• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. BAKTERI PENYEBAB DIARE

III. METODOLOGI PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisis sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi susu kambing segar dari kambing peranakan etawa yang digunakan sebagai bahan baku dari yogurt dan pembuatan kultur starter dari keempat bakteri asam laktat yang digunakan untuk formulasi pembuatan yogurt susu kambing.

a. Analisis Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Susu Kambing

Analisis sifat fisik meliputi berat jenis susu, bahan kering, bahan kering tanpa lemak, dan pH. Analisis sifat kimia meliputi kadar laktosa, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan total asam tertitrasi (TAT). Analisis sifat mikrobiologi meliputi total mikroba, total koliform, cemaran Escherichia coli dan cemaran Salmonella spp.

b. Preparasi Kultur Starter

Proses pembuatan kultur starter dari keempat bakteri asam laktat diawali dengan menginokulasi 1 ose kultur dari agar chalk semisolid MRSA ke agar miring MRSA lalu agar miring MRSA tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Selanjutnya dilakukan inokulasi MRSB dengan 1 ose kultur dari agar miring MRSA dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Susu skim 10 % sebanyak 100 ml lalu diinokulasi dengan 2% kultur starter dari MRSB untuk Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus sedangkan untuk Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium spp2. diinokulasi sebanyak 5% dari MRSB. Selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Kultur starter ini siap digunakan dalam proses pembuatan yogurt. Kultur starter ini lalu disimpan dalam refrigerator agar tidak cepat

rusak. Kultur starter ini dapat bertahan selama kurang lebih 1 minggu. Proses pembuatan kultur starter untuk pembuatan yogurt dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penelitian Susu Kambing PE

Penelitian Pendahuluan 

Uji  Kimia  (Kadar  abu,  protein,  lemak,  laktosa,  Total Asam Tertitrasi)  Uji  Mikrobiologi  (total 

mikroba,  total  koliform,  cemaran  Escherichia  coli  dan  cemaran  Salmonella  spp.) 

Uji Fisik (berat jenis susu,  bahan kering, bahan kering  tanpa lemak, dan pH) 

Preparasi Kultur Starter 

Penelitian Utama 

Pembuatan dan Formulasi 

Uji Daya Antibakteri  Uji Nilai pH 

Penelitian Lanjutan 

Yogurt Formula Terbaik 

Analisis Sifat Fisik, Kimia,  dan Mikrobiologi 

Pendugaan Umur Simpan  Berdasarkan Viabilitas BAL 

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Kultur Starter

2. Penelitian Utama

Pada penelitian utama dilakukan proses pembutan dan formulasi yogurt dari susu kambing. Terdapat lima formula yoghurt yang dihasilkan yaitu Formula 1 (S. thermophilus + L. bulgaricus 1:1 sebanyak 2%), Formula 2 (S. thermophilus + L.

MRSA Chalk semisolid 

Agar miring MRSA 1 ose

Inkubasi 24 jam 37°C

MRSB

1 ose

Inkubasi 24 jam 37°C

100 ml susu skim 10% 100 ml susu skim 10% 

5 ml  2 ml 

Inkubasi 24 jam 37°C Inkubasi 24 jam 37°C 

Kultur starter Lactobacillus 

acidophilus dan 

Bifidobacterium spp2

Kultur starter Lactobacillus 

bulgaricus dan 

Streptococcus 

thermophilus

bulgaricus 1:1 sebanyak 2% + FOS 1%), Formula 3 (S. thermophilus + L. bulgaricus + Bifidobacterium spp2. 1:1:1 sebanyak 2%), Formula 4 (S. thermophilus + L. bulgaricus + Bifidobacterium spp2. + L. acidophilus 1:1:1:1 sebanyak 2%), dan Formula 5 (S. thermophilus + L. bulgaricus + Bifidobacterium spp2. + L. acidophilus 1:1:1:1 sebanyak 2% + FOS 1%).

Selanjutnya dari kelima formula yogurt tersebut dibandingkan daya antibakterinya terhadap EPEC. Selain itu dibandingkan pula nilai pHnya.

a. Pembutan dan Formulasi Yogurt dari Susu Kambing

Susu kambing dipisahkan dari lemaknya dengan menggunakan cream separator. Susu skim dipanaskan hingga volume susu skim mencapai 2/3 volume semula. Setelah itu, susu skim dipasteurisasi pada suhu 85°C selama 30 menit. Susu skim kambing didinginkan hingga mencapai suhu ruang (25±1oC). Starter Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus diinokulasi sebanyak 2% dengan perbandingan 1:1 dari volume susu untuk membuat yogurt formula 1 (F1). Starter Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus diinokulasi sebanyak 2% dengan perbandingan 1:1 dan ditambah FOS sebanyak 1% dari volume susu untuk membuat yogurt formula 2 (F2). Starter Streptococcus thermophillus, Lactobacillus bulgaricus, Bifidobacterium spp2. diinokulasi sebanyak 2% dengan perbandingan 1:1:1 dari volume susu untuk membuat yogurt formula 3 (F3). Starter Streptococcus thermophillus, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium spp2. diinokulasi sebanyak 2% dengan perbandingan 1:1:1:1 dari volume susu untuk membuat yogurt formula 4 (F4). Starter Streptococcus thermophillus, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium spp2. diinokulasi sebanyak 2% dengan perbandingan 1:1:1:1 dan ditambah FOS sebanyak 1% dari volume susu untuk membuat yogurt formula 5 (F5). Proses pembuatan dan formulasi yoghurt dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan dan Formulasi Yogurt Susu Kambing b. Uji Aktivitas Antibakteri Patogen (AOAC, 1990)

Untuk mengetahui aktivitas antibakteri patogen pada produk, maka sebanyak 0.1 ml (1%) kultur bakteri patogen dimasukkan dalam 10 ml produk. Selanjutnya campuran 10 ml produk dan 0.1 ml kultur bakteri patogen diinkubasi pada suhu 37°C selama 2 jam. Untuk mengetahui jumlah bakteri patogen awal (jam ke-0), dilakukan pemupukan dengan media spesifik pada tingkat pengenceran produk 10-6, 10-7 dan 10-8. Media agar yang digunakan untuk Escherichia coli adalah EMBA

Susu Kambing 

Dipisahkan sebagian lemak susu dengan cream separator

Panaskan hingga volumenya menjadi 2/3 volume  semula 

Pasteurisasi 85°C selam 30 menit

Dinginkan hingga mencapai suhu ruang 

Inkubasi 37°C selam 24 jam 

Inokulasi  F1: ST+LB  F2: ST+LB+FOS  F3: ST+LB+Bifido  F4: ST+LB+LA+Bifido  F5: ST+LB+LA+Bifido+FOS  Yogurt Simpan di refrigerator 

Untuk mengetahui jumlah bakteri patogen setelah dikontakkan dengan produk selama 2 jam dilakukan pemupukan pada pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, dan 10-4, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam.

c. Uji Nilai pH Kelima Formula Yogurt (Dewan Standarisasi Nasional, 1992)

Pengukuran derajat keasaman menggunakan alat pH-meter. Untuk mencapai ketepatan pH-meter harus dikalibrasi menggunakan 2 larutan buffer yang mewakili pH rendah (4,00) dan pH tinggi (7,00). Sebanyak 25 ml sampel ditempatkan di gelas piala 100 ml. Kemudian elektroda pH-meter dicelupkan di genangan sampel. Selanjutnya baca nilai pH yang ditampilkan pada layar. Pengukuran nilai pH dilakukan duplo untuk masing-masing formula yogurt.

3. Penelitian Lanjutan

Pada penelitian lanjutan dilakukan analisis sifat mikrobiologi, kimia, dan fisik formula yogurt terbaik. Selain itu, dilakukan juga uji pendugaan umur simpannya.

a. Analisis Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Yogurt Terbaik

Analisis sifat fisik meliputi viskositas dan pH. Analisis sifat kimia meliputi kadar air, abu, lemak, dan protein. Analisis sifat mikrobiologi meliputi cemaran Escherichia coli dan Salmonella spp.

b. Pendugaan Umur Simpan Yogurt Terbaik

Metode pengukuran umur simpan didasarkan pada parameter viabilitas bakteri asam laktat. Yogurt yang baik menurut CODEX (2003) memiliki viabilitas bakteri asam laktat minimal 107 cfu/g.

1. Viabilitas BAL/ Bakteri Asam Laktat (Fardiaz, 1987)

Uji BAL dilakukan dengan metode agar tuang. Sebanyak 1 ml sampel diencerkan dalam 9 ml larutan pengencer hingga pengenceran 10-9. Pemupukan dilakukan duplo dari tingkat pengenceran 10-8 sampai

10-10 dengan cara memipet 1 ml atau 0.1 ml sampel yang telah diencerkan ke dalam cawan petri steril, kemudian ditambahkan 15 – 20 ml MRSA cair steril. Cawan petri digoyangkan secara mendatar agar sampel tersebar rata. Setelah agar membeku, diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37°C selama 2 – 3 hari. Jumlah koloni yang tumbuh dihitung dengan menggunakan metode SPC (satuan = CFU/ml).

C. PROSEDUR ANALISIS a. Berat Jenis Susu (DSN, 1998)

Susu dihomogenkan dengan sempurna (dituangkan dari gelas piala satu ke gelas piala lainnya), kemudian dengan hati-hati dituangkan kedalam tabung tanpa menimbulkan buih. Dengan hati-hati laktodensimeter dicelupkan ke dalam susu dalam tabung tadi, dibiarkan timbul dan ditunggu sampai diam. Skala yang muncul dibaca dan angka yang terbaca menunjukkan angka 2 dan 3 dibelakang koma, sedangkan desimal ke-4 dikira-kira.

b.Bahan Kering dan Bahan Kering Tanpa Lemak Susu (DSN, 1998) Setelah angka kadar lemak dan BJ didapatkan, maka angka-angka tersebut dimasukkan ke dalam rumus :

BK = 1,311 x L + 2,738 100(BJ-1)

BJ

Keterangan : BK = Kadar bahan kering L = Kadar lemak susu BJ = Berat jenis susu

Penetapan Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak berdasarkan rumus : BKTL = BK – L

Keterangan : BKTL = Bahan Kering Tanpa Lemak BK = Kadar Bahan Kering

Hasil uji Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak susu dinyatakan dalam satuan %.

c. Penentuan pH (Apriyantono et al., 1989) 

Untuk sampel yang berbentuk larutan atau tidak terlalu pekat maka penetapan pH-nya dapat langsung dilakukan, jika terlalu pekat maka harus diencerkan dulu (perhatikan faktor pengencer, harus sama untuk setiap sampel sama). Sedangkan untuk sampel kering dilakukan dengan metode ekstraksi. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram. Sebanyak 20 ml air ditambahkan kemudian dikocok dengan “stirer” sampai basah semua, kemudian ditambahkan 50 ml air, lalu dihomogenkan. Sampel didiamkan selama 1 jam. Endapan dibiarkan mengendap (tidak perlu disaring), nilai pH supernatan sampel selanjutnya diukur.

d. Kadar Laktosa (Teles, 1978)

Sebanyak 2 ml susu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai tepat 100 ml. Sebanyak 2,5 ml sampel yang telah diencerkan dipindahkan ke dalam tabung sentrifus dan ditambahkan 2 ml ZnSO4, 0,2 ml BaOH 4,5 %. Tabung disentrifus dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 – 30 detik atau 1000 rpm selama 1 menit. Sebanyak 1 ml supernatannya dipindahkan ke tabung Folin sugar blood dan ditambahkan reagen teles dan ditutup kencang dengan penutup karet yang kering. 4 -6 cm bagian tabung dibenamkan dalam air mendidih selama 6 menit. Lalu didinginkan secara cepat. Sampel dipindahkan ke 12,5 atau 25 ml air distilasi tergantung kandungan laktosa dari sampel. Sampel dibolak-balik 6 kali agar tercampur. Absorbansinya dibaca pada 520 nm, untuk blankonya sampel diganti air 2,5 ml.

e. Kadar Lemak Susu (DSN, 1998)

Sebanyak 10 ml asam sulfat pekat dimasukkan ke dalam butirometer. Contoh susu sebanyak 10,75 ml dan 1 ml amil alcohol selanjutnya ditambahkan. Urutan dari pemasukan bahan ke dalam butirometer harus

runtut seperti cara di atas. Butirometer disumbat sampai rapat, kemudian dikocok sehingga bagian-bagian di dalamnya tercampur rata. Setelah terbentuk warna ungu tua sampai kecoklatan (terbentuk karamel), butirometer dimasukkan ke dalam sentrifus dan disentrifusi pada 1200 rpm selama 5 menit. Kemudian butirometer dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 650 C selama 5 menit. Setelah itu, skala yang tertera pada butirometer dibaca. Skala tersebut menunjukkan kadar lemak.

f. Kadar Protein Susu (Castillo et al, 1962)

Sebanyak 10 ml sampel susu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 100 ml. Indikator PP ditambahkan sebanyak 2 – 3 tetes lalu ditambahkan 0.4 ml kalium oksalat. Selanjutnya dititrasi dengan NaOH sampai warna merah muda lalu ditambahkan 2 ml formaldehid. Warna larutan akan berubah dari merah jambu menjadi bening. Dititrasi kembali dengan NaOH sampai warna berubah menjadi merah muda. Hasil akhir titrasi yang didapat (P) dicatat. Blanko juga dititrasi dengan prosedur yang sama seperti titrasi sampel tetapi susu diganti dengan aquades. Hasil akhir titrasi yang didapat (Q) dicatat.

Keterangan : Faktor Formol : susu sapi = 1.70 susu kerbau = 1.91 susu kambing = 1.95

g. Kadar Abu (DSN, 1998)

Sebanyak 2-3 g contoh ditimbang secara seksama ke dalam sebuah cawan porselen yang diketahui bobotnya, untuk contoh cairan, diuapkan terlebih dahulu di atas penangas air sampai kering. Selanjutnya diarangkan di atas nyala pembakar, lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550 0C sampai pengabuan sempurna. Didiinginkan dalam eksikator, lalu timbang sampai bobot tetap.

Perhitungan : Kadar abu (%b/b) =W1- W2 x 100% W

Keterangan :

W= bobot contoh sebelum diabukan dalam gram

W1 = bobot contoh + cawan sesudah diabukan dalam gram W2 = bobot cawan kosong dalam gram

h. Total Asam Tertitrasi (AOAC,1995)

Pengukuran total asam tertitrasi merupakan penentuan konsentrasi total asam. Pada susu segar total asam tertitrasi dihitung sebagai persen asam laktat. Pengukuran asam tertitrasi menggunakan prinsip asam basa. Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein 1%. Sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N yang telah distandardisasi sampai terbentuk warna merah muda yang merupakan titik akhir titrasi. Jumlah (volume) titran yang digunakan, normalitas basa standar, volume atau berat contoh digunakan untuk menghitung total asam tertitrasi.

i. Angka Lempeng Total(Maturin dan Peller, 2001)

Disiapkan pengenceran desimal dengan pipet steril terpisah sampai sejumlah keperluan. Dilakukan pengenceran terhadap sampel sampai pengenceran yang telah dibuat. Dipipet 1 ml pengenceran dan duplikat serta tandai cawan petri. Sebanyak 12 – 15 ml PCA ditambahkan pada tiap cawan 15 menit dari pengenceran aslinya. Dibiarkan agar memadat. Kemudian diinkubasi terbalik 48 ± 2 jam pada 35°C.

j. Total Coliform (Feng et al., 2002)

Sampel ditimbang untuk diencerkan dalam pengenceran 1:10 steril. Pengenceran decimal disiapkan. Dengan pengencer Butterfield’s fosfat steril. Jumlah pengenceran yang disiapkan tergantung dari densitas koliform yang diantisipasi. Suspensi divorteks dan dipindahkan 1 ml bagian ke 3 tabung LST untuk setiap pengenceran sedikitnya 3 pengenceran berurutan. Penyiapan sampai inokulasi ke media yang dituju tidak lebih dari 15 menit. Tabung LST diinkubasi pada suhu 350C. Tabung diperiksa dan dicatat reaksi pada 24 ± 2 jam untuk gas. Diinkubasi kembali tabung yang negatif untuk tambahan 24 jam dan diperiksa serta dicatat reaksi kembali sampai 48 ± 2 jam. Uji konfirmasi dilakukan terhadap tabung LST yang positif.

Uji konfirmasi untuk koliform :

Untuk setiap tabung LST bergas, dipindahkan seose suspensi ke tabung BGLBB. Tabung BGLBB diinkubasi pada 35 0C dan diperiksa untuk produksi gas pada 48 ± 2 jam. MPN dari koliform dihitung berdasarkan proporsi dari tabung LST yang positif untuk 3 pengenceran berurutan. k. Cemaran Escherichia coli (DSN, 1998)

Uji konfirmasi Escherichia coli dengan metoda the Most Probable Number (MPN) beberapa seri (seri 3 atau 5) tabung yang berisi EC broth disiapkan yang dilengkapi dengan tabung Durham. Dipilih tabung BGLB positif sedikitnya dari tiga pengenceran yang berurutan. Digoyangkan secara hati-hati tabung positif tersebut dan dengan ose steril dipindahkan suspensi ke masing-masing seri tabung reaksi berisi EC broth, disesuaikan dengan pengencerannya. Tabung rekasi tersebut diinkubasi pada suhu 45,5°C selama 48 jam. Diamati terbentuknya gas sebagai reaksi positif setelah diinkubasikan selama 24 jam. Bila belum terbentuk gas, inkubasi dilanjutkan dan diamati reaksi positif pada 48 jam. Jumlah tabung yang positif dari masing-masing seri dicocokkan dengan tabel statistik untuk mengetahui jumlah fecal coliform, dan dinyatakan dengan MPN per unit

sampel. Dengan ose steril dipindahkan suspensi dari masing-masing tabung positif ke Levine's eosin-methylen blue (L-EMB) agar dan digoreskan ke permukaan agar beberapa kali agar dapat diperoleh koloni tunggal. Cawan diinkubasi pada suhu 35°C selama 18-24 jam dan diamati adanya koloni berwarna gelap dan datar dengan atau tanpa warna metal. Dipindahkan dua koloni yang dicurigai dari tiap cawan L-EMB ke agar miring PCA untuk pengujian morfologi dan biokimia, kemudian diinkubasikan pada suhu 35°C selama 18-24 jam. Dilakukan juga pewarnaan Gram, diamati adanya bakteri coccus atau cocoid, Gram negatif. Uji konfirmasi E. coli dilanjutkan ke uji biokimia IMViC (Indol- Voges Proskauer-Methyl red-Citrat) sebagai berikut:

a) Produksi indole

Tabung berisi tryptone broth diinokulasi dan diinkubasikan pada suhu 35°C selama 24 jam. Ditambahkan 0,2 - 0,3 reagent Kovacs untuk menguji adanya pembentukan indole yang ditunjukkan dengan adanya warna merah yang jelas di bagian atas.

b) Voges-Proskauer

Tabung berisi MRVP broth diinokulasi dan diinkubasikan pada suhu 35°C selama 48 jam. Sebanyak 1 ml suspensi dipindahkan ke dalam tabung berukuran 13 x 100 mm. Lalu ditambahkan 0,6 larutan alpha-naphthol dan 0,2 ml KOH 40%, kemudian dikocok. Setelah itu ditambahkan beberapa kristal kreatin, dikocok lagi dan didiamkan selama 2 jam. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna pink eosin. c) Methyl Red

Setelah test VP, tabung MRVP diinkubasi lagi pada suhu 35°C selama 48 jam. Ditambahkan 5 tetes larutan methyl red ke masing-masing tabung. Positif test ditunjukkan dengan adanya warna merah yang jelas. Sedangkan reaksi negatif ditunjukkan dengan adanya warna kuning. d) Citrate

Tabung yang berisi Koser citrate broth diinokulasi. Dihindari adanya kekeruhan yang dapat terdeteksi dengan jelas. Diinkubasikan pada

suhu 35°C selama 9 jam. Adanya kekeruhan yang jelas menunjukkan reaksi positif.

e) Pembentukkan gas dari fermentasi laktosa

Tabung berisi LST broth diinokulasi dan inkubasikan pada suhu 35°C selama 48 jam. Reaksi positif ditunjukkan dengan berpindahnya media dari tabung bagian dalam atau timbulnya busa setelah dilakukan agitasi secara halus.

f) Interpretasi

Semua kultur yang 1) memfermentasikan laktosa dengan produksi gas pada suhu 35°C dalam 48 jam, 2) muncul sebagai bakteri coccus, Gram negatif, dan 3) mempunyai pola ++-- (biotipe 1) atau -+-- (biotipe 2) pada uji IMViC dinyatakan sebagai E. coli. MPN E. coli dihitung berdasarkan tabung-tabung EC yang mengandung E. coli yang berasal dari 3 konsentrasi yang berurutan.

l. Cemaran Salmonella spp. (Kusumaningrum et al., 2007)

Tahap enrichment. Sebanyak 25 ml contoh dicampur dengan 225 ml selenite cystine broth lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 hari.

Tahap penduga. Diambil satu ose kultur dari tahap enrichment dan digoreskan masing-masing pada agar cawan HEA, BGA, dan XLDA. Cawan diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 – 2 hari. Diamati adanya koloni Salmonella yaitu berupa koloni keruh atau bening dan tidak berwarna dengan atau tanpa bintik hitam di tengah.

Uji Penguat. Diambil koloni tipikal dari uji penduga, kemudian dibuat goresan dan tusukan pada agar miring TSI, serta dibuat tusukan pada agar tegak SIM. Dibuat juga goresan dan tusukan pada agar TSI serta tusukan pada agar SIM dari kultur murni bakteri Salmonella sp sebagai kontrol. Semua tabung diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 – 2 hari. Tuliskan hasil pengamatan pada lembar laporan.

m. Kadar Lemak Yogurt Metode Gerber (DSN, 1998)

Sebanyak 10 ml asam sulfat pekat dimasukkan ke dalam butirometer lalu ditambahkan 10,75 ml contoh susu dan 1 ml amil alkohol. Urutan dari pemasukan bahan ke dalam butirometer harus runtut seperti cara di atas. Butirometer disumbat sampai rapat, kemudian dikocok sehingga bagian-bagian di dalamnya tercampur rata. Setelah terbentuk warna ungu tua sampai kecoklatan (terbentuk karamel), butirometer dimasukkan ke dalam sentrifus dan disentrifusi pada 1200 rpm selama 5 menit. Kemudian butirometer dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 650 C selama 5 menit. Setelah itu, skala yang tertera pada butirometer dibaca. Skala tersebut menunjukkan kadar lemak.

n. Kadar Protein Yogurt Metode Kjeldahl-mikro (Apriyantono, 1989) Sejumlah kecil sampel ditimbang (kira-kira akan membutuhkan 3-10 ml HCl 0,01 N atau 0,02 N), dipindahkan ke dalam labu Kjedhl 30 ml. Ditambahkan 1,9 ± 0,1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4. Jika sampel lebih dari 15 mg, ditambahkan 0,1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas 15 mg. Ditambahkan beberapa butir batu didih. Dididihkan sampel selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Didinginkan, ditambahakan sejumlah kecil air secara perlahan-lahan, kemudian didinginkan. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu dicuci dan dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air, air cucian ini dipindahkan ke dalam alat distilasi. Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (Campuran 2 bagian metal merah 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0,2 % dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Ditambahkan 9-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3, kemudian distilasi dilakukan sampai tertampung kira –kira 15 ml destilat dalam Erlenmeyer. Tabung condenser dibilas dengan air, dan tampung bilasannya dalam Erlenmeyer yang sama. Isi Erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Dilakukan juga penetapan untuk blanko.

% Nitrogen = (HCl – Blanko) ml x N HCl x 14,007 x 100 mg sampel

Kadar protein (%) = % Nitrogen x 6.38 (susu)

o. Kadar Air Yogurt (Metode Oven Vakum) (Apriyantono, 1989)

Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C selama 30 menit. Didinginkan dalam desikator. Cawan kering diambil dengan penjepit dan timbang. Ditimbang dengan cepat lebih kurang 5 gram contoh yang telah dihomogenkan dalam cawan. Cawan beserta isinya dan tutup cawan diletakkan dalam oven vakum. Dipanaskan pada suhu 70°C dengan vakum dipertahankan sekitar 25 mmHg. Pengeringan dilakukan selama 6 jam. Selama pengeringan berjalan biarkan udara mengalir melalui botol pengering gas yang berisi H2SO4 dengan kecepatan rendah (sekitar 2 gelembung per detik). Tutup aliran vakum ke pompa (pompa jangan ditutup dulu sebelum tekanan vakum dalam gelas pengaman dihilangkan untuk mencegah agar oli tidak terhisap ke dalam gelas). Aliran udara kering yang melewati H2SO4 dinaikkan untuk menghilangkan tekanan vakum dalam oven. Tutup cawan, dinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Pemanasan kembali dilakukan sampai diperoleh berat yang tetap.

Perhitungan

berat sampel (gram) = W1

kehilangan berat (gram) = W2

Persen kadar air (w.b) = W2/W1 x 100

p. Viskositas Yogurt (Faridah et al.,2008)

Set yogurt merupakan fluida karena dapat bergerak dari satu titik ke titik lain. Pengukuran viskositas fluida menggunakan alat viscometer Brookfield. Pengukuran fluida dengan kekentalan yang belum diketahui dianjurkan mencoba menggunakan spindle bernomor besar hingga kecil dengan kecepatan putar dari rendah ke tinggi. Hal ini karena terdapat batas

atas viskositas (cP) yang dapat terukur oleh tiap spindle pada berbagai kecepatan putar, yaitu :

Tabel 2. Batas Atas Viskositas (cP) tiap Spindle pada Berbagai Kecepatan

Spindle  Rpm 60  30  12  No. 1  No. 2  No. 3  No. 4  100  500  2000  10000  200  1000  4000  20000  500  2500  10000  50000  1000  5000  20000  100000 

Contoh sebanyak 200 ml dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml. Spindle dicelupkan ke dalam contoh dan atur ketinggian viskometer hingga tanda garis tercelup. Pengukuran dilakukan dengan menekan tombol ON dan biarkan spindle berputar selama 20-30 detik. Baca angka yang ditunjukkan oleh jarum. Viskositas dihitung dengan rumus Viskositas (cP) = skala yang terbaca X faktor konversi

Tabel 3. Faktor Konversi Penetapan Viskositas

Spindle  Rpm  60 30 12 No. 1  No. 2  No. 3  No. 4  1  5  20  100  2  10  40  200  5  25  100  500  10  50  200  1000 

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait