan konsentrasi belajar atau daya ingat, tubuh melemah, pusing dan gemetar.

Manfaat lain dari sarapan adalah mengurangi kemungkinan jajan di sekolah dan mengurangi risiko intake bahan tambahan makanan berbahaya, seperti zat pewarna, pengawet, pemanis, penyedap, dan sebagainya. (Astawan, 2010)

Dokumen terkait