• Tidak ada hasil yang ditemukan

JENIS DAN KONSENTRASI ALKALI DENGAN PRES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JENIS DAN KONSENTRASI ALKALI DENGAN PRES"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

i

JENIS DAN KONSENTRASI ALKALI DENGAN PRESIPITASI

KCl YANG BERBEDA TERHADAP MUTU KARAGINAN

DARI RUMPUT LAUT

Kappaphycus alvarezii

ASAL PULO

PANJANG SERANG BANTEN

SKRIPSI

FITRI LIDYA NINGSIH

4443103382

JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)
(3)

iii

ABSTRACT

FITRI LIDYA NINGSIH. 2014. Type and Concentration Of Alkali With Different KCl Precipitation to Carrageenan Grade Of Kappaphycus alvarezii From Panjang Island Serang Banten. Supervised by RIRIN IRNAWATI and SAKINAH HARYATI.

Carrageenan is a hydrocolloid that is derived from seaweed Rhodophyceae, which is produced carrageenan hydrocolloid from type of seaweed Eucheuma sp. The use of alkali solutions on carrageenan-making process aim is to remove fat, minerals, dirt and eliminate sulfat groups and the use of KCl as precipitation was assumed that increase carrageenan gel strength values and it’s availability in society of readily available and the price is relatively cheap compared to IPA. This study was done with laboratory experiments. This study is conducted in two stages, preliminary and primary research. The result of this study is the comparison that produces highest yield of carrageenan produced by treatment alkali solution ratio of 1:20. Treatments that produce the best quality of carrageenan was treatment NaOH 4% and KCl 5%, where this treatment resulted in 52% yield, gels strength 293.42g/cm2 and viscosity 38.89cP. It is concluded that the type and concentration of alkali compound was the concentration of NaOH 4% and precipitation concentration KCl 5%.

(4)

iv

RINGKASAN

FITRI LIDYA NINGSIH. 2014. Jenis dan Konsentrasi Larutan Alkali dengan Presipitasi KCl yang Berbeda terhadap Mutu Karaginan dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Asal Pulo Panjang Serang Banten. Dibimbing oleh RIRIN IRNAWATI dan SAKINAH HARYATI.

Karaginan merupakan hidrokoloid yang berasal dari rumput laut Rhodophyceae, dimana hidrokoloid karaginan ini dihasilkan dari jenis rumput laut Eucheuma sp., baik jenis Eucheuma spinosum yang menghasilkan fraksi iota karaginan, maupun jenis Kappaphycus alvarezii atau yang lebih dikenal dengan sebutan Eucheuma cottonii yang menghasilkan karaginan fraksi kappa. Proses pembuatan karaginan ini dilakukan dengan metode ekstraksi, dimana dalam pengekstraksiannya dibutuhkan larutan alkali, serta pada fase presipitasinya dibutuhkan IPA atau KCl sebagai pemisah karaginan. Penggunaan larutan alkali pada proses pembuatan karaginan bertujuan untuk menghilangkan lemak, mineral, kotoran dan mengeliminasi gugus sulfat dan penggunaan KCl sebagai pengendap diduga dapat meningkatkan nilai kekuatan gel dari karaginan yang dihasilkan serta ketersediaan dimasyarakat mudah diperoleh dan harganya relatif murah jika dibandingkan dengan IPA. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui jenis dan konsentrasi alkali yang menghasilkan karaginan dengan mutu baik, mengetahui konsentrasi KCl yang terbaik untuk menghasilkan karaginan yang bermutu baik serta mengetahui pengaruh pemberian KCl terhadap karakteristik karaginan.

Penelitian ini menggunakan metode percobaan laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dimana pada tahapan ini perlakuan yang diujicobakan adalah perbandingan antara rumput laut dengan air pengekstrak (larutan alkali) sebesar 1:20 dan 1:40 serta penelitian utama. Perlakuan-perlakuan yang diujikan pada penelitian utama adalah jenis alkali KOH dan NaOH dengan masing-masing konsentrasi 4%, 6% dan 8% serta konsentrasi pengendap KCl 1%, 5%, dan 10%. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial. Perlakuan yang diujicobakan masing-masing dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali, hasil yang didapat dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan dilakukan uji lanjut Duncan.

(5)

v pengendap KCl akan menyebabkan rendemen menurun, sedangkan penggunaan pengendap KCl dan pengekstrak NaOH menyebabkan rendemen meningkat. Peningkatan konsentrasi KCl sebagai pengendap pada pengekstrak KOH akan meningkatkan kadar air, sedangkan pada NaOH menyebabkan kadar air menurun. Penggunaan KCl sebagai pengendap pada pengekstrak KOH dan NaOH menyebabkan kadar abu meningkat. Penggunaan KCl pada pengekstrak KOH menyebabkan viskositas yang dihasilkan menurun, sedangkan penggunaan KCl pada pengekstrak NaOH menyebabkan viskositas meningkat. Penggunaan KCl pada pengekstrak KOH dan NaOH menyebabkan peningkatan nilai kekuatan gel.

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa perlakuan jenis alkali yang menghasilkan mutu karaginan terbaik yaitu NaOH, konsentrasi alkali terbaik yang menghasilkan mutu karaginan terbaik yaitu 4% dan konsentrasi KCl yang menghasilkan mutu karaginan terbaik pada konsentrasi KCl 5%, serta penambahan KCl berpengaruh terhadap karakteristik rendemen, kadar air, kadar abu, kekuatan gel dan viskositas karaginan.

(6)

i

JENIS DAN KONSENTRASI ALKALI DENGAN PRESIPITASI

KCl YANG BERBEDA TERHADAP MUTU KARAGINAN

DARI RUMPUT LAUT

Kappaphycus alvarezii

ASAL PULO

PANJANG SERANG BANTEN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Perikanan

FITRI LIDYA NINGSIH

4443103382

JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(7)
(8)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Jenis dan Konsentrasi Alkali dengan Presipitasi KCl yang

Berbeda Terhadap Mutu Karaginan dari Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Asal

Pulo Panjang Serang Banten” ini dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui jenis alkali yang menghasilkan mutu karaginan yang terbaik, konsentrasi alkali yang menghasilkan mutu karaginan yang baik, konsentrasi KCl terbaik terhadap karakteristik mutu karaginan yang baik serta mengetahui pengaruh penggunaan KCl terhadap karakteristik mutu karaginan. Produk akhir yang dihasilkan dari penelitian ini adalah karaginan murni (refineed carrageenan).

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayah tercinta Maulana Abudarda dan Ibunda Siti Hayati atas do’a, semangat dan materi kepada penulis.

2. Kakak (Maulana Sumarga, Maulana Sudrajat S.Pd., Sertu Maulana Almaaridj S.T., Hanum Amaliyanti, Ria Afriani S.P., Siti Sela Hardiyanti) serta adik (Indah Maya Sari, Maulana Ricky Ramadhan, Siti Hadijah Larasati, Ratu Rindi Khadikoh Maghfiroh, Putri Anghita Teravita dan Maulana Addin Al-Irsyad) atas motivasi dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Ririn Irnawati, S.Pi., M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Dosen Pembimbing Akademik atas bimbingan, arahan serta motivasinya kepada penulis selama penulis berkuliah, baik sebelum dan selama penyusunan skripsi.

4. Ibu Sakinah Haryati, S.Pi., M.Si selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

(9)

iv 6. Bapak Dr. Mustahal, M.Sc selaku Dosen Penguji atas saran dan kritik kepada

penulis, sehingga penulis dapat menyempurnakan skripsi ini.

7. Bapak Adi Susanto, S.Pi., M.Si selaku Dosen Penguji atas saran dan kritik kepada penulis, sehingga penulis dapat menyempurnakan skripsi ini dengan baik.

8. Dosen-dosen Jurusan Perikanan atas pengajaran dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama kuliah.

9. Hasuri atas dukungan dan kesetiannya menemani penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

10.Sahabat-sahabatku Lima Pelangi (Ferina Gestiany, Nidatul Janah, Hani Yuningsih dan Ela Kurniawati) atas persahabatan dan dukungan selama penulis berkuliah. Maharsara, Ratu Sari, Hanny Febi M, Dedy Trimulya, M. Dimas serta Novi Muhdani atas diskusi-diskusi singkat selama penyusunan skripsi ini.

11.Teman-teman Jurusan Perikanan angkatan 2010, khususnya kelas A, terima kasih untuk setiap cerita suka dan duka yang telah kita torehkan bersama selama kuliah.

12.Semua pihak yang telah membantu baik selama penelitian dan penyusunan skripsi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki kekurangan sehingga kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

(10)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 28 Maret 1992 dari pasangan Ayah Maulana Abudarda dan Ibu Siti Hayati. Penulis merupakan putri ketujuh dari tiga belas bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal di SDN Kawunen (2004), SMPN 1 Ciruas (2007) dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kragilan (2010). Pada tahun 2010, penulis melanjutkan ke Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) melalui Seleksi Masuk Prestasi Beasiswa Bidikmisi.

(11)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

1 PENDAHULUAN... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan Penelitian ... 2

1.3Manfaat Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1Deskripsi Rumput Laut ... 3

2.1.1 Morfologi ... 3

2.1.2 Klasifikasi ... 5

2.2Karaginan ... 5

2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu karaginan ... 7

2.2.2 Proses ekstraksi kappa karaginan ... 8

2.3Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 8

3 METODOLOGI ... 11

3.1Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

3.2Alat dan Bahan Penelitian ... 11

3.3Metode Penelitian ... 12

3.4Metode Pengambilan Data ... 16

3.5Prosedur Analisis Data ... 16

3.5.1 Rendemen karaginan ... 16

3.5.2 Kadar air ... 16

3.5.3 Kadar abu ... 17

3.5.4 Kekuatan gel karaginan ... 17

3.5.5 Viskositas ... 18

(12)

vii

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1Penelitian Pendahuluan ... 20

4.2Penelitian Utama ... 20

4.2.1 Rendemen karaginan ... 21

4.2.2 Kadar air ... 23

4.2.3 Kadar abu ... 25

4.2.4 Kadar Kekentalan (Viskositas) ... 26

4.2.5 Kekuatan gel karaginan ... 28

4.3 Penentuan Perlakuan Terpilih ... 30

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

5.1 Kesimpulan ... 32

5.2 Saran ... 32

(13)

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Rumput laut Eucheuma spinosum dan Kappaphycus alvarezii ... 3

2. Jenis-jenis Rumput Laut ... 4

3. Mekanisme pembentukan gel pada karaginan ... 6

4. Struktur molekul kappa, lambda dan iota karaginan ... 7

5. Diagram alir proses penelitian pendahuluan ... 14

6. Diagram alir proses penelitian utama ... 15

7. Nilai rata-rat rendemen karaginan ... 21

8. Nilai rata-rata kadar air karaginan... 23

9. Nilai rata-rata kadar abu karaginan ... 25

10.Nilai rata-rata viskositas karaginan ... 27

(14)

ix

DAFTAR TABEL

(15)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Dokumentasi kegiatan penelitian ... 36

2. Hasil penelitian mutu karaginan ... 39

3. Hasil sidik ragam dan uji lanjut duncan rendemen karaginan ... 42

4. Hasil sidik ragam dan uji lanjut duncan kadar air karaginan ... 44

5. Hasil sidik ragam dan uji lanjut duncan kadar abu karaginan ... 45

6. Hasil sidik ragam dan uji lanjut duncan viskositas karaginan ... 47

(16)

1

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Rumput laut saat ini merupakan komoditas ekspor yang strategis karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain: peluang ekspornya terbuka luas, harganya relatif stabil, belum ada kuota perdagangan bagi rumput laut, teknologi pembudidayaannya sederhana sehingga mudah dikuasai oleh masyarakat pesisir, siklus pembudidayaannya relatif singkat dan merupakan komoditas yang tidak tergantikan, serta usaha pembudidayaannya tergolong usaha yang padat karya (Pratiwi 2011). Kegunaan rumput laut diantaranya sebagai bahan pangan seperti untuk sayuran, puding dan lalapan, serta dijadikan sebagai obat-obatan (Winarno 1990).

Produksi rumput laut secara nasional pada tahun 2011 mencapai sekitar 4.305.027 ton, meningkat dari produksi tahun 2010 sekitar 3,082 juta ton (KKP 2012). Peningkatan produksi rumput laut basah sayangnya tidak diimbangi dengan peningkatan produksi rumput laut kering dan olahan berbasis rumput laut, padahal Indonesia memiliki bahan baku rumput laut yang cukup melimpah. Rumput laut saat ini dikalangan petani hanya dijual dalam bentuk rumput laut kering dengan harga Rp. 7.000–8.500/kg, jika rumput laut ini diolah menjadi semi refinneed bahkan karaginan murni harganya menjadi Rp.120.000–200.000/kg.

(17)

2 Beberapa penelitian tentang pengolahan karaginan sudah banyak dilakukan diantaranya Suryaningrum et al. (1991), Warkoyo (2007), Sedayu et al. (2008), Mappiratu (2009), Yasita dan Rachmawati (2009), Distantina et al. (2010), Mustapha et al. (2011), Peranginangin et al. (2011), Fatimah (2012), serta Romenda et al. (2013). Penelitian-penelitian tersebut hanya terfokus pada konsentrasi dan jenis alkali yang dipergunakan pada proses ekstraksi rumput laut saja, padahal untuk pengolahan karaginan murni dibutuhkan juga garam KCl untuk proses pengendapan karaginan.

Penelitian mengenai jenis alkali dan konsentrasi KCl dalam pembuatan karaginan masih sedikit dilakukan. Karaginan dalam proses pembuatannya membutuhkan alkali sebagai pengekstrak. Pemberian alkali bertujuan untuk menghilangkan lemak, vitamin, mineral, kotoran dan mengeliminasi gugus sulfat. Penambahan garam KCl diduga dapat meningkatkan nilai kekuatan gel. KCl sebagai pengendap didasarkan bahwa ketersediaan KCl dimasyarakat mudah diperoleh dan harganya relatif murah dibandingkan dengan isopropil alkohol (IPA).

Penelitian yang dilakukan ini berkaitan dengan jenis dan konsentrasi alkali yang digunakan untuk ekstraksi, serta konsentrasi KCl sebagai pengendap saat produksi karaginan sehingga menghasilkan karaginan dengan mutu baik. Penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian karaginan sebelumnya dimana produk akhir dari penelitian ini berupa karaginan murni, yang diharapkan nantinya dapat diterapkan di masyarakat untuk meningkatkan nilai tambah dari rumput laut.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

a. Mengetahui jenis alkali yang menghasilkan karaginan dengan mutu terbaik. b. Mengetahui konsentrasi larutan alkali terbaik untuk menghasilkan karaginan

bermutu baik.

c. Mengetahui konsentrasi KCl terbaik untuk menghasilkan karaginan bermutu baik.

(18)

3 1.3Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

a. Sebagai acuan bagi pelaku usaha pengolahan karaginan untuk menggunakan jenis dan konsentrasi alkali yang menghasilkan karaginan dengan mutu baik. b. Sebagai acuan bagi pelaku usaha pengolah karaginan untuk menggunakan

konsentrasi KCl sebagai pengendap pada proses produksi karaginan sehingga menghasilkan karaginan bermutu baik

(19)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Deskripsi Rumput Laut 2.1.1 Morfologi

Rumput laut oleh masyarakat dari dulu sudah dijadikan bahan pangan dan obat-obatan. Sebagai bahan pangan, rumput laut umumnya dibuat sebagai lalapan (dimakan mentah), urap, acar atau asinan, sayur, serta dibuat agar-agar dan puding, sedangkan untuk penggunaan obat, biasanya digunakan sebagai antiseptik dan pemeliharaan kulit (Kordi 2009). Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh melekat pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Rumput laut di alam tumbuh dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnya. Selain benda mati, rumput laut pun dapat melekat pada tumbuhan lain secara epifitik (Anggadiredja 2010).

Rumput laut yang sudah komersil dan diusahakan dalam skala industri menurut Asla (1998) adalah dari kelas Rhodophyceae (alga merah) jenis Eucheuma sp., kelas Phaeophyceae (alga coklat) jenis Turbinaria sp. dan Sargasum sp. yang mengandung alginat, serta kelas Chlorophyceae (alga hijau) jenis Gracillaria sp. dan Gelidium sp. yang mengandung agar-agar seperti yang disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Eucheuma spinosum Kappaphycus alvarezii

(http://www.iptek.net.id 2014)

(20)

5

Sargasum sp. Gracillaria sp.

(biologiklaten.wordpress.com 2014) (http://www.iptek.net.id 2014)

Turbinaria sp. (daunafrika.com 2014) Gambar 2 Jenis-jenis rumput laut

Kappaphycus alvarezii atau yang memiliki nama dagang Eucheuma cottonii merupakan jenis rumput laut penghasil karaginan. Rumput laut jenis ini memiliki ciri morfologi thallus berbentuk silindris, permukaan thallus licin, percabangannya ke berbagai arah dan mengarah ke sinar matahari. Rumput laut jenis ini berhabitat di daerah yang terkena pasang surut (intertidal) yang selalu terendam air dan tumbuh baik pada daerah terumbu karang (Atmadja et al. 1999). Sulistijo et al. (1994) menyatakan kisaran suhu perairan laut yang baik untuk budidaya rumput laut ini berkisar antara 27–300C, arus dengan kecepatan 0,33-0,66 m/detik dan salinitasnya berkisar 30-35 ppt.

(21)

6 2.1.2 Klasifikasi

Eucheuma cottonii mengandung hidrokoloid karaginan. Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) dan berubah nama menjadi Kappaphycus alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan. Kappaphycus alvarezii selain mengandung karaginan, juga mengandung zat organik lainnya seperti protein, lemak, serabut kasar, abu dan air (Asla 1998). Jenis ini secara taksonomi disebut Kappaphycus alvarezii. Nama ‘cottonii’ umumnya lebih dikenal dan digunakan dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional. Taksonomi Kappaphycus alvarezii menurut Anggadiredja (2010) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales

Famili : Solieracea Genus : Eucheuma

Species : Eucheuma spinosum (Eucheuma denticulatum) Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii)

2.2Karaginan

Karaginan merupakan polisakarida linier yang tersusun atas molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa. Karaginan terdiri atas garam ester kalium, natrium, magnesium dan kalsium sulfat, dengan galaktosa dan 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer. Karaginan dapat diekstraksi dari rumput laut merah (Rhodophyceae) dengan menggunakan air atau larutan alkali. Alkali yang sering dipergunakan untuk ekstraksi karaginan seperti kalium hidroksida (KOH), natrium hidroksida (NaOH) (Winarno 1990) dan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) (Mustapha et al. 2011).

(22)

7 dari fraksi karaginan serta keseimbangan kation pelarutnya. Karaginan apabila dilakukan pemanasan kemudian pendinginan sampai dibawah suhu tertentu akan membentuk gel dalam air yang bersifat reversible (Winarno 1990). Mekanisme pembentukan gel karaginan ini disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Mekanisme pembentukan gel pada karaginan (Winarno 1990)

Karaginan berdasarkan letak gugus sulfatnya dibedakan menjadi kappa karaginan, iota karaginan (Winarno 1990) dan lambda karaginan

(Arfini 2011). Kappa karaginan tersusun dari α (1,3) D galaktosa-4 sulfat dan β (1,4) 3,6 anhydro D Galaktosa-6 sulfat ester dan 3,6 anhydro-D galaktosa 2-sulfat ester. Kappa karaginan memiliki kekuatan gel lebih baik jika dibandingkan dengan iota karaginan dan lambda karaginan hal ini dikarenakan pada gugus kappa karaginan terdapat gugus sulfat yang dapat tereleminasi secara sempurna sehingga keseragaman molekulnya menjadi seragam dan daya gelasinya meningkat (Winarno 1990).

Iota karaginan ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap residu D-glukosa dan sulfat ester pada setiap gugus 3,6 anhydro-D galaktosa. Gugus 2-sulfat ester pada iota karaginan tidak dapat dihilangkan oleh proses pemberian alkali seperti halnya pada kappa karaginan, sehingga menyebabkan kurang keseragaman molekul pada iota karaginan. Sedangkan lambda karaginan memiliki

(23)

8

Gambar 4 Struktur molekul kappa karaginan lambda karaginan dan iota karaginan (Luxton 1977 dan Marine Collords 1984 diacu dalam Winarno 1990)

2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu karaginan

Harga jual karaginan baik di pasar nasional maupun pasar internasional dipengaruhi oleh karakteristik mutu dari karaginan tersebut. Standar mutu karaginan yang diterima pasar internasional ditetapkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO), Food Chemical Codex (FCC), European Economic Community (EEC) seperti yang disajikan pada Tabel 3. Mutu karaginan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti proses pengolahan karaginan (ketepatan suhu, konsentrasi larutan kimia, rasio larutan kimia dengan rumput laut, teknik pencucian, teknik pengeringan dan teknik sortasi) (Basmal et al. 2008), kondisi lingkungan perairan (ketersediaan nutrisi yang diperlukan, tingkat kejernihan, tingkat keasamaan, suhu dan salinitas), serta kualitas dari bibit rumput laut itu sendiri (Basmal dan Sedayu 2011).

Tabel 1 Standar mutu karaginan

Spesifikasi FAO FCC EEC

Zat Volatil (%) ≤ 12 ≤ 12 ≤ 12

(24)

9

Spesifikasi FAO FCC EEC

Kadar Abu (%) 15- 40 ≤ 35 15- 40

Viskositas (cps)  5 - -

Kadar Abu Tidak Larut Asam (%) ≤ 1 ≤ 1 ≤ 1

Kadar Logam berat

Pb (ppm) ≤ 10 ≤ 10 ≤ 10

As (ppm) ≤ 3 ≤ 3 ≤ 3

Cu (ppm) - - ≤ 50

Zn (ppm) - - ≤ 25

Sumber : cP Kelco ApS (2004)

2.2.2 Proses ekstraksi karaginan

Rideout (1989) diacu dalam Tarigan (2010) menyatakan pembuatan karaginan murni dilakukan dengan tahapan ekstraksi, penyaringan, dan pengeringan. Tahapan ekstraksi ini dilakukan dalam perebusan larutan alkali selama 1-3 jam, kemudian disaring dan dicampur KCl atau IPA untuk menghasilkan presipita karaginan. Presipita yang dihasilkan kemudian dilakukan pemisahan baik dengan cara mekanik maupun dengan cara pengeringan.

2.3Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa penelitian terkait proses ekstraksi karaginan sudah pernah dilakukan diantaranya Suryaningrum et al. (1991), Warkoyo (2007), Sedayu et al. (2008), Mappiratu (2009), Yasita dan Rachmawati (2009), Distantina et al. (2010), Mustapha et al. (2011), Peranginangin et al. (2011), Fatimah (2012) dan Romenda et al. (2013).

(25)

10 anhydrogalaktosa 2-sulfat dan kandungan sulfat yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan kappa karaginan.

Warkoyo (2007) meneliti tentang studi ekstraksi karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii (kajian jenis larutan perendam dan lama perendaman). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman menggunakan air kapur selama 12 jam terjadi interaksi antara larutan perendaman dan rumput laut yang menyebabkan mutu karaginan baik jika dibandingkan perlakuan perendaman air kapur selama 18 jam dan 24 jam.

Sedayu et al. (2008) melakukan penelitian mengenai optimalisasi penggunaan air pada proses pembuatan semi-refineed carrageenan. Hasil penelitian menunjukkan pH akan semakin meningkat seiring bertambahnya pencucian. Pada penelitian ini juga dihasilkan kadar air meningkat seiring bertambahnya pencucian. Perlakuan terbaik yang dihasilkan dari penelitian ini adalah perlakuan dengan 3 kali pencucian selanjutnya dilakukan pengepresan, tetapi pada nilai kekentalan perlakuan tersebut masih dibawah nilai kekentalan yang dihasilkan perlakuan 4 kali pencucian tanpa pengepresan.

Mappiratu (2009) melakukan penelitian mengenai kajian teknologi pengolahan karaginan dari rumput laut Eucheuma cottonii skala rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan rendemen rumput laut meningkat seiring meningkatnya konsentrasi KCl. Perlakuan terbaik ada pada perlakuan KCl 0,3 M, tetapi hasil analisis ragam terhadap kadar air, kadar abu, kadar sulfat, viskositas serta kadar abu tidak larut asam tidak berbeda nyata antara perlakuan yang satu dengan perlakuan yang lain.

(26)

11 Mustapha et al. (2011) melakukan penelitian mengenai production of semi-refineed carrageenan from Eucheuma cottonii. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi KOH 0,1 M dapat bereaksi dan membentuk gel apabila diekstraksi pada suhu 800C. Konsentrasi KOH 1,0 M merupakan perlakuan optimum yang menghasilkan semi-refineed carrageenan (SRC) terbaik dibanding perlakuan yang lainnya. Penggunaan alkali KOH lebih baik jika dibandingkan dengan alkali jenis kalsium hidkroksida (Ca(OH)2).

Peranginangin et al. (2011) meneliti tentang pengaruh perbandingan air pengesktrak dan penambahan celite terhadap mutu kappa karaginan. Hasil penelitian menunjukkan penambahan celite 2% merupakan perlakuan terbaik serta perbandingan pengekstrak terbaik yaitu 1:50. Pada penelitian ini ekstraksi dilakukan dua tahap yaitu mengekstrak rumput laut menjadi alkali treated cottonii (ATC) terlebih dahulu kemudian mengekstrak ATC menjadi karaginan.

Fatimah (2012) meneliti tentang aplikasi teknologi ohmic dalam ekstraksi karaginan murni (refineed carrageenan) dari rumput laut Eucheuma cottonii. Hasil dari penelitian ini adalah teknologi ohmic dapat diterapkan dalam melakukan ekstraksi karaginan yang biasanya menggunakan cara konvensional. Teknologi ohmic ini merupakan teknologi dengan melakukan pemanasan melalui aliran listrik. Romenda et al. (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh perbedaan jenis dan konsentrasi larutan alkali terhadap kekuatan gel dan viskositas karaginan kappaphycus alvarezii (Doty). Pada penelitian ini dihasilkan perlakuan terbaik untuk menghasilkan kekuatan gel tertinggi pada perlakuan KOH 6% sekitar 24,61±0,3 cP. Perlakuan yang menghasilkan viskositas tertinggi pada NaOH 6% sekitar 25,07±0,17 cP. Pada penelitian ini produk akhirnya berupa semi refined carrageenan (SRC).

(27)

12

3

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2014. Penelitian ini dilaksanakan di tiga tempat yaitu: (1) Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (2) Laboratorium Tanah Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, (3) Laboratorium Kimia Dasar Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa alat dan bahan. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian

No Alat/Bahan Kegunaan Jumlah

1 Penangas (hot plate) Memanaskan saat ekstraksi

3 buah

2 Timbangan analitik Menimbang rumput laut dan tepung

6 Blender Menghaluskan

karaginan

1 buah

7 Termometer Mengukur suhu

saat ekstraksi

3 buah

8 Indikator universal (pH meter) Mengukur pH saat ekstraksi dan pH pencucian filtrat

120 strip

9 Cetakan berukuran 28x10x4 cm Menempatkan karaginan basah saat di oven

(28)

13

No Alat/ Bahan Kegunaan Jumlah

10 Cawan porselin Menempatkan

sampel pada saat

12 Beaker glass Menempatkan

rumput laut saat

17 Stopwatch Menghitung waktu

pada pengujian

21 Celite Penjerap karaginan 216 gram

22 Rumput laut Kappaphycus alvarezii kering tawar asal Pulo Panjang

Bahan baku

karaginan

5.400 Gram

3.3 Metode Penelitian

(29)

14 masing-masing perlakuan. Penelitian utama menggunakan rancangan lingkungan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial, dimana kondisinya terkontrol dan relatif homogen, serta adanya dua faktor yang mempengaruhi, yaitu (1) jenis dan konsentrasi larutan alkali dan (2) konsentrasi pengendap (KCl).

Jenis dan konsentrasi larutan alkali yang digunakan saat ekstraksi adalah KOH dan NaOH dengan konsentrasi masing-masing 4%, 6% dan 8%. Penggunaan konsentrasi tersebut berdasarkan penelitian Romenda et al. (2013) menggunakan konsentrasi KOH dan NaOH 4%, 6% dan 8% tetapi berbedanya pada penelitian tersebut pengendap menggunakan isopropil alkohol (IPA). Pengendap yang digunakan pada penelitian ini adalah KCl dengan konsentrasi 1%, 5% dan 10%. Penggunaan KCl sebagai pengendap berdasarkan penelitian Mappiratu (2009). Pengulangan yang dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing-masing perlakuan.

(30)

15 Gambar 5 Diagram alir penelitian pendahuluan (dimodifikasi dari BSN 1990

diacu dalam Bunga et al. 2013)

Rumput laut Kappaphycus alvarezii kering tawar asal Pulo Panjang

Pencucian dengan perbandingan Rumput laut: Air (1:40) sebanyak 4

kali

Ekstraksi dalam larutan Alkali T= 80-900 C, selama

2 jam

Pencampuran dengan celite 2% (dari berat rumput laut

yang diekstraksi)

Penyaringan dengan kain blacu (rangkap 3)

Penambahan KCl 1% (b/v) sebanyak 2 kali filtrat yang dihasilkan

Serbuk karaginan murni (Refined

(31)

16 Gambar 6 Diagram alir penelitian utama (dimodifikasi dari BSN 1990 diacu

dalam Bunga et al. 2013)

Rumput laut Kappaphycus alvarezii

kering tawar asal Pulo Panjang

Pencucian dengan perbandingan Rumput laut: Air (1:40) sebanyak 4 kali

Ekstraksi dalam larutan

Pencampuran dengan celite 2% (dari berat rumput laut yang diekstraksi)

Pengeringan dengan oven T=600C selama 3 hari

Penepungan dengan blender

Serbuk karaginan murni (Refined

carrageenan)

karaginan Perlakuan penambahan KCl

(32)

17 3.4Metode Pengambilan Data

Pada penelitian ini digunakan dua data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer pada penelitian ini merupakan data dari tiap-tiap unit percobaan yang akan dilakukan pengujian. Data primer meliputi berat rumput laut kering, berat karaginan, kadar abu, kadar air, viskositas (kekentalan gel) dan kekuatan gel. Data sekunder didapatkan dari studi kepustakaan terhadap penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, publikasi ilmiah, buku, laporan dan publikasi lembaga terkait.

3.5 Prosedur Analisis Data

Analisis data yang dilakukan pada penelitian pendahuluan adalah analisis rendemen karaginan, sedangkan analisis data yang dilakukan untuk penelitian utama meliputi analisis rendemen karaginan, kadar abu, kadar air, kekuatan gel dan viskositas atau kekentalan gel. Parameter-parameter tersebut menjadi data yang diambil karena parameter tersebut merupakan parameter yang menjadi standar mutu karaginan. Tahapan selanjutnya membandingkan mutu karaginan yang dihasilkan dari penelitian dengan mutu karaginan yang sudah ditetapkan FAO, FCC dan EEC. Setelah dibandingkan kemudian hasil penelitian ini dideskripsikan untuk melihat perlakuan yang terbaik yang mendekati standar mutu yang sudah berlaku secara internasional.

3.5.1 Rendemen karaginan

Analisis rendemen karaginan dilakukan berdasarkan SNI 01-4498-1998 (BSN 1998) dengan cara membandingkan berat tepung karaginan dengan berat rumput laut kering yang digunakan. Rendemen dapat dihitung dengan rumus:

� % = � �� � � %

3.5.2 Kadar air

(33)

18 sudah berisi sampel kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu 1050C selama 24 jam, kemudian dipindahkan kedalam desikator selama 30 menit dan setelah itu ditimbang (C gram). Analisis kadar air dihitung dengan rumus:

� % = − %

Dimana:

A : Berat cawan porselin

B : Berat cawan porselin dan berat sampel

C : Berat cawan porselin dan berat sampel setelah dikeringkan

3.5.3 Kadar abu

Analisis kadar abu dilakukan berdasarkan SNI 01-2354.1-2006 (BSN 2006) dengan cara cawan porselin dimasukan dalam furnace terlebih dahulu. Suhu furnace dinaikkan secara bertahap hingga 5500C dan suhu dipertahankan hingga 24 jam. Selanjutnya cawan porselin dikeluarkan dan ditimbang sebagai berat cawan kosong (A gram). Sampel dimasukkan kedalam cawan porselin yang sudah ditimbang kemudian dimasukkan dalam oven yang bersuhu 1000C selama 24 jam, Cawan porselin selanjutnya dimasukkan kedalam alat pengabuan selama 8 jam dan ditimbang (B gram). Analisis kadar abu dihitung dengan rumus:

% = − %

Dimana:

A: Berat cawan porselin

B: Berat cawan porselin dan berat sampel setelah diabukan

3.5.4 Kekuatan gel karaginan

(34)

19 penampang 0,785 cm2 diletakkan di atas sampel, kemudian ditekan menggunakan tangan sampai gel pecah dan berat dicatat. Kekuatan gel adalah selisih berat gel sebelum pecah dan setelah pecah dibagi luas penampang silinder. Kekuatan gel dihitung dengan rumus:

� = � � ℎ − � � �

3.5.5 Viskositas

Viskositas karaginan yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan diukur dengan menggunakan alat Viscometer Ostwald pada suhu 750C dengan konsentrasi larutan 1,5%. Viskositas karaginan dihitung berdasarkan daya alir larutan tersebut. Mula-mula larutan karaginan dimasukkan melalui tabung A kemudian dihisap agar masuk ke tabung B tepat sampai batas a kemudian dilepaskan dan disiapkan stopwatch sebagai penghitung waktu. Waktu yang dibutuhkan larutan karaginan mengalir dari batas a sampai b dicatat, kemudian dikalikan dengan konstanta dari Viscometer Ostwald sehingga diperoleh nilai viskositas dari larutan karaginan tersebut. Konstanta Viscometer Ostwald yang digunakan pada penelitian ini sebesar 0,25 mm2/s2. Viskositas dihitung dengan rumus:

�� � � =

Dimana:

t : Waktu yang dibutuhkan larutan karaginan mengalir dari batas a sampai batas b (s)

k : Konstanta Viscometer Ostwald (0,25 mm2/s2)

3.6 Rancangan Percobaan

(35)

20 mutu karaginan seperti rendemen karaginan, kadar abu, kadar air, viskositas atau kekentalan gel dan kekuatan gel.

Data hasil penelitian selanjutnya diuji statistika (Rancangan Acak Lengkap/RAL) faktorial. Model matematika RAL faktorial menurut Steel dan Torrie (1989) sebagai berikut :

Yijk = µ + i + j + ()ij + ijk

Keterangan:

i : Taraf perlakuan ke-i j : Ulangan

Yijk : Nilai Pengamatan pada faktor jenis alkali (KOH dan NaOH) taraf

ke-i faktor konsentrasi KCl taraf ke-j dan ulangan ke-k µ : Nilai rata-rata umum

i,, j : Komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor jenis alkali

(KOH dan NaOH) dan pengaruh utama faktor konsentrasi KCl ()ij : Komponen interaksi dari faktor jenis alkali dan faktor konsentrasi

KCl

ijk : Pengaruh acak yang menyebar normal

(36)

21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara air pelarut (pengekstrak) dengan bahan baku rumput laut yang diekstraksi guna mengoptimalkan proses ekstraksi karaginan. Perbandingan rumput laut dengan larutan pengekstrak yang digunakan pada penelitian ini adalah 1:20 dan 1:40. Efektif dan efisien tidaknya proses ekstraksi pembuatan karaginan dapat dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Rendemen karaginan adalah berat karaginan yang dihasilkan dari rumput laut kering dan dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi nilai rendemen semakin besar output yang dihasilkan. Rata-rata rendemen karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar 12,5–30,00%. Hasil ini masih dibawah nilai rendemen dari penelitian Purnama (2003) yang menghasilkan rendemen yang terbaik yaitu 20,20%.

Pada penelitian ini perbandingan air 1:20 menghasilkan rendemen karaginan lebih banyak (30,00%) jika dibandingkan perlakuan 1:40 (12,5%). Perbandingan air dengan bahan lebih sedikit menyebabkan pekatnya alkali yang digunakan sehingga menyebabkan rumput laut menjadi terekstrak sempurna dibandingkan dengan perbandingan air yang lebih besar. Hal ini juga diungkapkan Andarina (2012) bahwa penggunaan jumlah perbandingan air yang lebih sedikit mampu menghasilkan mutu karaginan yang lebih baik, sehingga dapat menghemat penggunaan air.

(37)

22 4.2 Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui jenis alkali yang terbaik, konsentrasi alkali terbaik, konsentrasi KCl terbaik untuk menghasilkan karaginan dengan mutu baik serta mengetahui pengaruh penggunaan KCl terhadap karakteristik karaginan. Karakteristik mutu karaginan yang diamati yaitu rendemen karaginan, kadar air, kadar abu, viskositas dan kekuatan gel karaginan.

4.2.1 Rendemen Karaginan

(38)

23 Tepung karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini ditinjau dari rendemennya sudah memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Departemen Perdagangan (1989) diacu dalam Bunga et al. (2013) yaitu sebesar 25%. Berdasarkan standar mutu karaginan (rendemen) tersebut maka sebanyak 61,1% dari perlakuan yang sudah diujicobakan memenuhi standar mutu. Rendemen tepung karaginan pada penelitian ini lebih tinggi dari rendemen karaginan yang dihasilkan pada penelitian Bunga et al. (2013) yaitu 28,402% serta tidak jauh berbeda dengan rendemen karaginan yang dihasilkan pada penelitian Widiayastuti (2010) sebesar 48,72% dan Mappiratu (2009) 30,18%.

Gambar 7 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rendemen karaginan seiring peningkatan konsentrasi KCl pada penggunaan larutan pengekstrak NaOH 4% dan 8%. Perlakuan penambahan alkali selama proses ekstraksi berlangsung menyebabkan kemampuan untuk mengekstrak semakin tinggi, dimana perlakuan alkali membantu ektraksi polisakarida menjadi sempurna dan mempercepat terbentuknya 3,6 anhidrogalaktosa. Yasita dan Rachmawati (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi karaginan rumput laut Eucheuma cottonii maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan.

Peningkatan rendemen karaginan diduga akibat peningkatan konsentrasi KCl sebagai pengendap. Hal ini senada dengan pendapat yang diungkapkan Mappiratu (2009) yang menyatakan terjadinya peningkatan konsentrasi KCl berpengaruh nyata terhadap peningkatan rendemen karaginan. Karaginan yang dihasilkan dari jenis rumput laut Kappaphycuz alvarezii sensitif terhadap ion kalium sehingga ketika bereaksi dengan ion kalium akan membentuk polimer karaginan lebih optimal sehingga menyebabkan rendemen meningkat. Suryaningrum et al. (1991) menyatakan karaginan yang dihasilkan dari rumput laut Kappaphycuz alvarezii merupakan karaginan fraksi kappa. Kappa karaginan mempunyai jenis yang sensitif terhadap ion kalium dan ion kalsium (Glicksman 1983 diacu dalam Mustamin 2012).

(39)

24 lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (P<0,05) menunjukkan bahwa ada interaksi antara penggunaan jenis dan konsentrasi alkali ketika ekstraksi serta konsentrasi KCl sebagai pengendap. Interaksi perlakuan terbaik yaitu B2C2 dimana perlakuan ini menggunakan larutan NaOH 4% saat ekstraksi dan KCl 5% sebagai pengendap. Hasil sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 3.

Rendemen yang dihasilkan cenderung menurun pada saat diekstraksi dengan KOH dan diendapkan dengan KCl, hal ini dikarenakan proses produksi karaginan dalam penelitian tidak setimbangan antara pelarut dan bahan yang ekstrak. Meningkatnya solven (pelarut) terlalu tinggi sehingga menyebabkan kesetimbangan pelarut dan bahan yang akan diekstrak tidak seimbang, sehingga menyebabkan proses ekstraksi tidak optimal. Hal tersebut menyebabkan penggunaan KOH ketika ekstraksi dan penggunaan KCl sebagai pengendap tidak menghasilkan rendemen yang tinggi. Hal ini senada dengan yang diungkapkan dengan Pebrianata (2005) bila anion telah jenuh berikatan karena penambahan KCl yang semakin banyak, maka akan semakin banyak pula ion kalium yang tidak berikatan dengan polimer karagenan, sehingga rendemen yang dihasilkan menjadi menurun.

Hal ini juga senada dengan yang diungkapkan Yasita dan Rachmawati (2009) menyatakan bahwa dalam proses pembuatan karaginan menggunakan metode ekstraksi dimana dilakukan pemisahan komponen solute (cair) dan campurannya menggunakan sejumlah massa solven sebagai tenaga pemisah. Proses ekstraksi terdiri dari tiga langkah besar yaitu proses pencampuran, proses pembuatan fase setimbang dan proses pemisahan fase setimbang. Solven merupakan faktor penting dalam proses ekstraksi sehingga pemilihan solven merupakan faktor terpenting.

4.2.2 Kadar Air

(40)

25 perlakuan KOH 8% dan konsentrasi pengendap KCl 5% (A3C2) sebesar 15,52% dan terendah pada perlakuan KOH 6% dan konsentrasi KCl 10% (A2C3) sebesar 4,91%. Perbedaan kadar air ini diduga akibat penggunaan jenis dan konsentrasi alkali, baik ketika ekstraksi maupun ketika pengendapan menggunakan KCl.

Gambar 8 Nilai rata-rata kadar air karaginan.

Gambar 8 menunjukan bahwa peningkatan konsentrasi KOH menyebabkan peningkatan kadar air dan peningkatan konsentrasi NaOH menyebabkan penurunan kadar air karaginan. Penggunaan KCl sebagai pengendap dengan konsentrasi 5% menyebabkan kadar air meningkat, sedangkan pada konsentrasi KCl 10% kadar air menjadi menurun. Tinggi rendahnya kadar air diduga dipengaruhi oleh sifat hidrofilik rumput laut, dimana tingginya kadar air rumput laut menyebabkan kadar air yang dikandung karaginan meningkat juga.

Standar mutu karaginan (kadar air) berdasarkan FCC maksimal 12%. Berdasarkan standar mutu tersebut maka 77,78% dari keseluruhan perlakuan yang diujikan telah memenuhi standar mutu. Kadar air yang rendah dari penelitian ini diduga karena pengeringan menggunakan oven, sehingga pengeringan yang terjadi sempurna dan menyebabkan kadar air dalam produk yang dikeringkan di dalam oven menjadi sedikit/rendah.

Berdasarkan sidik ragam dengan tingkat signifikansi 95% diperoleh hasil tidak berbeda nyata interaksi antara jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi

(41)

26 dengan konsentrasi KCl. Tetapi menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada jenis dan konsentrasi alkali serta konsentrasi KCl sehingga dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (P<0,05) menunjukkan bahwa penggunaan alkali NaOH dan KCl sebagai pengendap berpengaruh terhadap kadar air karaginan. Perlakuan jenis dan konsentrasi alkali terbaik yaitu NaOH 8% dan konsentrasi KCl terbaik yaitu C3 dimana perlakuan ini menggunakan larutan KCl 10% sebagai pengendap. Hasil sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 4.

Peningkatan konsentrasi KCl mengakibatkan menurunnya kadar air. KCl merupakan garam klorida dimana garam memiliki sifat hidroskopsis, sehingga mampu mengikat air. Dea (1979) diacu dalam Pebrianata (2005) menyatakan bahwa pada konsentrasi garam yang rendah, inti kapiler elektrik dapat mengecil, sedangkan pada konsentrasi garam yang lebih tinggi koloid akan melepaskan air sehingga terjadi pengendapan, sehingga pengeringan akan berlangsung secara optimum. NaOH sebagai pelarut saat ekstraksi menyebabkan pH ketika ekstraksi meningkat sehingga kemampuan NaOH dalam mengekstrak rumput laut semakin baik dan kadar air menjadi menurun. Yasita dan Rachmawati (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi karaginan dari rumput laut varietas Eucheuma cottonii maka semakin tinggi rendemen dan kadar abu, dan semakin kecil kadar air. Rendahnya kadar air karaginan yang diperoleh diharapkan dapat memperpanjang masa simpan dari karaginan.

4.2.3 Kadar Abu

(42)

27 pengolahan dan tingkat kebersihan ketika proses pencucian rumput laut yang sudah diekstraksi menggunakan larutan alkali.

Gambar 9 Nilai rata-rata kadar abu karaginan. Huruf superscript yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Gambar 9 menunjukan kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini cukup tinggi. Tingginya kadar abu diduga disebabkan penggunaan KCl, teknik penyaringan dan pencucian. Basmal dan Sedayu (2011) menyatakan bahwa semakin kecil penambahan KCl maka kadar abu yang dihasilkan akan semakin rendah. Penyaringan yang kurang rapat menyebabkan terbawanya pengotor. Proses pencucian yang kurang bersih juga dapat menyumbang peningkatan kadar abu akibat kelebihan ion K+ pada karaginan. Ion kalium merupakan unsur mineral yang tidak terbakar (abu). Perlu dilakukan penelitian terkait pencucian karaginan setelah diendapkan oleh garam KCl sehingga akan mengurangi ion kalium.

Pada penelitian ini penggunaan Natrium (Na) dan Kalium (K) diduga melekat pada rumput laut selama ekstraksi berlangsung sehingga meningkatkan kadar mineral yang ada pada bahan. Hal ini menurut Winarno (1990) dikarenakan rumput laut merupakan bahan yang kaya akan mineral seperti Na, K, Ca, dan Mg. Besarnya kadar abu dalam suatu bahan pangan juga menunjukkan tingginya kandungan mineral dalam bahan pangan tersebut namun kadar abu juga ditunjukkan dengan adanya unsur logam yang tidak larut dalam air yang menempel pada bahan rumput laut. Hasil yang menunjukkan bahwa tingginya kadar abu

a a

abc abc

ab

abc

abc abc abc abc abc abc

(43)

28 yang dihasilkan dapat dikatakan juga tingginya kandungan mineral pada lokasi budidaya Kappaphycus alvarezii di Pulo Panjang, sehingga penting dilakukan penelitian lanjutan terkait kondisi perairan di Pulo Panjang.

Berdasarkan sidik ragam dengan tingkat signifikansi 95% diperoleh hasil yang berbeda nyata pada perlakuan jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi dan konsentrasi KCl serta interaksi antara penggunaan jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi dan konsentrasi KCl, sehingga dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (P<0,05) menunjukkan bahwa perlakuan jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi serta penggunaan KCl sebagai pengendap memiliki pengaruh terhadap mutu karaginan (kadar abu). Perlakuan jenis dan konsentrasi alkali terbaik ada pada perlakuan NaOH 4% dan konsentrasi KCl sebagai pengendap pada perlakuan 1%. Hasil sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 5.

4.2.4 Kadar Kekentalan (Viskositas)

Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karaginan, temperatur, jenis karaginan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain. Viskositas yang dihasilkan dari penelitian ini berkisar 2,77-39,24 cP disajikan pada Gambar 10. Viskositas tertinggi dihasilkan perlakuan NaOH 6% dan konsentrasi KCl 1% (B2C1) sebesar 39,24 cP dan terendah pada perlakuan KOH 6% dan Konsentrasi KCl 10% (A2C3) sebesar 2,77 cP.

Viskositas yang dihasilkan dari penelitian ini cenderung meningkat pada penggunaan KCl 5% dan menurun pada konsentrasi KCl 10%. Hasil viskositas dari penelitian ini sudah memenuhi standar yang ditetapkan FAO yaitu minimal 5 cP. Berdasarkan standar mutu tersebut maka hanya ada satu perlakuan yang tidak memenuhi standar tersebut.

(44)

29 karaginan pada rumput laut dan karaginan yang terkandung dalam rumput laut tidak terekstrak.

Gambar 10 Nilai rata-rata viskositas karaginan. Huruf superscript yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Peningkatan konsentrasi KCl mengakibatkan menurunnya muatan bersih pada rantai polimer karaginan. Penggunaan KCl memberikan pengaruh terhadap mutu karaginan khususnya viskositas karena ion K+ dapat menurunkan viskositas. Basmal et al. (2008) menyatakan bahwa ion K+ yang berasal dari garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer, penurunan muatan ini menyebabkan gaya tolakan (repulsion) antara gugus-gugus sulfat juga menurun sehingga sifat hidrofilik polimer menjadi lemah dan menyebabkan viskositas menurun akan tetapi kekuatan gel semakin meningkat.

Berdasarkan sidik ragam dengan tingkat signifikansi 95% diperoleh hasil yang berbeda nyata pada perlakuan jenis dan konsentrasi saat ekstraksi dan konsentrasi KCL serta interaksi antara kedua perlakuan tersebut, sehingga dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil uji lanjut Duncan (P<0,05) menunjukkan bahwa adanya interaksi antara penggunaan jenis dan konsentrasi alkali ketika ekstraksi serta konsentrasi KCl sebagai pengendap. Interaksi perlakuan terbaik yaitu B2C1 dimana perlakuan ini menggunakan larutan NaOH 6% saat ekstraksi

(45)

30 dan KCl 1% sebagai pengendap. Hasil sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 6.

4.2.5 Kekuatan Gel Karaginan

Salah satu sifat penting karaginan adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk solven menjadi gel yang bersifat reversible. Kekuatan gel karaginan dinyatakan sebagai breaking force yang didefinisikan sebagai beban maksimum yang dibutuhkan untuk memecahkan matrik polimer pada daerah yang dibebani (Arfini 2011). Kekuatan gel yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar 2,12–473,89 g/cm2. Kekuatan gel yang dihasilkan pada penelitian disajikan pada Gambar 11. Kekuatan gel tertinggi dihasilkan dari perlakuan KOH 6% dan konsentrasi KCl 5% (A2C2) sebesar 473,89 g/cm2 dan kekuatan gel terendah dari perlakuan KOH 6% dan konsentrasi KCl 10% (A2C3) sebesar 2,12 g/cm2.

Gambar 11 menunjukkan bahwa perlakuan KOH 6% dan KCl 10% memiliki nilai kekuatan gel yang rendah. Hal ini diduga karena bahan baku rumput laut yang dipergunakan memiliki mutu yang rendah, sehingga menghambat pembentukan karaginan didalam rumput laut dan menghambat proses ekstraksi karaginan.

(46)

31 Gambar 11 Nilai rata-rata kekuatan gel karaginan. Huruf superscript yang sama

menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Penggunaan KCl sebagai pengendap mampu meningkatkan kekuatan gel kappa karaginan. Hal ini disebabkan karena kappa karaginan sensitif terhadap ion K+ yang mampu meningkatkan kekuatan ionik dalam rantai polimer karaginan sehingga gaya antar molekul terlarut semakin besar yang menyebabkan keseimbangan antara ion–ion yang larut dengan ion–ion yang terikat didalam struktur karaginan dapat membentuk gel. Basmal et al. (2009) juga menyatakan bahwa tingginya kekuatan gel pada karaginan presipitasi KCl disebabkan adanya ion K+ pada proses presipitasi, dimana dengan adanya penambahan ion K+ pada konsentrasi yang sesuai dapat meningkatkan kekuatan gel karaginan, sebaliknya penambahan yang tidak sesuai konsentrasi dapat menurunkan kekuatan gel karaginan. Purnama (2003) menyatakan bahwa penurunan kekuatan gel seiring dengan semakin meningkatnya jumlah KCl yang digunakan. Hal tersebut menunjukkan bila anion telah jenuh berikatan karena penambahan KCl yang semakin banyak, maka akan semakin banyak pula ion kalium yang tidak berikatan dengan polimer karagenan. Ion yang berlebih menjadi residu dan menyebabkan kemurnian karagenan semakin berkurang dan residu pada produk tersebut dapat menghambat pembentukan double helix sehingga kekuatan gel menjadi menurun.

KCl merupakan salah satu jenis garam yang dapat digunakan sebagai pengendap pada proses produksi karaginan. Keberadaan garam pada karaginan ini

(47)

32 dapat menurunkan muatan negatif sepanjang polimer karaginan sehingga menurunkan viskositas tetapi kekuatan gel akan meningkat. Basmal et al. (2008) menyatakan bahwa garam KCl dapat menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer, penurunan muatan ini menyebabkan gaya tolakan (repulsion) antara gugus-gugus sulfat sehingga sifat hidrofilik polimer menjadi lemah dan menyebabkan viskositas menurun tetapi daya gelasi karaginan meningkat sehingga kekuatan gel meningkat.

Tahapan ekstraksi karaginan menggunakan alkali dan terjadi peristiwa pertukaran ion antara kation dalam pelarut dengan ion sulfat dalam rumput laut. Penggunaan KOH lebih efektif menghasilkan kekuatan gel yang tinggi jika dibandingkan dengan NaOH, hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Distantina (2012) bahwa dibanding kation Na, kation K mampu membentuk agregasi heliks hal ini terindikasi dari kekuatan gel yang lebih kuat.

4.3 Penentuan Perlakuan Terpilih

Hasil penelitian menunjukkan setiap perlakuan yang diujikan memiliki keunggalan tersendiri pada parameter mutu karaginan. Pada parameter rendemen perlakuan yang terbaik adalah jenis alkali NaOH dengan konsentrasi 4% dan konsentrasi pengendap KCl sebesar 5%. Pada parameter kadar air perlakuan yang terbaik yaitu perlakuan jenis dan konsentrasi alkali NaOH 8% dan konsentrasi pengendap KCl 10%. Parameter kadar abu yang terbaik dihasilkan oleh jenis dan konsentrasi alkali NaOH 4% dan konsentrasi KCl sebesar 1%. Parameter viskositas perlakuan yang terbaik dihasilkan perlakuan NaOH 6% dan KCl 1% serta parameter kekuatan gel terbaik dihasilkan dari perlakuan KOH 4% dan KCl 1%.

Karaginan hasil penelitian ini sudah memenuhi standar yang ditetapkan FAO, FCC dan EEC terkait viskositas karaginan minimal 5 cP dan standar yang ditetapkan Departemen Perdagangan terkait rendemen minimal 25%. Karaginan hasil penelitian ini hanya satu perlakuan (KOH 4% dengan KCl 1%) yang memenuhi standar FAO, FCC dan EEC terkait kadar abu maksimal 40%.

(48)

33 dihasilkan untuk setiap kali produksi. Diharapkan pada setiap proses dapat menghasilkan rendemen yang tinggi, sehingga untuk menentukkan perlakuan terpilih dilihat dari nilai rendemen yang cukup tinggi. Kappa karaginan merupakan jenis karaginan yang memiliki viskositas yang rendah tetapi kekuatan gel yang tinggi, karaginan yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan memiliki nilai viskositas dan kekuatan gel yang cukup tinggi sehingga akan memperluas tingkat pemanfaatannya.

Berdasarkan beberapa parameter mutu karaginan maka perlakuan yang terpilih yaitu perlakuan jenis dan konsentrasi alkali NaOH 4% untuk mengekstrak dan KCl 5% sebagai pengendap. Hal ini dapat dilihat dari nilai rendemen karaginan (52%), kekuatan gel karaginan (293,42 g/cm2) dan viskositas karaginan (38,89 cP). Perlakuan ini juga sudah memenuhi standar Departemen Perdagangan terkait rendemen karaginan yaitu 25%, standar FAO terkait viskositas minimal 5 cP.

Keterbatasan dalam penelitian ini menyebabkan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperbanyak parameter sifat fisik dan sifat kimia yang dianalisis. Sifat fisik bahan baku karaginan diduga mempengaruhi kualitas dari karaginan yang akan dihasilkan. Sifat fisik bahan baku yang harus diperhatikan yaitu kadar air, Clean Anhydrous Weed (CAW) dan impurities (pengotor). Kadar air bahan baku akan mempengaruhi kadar air karaginan yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar air bahan baku maka kadar air karaginan yang dihasilkan akan besar pula. CAW merupakan gambaran terhadap rendemen karaginan yang akan dihasilkan. Pengotor merupakan faktor penting dalam proses produksi karaginan, apabila nilai pengotornya tinggi menyebabkan rendahnya kemurnian karaginan.

(49)

34 gel. Kadar abu tidak larut asam menunjukkan masih adanya pengotor pada produk karaginan yang dihasilkan.

(50)

35

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Jenis alkali yang menghasilkan mutu karaginan baik adalah NaOH yang menghasilkan nilai rendemen karaginan yang tinggi. Konsentrasi alkali yang terbaik dan menghasilkan mutu karaginan yang baik yaitu 4% yang menghasilkan mutu karaginan yang cukup baik. Pada alkali KOH 4% menghasilkan mutu karaginan (rendemen, kadar air, kadar abu dan kekuatan gel) cukup baik jika dibandingkan dengan konsentrasi KOH 6% dan 8%. Pada alkali NaOH 4% menghasilkan mutu karaginan (kekuatan gel dan kadar abu) cukup baik.

Konsentrasi KCl yang menghasilkan mutu karaginan terbaik yaitu 5%. Kelebihan atau kekurangan ion K+ menyebabkan tidak optimalnya mutu karaginan yang dihasilkan. Penggunaan KCl sebagai pengendap pada proses produksi karaginan berpengaruh terhadap rendemen, kadar air, kadar abu, viskositas dan kekuatan gel. Penggunaan KCl pada alkali KOH cenderung menurunkan nilai rendemen karaginan tetapi pada alkali NaOH cenderung meningkatkan rendemen karaginan. Penggunaan KCl dengan konsentrasi tinggi dapat menurunkan kadar air karaginan. Penggunaan KCl cenderung meningkatkan kadar abu karaginan serta dapat menurunkan viskositas dan meningkatkan kekuatan gel.

5.2 Saran

(51)

36

DAFTAR PUSTAKA

Andarina W. 2012. Optimasi Ekstraksi Iota Karaginan dari Rumput Laut Merah E. Spinosum [SKRIPSI]. Bogor: Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. 28 hlm.

Anggadiredja JT . 2010. Rumput Laut. Depok: Penebar Swadaya. 148 hlm.

Arfando R. 2008. Perubahan Area Mangrove di Pulau Panjang Kabupaten Serang Propinsi Banten [SKRIPSI]. Depok: Program Studi Geologi, FMIPA IU. 54 hlm.

Arfini F. 2011. Optimasi Proses Ekstraksi Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Merah (E. cottonii) serta Aplikasinya Sebagai Penstabil Pada Sirup Markisa [TESIS]. Bogor: Program Studi Teknologi Pascapanen, Magister Sains, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 99 hlm.

Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. 413 hlm.

Asla LM. 1998. Rumput Laut. Yogyakarta: Kanasius. 97 hlm.

Atmadja WS, A Kadi, Sulistijo dan R Satari. 1999. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Puslitbang Oseanologi LIPI. 61 hlm.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1998. Penetapan Kadar Karagenan dari Rumput Laut. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan. 11 hlm.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Cara Uji Kimia. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan. 11 hlm

Basmal J dan BB Sedayu. 2011. Pengaruh Perlakuan Kombinasi Larutan KOH dan KCl Terhadap Kualitas Semi Refined Carrageenan (SRC). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan-III. Hal 27-35.

Basmal J, BB Sedayu dan BSB Utomo. 2008. Mutu Semi Refined Carrageenan (SRC) yang Diproses Menggunakan Air Limbah Pengolahan yang Didaur Ulang. Jurnal Pasca Panen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 11 hlm.

(52)

37 Bunga SM, RI Montolalu, WH Johanna, Lita ADYM, HW Alexander dan T Nurmeilita. 2013. Karakteristik Sifat Fisika Kimia Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii pada Berbagai Umur Panen yang Diambil dari Daerah Perairan Desa Arakan Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan (1): 54-58.

cP Kelco ApS. 2004. Carrageenan. Denmark. http://www.cPKeco.com. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2013.

Distantina S, Fadilah, Rochmadi, M Fahrurrozi dan Wiratni. 2010. Proses Ekstraksi Karagenan dari Eucheuma cotonii. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. 6 hlm.

Distantina S, Rochmadi, Wiratni dan M Fahrurrozi. 2012. Mekanisme Proses Tahap Ekstraksi Karagenan dari Eucheuma cottonii Menggunakan Pelarut Alkali. Agritech (32): 397-342.

Fatimah S. 2012. Aplikasi Teknologi Ohmic dalam Ekstraksi Karaginan Murni (Refined Carrageenan) dari Rumput Laut Eucheuma cottonii [SKRIPSI]. Makasar: Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin. 43 hlm.

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. KKP Targetkan Produksi Rumput Laut 5,1 Juta Ton. www.kkp.go.id. Diakses pada tanggal 15 Maret 2014.

Kordi MGH. 2009. Budi Daya Perairan. Buku Kedua. Bandung: Citra Aditya Bakti. 964 hlm.

Mappiratu. 2009. Kajian Teknologi Pengolahan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Skala Rumah Tangga. Media Litbang Sulteng (1): 1-6.

Mustamin STF. 2012. Studi Pengaruh Konsentrasi KOH dan Lama Ekstraksi Terhadap Karakteristik Karagenan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii [SKRIPSI]. Makasar: Program Studi Ilmu dan Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin. 81 hlm.

Mustapha S, H Chandra, ZZ Abidin, R Saghravani dan MY Harun. 2011. Production of semi-refined carrageenan from Eucheuma cottonii. Journal of scientific and Industrial Research (7): 865-870.

(53)

38 Peranginangin R, Arif dan EF Hari. 2011. Pengaruh Perbandingan Air Pengekstrak dan Penambahan Celite Terhadap Mutu Kappa Karaginan. Jakarta: Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Hal 1070-1086.

Poncomulyo T, H Maryani dan L Ristiani. 2006. Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut. Depok: Agromedia Pustaka. 65 hlm.

Pratiwi R. 2011. Strategi Pengembangan Bisnis Rumput Laut Indonesia untuk Pasar Internasional [TESIS]. Bogor: Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor. 148 hlm.

Purnama RC. 2003. Optimasi proses pembuatan karagenan dari rumput laut Eucheuma cottonii [SKRIPSI]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Romenda AP, R Pramesti dan AB Susanto. 2013. Pengaruh Perbedaan Jenis dan Konsentrasi Larutan Alkali Terhadap Kekuatan Gel dan Viskositas Karaginan Kappaphycus alvarezii, Doty. Journal of Marine Research (2): 127-133.

Sedayu BB, Jamal B dan Bagus SBU. 2008. Optimalisasi Penggunaan Air Pada Proses Pembuatan Semi-Refined Carrageenan (SRC). Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (3): 183-191.

Steel RGD and JH Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi ke-1. Alih bahasa oleh B. Sumantri. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 319 hlm.

Sulistijo, A Soegiarto, WS Atmdja dan H Mubarak. 1994. Rumput Laut (Algae) Manfaat, Potensi dan Budidaya. Jakarta: Lembaga Oseanologi Nasional LIPI. 61 hlm.

Suryaningrum TD, TS Suwarno dan M Monang. 1991. Kajian Sifat-sifat Mutu Komoditi Rumput Laut Budidaya Jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum (Identifikasi dan Sifat Fisiko Kimia Karaginan). Jurnal Penelitian Pasca Panen (69): 35-46.

Suryaningrum TD, TS Suwarno dan P Soempeno. 1991. Kajian Sifat-sifat Mutu Komoditi Rumput Laut Budidaya Jenis Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum (Pengaruh Perbedaan Warna Komoditi dan Umur Panen Terhadap Mutu Rumput Laut). Jurnal Penelitian Pasca Panen (68): 13-24.

(54)

39 Warkoyo. 2007. Studi Ekstraksi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii

(Kajian Jenis Larutan Perendam dan Lama Perendaman). Jurnal Protein (14): 49-56.

Widiayastuti. 2010. Sifat Fisik dan Kimiawi Karagenan yang Diekstrak dari Rumput laut Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum Pada Umur Panen yang Berbeda. Jurnal Agroteks (20): 40-50.

Winarno FG. 1990. Teknologi Pengolah Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 103 hlm.

(55)

40

(56)

41 Lampiran 1 Dokumentasi Kegiatan Penelitian (Alat dan Bahan serta Pengujian

Parameter Mutu Karaginan)

Penangas/ Hotplate Timbangan Analitik pH indicator

Beakerglass Cawan petri Kain blacu

Furnace Oven Viscometer ostwald

Stopwatch Rubber bulp Saringan

Talenan

(57)

42

Celite KOH teknis KCl teknis

Spin bar/Stirer NaOH teknis Rumput laut

Kappaphycus alvarezii

Aquades Penimbangan rumput laut Pencucian rumput laut

Pemotongan rumput laut Penimbangan KOH/NaOH

Penimbangan KCl

Penimbangan Celite Pemanasan larutan alkali Proses ekstraksi rumput laut

(58)

43 Proses penyaringan filtrat Proses perendaman filtrat

dengan KCl

Sisa saringan filtrat

Proses pencucian filtrat Pengukuran air pencucian filtrat

Pencetakan dan penimbangan filtrat

Proses pengeringan dengan oven

Penimbangan karaginan sebelum dihaluskan

Serbuk karaginan penelitian

Pengujian kadar air Pengujian kadar abu Penimbangan kadar air/ kadar abu

Gel karaginan sebelum diuji kekuatan gel

Gel karaginan setelah diuji kekuatan gel

(59)

44 Tepung karaginan

penelitian

(60)

45 Lampiran 2 Hasil Penelitian Mutu Karaginan

(61)
(62)

Hasil Kekuatan gel karaginan

Rata-rata 321,8667 473,8833 267,94 293,4167 288,3233 227,6033

Total 965,6 1421,65 803,82 880,25 864,97 682,81 5619,1

Rata-rata 153,5 2.116667 251,1667 400,4233 106,37 302,76

Total 460,5 6,35 753,5 1.201,27 319,11 908,28 3649,01

Jumlah 2,347,11 2.217,16 1.863,68 2.272,60 1.957,33

(63)

Lampiran 3 Hasil Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Lanjut Duncan Rendemen Karaginan

Hasil sidik ragam (ANOVA) rendemen karaginan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Hasil Rendemen karaginan

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 18248,833a 17 1073,461 7,054 ,000 Intercept 69337,500 1 69337,500 455,613 ,000 Perlakuan_AB 7995,944 5 1599,189 10,508 ,000 Perlakuan_C 3616,778 2 1808,389 11,883 ,000 Perlakuan_AB * Perlakuan_C 6636,111 10 663,611 4,361 ,000

Error 5478,667 36 152,185

Total 93065,000 54

Corrected Total 23727,500 53

a. R Squared = ,769 (Adjusted R Squared = ,660) Keterangan:

AB : perlakuan jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi C : perlakuan konsentrasi KCl

Hasil uji lanjut Duncan jenis dan konsentrasi alkali saat ekstraksi rendemen karaginan

Hasil Rendemen karaginan

Jenis Konsentrasi alkali

ekstraksi N means. The error term is Mean Square(Error) = 152,185.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 9,000.

Hasil uji lanjut Duncan konsentrasi pengendap KCl terhadap rendemen karaginan

Hasil Rendemen karaginan means. The error term is Mean Square(Error) = 152,185.

(64)

Lampiran 3 Lanjutan

Hasil Rendemen karaginan

Interaksi Jenis dan Konsentrasi alkali saat ekstraksi dengan konsentrasi pengendap KCl N

Subset

1 2 3 4 5 6 7

Duncana 3 (KOH 8% + KCl 1%)

3 12,3333

9 (KOH 8% + KCl 5%) 3 16,0000 16,0000 7 (KOH 4% + KCl 5%) 3 17,0000 17,0000 8 (KOH 6% +KCl 5%) 3 17,3333 17,3333 6 (NaOH 8%+KCl 1%) 3 18,3333 18,3333

15 (KOH 8%+KCl 10%) 3 20,0000 20,0000 20,0000 5 (NaOH 6%+KCl 1%) 3 22,0000 22,0000 22,0000 2 (KOH 6%+KCl 1%) 3 25,3333 25,3333 25,3333

14 (KOH 6%+KCl 10%) 3 30,3333 30,3333 30,3333 30,3333 1 (KOH 4%+KCl 1%) 3 31,3333 31,3333 31,3333 31,3333

16 (NaOH 4%+KCl 10%) 3 36,6667 36,6667 36,6667 36,6667

4 (NaOH 4%+KCl 1%) 3 42,3333 42,3333 42,3333 42,3333

10 (NaOH 4%+KCl 5%) 3 52,0000 52,0000 52,0000 52,0000

11 (NaOH 6%+KCl 5%) 3 56,3333 56,3333 56,3333

13 (KOH 4%+KCl 10%) 3 56,3333 56,3333 56,3333

17 (NaOH 6%+KCl 10%) 3 59,3333 59,3333 59,3333

12 (NaOH 8%+KCl 5%) 3 63,3333 63,3333

18 (NaOH 8%+KCl 10%) 3 68,6667

Sig. ,118 ,090 ,060 ,061 ,054 ,074 ,155

Gambar

Gambar 1  Rumput laut Eucheuma spinosum dan Kappaphycus alvarezii
Gambar 2 Jenis-jenis rumput laut
Gambar 3 Mekanisme pembentukan gel pada karaginan (Winarno 1990)
Tabel 1 Standar mutu karaginan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengujian serempak menggunakan uji- F menunjukkan bahwa dalam jangka panjang Pendapatan Nasional, Suku Bunga Deposito dan Inflasi secara bersama-sama

c. Fasilitas belajar sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan proses belajar siswa. Fasilitas belajar sekolah yang memadai

Dermatofitosis atau yang dikenal dengan tinea, ringworm, kurap, herpes sirsinata, teigne adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum

Memilih peserta sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan (pengalaman klinik dan tingkat pendidikan). Meminta peserta item development membuat curriculum vitae. Pertemuan

1) Mulyadi (2014), mengemukan bahwa definisi biaya dibagi atas dua yaitu biaya dalam arti sempit dan biaya dalam arti luas. Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber

4.2.2. Teknik pengendalian serangan rayap pada bangunan rumah atau gedung paska konstruksi ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan serangan rayap dengan mempertimbangkan

Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya kekurangan air dan makanan, sehingga hanya individu yang kuat saja yang dipertahankan, yaitu dengan membunuh

Pendapat lain dikemukakan oleh Al Rasyid (2000), yang menyebutkan secara umum tugas-tugas pokok pemerintahan mencakup : Pertama, menjamin keamanan negara dari