• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Tahapan penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui mutu kitosan komersil yang digunakan, antara lain meliputi kadar air, kadar abu, kadar nitrogen, kadar protein, derajat deasetilasi, bentuk patikel dan warna larutan.

4.1.1 Identifikasi kitosan komersil

Kitosan merupakan komponen glukosamin dan juga merupakan turunan kitin melalui proses deasetilasi dan banyak terkandung pada lapisan cangkang kepiting, krustasea dan juga terdapat pada serangga, alga, diatom dan kapang (Rinaudo 2006). Kitin dan kitosan merupakan senyawa kimia yang mudah menyesuaikan diri, hidrofobik, memiliki reaktivitas kimia yang tinggi yang disebabkan oleh kandungan gugus OH dan gugus NH2 yang bebas serta ligan yang bervariasi (Prashanth dan Tharanathan 2006).

Kitosan yang digunakan pada penelitian ini adalah kitosan komersil yang didapatkan dari PT. Vital House Indonesia (Gambar 4). Kitosan tersebut kemudian dilarutkan dalam asam organik yaitu asam asetat dengan konsentrasi 1,5% (v/v). Pemilihan pelarut kitosan yaitu asam asetat 1,5% yang digunakan untuk melarutkan kitosan didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ornum (1992), pelarut kitosan yang baik adalah asam formiat dan asam asetat dengan konsentrasi masing-masing 0,2-1,0% dan 1,0-2,0%. Kitosan lebih mudah larut dalam asam asetat 1-2% dan akan membentuk suatu garam ammonium asetat (Tang et al. 2007).

Kitosan merupakan polimer linear yang tersusun oleh 2000-3000 monomer N-asetil-D-glukosamin dalam ikatan β-(1-4), tidak toksik dengan LD50 setara dengan 16 g/kg BB dan mempunyai berat molekul 800 Kda. Berat molekul ini tergantung dari derajat deasetilasi yang dihasilkan pada saat ekstraksi. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari biopolimer kitosan, maka semakin kuat interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan (Tang et al. 2007).

Kitosan sebagian besar diperoleh dari bahan baku cangkang krustasea, kapang, cumi-cumi dan lain-lain, melalui proses deproteinasi menggunakan NaOH, demineralisasi dengan menggunakan HCl dan deasetilasi dengan NaOH 50%. Masing-masing proses memiliki tujuan yang berbeda. Proses deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan protein yang terdapat pada cangkang, demineralisai bertujuan untuk menghilangkan kandungan mineral yang terdapat pada cangkang dan proses deasetilasi bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil. Proses ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas fungsi dari kitosan (Angka dan Suharso 2000).

Kitosan banyak memilik manfaat antara lain sebagai antibakteri, pengkelat, penstabil, pembentuk film, penjernih, flokulan, koagulan dan antifungi. Aplikasi ini tidak terlepas dari gugus amin (NH) yang reaktif dan gugus hidroksil yang banyak (Suptijah 1992). Melihat aplikasi dari fungsi dan manfaat kitosan ini, upaya komersialisasi telah banyak dilakukan. Saat ini kitosan komersil sudah banyak terdapat di Indonesia dalam bentuk kitosan larut asam.

Kitosan larut asam yang komersil harus memiliki mutu yang baik. Hal ini bertujuan agar kitosan dengan mutu yang baik akan bekerja secara efektif dan hasil aplikasi yang digunakan seragam. Tabel 5 menyajikan hasil uji mutu kitosan larut asam dan standar mutu kitosan yang ada :

Tabel 5 Karakterisasi kitosan komersil

Karakterisasi Hasil penelitian Standar mutu kitosan*

Bentuk partikel Serbuk Serpihan/bubuk

Kadar air (% berat kering) 9% ≤ 10%

Kadar abu/mineral (% berat kering) 0,21% ≤ 2%

Kadar nitrogen 1,33% < 5

Warna larutan Jernih Jernih

Derajat deasetilasi (%) 88,66% ≥ 70%

Bentuk kitosan sangat dipengaruhi oleh bahan bakunya. Bahan baku yang berasal dari kulit udang memiliki bentuk yang lebih halus dan mudah hancur selama proses pembuatan kitosan. Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa mutu kitosan yang digunakan tidak terlalu berbeda dengan standar yang telah ditetapkan. Nilai kadar air kitosan komersil memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Persentase kadar air ini kemungkinan dipengaruhi oleh lingkungan yang lembab dan waktu penyimpanan dari bahan baku tersebut. Lingkungan yang lembab akan meningkatkan kadar air dalam suatu bahan. Kitosan memiliki sifat yang mudah menyerap air (hidrophillic) (Kumar 2000), sehingga semakin lama waktu penyimpanan dan kondisi lingkungan lembab maka jumlah kadar air kitosan semakin meningkat.

Kadar mineral/abu kitosan larut asam yang diperoleh adalah sebesar 0,21%. Kadar kitosan larut asam tersebut telah memenuhi syarat, dimana syarat dari kadar abu/mineral adalah kurang dari 2%. Faktor yang berpengaruh terhadap kadar mineral kitosan adalah proses demineralisasi dan air yang digunakan ketika penetralan pH. Proses demineralisasi yang efektif akan banyak menghilangkan mineral yang ada pada kitosan (Angka dan Suhartono 2000), sehingga pengotor dapat tereduksi dan kinerja kitosan semakin optimal. Air yang digunakan untuk penetralan tidak mengandung mineral karena dapat meningkatkan kadar mineral dalam bahan, sehingga jumlah pengotor semakin meningkat dan disarankan untuk menggunakan akuades/air yang telah dilakukan proses penghilangan mineral melalui destilasi (Suptijah 2006). Kadar nitrogen kitosan larut asam adalah 1,33%. Kadar nitrogen ini sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Kadar nitrogen ini menunjukkan tingkatan dari derajat deasetilasi dan bentuk utama dari grup amino aliphatic (Kumar 2000).

Derajat deasetilasi (DD) kitosan larut asam yang dihasilkan sebesar 88,66%. Hasil ini sesuai dengan standar mutu kitosan yang telah ditetapkan. Derajat deasetilasi (DD) untuk grade industri seharusnya lebih dari 70%. Derajat deasetilasi sangat penting untuk menentukan karakteristik kitosan dan akan mempengaruhi penggunaannya. Waktu dan suhu selama proses deasetilasi juga berpengaruh terhadap hasil akhir. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh (Rochima et al. 2004), semakin tinggi suhu dan lama perendaman dengan NaOH akan mengakibatkan derajat deasetilasi meningkat.

Derajat deasetilisasi kitosan dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH dan suhu proses (Benjakul dan Sophanodora 1993). Menurut Suptijah et al. (2006) untuk menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi sebesar 84% dibutuhkan pemanasan pada suhu 130 °C selama 4 jam atau suhu 120 °C selama 6–7 jam. Perendamanan dengan NaOH selain dapat meningkatkan derajat deasetilasi dapat juga mengakibatkan terjadinya depolimerisasi, oleh karena itu perendaman dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan waktu yang singkat. Rincian data hasil uji proksimat kitosan komersil disajikan pada Lampiran 1.

Dokumen terkait