• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Pendahuluan

Dalam dokumen JENIS DAN KONSENTRASI ALKALI DENGAN PRES (Halaman 36-47)

Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara air pelarut (pengekstrak) dengan bahan baku rumput laut yang diekstraksi guna mengoptimalkan proses ekstraksi karaginan. Perbandingan rumput laut dengan larutan pengekstrak yang digunakan pada penelitian ini adalah 1:20 dan 1:40. Efektif dan efisien tidaknya proses ekstraksi pembuatan karaginan dapat dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Rendemen karaginan adalah berat karaginan yang dihasilkan dari rumput laut kering dan dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi nilai rendemen semakin besar output yang dihasilkan. Rata-rata rendemen karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 12,5–30,00%. Hasil ini masih dibawah nilai rendemen dari penelitian Purnama (2003) yang menghasilkan rendemen yang terbaik yaitu 20,20%.

Pada penelitian ini perbandingan air 1:20 menghasilkan rendemen karaginan lebih banyak (30,00%) jika dibandingkan perlakuan 1:40 (12,5%). Perbandingan air dengan bahan lebih sedikit menyebabkan pekatnya alkali yang digunakan sehingga menyebabkan rumput laut menjadi terekstrak sempurna dibandingkan dengan perbandingan air yang lebih besar. Hal ini juga diungkapkan Andarina (2012) bahwa penggunaan jumlah perbandingan air yang lebih sedikit mampu menghasilkan mutu karaginan yang lebih baik, sehingga dapat menghemat penggunaan air.

Penambahan celite sebagai filter aid (penjerap) ketika ekstraksi karaginan dapat meningkatkan rendemen karaginan, hal ini senada dengan ungkapan Peranginangin et al. (2011) bahwa ekstraksi menggunakan celite memiliki rendemen yang lebih tinggi karena celite dapat mengabsorpsi partikel-partikel yang sangat kecil sehingga tertinggal saat penyaringan, sedangkan ekstraksi yang tidak menggunakan celite partikel-partikel kecil akan keluar ketika proses penyaringan. Hasil terbaik pada penelitian pendahuluan ini selanjutnya digunakan pada penelitian utama.

22 4.2 Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui jenis alkali yang terbaik, konsentrasi alkali terbaik, konsentrasi KCl terbaik untuk menghasilkan karaginan dengan mutu baik serta mengetahui pengaruh penggunaan KCl terhadap karakteristik karaginan. Karakteristik mutu karaginan yang diamati yaitu rendemen karaginan, kadar air, kadar abu, viskositas dan kekuatan gel karaginan.

4.2.1 Rendemen Karaginan

Rendemen karaginan merupakan hasil perhitungan dari tepung karaginan yang dihasilkan berbanding berat rumput laut kering yang diekstraksi. Pada penelitian ini rendemen karaginan yang dihasilkan berkisar 7,33-68,67% seperti yang disajikan pada Gambar 7. Rendemen karaginan tertinggi sebesar 68,67% dihasilkan perlakuan dengan menggunakan alkali jenis NaOH 8% untuk mengekstrak rumput laut dan pengendap KCl dengan konsentrasi 10% (B3C3) sedangkan rendemen karaginan terendah sebesar 7,33% dihasilkan perlakuan dengan menggunakan alkali jenis KOH 8% dan pengendap KCl dengan konsentrasi 1% (A3C1).

Gambar 7 Nilai rata-rata rendemen karaginan. Huruf superscript yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

abcd ab a cd abc ab ab ab ab defg efg fg efg abc abc bcd efg g 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

KOH 4% KOH 6% KOH 8% NaOH 4% NaOH 6% NaOH 8%

N il ai Re n d em en K arag in an (% ) Perlakuan KCl 1% KCl 5% KCl 10%

23 Tepung karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini ditinjau dari rendemennya sudah memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan (1989) diacu dalam Bunga et al. (2013) yaitu sebesar 25%. Berdasarkan standar mutu karaginan (rendemen) tersebut maka sebanyak 61,1% dari perlakuan yang sudah diujicobakan memenuhi standar mutu. Rendemen tepung karaginan pada penelitian ini lebih tinggi dari rendemen karaginan yang dihasilkan pada penelitian Bunga et al. (2013) yaitu 28,402% serta tidak jauh berbeda dengan rendemen karaginan yang dihasilkan pada penelitian Widiayastuti (2010) sebesar 48,72% dan Mappiratu (2009) 30,18%.

Gambar 7 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rendemen karaginan seiring peningkatan konsentrasi KCl pada penggunaan larutan pengekstrak NaOH 4% dan 8%. Perlakuan penambahan alkali selama proses ekstraksi berlangsung menyebabkan kemampuan untuk mengekstrak semakin tinggi, dimana perlakuan alkali membantu ektraksi polisakarida menjadi sempurna dan mempercepat terbentuknya 3,6 anhidrogalaktosa. Yasita dan Rachmawati (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi karaginan rumput laut Eucheuma cottonii maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan.

Peningkatan rendemen karaginan diduga akibat peningkatan konsentrasi KCl sebagai pengendap. Hal ini senada dengan pendapat yang diungkapkan Mappiratu (2009) yang menyatakan terjadinya peningkatan konsentrasi KCl berpengaruh nyata terhadap peningkatan rendemen karaginan. Karaginan yang dihasilkan dari jenis rumput laut Kappaphycuz alvarezii sensitif terhadap ion kalium sehingga ketika bereaksi dengan ion kalium akan membentuk polimer karaginan lebih optimal sehingga menyebabkan rendemen meningkat. Suryaningrum et al. (1991) menyatakan karaginan yang dihasilkan dari rumput laut Kappaphycuz alvarezii merupakan karaginan fraksi kappa. Kappa karaginan mempunyai jenis yang sensitif terhadap ion kalium dan ion kalsium (Glicksman 1983 diacu dalam Mustamin 2012).

Berdasarkan sidik ragam dengan tingkat signifikansi 95% diperoleh hasil yang berbeda nyata pada perlakuan jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi, perlakuan konsentrasi KCl dan interaksi antara keduanya sehingga dilakukan uji

24 lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (P<0,05) menunjukkan bahwa ada interaksi antara penggunaan jenis dan konsentrasi alkali ketika ekstraksi serta konsentrasi KCl sebagai pengendap. Interaksi perlakuan terbaik yaitu B2C2 dimana perlakuan ini menggunakan larutan NaOH 4% saat ekstraksi dan KCl 5% sebagai pengendap. Hasil sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 3.

Rendemen yang dihasilkan cenderung menurun pada saat diekstraksi dengan KOH dan diendapkan dengan KCl, hal ini dikarenakan proses produksi karaginan dalam penelitian tidak setimbangan antara pelarut dan bahan yang ekstrak. Meningkatnya solven (pelarut) terlalu tinggi sehingga menyebabkan kesetimbangan pelarut dan bahan yang akan diekstrak tidak seimbang, sehingga menyebabkan proses ekstraksi tidak optimal. Hal tersebut menyebabkan penggunaan KOH ketika ekstraksi dan penggunaan KCl sebagai pengendap tidak menghasilkan rendemen yang tinggi. Hal ini senada dengan yang diungkapkan dengan Pebrianata (2005) bila anion telah jenuh berikatan karena penambahan KCl yang semakin banyak, maka akan semakin banyak pula ion kalium yang tidak berikatan dengan polimer karagenan, sehingga rendemen yang dihasilkan menjadi menurun.

Hal ini juga senada dengan yang diungkapkan Yasita dan Rachmawati (2009) menyatakan bahwa dalam proses pembuatan karaginan menggunakan metode ekstraksi dimana dilakukan pemisahan komponen solute (cair) dan campurannya menggunakan sejumlah massa solven sebagai tenaga pemisah. Proses ekstraksi terdiri dari tiga langkah besar yaitu proses pencampuran, proses pembuatan fase setimbang dan proses pemisahan fase setimbang. Solven merupakan faktor penting dalam proses ekstraksi sehingga pemilihan solven merupakan faktor terpenting.

4.2.2 Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu persyaratan mutu karaginan yang ditetapkan oleh FCC, FAO dan EEC. Kadar air suatu produk berkaitan dengan daya simpan produk tersebut. Kadar air yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 4,91 -15,52% seperti yang disajikan pada Gambar 8. Kadar air tertinggi diperoleh dari

25 perlakuan KOH 8% dan konsentrasi pengendap KCl 5% (A3C2) sebesar 15,52% dan terendah pada perlakuan KOH 6% dan konsentrasi KCl 10% (A2C3) sebesar 4,91%. Perbedaan kadar air ini diduga akibat penggunaan jenis dan konsentrasi alkali, baik ketika ekstraksi maupun ketika pengendapan menggunakan KCl.

Gambar 8 Nilai rata-rata kadar air karaginan.

Gambar 8 menunjukan bahwa peningkatan konsentrasi KOH menyebabkan peningkatan kadar air dan peningkatan konsentrasi NaOH menyebabkan penurunan kadar air karaginan. Penggunaan KCl sebagai pengendap dengan konsentrasi 5% menyebabkan kadar air meningkat, sedangkan pada konsentrasi KCl 10% kadar air menjadi menurun. Tinggi rendahnya kadar air diduga dipengaruhi oleh sifat hidrofilik rumput laut, dimana tingginya kadar air rumput laut menyebabkan kadar air yang dikandung karaginan meningkat juga.

Standar mutu karaginan (kadar air) berdasarkan FCC maksimal 12%. Berdasarkan standar mutu tersebut maka 77,78% dari keseluruhan perlakuan yang diujikan telah memenuhi standar mutu. Kadar air yang rendah dari penelitian ini diduga karena pengeringan menggunakan oven, sehingga pengeringan yang terjadi sempurna dan menyebabkan kadar air dalam produk yang dikeringkan di dalam oven menjadi sedikit/rendah.

Berdasarkan sidik ragam dengan tingkat signifikansi 95% diperoleh hasil tidak berbeda nyata interaksi antara jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

KOH 4% KOH 6% KOH 8% NaOH 4% NaOH 6% NaOH 8%

N il ai K ad ar ai r k arag in an (% ) Perlakuan KCl 1% KCl 5% KCl 10%

26 dengan konsentrasi KCl. Tetapi menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada jenis dan konsentrasi alkali serta konsentrasi KCl sehingga dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (P<0,05) menunjukkan bahwa penggunaan alkali NaOH dan KCl sebagai pengendap berpengaruh terhadap kadar air karaginan. Perlakuan jenis dan konsentrasi alkali terbaik yaitu NaOH 8% dan konsentrasi KCl terbaik yaitu C3 dimana perlakuan ini menggunakan larutan KCl 10% sebagai pengendap. Hasil sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 4.

Peningkatan konsentrasi KCl mengakibatkan menurunnya kadar air. KCl merupakan garam klorida dimana garam memiliki sifat hidroskopsis, sehingga mampu mengikat air. Dea (1979) diacu dalam Pebrianata (2005) menyatakan bahwa pada konsentrasi garam yang rendah, inti kapiler elektrik dapat mengecil, sedangkan pada konsentrasi garam yang lebih tinggi koloid akan melepaskan air sehingga terjadi pengendapan, sehingga pengeringan akan berlangsung secara optimum. NaOH sebagai pelarut saat ekstraksi menyebabkan pH ketika ekstraksi meningkat sehingga kemampuan NaOH dalam mengekstrak rumput laut semakin baik dan kadar air menjadi menurun. Yasita dan Rachmawati (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi karaginan dari rumput laut varietas Eucheuma cottonii maka semakin tinggi rendemen dan kadar abu, dan semakin kecil kadar air. Rendahnya kadar air karaginan yang diperoleh diharapkan dapat memperpanjang masa simpan dari karaginan.

4.2.3 Kadar Abu

Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 38,88–79,88% dengan kadar abu tertinggi pada perlakuan KOH 6% dan konsentrasi KCl 10% (A2C3) sebesar 79,88% dan kadar abu terendah pada perlakuan KOH 4% dengan konsentrasi KCl 1% (A1C1) sebesar 38,88%. Kadar abu yang dihasilkan dari penelitian ini seperti yang disajikan pada Gambar 9. Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini hanya satu perlakuan yang memenuhi standar mutu karaginan (kadar abu) yang sudah ditetapkan FAO, FCC dan EEC yakni maksimal 40%, yaitu perlakuan KOH 4% dan KCl 1% (A1C1) sebesar 38,88%. Basmal et al. (2008) menyatakan kandungan abu karaginan sangat dipengaruhi oleh teknik

27 pengolahan dan tingkat kebersihan ketika proses pencucian rumput laut yang sudah diekstraksi menggunakan larutan alkali.

Gambar 9 Nilai rata-rata kadar abu karaginan. Huruf superscript yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Gambar 9 menunjukan kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini cukup tinggi. Tingginya kadar abu diduga disebabkan penggunaan KCl, teknik penyaringan dan pencucian. Basmal dan Sedayu (2011) menyatakan bahwa semakin kecil penambahan KCl maka kadar abu yang dihasilkan akan semakin rendah. Penyaringan yang kurang rapat menyebabkan terbawanya pengotor. Proses pencucian yang kurang bersih juga dapat menyumbang peningkatan kadar abu akibat kelebihan ion K+ pada karaginan. Ion kalium merupakan unsur mineral yang tidak terbakar (abu). Perlu dilakukan penelitian terkait pencucian karaginan setelah diendapkan oleh garam KCl sehingga akan mengurangi ion kalium.

Pada penelitian ini penggunaan Natrium (Na) dan Kalium (K) diduga melekat pada rumput laut selama ekstraksi berlangsung sehingga meningkatkan kadar mineral yang ada pada bahan. Hal ini menurut Winarno (1990) dikarenakan rumput laut merupakan bahan yang kaya akan mineral seperti Na, K, Ca, dan Mg. Besarnya kadar abu dalam suatu bahan pangan juga menunjukkan tingginya kandungan mineral dalam bahan pangan tersebut namun kadar abu juga ditunjukkan dengan adanya unsur logam yang tidak larut dalam air yang menempel pada bahan rumput laut. Hasil yang menunjukkan bahwa tingginya kadar abu

a a

abc abc

ab

abc

abc abc abc abc abc abc

cd e ab ab bcd de 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

KOH 4% KOH 6% KOH 8% NaOH 4% NaOH 6% NaOH 8%

N il ai K ad ar ab u k ara g in an (% ) Perlakuan KCl 1% KCl 5% KCl 10%

28 yang dihasilkan dapat dikatakan juga tingginya kandungan mineral pada lokasi budidaya Kappaphycus alvarezii di Pulo Panjang, sehingga penting dilakukan penelitian lanjutan terkait kondisi perairan di Pulo Panjang.

Berdasarkan sidik ragam dengan tingkat signifikansi 95% diperoleh hasil yang berbeda nyata pada perlakuan jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi dan konsentrasi KCl serta interaksi antara penggunaan jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi dan konsentrasi KCl, sehingga dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (P<0,05) menunjukkan bahwa perlakuan jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi serta penggunaan KCl sebagai pengendap memiliki pengaruh terhadap mutu karaginan (kadar abu). Perlakuan jenis dan konsentrasi alkali terbaik ada pada perlakuan NaOH 4% dan konsentrasi KCl sebagai pengendap pada perlakuan 1%. Hasil sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 5.

4.2.4 Kadar Kekentalan (Viskositas)

Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karaginan, temperatur, jenis karaginan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain. Viskositas yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar 2,77-39,24 cP disajikan pada Gambar 10. Viskositas tertinggi dihasilkan perlakuan NaOH 6% dan konsentrasi KCl 1% (B2C1) sebesar 39,24 cP dan terendah pada perlakuan KOH 6% dan Konsentrasi KCl 10% (A2C3) sebesar 2,77 cP.

Viskositas yang dihasilkan dari penelitian ini cenderung meningkat pada penggunaan KCl 5% dan menurun pada konsentrasi KCl 10%. Hasil viskositas dari penelitian ini sudah memenuhi standar yang ditetapkan FAO yaitu minimal 5 cP. Berdasarkan standar mutu tersebut maka hanya ada satu perlakuan yang tidak memenuhi standar tersebut.

Perlakuan KOH 6% dan KCl 10% merupakan perlakuan yang tidak memenuhi standar viskositas dikarena rumput laut yang digunakan tidak terekstrak secara sempurna, hal ini diduga rendahnya mutu rumput laut yang digunakan akibat terserang ice-ice, sehingga menghambat proses pembentukan

29 karaginan pada rumput laut dan karaginan yang terkandung dalam rumput laut tidak terekstrak.

Gambar 10 Nilai rata-rata viskositas karaginan. Huruf superscript yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Peningkatan konsentrasi KCl mengakibatkan menurunnya muatan bersih pada rantai polimer karaginan. Penggunaan KCl memberikan pengaruh terhadap mutu karaginan khususnya viskositas karena ion K+ dapat menurunkan viskositas. Basmal et al. (2008) menyatakan bahwa ion K+ yang berasal dari garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer, penurunan muatan ini menyebabkan gaya tolakan (repulsion) antara gugus-gugus sulfat juga menurun sehingga sifat hidrofilik polimer menjadi lemah dan menyebabkan viskositas menurun akan tetapi kekuatan gel semakin meningkat.

Berdasarkan sidik ragam dengan tingkat signifikansi 95% diperoleh hasil yang berbeda nyata pada perlakuan jenis dan konsentrasi saat ekstraksi dan konsentrasi KCL serta interaksi antara kedua perlakuan tersebut, sehingga dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (P<0,05) menunjukkan bahwa adanya interaksi antara penggunaan jenis dan konsentrasi alkali ketika ekstraksi serta konsentrasi KCl sebagai pengendap. Interaksi perlakuan terbaik yaitu B2C1 dimana perlakuan ini menggunakan larutan NaOH 6% saat ekstraksi

bcd cdef b bcde i efgh bcde fghi efgh i hi i bc a b defgh ghi bcde -5,00 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00

KOH 4% KOH 6% KOH 8% NaOH 4% NaOH 6% NaOH 8%

N il ai V is k o si tas K arag in an (c P) Perlakuan KCl 1% KCl 5% KCl 10%

30 dan KCl 1% sebagai pengendap. Hasil sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 6.

4.2.5 Kekuatan Gel Karaginan

Salah satu sifat penting karaginan adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk solven menjadi gel yang bersifat reversible. Kekuatan gel karaginan dinyatakan sebagai breaking force yang didefinisikan sebagai beban maksimum yang dibutuhkan untuk memecahkan matrik polimer pada daerah yang dibebani (Arfini 2011). Kekuatan gel yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar 2,12–473,89 g/cm2. Kekuatan gel yang dihasilkan pada penelitian disajikan pada Gambar 11. Kekuatan gel tertinggi dihasilkan dari perlakuan KOH 6% dan konsentrasi KCl 5% (A2C2) sebesar 473,89 g/cm2 dan kekuatan gel terendah dari perlakuan KOH 6% dan konsentrasi KCl 10% (A2C3) sebesar 2,12 g/cm2.

Gambar 11 menunjukkan bahwa perlakuan KOH 6% dan KCl 10% memiliki nilai kekuatan gel yang rendah. Hal ini diduga karena bahan baku rumput laut yang dipergunakan memiliki mutu yang rendah, sehingga menghambat pembentukan karaginan didalam rumput laut dan menghambat proses ekstraksi karaginan.

Berdasarkan sidik ragam dengan tingkat signifikansi 95% diperoleh hasil yang tidak berbeda nyata pada perlakuan jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi, tetapi menunjukan berbeda nyata pada perlakuan konsentrasi KCl dan inetraksi antara jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi dengan konsentrasi KCl sehingga dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (P<0,05) menunjukkan bahwa adanya interaksi antara penggunaan jenis dan konsentrasi alkali ketika ekstraksi serta konsentrasi KCl sebagai pengendap. Interaksi perlakuan terbaik yaitu A2C2 dimana perlakuan ini menggunakan larutan KOH 4% saat ekstraksi dan KCl 1% sebagai pengendap. Hasil sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 7.

31 Gambar 11 Nilai rata-rata kekuatan gel karaginan. Huruf superscript yang sama

menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Penggunaan KCl sebagai pengendap mampu meningkatkan kekuatan gel kappa karaginan. Hal ini disebabkan karena kappa karaginan sensitif terhadap ion K+ yang mampu meningkatkan kekuatan ionik dalam rantai polimer karaginan sehingga gaya antar molekul terlarut semakin besar yang menyebabkan keseimbangan antara ion–ion yang larut dengan ion–ion yang terikat didalam struktur karaginan dapat membentuk gel. Basmal et al. (2009) juga menyatakan bahwa tingginya kekuatan gel pada karaginan presipitasi KCl disebabkan adanya ion K+ pada proses presipitasi, dimana dengan adanya penambahan ion K+ pada konsentrasi yang sesuai dapat meningkatkan kekuatan gel karaginan, sebaliknya penambahan yang tidak sesuai konsentrasi dapat menurunkan kekuatan gel karaginan. Purnama (2003) menyatakan bahwa penurunan kekuatan gel seiring dengan semakin meningkatnya jumlah KCl yang digunakan. Hal tersebut menunjukkan bila anion telah jenuh berikatan karena penambahan KCl yang semakin banyak, maka akan semakin banyak pula ion kalium yang tidak berikatan dengan polimer karagenan. Ion yang berlebih menjadi residu dan menyebabkan kemurnian karagenan semakin berkurang dan residu pada produk tersebut dapat menghambat pembentukan double helix sehingga kekuatan gel menjadi menurun.

KCl merupakan salah satu jenis garam yang dapat digunakan sebagai pengendap pada proses produksi karaginan. Keberadaan garam pada karaginan ini

defg cdef abc ab cdef abcd efg g

cdef cdefg cdefg bcdef abcde a bcdef fg abc defg -100,00 0,00 100,00 200,00 300,00 400,00 500,00 600,00

KOH 4% KOH 6% KOH 8% NaOH 4% NaOH 6% NaOH 8%

N il ai K ek u at an g el K arag in an (g /c m 2) Perlakuan KCl 1% KCl 5% KCl 10%

32 dapat menurunkan muatan negatif sepanjang polimer karaginan sehingga menurunkan viskositas tetapi kekuatan gel akan meningkat. Basmal et al. (2008) menyatakan bahwa garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer, penurunan muatan ini menyebabkan gaya tolakan (repulsion) antara gugus-gugus sulfat sehingga sifat hidrofilik polimer menjadi lemah dan menyebabkan viskositas menurun tetapi daya gelasi karaginan meningkat sehingga kekuatan gel meningkat.

Tahapan ekstraksi karaginan menggunakan alkali dan terjadi peristiwa pertukaran ion antara kation dalam pelarut dengan ion sulfat dalam rumput laut. Penggunaan KOH lebih efektif menghasilkan kekuatan gel yang tinggi jika dibandingkan dengan NaOH, hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Distantina (2012) bahwa dibanding kation Na, kation K mampu membentuk agregasi heliks hal ini terindikasi dari kekuatan gel yang lebih kuat.

Dalam dokumen JENIS DAN KONSENTRASI ALKALI DENGAN PRES (Halaman 36-47)

Dokumen terkait