• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

B. Hasil Penelitian

Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut: Tabel 3. Jumlah Koloni Bakteri Rongga Mulut setelah Menyikat Gigi pada Pemakai

dan Bukan Pemakai Kawat Gigi

No. Pemakai Kawat Gigi (A) Bukan Pemakai Kawat Gigi (B)

1 311 29 2 427 37 3 153 11 4 17 15 5 459 93 6 263 73 7 147 123 8 137 2 9 230 132 10 27 327 11 526 13 12 108 21 13 290 74 14 124 16 15 82 69 16 209 141

Dari tabel 1 didapatkan rata-rata jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah menyikat gigi pada pemakai kawat gigi adalah sebesar 215,20 koloni, sedangkan pada bukan pemakai kawat gigi adalah sebesar 70,3 koloni.

Data jumlah koloni bakteri rongga mulut yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan Uji Perbedaan 2 Rerata (Uji T independent) untuk menguji hipotesis yang diajukan. Data diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.0 for Windows sehingga akan diperoleh nilai dari Uji T independent yang akan menentukan ada tidaknya perbedaan signifikan antara 2 variabel yang dibandingkan.

Karena nilai variansi dari kedua kelompok tidak sama, maka digunakan penghitungan dengan Equal variances not assumed. Dari olah statistik ini, dengan taraf signifikansi yang digunakan yakni 0,05 (Nasir, 1999), didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga H0 yang menyatakan tidak ada perbedaan jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah

17 39 88 18 123 34 19 213 97 20 419 11 ∑ = 4304 X = 215,2 Variance = 2,243E4 ∑ = 1406 X = 70,3 Variance = 5,610E3 T- test = -6,202 Sig = 0,000

menyikat gigi antara pemakai dan bukan pemakai kawat gigi ditolak. Dan H1, yang menyatakan bahwa ada perbedaan jumlah koloni bekteri rongga mulut setelah menyikat gigi antara pemakai dan bukan pemakai kawat gigi diterima. Dari hasil uji statistik ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah menyikat gigi antara pemakai dan bukan pemakai kawat gigi.

BAB V PEMBAHASAN

Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah menyikat gigi pada pemakai kawat gigi lebih besar dibanding pada bukan pemakai kawat gigi. Perbedaan jumlah ini dinyatakan bermakna setelah diolah dengan uji statistika. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan pernyataan Adams, 1991 bahwa pemakai kawat gigi cenderung lebih sering mengalami masalah kesehatan mulut dan gigi karena sulit membersihkan gigi secara manual. Sela antara kawat dan gigi menjadi tempat strategis pertumbuhan koloni bakteri dan sering tak terjangkau dengan pembersihan manual.

Meskipun demikian, keberadaan bakteri pada rongga mulut tidak selalu menimbulkan penyakit atau yang disebut dengan flora normal rongga mulut. Pada permulaan kehidupan, selaput lendir mulut yang sering kali steril pada waktu lahir, mulai ditumbuhi stafilokokus aerob dan anaerob, diplokokus gram-negatif (neisseria, Branhamella), difteroid, dan kadang-kadang laktobasil. Bila gigi-geligi mulai keluar, spirokheta anaerobik, Bacteriodes (khususnya B melaninogenicus), spesies Fusobacterium dan beberapa vibrio anaerob serta laktobasil akan menetap. Spesies Actinomyces dalam keadaan normal terdapat dalam jaringan tonsil dan gingival orang dewasa (Jawetz, 1991). Flora normal ini membantu pencegahan kolonisasi, invasi, dan infeksi mikroorganisme patogen. Meski tidak berbahaya di tempat yang biasa

mereka tinggali, organisme-organisme ini dapat mengakibatkan penyakit jika keluar dari tempat asalnya dan berubah menjadi organisme oportunis (Mikat, 1981).

Terkadang, bakteri di rongga mulut juga dapat mengakibatkan penyakit. Salah satu penyakit yang sering timbul pada gigi adalah karies. Karies merupakan suatu desintegrasi gigi yang dimulai pada permukaan dan berkembang ke arah dalam. Awalnya permukaan email yang keseluruhannya nonseluler mengalami demineralisasi akibat pengaruh asam hasil peragian kuman. Selanjutnya, dekomposisi dentin dan semen melibatkan pencernaan matriks dan protein. Langkah pertama yang penting pada karies adalah pembentukan plak. Plak terutama terdiri dari endapan gelatin dari glukan yang mempunyai berat molekul besar, di mana kuman penghasil asam melekat pada email (Jawetz, 1991).

Pembersihan plak secara mekanis yang banyak dilakukan oleh masyarakat adalah dengan menggunakan sikat gigi. Penggunaan sikat gigi merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi akumulasi plak (Priantojo, 1995). Bila pemilihan sikat gigi dan pasta gigi sudah benar, cara menyikat gigi juga harus benar. Ini sering dilupakan dan dianggap tidak penting (Ardini, 2003).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Sripriya pada tahun 2007 yang meneliti tentang penyikatan gigi, persentase rata-rata reduksi plak oleh sikat gigi adalah sekitar 53 %. Pada permukaan depan gigi, persentase reduksi plak ini lebih besar dibanding pada permukaan belakang gigi. Namun tidak nampak adanya perbedaan yang bermakna antara reduksi plak di permukaan atas, bawah, bukal dan lingual.

Kidd dan Bechal dalam bukunya Dasar-Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya menyatakan bahwa efisiensi sebuah sikat gigi dalam

menghilangkan plak sebagian besar tergantung pada kemampuan individu dalam menyikat, yaitu setiap menyikat gigi memungkinkan bisa mencapai semua permukaan gigi. Penting untuk mengganti sikat gigi secara teratur paling tidak setiap tiga bulan atau jika bulu sikat tidak lurus lagi. Pemakaian sikat yang sudah tidak layak ini tidak akan membersihkan gigi dengan baik.

Hal ini dijadikan kritik bagi Penulis karena dalam penelitiannya, Penulis hanya mempertimbangkan masalah kuantitas dalam menyikat gigi yaitu durasi penyikatan. Penulis tidak mempertimbangkan masalah kualitas menyikat gigi yang meliputi teknik menyikat gigi dan kemampuan individu untuk menjangkau seluruh permukaan gigi dengan sikatnya.

Tidak terjangkaunya seluruh permukaan gigi pada penyikatan juga dapat disebabkan oleh susunan gigi yang tidak teratur atau misalignment, yang dalam dunia kedokteran gigi disebut dengan istilah maloklusi (Houwink, 1993). Penggunaan kawat gigi atau peralatan ortodonsi merupakan suatu upaya penatalaksanaan maloklusi dengan prinsip merapikan garis geligi sehingga terbentuk oklusi (PDGI online, sitasi 2009). Oklusi merupakan kesesuaian susunan gigi bagian atas dan bagian bawah, di mana gigi bagian atas dan bawah mempunyai penonjolan dan permukaan yang saling berhadapan. Hal ini memungkinkan penangkapan dan penggilingan partikel makanan yang sekecil apapun di antara permukaan gigi (Guyton & Hall, 1997).

Pemeliharaan kebersihan gigi dengan sempurna dan menghindari tersisipnya sisa makanan serta mengikuti instruksi pemakaian dengan teratur merupakan konsekuensi yang harus dijalani pemakai kawat gigi selain biaya yang mahal.

Kelalaian perawatan dapat berakibat penanganan gagal, karies, dan bahkan penyakit yang lebih parah (Maria, 2004). Dalam kehidupan sehari-hari, tersedia sikat gigi khusus yang diperuntukkan bagi para pemakai kawat gigi sehingga lebih optimal dalam menjangkau permukaan gigi dan kawat gigi. Gambar sikat gigi dengan susunan bulu sikat yang khusus ini dapat dilihat pada lembar Lampiran.

Pada hasil penelitian, terdapat jumlah koloni bakteri rongga mulut dengan angka-angka ekstrem, misalkan 2 koloni hingga 327 koloni pada kelompok bukan pemakai kawat gigi, serta 17 koloni hingga 526 koloni pada pemakai kawat gigi. Terdapatnya jumlah koloni yang sangat besar (327 koloni) pada bukan pemakai kawat gigi menunjukkan selisih yang besar dibanding subyek lain pada kelompok yang sama. Hal ini dapat diakibatkan beberapa hal, seperti ketidakmampuan individu menjangkau seluruh permukaan giginya dengan sikat gigi maupun ketidak hati-hatian Peneliti pada proses pengambilan spesimen sehingga terdapat kontaminan.

Penelitian ini disadari Penulis memiliki beberapa kekurangan, seperti Penulis tidak melibatkan beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah koloni bakteri rongga mulut, seperti jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari dan pH mulut. Selain itu, penilaiaan kriteria inklusi dan eksklusi pada sampel dilakukan secara subyektif karena tidak terdapat standar pasti.

Rentang umur sampel yang sempit (19 tahun hingga 23 tahun) memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah keakuratan hasil penelitian, dan sisi negatifnya adalah hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasi pada semua populasi masyarakat (Murti, 2003).

BAB VI

Dokumen terkait