• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELITIAN PENDAHULUAN

Dalam dokumen DAN APLIKASINYA PADA PENYIMPANAN BERAS (Halaman 4-39)

Kelima bahan nabati ini ditambahkan pada media oligidik dengan konsentrasi masing-masing 0.0 %; 2.0 %; 4.0 %; 6.0 %; 8.0 %; dan 10 % dengan tiga kali ulangan. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan diperoleh hasil bahwa tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente berpengaruh nyata dalam

menurunkan populasi serangga turunan pertama. Kedua bahan nabati ini dilanjutkan ke penelitian utama dengan memperkecil konsentrasinya.

Pada penelitian utama konsentrasi tepung daun belimbing wuluh yang ditambahkan yaitu 0 % ; 1.2 % ; 2.4 % ; 3.6 % ; 4.8 % ; dan 6.0 %, sedangkan konsentrasi tepung daun cente yang ditambahkan yaitu 0 % ; 0.8 % ; 1.6 % ; 2.4 % ; 3.2 % ; dan 4.0 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diuji. Kedua bahan nabati ini dapat menekan jumlah serangga turunan pertama (F1), memperpanjang periode perkembangan (D), dan memperkecil indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), serta kapasitas multiplikasi mingguan (λ).

Berdasarkan penelitian utama, tepung daun belimbing wuluh dengan konsentrasi 6.0 % dan tepung daun cente 2.4 % paling efektif digunakan sebagai insektisida. Oleh karena itu, kedua bahan dengan konsentrasi tersebut diaplikasikan pada penyimpanan beras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung daun belimbing wuluh dan tepung daun cente dapat menurunkan jumlah total populasi serangga (Nt), persen biji berlubang (%BB), persen kehilangan bobot (%KB), dan persen fraksi bubuk yang timbul (%frass). Hal ini diduga karena adanya daya insektisida pada kedua bahan nabati tersebut yang berupa daya repellent dan daya antifeedant sehingga menyebabkan terhambatnya perkembangan Sitophilus zeamais.

Berdasarkan hasil penelitian, tepung daun cente memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap seluruh parameter yang diuji dibandingkan dengan tepung daun belimbing wuluh walaupun konsentrasinya lebih kecil. Hal ini membuktikan bahwa daya insektisida tepung daun cente lebih baik/ lebih efektif dibandingkan dengan daya insektisida tepung daun belimbing wuluh.

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tanggal 5 Oktober 1986. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, putri pasangan Ade Cahya dan Ai Susilawati. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1991 – 1993 di TK Al-Hidayah, Gombong. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1993 – 1999 di SD Negeri Gombong I. Pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 3 Ciawi, kemudian di SMA Negeri 2 Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama kuliah penulis memiliki pengalaman organisasi antara lain sebagai sekretaris pada Organisasi Mahasiswa Daerah Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (HIMALAYA), anggota Koperasi Mahasiswa IPB, anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA), dan anggota Food Processing Club (FPC) divisi Beverages. Penulis juga pernah mengikuti berbagai kepanitiaan diantaranya IFOODEX (Indonesian Food Expo) 2008, Panitia Wisuda Sarjana Fakultas Tenologi Pertanian, dan Panitia Masa Orientasi Departemen ITP.

Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana penulis melakukan kegiatan penelitian. Hasil kegiatan tersebut telah disusun dalam bentuk skripsi dengan judul ”Kajian Penggunaan Daun Pepaya, Daun Belimbing Wuluh, Daun Cente, Daun Jeruk Purut, dan Bunga Kecombrang Sebagai Insektisida Alami Terhadap Perkembangan Sitophilus zeamais Motsch dan Aplikasinya Pada Penyimpanan Beras” di bawah bimbingan Dr. Ir. Yadi Haryadi, M. Sc.

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim,

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Kajian Penggunaan Daun Pepaya, Daun Belimbing Wuluh, Daun Cente, Daun Jeruk Purut, dan Bunga Kecombrang Sebagai Insektisida Alami Terhadap Perkembangan Sitophilus Zeamais Motsch dan Aplikasinya Pada Penyimpanan Beras”.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak dan Mamahku tercinta yang telah membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang, perhatian, dan do’a kepada penulis.

2. Dr. Ir. Yadi Haryadi, M. Sc. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama masa kuliah, penelitian dan penyelesaian tugas akhir.

3. Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, M. Si. dan Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP. DEA., atas kesediaannya menjadi dosen penguji.

4. Adik-adikku tersayang, Taufik Arifin dan Linda Sakinah, yang selalu memberi semangat.

5. Mang Awong, Bi Endang, Mang Aming, Mang Akus, Mang Alon, U Enu, U Euis, Teh Nur, A Yayan, Hermina Nur Karimah, De Toto, Inun, dan Talitha yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil.

6. Juanda Reputra, untuk setiap doa, inspirasi, semangat, perhatian, keceriaan, dan kesabaran yang diberikan kepada penulis.

7. Khrisia Saptarini, Resna Nur Apriani, Santy Ernawati, dan Galih Eka Pratiwi atas persahabatan yang indah.

8. Teman-teman seperjuangan : Rino dan Riska, terima kasih atas bantuan dan semangatnya.

9. Teman-teman Tiamor’s, Novi, Triana, Mayang, Dwi, Nifa, Fera, Nunung, Embi, Tri, Umi, Cempaka atas kebersamaan dan keceriaan selama ini.

10. Teman-teman ITP 42 : Peye, Arya, Haris, Nanda, Aji, Harist, Reriel, Muji, Fuad, Hesti, Tuti, Yusi, Atus, Indri, Nina, Fera, Galih Ika, Tiyu, Glen, Marcel, Wiwi, Adi Woko, Midun, Septi, Upik, Anggun, dan teman-teman ITP 42 lainnya yang tak bisa kusebutkan satu per satu.

11. Pak Nur, Pak Jun, Pak Iyas, Pak Wahid, Bu Antin, Pak Rojak, dan teknisi lainnya. Terima kasih atas bantuannya.

12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2009

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 3

C. MANFAAT PENELITIAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. PENYIMPANAN BIJI-BIJIAN ... 4

B. KERUSAKAN BAHAN PANGAN AKIBAT SERANGAN SERANGGA ... 5

C. PENGENDALIAN HAMA ... 6

D. INSEKTISIDA ALAMI NABATI ... 8

E. SERANGGA HAMA GUDANG Sitophilus zeamais Motsch ... 9

F. MEDIA OLIGIDIK ... 12

G. BIOLOGI TANAMAN YANG DIGUNAKAN DALAM PENELITIAN ... 14

III. METODOLOGI ... 20

A. BAHAN DAN ALAT... 20

B. METODE PENELITIAN ... 20

1. Tahap Persiapan ... 20

a. Pembiakan Serangga Sitophilus zeamais Motsch ... 20

b. Pembuatan Tepung Beras dan Tepung Nabati ... 21

c. Pembuatan Media Oligidik ... 21

2. Tahap Uji Coba Daya Insektisida ... 22

a. Penelitian Pendahuluan ... 22

b. Penelitian Utama ... 22

d. Metode Pengamatan Aplikasi Penyimpanan Beras ... 23

C. PERHITUNGAN HASIL PENGAMATAN ... 23

D. RANCANGAN PERCOBAAN ... 24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 25

B. PENELITIAN UTAMA ... 28

1. Efektivitas Insektisida Tepung Daun Belimbing Wuluh dan Tepung Daun Cente ... 29

2. Karakteristik Daya Insektisida Tepung Daun Belimbing Wuluh . 32 3. Karakteristik Daya Insektisida Tepung Daun Cente ... 38

C. APLIKASI PADA BERAS... 43

1. Jumlah Total Populasi Serangga Dewasa (Nt) ... 44

2. Persen Biji Berlubang (% BB) dan Persen Kehilangan Bobot (% KB) ... 47

3. Persen fraksi bubuk yang timbul (% frass) ... 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. KESIMPULAN ... 51

B. SARAN ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hubungan antara kadar air dengan perubahan bji-bijian selama

penyimpanan ... 4 Tabel 2. Komposisi media oligidik dengan bahan aktif tepung ... 21 Tabel 3. Jumlah Sitophilus zeamais yang mati selama masa infestasi pada

media oligidik. ... 27 Tabel 4. Pengaruh beberapa jenis bahan nabati terhadap jumlah turunan

pertama Sitophilus zeamais pada penelitian pendahuluan ... 28 Tabel 5. Komposisi media oligidik dengan bahan aktif tepung daun

belimbing wuluh ... 29 Tabel 6. Komposisi media oligidik dengan bahan aktif tepung daun cente 29 Tabel 7. Perbandingan efektivitas insektisida tepung daun belimbing

wuluh dibandingkan dengan tepung daun cente ... 30 Tabel 8. Kemunculan serangga turunan pertama pada media oligidik

akibat penambahan tepung daun belimbing wuluh... 33 Tabel 9. Kemunculan serangga turunan pertama pada media oligidik

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Siklus hidup Sitophilus sp ... 11

Gambar 2. Sitophilus zeamais Motsch ... 12

Gambar 3. Daun pepaya muda ... 14

Gambar 4. Daun belimbing wuluh... 15

Gambar 5. Lantana camara L ... 16

Gambar 6. Daun jeruk purut ... 17

Gambar 7. Bunga kecombrang ... 19

Gambar 8. Media oligidik ... 21

Gambar 9. Kurva jumlah populasi kumulatif turunan pertama Sitophilus zeamais dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh .. 32

Gambar 10. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap periode perkembangan Sitophilus zeamais Motsch ... 35

Gambar 11. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap indeks perkembangan Sitophilus zeamais Motsch ... 36

Gambar 12. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap laju perkembangan intrinsik Sitophilus zeamais Motsch ... 37

Gambar 13. Histogram pengaruh penambahan tepung daun belimbing wuluh terhadap kapasitas multiplikasi mingguan Sitophilus zeamais Motsch ... 37

Gambar 14. Kurva jumlah populasi kumulatif turunan pertama Sitophilus zeamais dengan penambahan tepung daun cente ... 38

Gambar 15. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap periode perkembangan Sitophilus zeamais Motsch ... 40

Gambar 16. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap indeks perkembangan Sitophilus zeamais Motsch ... 41

Gambar 17. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap laju perkembangan intrinsik Sitophilus zeamais Motsch ... 42

Gambar 18. Histogram pengaruh penambahan tepung daun cente terhadap kapasitas multiplikasi mingguan Sitophilus zeamais Motsch .. 43 Gambar 19. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati

terhadap total populasi serangga Sitophilus zeamais Motsch .. 45 Gambar 20. Fluktuasi RH selama masa inkubasi ... 46 Gambar 21. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati

terhadap persen biji berlubang ... 48 Gambar 22. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati

terhadap persen kehilangan bobot ... 49 Gambar 23. Histogram pengaruh penambahan tepung bahan nabati

terhadap persen frass ... 50

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik

dengan penambahan tepung daun pepaya pada penelitian pendahuluan ... 59 Lampiran 2. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik

dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh pada penelitian pendahuluan ... 60 Lampiran 3. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik

dengan penambahan tepung daun cente pada penelitian pendahuluan ... 61 Lampiran 4. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik

dengan penambahan tepung daun jeruk purut pada penelitian pendahuluan ... 62 Lampiran 5. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik

dengan penambahan tepung bunga kecombrang pada penelitian pendahuluan ... 63 Lampiran 6. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan

tepung daun pepaya terhadap jumlah serangga turunan pertama ... 64 Lampiran 7. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan

tepung daun belimbing wuluh terhadap jumlah serangga turunan pertama ... 64 Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan

tepung daun cente terhadap jumlah serangga turunan pertama ... 65 Lampiran 9. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan

tepung daun jeruk purut terhadap jumlah serangga turunan pertama ... 66 Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan

tepung bunga kecombrang terhadap jumlah serangga turunan pertama ... 66

Lampiran 11. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh pada penelitian utama ... 68 Lampiran 12. Jumlah serangga turunan pertama pada media oligidik

dengan penambahan tepung daun cente pada penelitian utama ... 69 Lampiran 13. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan

tepung daun belimbing wuluh terhadap jumlah turunan pertama (F1) Sitophilus zeamais ... 70 Lampiran 14. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan

tepung daun cente terhadap jumlah turunan pertama (F1) Sitophilus zeamais ... 70 Lampiran 15. Rekapitulasi Periode Perkembangan (D) Sitophilus zeamais

pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh. ... 71 Lampiran 16. Rekapitulasi Periode Perkembangan (D) Sitophilus zeamais

pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente 71 Lampiran 17. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan

tepung daun belimbing wuluh terhadap Periode Perkembangan (D) Sitophilus zeamais ... 72 Lampiran 18. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan

tepung daun cente terhadap Periode Perkembangan (D) Sitophilus zeamais ... 72 Lampiran 19. Rekapitulasi Indeks Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais

pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh ... 73 Lampiran 20. Rekapitulasi Indeks Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais

pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente 73 Lampiran 21. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan

tepung daun belimbing wuluh terhadap Indeks Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais ... 74

Lampiran 22. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan tepung daun cente terhadap Indeks Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais ... 74 Lampiran 23. Rekapitulasi Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus

zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh ... 75 Lampiran 24. Rekapitulasi Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus

zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente ... 75 Lampiran 25. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan

tepung daun belimbing wuluh terhadap Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus zeamais ... 76 Lampiran 26. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan

tepung daun cente terhadap Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus zeamais ... 76 Lampiran 27. Rekapitulasi Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ)

Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun belimbing wuluh... 77 Lampiran 28. Rekapitulasi Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ)

Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan tepung daun cente... 77 Lampiran 29. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan

tepung daun belimbing wuluh terhadap Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) Sitophilus zeamais ... 78 Lampiran 30. Hasil analisis sidik ragam ANOVA dengan penambahan

tepung daun cente terhadap Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) Sitophilus zeamais ... 78 Lampiran 31. Hasil analisis kadar air media oligidik dengan penambahan

tepung daun belimbing wuluh... 79 Lampiran 32. Hasil analisis kadar air media oligidik dengan penambahan

Lampiran 33. Rekapitulasi total populasi Sitophilus zeamais dan % frass pada beras dengan penambahan tepung bahan nabati ... 80 Lampiran 34. Rekapitulasi persen biji berlubang dan persen kehilangan

bobot pada beras dengan penambahan tepung bahan nabati . 80 Lampiran 35. Hasil pengukuran RH ruang selama masa inkubasi ... 81

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyimpanan bahan pangan merupakan salah satu aspek penting yang masih mengalami kendala dalam teknologi pasca panen. Selama penyimpanan, bahan pangan pokok seperti beras dapat mengalami perubahan atau kerusakan yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas bahan pangan.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) terungkap bahwa stok beras nasional tahun 2005 surplus 16.223 ton. Data BPS semakin menguatkan data Departemen Pertanian (Deptan) mengenai stok beras surplus 2.2 juta ton (Hartono, 2006). Menurut Imdad dan Nawangsih (1995), jika volume bahan yang disimpan sedikit, timbulnya kerusakan tak menjadi masalah. Namun, jika volume bahan yang disimpan banyak maka kerusakan bahan akan membawa kerugian yang besar. Oleh karena itu diperlukan sentuhan agroindustri yang tangguh dalam sistem penyimpanan. Agar kerusakan secara kualitas atau kuantitas dapat ditekan, hasil-hasil pertanian harus disimpan dalam gudang dengan manajemen gudang yang efisien.

Serangga hama gudang merupakan salah satu penyebab kerusakan yang terbesar pada komoditas pangan yang disimpan. Serangga ini hidup dan berkembang biak di dalam gudang penyimpanan baik sebagai hama primer, maupun sebagai hama sekunder pemakan kapang (jamur) pada berbagai komoditas pangan dan bahkan ada yang hidup sebagai predator. Menurut Syarief dan Halid (1993), sistem penyimpanan mempunyai karakteristik yang sangat menguntungkan bagi pertumbuhan serangga hama gudang seperti kondisi fisik yang relatif stabil dan sumber bahan makanan yang melimpah bagi serangga hama gudang.

Di Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan hama gudang diperkirakan mencapai 26 – 29 % (Semple, 1985). FAO (1977) melaporkan bahwa kehilangan hasil akibat infestasi hama ini dapat mencapai 9.6-20.2 % pada periode penyimpanan. Menurut Sidik et al. (1985) diacu dalam Saenong dan Hipi (2005), kehilangan hasil secara nasional berkisar antara 0.5 – 2 % dari total produksi tiap

tahunnya. Kehilangan hasil oleh kumbang bubuk di tempat penyimpanan dapat mencapai 30 % di daerah tropis Meksiko (Bergvinson, 2002).

Serangga tidak hanya memakan bahan makanan yang disimpan, tetapi juga menyebabkan kontaminasi terhadap bahan pangan yang disimpan berupa feses dan webbing. Selain itu serangga mati dapat mencemari bahan pangan yaitu berupa potongan atau sisa-sisa tubuh serangga (Cotton dan Wilbur, 1974).

Pengendalian hama pasca panen yang sering digunakan adalah dengan menggunakan bahan kimia yaitu insektisida termasuk fumigan. Cara ini masih memiliki banyak kekurangan yaitu dapat menimbulkan dampak terhadap keamanan pangan (risiko kesehatan), pencemaran lingkungan, dan timbulnya resistensi hama. Pranata et al. (1983) diacu dalam Marjugi (1996) melaporkan bahwa sebanyak 12 strain dari S. zeamais telah resisten terhadap malathion, dua strain resisten terhadap lindane, empat strain resisten terhadap dichlorvos, dan satu strain resisten terhadap pirimiphos methyl. Oleh karena itu, penggunaan insektisida alami merupakan alternatif yang dapat dipilih untuk mengatasi dampak-dampak tersebut.

Karena Indonesia terdiri dari hutan tropis yang luas, Indonesia mempunyai sangat banyak varietas tanaman yang mengandung produk metabolit sekunder yang merupakan hasil dari interaksi antara tanaman dan tanaman lainnya dan atau serangga melalui proses evolusi. Produk-produk metabolit tersebut dapat digunakan sebagai insektisida alami. Menurut Arnason et al. (1993) diacu dalam Syahputra (2001), famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan Rutaceae, namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk ditemukannya famili tumbuhan yang baru. Didasari oleh banyaknya jenis tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai insektisida maka penggalian potensi tanaman sebagai sumber insektisida botani sebagai alternatif pengendalian hama tanaman cukup potensial.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari daya insektisida dari lima tanaman yaitu daun pepaya, daun belimbing wuluh, daun cente, daun jeruk purut, dan bunga kecombrang terhadap perkembangan serangga hama pasca panen Sitophilus zeamais Motsch.

C. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahan nabati yang berpotensi sebagai insektisida, sehingga dapat membantu para petani dalam mengatasi masalah penyimpanan terutama untuk mengatasi hama gudang Sitophilus zeamais Motsch.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENYIMPANAN BIJI-BIJIAN

Menurut Syarief dan Halid (1993), biji-bijian adalah sekelompok padi-padian atau serealia seperti padi, jagung, gandum, sorgum, dan barley; kacang-kacangan seperti kedelai, kacang hijau, kacang merah, kacang tanah; dan hasil pertanian lain yang diperdagangkan seperti kopi, lada, biji kapuk, dan biji jarak. Penyimpanan biji-bijian untuk keperluan konsumsi manusia dan hewan ternak bertujuan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan sehingga mutunya masih baik dan prima serta terhindar dari berbagai kerusakan.

Kadar air merupakan parameter terpenting dalam penyimpanan biji-bijian. Kadar air biji-bijian yang aman untuk disimpan umumnya sekitar 13.5 – 14 %, sedangkan kadar air yang aman dari gangguan kerusakan adalah 11 – 12 % (Syarief dan Halid, 1993). Hubungan antara kadar air dengan perubahan biji-bijian selama penyimpanan secara umum dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan antara kadar air dengan perubahan bji-bijian selama penyimpanan

Kadar Air Perubahan Biji-bijian

>45 % Terjadi proses perkecambahan biji di tempat penyimpanan. Kondisi ruang yang gelap akan memacu proses perkecambahan.

18 – 20 % Di dalam ruang penyimpanan akan timbul uap. Biji dapat berkecambah, kapang dan bakteri tumbuh subur.

12 – 18 % Mikroba dan serangga akan merusak bebijian selama penyimpanan.

8 – 9 % Kehidupan serangga dan patogen gudang dapat dihambat. 4 – 8 % Keadaan paling aman untuk penyimpanan

Sumber : Neegard (1977) diacu dalam Ekayani (2001)

Penyimpanan biji-bijian secara komersial untuk jangka waktu lama, umumnya menggunakan sistem karung goni dan sistem curah, yang kemudian disimpan di gudang. Penggudangan bertujuan untuk mengurangi kehilangan

bahan secara kualitas maupun kuantitas. Dalam gudang perlu dilakukan pengontrolan terhadap serangan serangga hama gudang dan tikus. Sistem penyimpanan yang kurang baik dapat menimbulkan kerusakan bahan pangan, baik kerusakan kualitas maupun kuantitas bahan pangan selama penyimpanan (Ekayani, 2001).

B. KERUSAKAN BAHAN PANGAN AKIBAT SERANGAN SERANGGA Serangga adalah penyebab utama kehilangan bahan selama penyimpanan, khususnya di daerah tropis (Barre dan Sammet, 1963). Pernyataan ini diperkuat oleh Christensen dan Kauffmann (1969) yang mengemukakan bahwa dari total angka perkiraan kehilangan biji-bijian di seluruh dunia paling sedikit 50 persen disebabkan oleh serangga.

Bagi serangga, komoditas pangan yang disimpan di gudang merupakan sumber makanan sekaligus habitat untuk berkembang biak dan selanjutnya menghancurkan lingkungan tersebut. Perpindahan komoditi pangan antar gudang penyimpanan dapat menyebabkan hama gudang tersebar dengan cepat (Syarief dan Halid, 1993).

Menurut Halid dan Yudawinata (1983), serangga merupakan hama gudang penyebab kerusakan terbesar. Kerusakan yang terjadi dapat mengakibatkan penurunan kualitas maupun kuantitas dari bahan yang disimpan. Hal ini disebabkan serangga hama gudang mempunyai kemampuan berkembang biak dengan cepat, mudah menyebar dan dapat mengundang pertumbuhan kapang.

Kegiatan insek memakan bagian dari biji-bijian dapat menyebabkan meningkatnya kandungan air serta suhu secara lokal. Kegiatan bersama serangga dan jamur dapat berakibat penurunan mutu yang disebabkan karena adanya sisa-sisa insek, penimbunan ”uric acid”, dan penyimpangan warna. Bila kerusakan sebutir saja telah dapat nampak oleh mata, paling sedikit lima butir lagi telah mengalami kerusakan bagi setiap butir yang rusak. Butir-butir demikian rendah gizinya serta mempunyai potensi sebagai bahan beracun (Winarno et al., 1981).

Kerusakan oleh serangga dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kerusakan langsung dan kerusakan tidak langsung. Kerusakan langsung terdiri dari konsumsi bahan yang disimpan oleh serangga, kontaminasi oleh serangga dewasa, pupa,

larva, telur, kulit telur, dan bagian tubuhnya, serta kerusakan wadah bahan yang disimpan. Kerusakan tidak langsung antara lain adalah timbulnya panas akibat metabolisme serta berkembangnya kapang dan mikroba-mikroba lainnya (Cotton dan Wilbur, 1974).

Menurut Grist dan Lever (1969), setiap spesies serangga mempunyai kesukaan terhadap makanan tertentu. Beberapa spesies menyukai embrio, dan yang lain menyukai endosperma. Embrio adalah bagian yang paling kaya akan zat gizi. Komponen lemak, protein, mineral, dan vitamin terkonsentrasi pada bagian tersebut sehingga serangan serangga akan menyebabkan penurunan nilai gizi (Pranata, 1982).

Menurut Pranata (1982), akibat dari serangan hama, maka akan terjadi susut kuantitatif, susut kualitatif dan susut daya tumbuh. Susut kuantitatif adalah turunnya bobot atau volume bahan karena sebagian atau seluruhnya dimakan oleh hama. Susut kualitatif adalah turunnya mutu secara langsung akibat dari adanya serangan hama, misalnya bahan yang tercampur oleh bangkai, kotoran serangga atau bulu tikus dan peningkatan jumlah butir gabah yang rusak. Susut daya tumbuh adalah susut yang terjadi karena bagian lembaga yang sangat kaya nutrisi dimakan oleh hama yang menyebabkan biji tidak mampu berkecambah.

Secara ekonomi, kerugian akibat serangan hama adalah turunnya harga jual komoditas bahan pangan (biji-bijian). Kerugian akibat serangan hama dari

Dalam dokumen DAN APLIKASINYA PADA PENYIMPANAN BERAS (Halaman 4-39)

Dokumen terkait