• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN JUMLAH KOLONI BAKTERI RONGGA MULUT SETELAH MENYIKAT GIGI ANTARA PEMAKAI DAN BUKAN PEMAKAI KAWAT GIGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBEDAAN JUMLAH KOLONI BAKTERI RONGGA MULUT SETELAH MENYIKAT GIGI ANTARA PEMAKAI DAN BUKAN PEMAKAI KAWAT GIGI"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN JUMLAH KOLONI BAKTERI RONGGA MULUT SETELAH MENYIKAT GIGI ANTARA PEMAKAI

DAN BUKAN PEMAKAI KAWAT GIGI

Artati Fikriyanti G 0006047

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

(2)

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: Perbedaan Jumlah Koloni Bakteri Rongga Mulut setelah Menyikat Gigi antara Pemakai dan Bukan Pemakai Kawat Gigi

Artati Fikriyanti, NIM/Semester: G0006047/VIII, Tahun 2010

Telah disetujui dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari Sabtu, 17 April 2010 Pembimbing Utama

Nama : Pradipto Subiyantoro, drg., Sp.BM (………) NIP : 19570629 198403 1 003

Pembimbing Pendamping

Nama : Kusmadewi Eka Damayanti, dr. (……….) NIP : 19830509 200801 2 005

Penguji Utama

Nama : Widia Susanti, drg., M.Kes (……….) NIP : 19690216 200401 2 002

Penguji Pendamping

Nama : Yulia Lanti Retno Dewi, dr., M.Si (……….) NIP : 19610320 199203 2 001

Surakarta, ……….

Ketua Tim Skripsi Dekan Fakultas Kedokteran UNS

(3)
(4)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Mei 2010

(5)

ABSTRAK

Artati Fikriyanti, G0006047, 2010. Perbedaan Jumlah Koloni Bakteri Rongga Mulut setelah Menyikat Gigi antara Pemakai dan Bukan Pemakai Kawat Gigi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tujuan Penelitian: Penggunaan kawat gigi sebagai perangkat tata laksana maloklusi terkadang menimbulkan permasalahan dalam kesehatan gigi dan mulut. Jejeran logam dan komponen-komponennya pada permukaan gigi akan menimbulkan celah yang bisa menjadi tempat bermukim koloni bakteri. Namun apakah ada perbedaan jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah menyikat gigi antara pemakai dan bukan pemakai kawat gigi masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan tersebut.

Metode Penelitian: Penelitian ini berjenis analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Subyek penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS (n=40). Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling, dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok pemakai kawat gigi (n=20) dan kelompok bukan pemakai kawat gigi (n=20). Setiap subyek menjalani prosedur penyikatan gigi sebelum air hasil kumurnya ditanam dalam media agar dan diinkubasi. Jumlah koloni bakteri kemudian dihitung, dan perbedaannya dianalisis dengan uji T independent.

Hasil Penelitian: Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri antara dua kelompok, dengan nilai x + SD untuk masing-masing kelompok adalah 215.20 + 149.769 untuk kelompok pemakai kawat gigi dan 70.30 + 74.901 untuk kelompok bukan pemakai kawat gigi. Hasil dari uji T independent untuk kedua kelompok ini berbeda bermakna secara statistik (p<0,05).

Simpulan Penelitian: Terdapat perbedaan bermakna pada jumlah koloni rongga mulut setelah menyikat gigi antara pemakai dan bukan pemakai kawat gigi, di mana pada pemakai kawat gigi terdapat jumlah koloni bakteri yang lebih banyak dibanding pada bukan pemakai.

(6)

ABSTRACT

Artati Fikriyanti, G0006047, 2010. The Difference of Colony Count after Tooth-Brushing between Users and Non-Users of Dental Braces. Medical Faculty of Sebelas Maret University Surakarta.

Objective: The usage of dental braces as a device for treating malocclusion sometimes causes problems concerning oral and dental health. The metal line and its components on the surface of teeth will create a space that can be used for bacterial colonization.

However, whether there are difference in the quantity of bacterial colonies after tooth-brushing between users and non-users of dental braces is not yet known. The research is aimed to investigate whether such difference exists.

Methods: This is an observational analytic with a cross-sectional approach. The subjects were students of Medical Faculty in Sebelas Maret University (n=40), recruited

purposively and then divided into two groups, namely Dental Braces group (n=20) and Non-Dental Braces group (n=20). Each subject underwent a procedure of tooth-brushing before their gargle water smeared and incubated. The colonies were then counted and the difference was analyzed using independent sample T test.

Results: The result shows that there was a difference of the colonies count between two groups, with the numbers of x + SD for each groups are 215.20 + 149.769 for Dental-Braces group and 70.30 + 74.901 for Non-Dental Dental-Braces group, respectively. The result of independent T test for those groups was significant statistically (p<0.05).

Conclusion: There is significant difference of oral bacterial colonies count after tooth-brushing between users and non-users of dental braces, which the number is higher for users compare to non-users of dental braces.

(7)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah Penulis haturkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan nikmat-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Jumlah Koloni Bakteri Rongga Mulut setelah Menyikat Gigi antara Pemakai dan Bukan Pemakai Kawat Gigi”.

Mengiring selesainya skripsi ini, Penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. AA. Subiyanto, dr., MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran UNS.

2. Pradipto Subiyantoro, drg., Sp.BM selaku Pembimbing Utama, atas bimbingannya yang santai namun mengena dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Kusmadewi Eka Damayanti, dr., selaku Pembimbing Pendamping, atas semua bimbingan dan nasehat yang diberikan kepada Penulis.

4. Widia Susanti, drg., M.Kes selaku Penguji Utama, dan Yulia Lanti Retno Dewi, dr., M.Si selaku Penguji Pendamping, yang telah memberikan masukan dan saran dengan caranya yang manis sehingga penyusunan skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Sri Wahjono, dr., M.Kes, sebagai Ketua Tim Skripsi FK UNS beserta staf.

6. Maryani, dr., M.Si selaku Kepala Lab. Mikrobiologi FK UNS dan staf atas bimbingan yang sangat bermanfaat mengenai teknis penelitian.

7. Ibu Sri Purbani Kus Hidayati, Ibu terkuat sejagat raya. Terima kasih atas segala perjuangan fisik, materi, waktu serta emosi yang Ibu berikan selama ini, yang tidak akan mungkin bisa Penulis balas dengan persembahan apapun.

8. Bapak (Alm.), semoga Bapak selalu ditempatkan di tempat terbaik di sisi-Nya. Dan semoga kebersamaan kita di dunia yang hanya sebentar akan diteruskan di surga-Nya yang terindah. Amin.

9. Mas Edy, Mbak Vivin, dan Nabeel kecil. Semoga keluarga ini selalu dalam rahmat dan perlindungan Allah.

10.Mas Dayat dan Mbak Lini yang banyak memberikan dorongan bagi Penulis. Semoga selalu dalam perlindungan Allah dalam mengabdi di pulau seberang.

11.Ajeng dan Adni, terima kasih untuk semua waktu dan kebersamaan kita khususnya dalam pengerjaan skripsi kita bertiga.

12.Teman-teman PBL D2, angkatan 2006 FK UNS, dan semua yang menghidupkan kehidupan kampusku.

13. Seseorang yang selalu memberikan semangat sejak beberapa tahun terakhir, membantu bangun saat semangat sedang jatuh, terima kasih untuk semuanya.

14.Semua pihak yang juga berjasa bagi Penulis, semoga jasa kebaikan Saudara semua mendapat pahala dan balasan dari Allah SWT.

Terakhir, dalam skripsi ini tentu masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu setiap masukan dan kritikan sangat Penulis harapkan.

Surakarta, 12 Mei 2010

(8)

DAFTAR ISI

PRAKATA …………..………. vi

DAFTAR ISI ……….. vii

DAFTAR TABEL ………. ix

DAFTAR LAMPIRAN ……….x

BAB I. PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Masalah ………...1

B. Perumusan Masalah ………. 3

C. Tujuan Penelitian ……….. 3

D. Manfaat Penelitian ………... 3

BAB II. LANDASAN TEORI ………... 5

A. Tinjauan Pustaka ………. 5

1. Bakteri dalam Rongga Mulut ………. 5

2. Pemakaian Kawat Gigi ……….. 8

3. Menyikat Gigi ………. 10

B. Kerangka Berpikir ………. 12

C. Hipotesis ………. 13

BAB III. METODE PENELITIAN ………. 14

A. Jenis Penelitian ……….. 14

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….………. 14

C. Subyek Penelitian ………... 14

(9)

E. Teknik Sampling ……… 15

F. Besar Sampel ……….. 15

G. Rancangan Penelitian ………. 16

H. Identifikasi Variabel ………... 17

I. Definisi Operasional Variabel dan Instrumen Pengukuran Variabel...17

J. Alat dan Bahan Penelitian ……….. 20

K. Cara Kerja Penelitian ………. 21

L. Teknik Analisis Data ………... 23

BAB IV. HASIL PENELITIAN ……….…. 24

A. Karakteristik Subyek Penelitian ……….… 25

B. Hasil Penelitian ……….…. 27

BAB V. PEMBAHASAN ……… 29

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN …………..……… 34

A. Simpulan ……...………. 34

B. Saran ……….. 34

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin Tabel 2. Distribusi sampel berdasarkan umur

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Penelitian Lampiran 2. Lembar Informed Consent Lampiran 3. Jumlah Koloni Bakteri Lampiran 4. Foto Hasil Penelitian

Lampiran 5. Gambar Sikat Gigi Khusus Bagi Pemakai Kawat Gigi Lampiran 6. Perhitungan Statistika untuk Uji Homogenisasi

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam dunia kedokteran gigi di Indonesia, maloklusi menempati urutan ketiga setelah gigi berlubang dan masalah gusi. Prevalensi kelainan susunan gigi geligi dan pengatupan rahang mencapai 80% (Depkes RI, sitasi 2009). Maloklusi atau oklusi yang abnormal berarti susunan gigi geligi dalam mulut tidak teratur secara normal (Rasubala, 1996). Keadaan ini bisa mengganggu penampilan seseorang. Penderitanya sering merasa rendah diri, minder dan enggan tersenyum. Tapi yang paling penting adalah hubungannya dengan kesehatan. Gigi yang berjejal menjadikannya sulit dibersihkan, sehingga gigi bisa berlubang atau terkena penyakit radang gusi. Bisa juga terjadi gangguan pengunyahan, yang menyebabkan sakit kepala atau nyeri leher. Maloklusi sebisa mungkin harus diperbaiki, bukan semata demi estetika, tapi juga kesehatan gigi (PDGI, sitasi 2009).

Pada maloklusi, makanan yang dikonsumsi oleh penderita pada umumnya akan mempermudah sisa makanan atau deposit terselip di celah gigi dan melekat pada permukaan gigi serta akan mengalami kesukaran untuk membersihkannya (Rasubala, 1996).

(13)

terjangkau oleh sikat gigi. Oleh karena itu, untuk memperbaiki susunan gigi geligi ini, dokter gigi akan memasang kawat gigi (orthodontic appliance) sesuai dengan kasus masing-masing pasien (Depkes RI, sitasi 2009).

Pemasangan alat orthodonsi berupa jejeran logam dan

komponen-komponennya pada permukaan gigi akan menimbulkan celah yang bisa menjadi tempat bermukim koloni bakteri. Karena itu, pengguna alat orthodonsi harus benar-benar rajin merawat kebersihan rongga mulutnya, terutama sela-sela antara alat orthodonsi dan gigi. Bila dibiarkan, bakteri yang menumpuk pada area tersebut bisa menimbulkan peradangan gusi dan karies gigi atau gigi berlubang. Peradangan gusi dapat berlanjut menjadi kerusakan tulang penyangga gigi (Maria, 2004).

Kumpulan berbagai macam bakteri di atas permukaan gigi disebut plak gigi (dental plaque). Sampai saat ini plak masih dianggap sebagai penyebab utama kelainan periodontal serta memudahkan terjadinya karies gigi (Dolles, et al., 1980). Prevalensi karies di negara berkembang terus mengalami peningkatan dalam

beberapa tahun terakhir ini (Brotosoetanto, 1997). Bakteri di dalam mulut mengubah sukrosa dan karbohidrat lain menjadi asam, yang pada akhirnya merusak email gigi dan menyebabkan karies gigi beserta penyakit gigi dan mulut lainnya bila keadaan ini tetap dibiarkan (Tortora, et al., 1986).

B. Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah menyikat gigi antara pemakai dengan bukan pemakai kawat gigi?

(14)

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah menyikat gigi pada pemakai dan bukan pemakai kawat gigi sehingga dapat memberikan informasi mengenai pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut khususnya pada pemakai kawat gigi.

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui apakah jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah menyikat gigi pada pemakai kawat gigi lebih banyak daripada koloni bakteri rongga mulut setelah menyikat gigi pada bukan pemakai kawat gigi.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah menyikat gigi pada pemakai kawat gigi

dibandingkan pada bukan pemakai kawat gigi.

2. Manfaat Praktis

(15)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Bakteri dalam Rongga Mulut

Dalam lingkungan alami permukaan gigi dan selaput lendir selalu tertutup oleh suatu selaput lebih tipis atau lebih tebal. Plak dapat digambarkan sebagai lapisan yang kadang-kadang tebalnya sampai 2 mm pada semua permukaan mulut, terutama pada permukaan yang keras (gigi-gigi) dan sering juga pada gingival dan lidah, suatu lapisan yang paling sedikit terdiri atas 70% bakteri dengan sedikit bahan antara lain dalam bentuk heksapolimer dan glikoprotein. Ada selanjutnya beberapa persen sisa makanan dalam larutan (gula, potongan kecil protein, dll). Secara klinis yang disebut plak adalah semua yang tertinggal pada gigi dan gingival setelah berkumur kuat. Plak yang sangat tipis ( ± 10-20 µm) hanya akan terlihat setelah pewarnaan. Plak yang dapat hilang karena berkumur-kumur disebut debris atau sordes (= kotoran). Mekanisme perlekatan bakterial pada permukaan di dalam mulut adalah suatu faktor penting pada perkembangan plak gigi (Houwink, 1993).

(16)

sebagai sumber nutrien bagi mikroba di berbagai situs di permukaan mulut (Youmans, et al, 1975). Bakteri-bakteri dapat bertahan dan berkembang biak karena memperoleh energi dan bahan baku yang diperlukan dari sisa makanan dan juga dari protein ludah dan glikoproteinnya (Amerongen, 1991).

Rongga mulut merupakan salah satu tempat di tubuh manusia dengan susunan kualitas bakteri yang paling bervariasi (Madigan, et al, 2000). Ekologi dari mikroflora mulut baru diketahui sedikit sekali. Walaupun terdapat lebih dari 400 spesies mikroba yang teridentifikasi hidup dalam mulut, mungkin lebih dari jumlah di atas yang belum teridentifikasi (Black, 1999). Sebagian besar bakteri mulut adalah bakteri Gram-negatif, sedangkan bakteri Gram-positif jumlahnya hampir tidak berarti bila dibandingkan dengan bakteri Gram-negatif (Frank, et al, 1997).

Penelitian selama ini lebih banyak difokuskan pada mikroorganisme yang berhubungan dengan karang gigi dan penyakit gigi tetapi masih banyak mikroba lain yang hidup pada mukosa pipi, lidah, palatum dan dasar mulut. Bakteri-bakteri ini mungkin berhubungan dengan bau mulut (Black, 1999).

(17)

beberapa spesies Actinomyces, Nocardia, Corynebacterium (Tortora, et al, 1986), Veilonella dan Fusobacterium (Black, 1999) yang menyebabkan periodontitis.

Faktor utama periodontitis atau peradangan pada jaringan gingiva adalah kurangnya efek pembersihan dari diet yang dapat melepas plak dari gigi dan gusi. Penyakit periodontal berjalan melewati tahap gingivitis kronis dan kemudian periodontitis dengan disertai radang pada tulang alveolar (Gayford, Haskell, 1990).

Karies merupakan penyakit lain yang juga disebabkan oleh bakteri mulut. Secara umum diketahui bahwa kerusakan yang berawal dari permukaan luar gigi ini berasal dari asam yang diproduksi bakteri dalam mulut. Secara klinis, karies ditandai perubahan warna gigi, berkurangnya translusensi, dan dekalsifikasi pada jaringan yang terkena. Sejalan dengan proses tersebut, jaringan menjadi rusak dan terbentuk kavitas (Katz, et al, 1977).

Adanya flora bakterial mulut dalam bentuk plak merupakan syarat utama bagi terbentuknya karies. Kebanyakan bakteri rongga mulut terdapat erat terikat pada berbagai permukaan epitelial dan permukaan gigi-gigi (Schuurs, 1988). Banyaknya plak sangat tergantung dari makanan dan kebersihan mulut seseorang. Plak ini tidak bisa dihilangkan dengan kumur-kumur air (Mandel, 1972).

(18)

dan progresi berbagai penyakit inflamasi seperti radang sendi, tukak lambung, dan radang usus buntu. Kemajuan dalam klasifikasi dan identifikasi kuman bakteri rongga mulut dan bidang imunologi, semakin meyakinkan adanya peranan penting infeksi gigi terhadap berbagai penyakit sistemik seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit paru, diabetes mellitus, stroke, kanker, dan sebagainya. Bakteri rongga mulut menyebar melalui aliran darah, disebut bakteriemia. Yang menyebar bisa bakteri itu sendiri maupun racun yang dihasilkannya, yang dapat berupa endotoksin atau eksotoksin. Jumlah bakteri di rongga mulut mencapai ratusan juta. Xiajing Li dkk (2000) mencatat lebih dari 1011 bakteri dalam setiap miligram plak gigi (PDGI, sitasi 2009).

2. Pemakaian Kawat Gigi

Ketidakharmonisan gigi dapat berupa susunan gigi yang jarang-jarang, berjejal, terlalu ke depan atau ke belakang. Jika tidak cepat ditangani, kelainan itu akan mengakibatkan gigi mudah berlubang dan banyak karang gigi sehingga gusi mudah berdarah serta menimbulkan bau mulut yang tak sedap. Pada tahap yang lebih parah, kelainan itu bisa menimbulkan gangguan kesehatan lain seperti sakit kepala, gangguan pada otot leher dan pundak, dan sebagainya. Sebagian dari kelainan di atas dapat ditangani dengan kawat gigi.

(19)

memperbaiki fungsi bicara, estetis muka, sudut bibir, rahang, dan senyum (PDGI, sitasi 2009).

Kawat gigi atau behel ditemukan oleh Edward H. Angle, seorang dokter gigi dari Amerika, pada abad ke-17. Kawat gigi versi awal terlihat tidak nyaman dipakai dan tidak enak dipandang. Kemajuan teknologi dan kebutuhan untuk berpenampilan baik mendorong munculnya inovasi behel yang nyaman serta indah dipandang dengan warna-warni yang serasi (Maria, 2004).

Tujuan penggunaan alat orthodonsi adalah untuk menimbulkan pergerakan gigi agar dapat mengatasi maloklusi yang ada. Suatu alat orthodonsi umumnya memiliki komponen aktif dan reaktif. Komponen aktif adalah bagian dari alat yang menghasilkan tekanan pada gigi yang hendak digerakkan. Tekanan ini hendaknya jangan terlalu besar agar tidak merusak jaringan periodontal, juga tidak terlalu kecil sehingga tidak memberi khasiat sama sekali. Komponen reaktif adalah bagian yang dikaitkan pada gigi yang tidak hendak digerakkan. Alat orthodonsi diklasifikasikan atas removable atau yang dapat dipasang dan dilepas sendiri, serta fixed atau yang tidak dapat dipasang dan dilepas sendiri (Combe, 1992).

3. Menyikat Gigi

(20)

Menyikat gigi adalah metode yang paling dapat diterima dalam mengangkat plak (Desmukh, 2006). Sikat gigi bukanlah suatu metode yang rumit dan kini telah diterima luas oleh masyarakat sebagai alat pembersih gigi. Peran sikat gigi dalam mencegah muncul dan berkembangnya penyakit periodontal telah banyak dipublikasikan. Hal ini cukup mendemonstrasikan pengurangan hasil akumulasi plak mikrobial dan pengangkatan plak tiap harinya berdampak terhadap berkurangnya inflamasi gingiva hanya dalam beberapa hari (Sripriya, 2007).

Terdapat beberapa cara yang berbeda-beda dalam menggosok gigi, yang perlu diperhatikan ketika menggosok gigi adalah:

a. Cara menyikat gigi harus dapat membersihkan semua deposit pada permukaan gigi dan gusi secara baik, terutama saku gusi dan ruang interdental (ruang antar gigi)

b. Gerakan sikat gigi tidak merusak jaringan gusi dan mengabrasi lapisan gigi dengan tidak memberikan tekanan berlebih

c. Cara menyikat harus tepat dan efisien

d. Frekuensi menyikat gigi maksimal tiga kali sehari (setelah makan pagi, makan siang, dan sebelum tidur malam), atau minimal dua kali sehari (setelah makan pagi dan sebelum tidur malam).

(21)

permukaan gusi, jauh dari permukaan oklusal atau bidang kunyah, ujung bulu sikat mengarah ke apex atau ujung akar, gerakan perlahan melalui permukaan gigi sehingga bagian belakang kepala sikat bergerak dalam lengkungan (PDGI, sitasi 2009).

Pada dekade terakhir, sejumlah desain dari sikat gigi manual telah marak oleh berbagai merek dagang dan masing-masing mengklaim kehebatannya dalam mengangkat plak. Pasien yang tidak menerima saran dari ahlinya biasanya akan memilih sikat gigi berdasarkan harga, ketersediaan, iklan di media, tradisi keluarga, atau kebiasaan. Desain yang bervariasi yang tersedia di pasaran terkadang menimbulkan dilema mengenai desain mana yang terbaik dan dalam hal ini sebagian orang meminta saran yang profesional. Mungkin yang menjadi bahan pertimbangan utama dalam memilih sikat gigi adalah bulu sikat. Desainnya bervariasi, mencakup permukaan rata, bertingkat, bergelombang, zigzag dan lainnya, tetapi belum ada bukti desain mana yang terbaik dibanding yang lain. Karena sangat bervariasinya sikat gigi yang ada dan perkembangan desain baru, ahli gigi harus memberikan pengetahuan yang baik terhadap hal ini dan memberi saran yang tepat kepada pasien (Sripriya, 2007)

(22)

Bagan 1. Kerangka Berpikir

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri rongga mulut antara pemakai dan bukan pemakai kawat gigi.

Pemakai kawat gigi

Masih terdapat sisa debris di celah kawat dan gigi setelah menyikat gigi

Jumlah bakteri rongga mulut lebih banyak

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua kelompok, yakni pemakai dan bukan pemakai kawat gigi. Kedua kelompok diambil dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Kelompok pemakai kawat gigi : Memakai kawat gigi permanen (bukan kawat retainer) dan tidak ada maloklusi (susunan gigi telah terkoreksi)

2. Kelompok bukan pemakai kawat gigi: Susunan gigi normal (tidak ada maloklusi)

Sedangkan yang menjadi kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(24)

4. Menderita penyakit karies gigi 5. Menderita stomatitis

6. Merokok

D. Teknik Sampling

Penelitian ini menggunakan purposive sampling. Purposive sampling merupakan metode pencuplikan nonrandom di mana peneliti melakukan pendekatan terhadap masalah pencuplikan dengan rencana spesifik tertentu dalam benaknya sesuai dengan masalah dan hipotesa penelitian (Murti, 2003)

E. Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian ini ditentukan melalui Rumus Frederer sebagai berikut:

(n-1) x (t-1) > 15, di mana t = 2

Maka,

(n-1) x (2-1) > 15

(n-1) > 15

n > 16

Dari rumus di atas, sampel yang digunakan berjumlah minimal 16 orang untuk masing-masing kelompok. Untuk mengantisipasi adanya sampel yang drop out, maka digunakan 20 orang untuk tiap kelompok.

(25)

Bagan 2. Rancangan Penelitian

G. Identifikasi Variabel

1. Variabel Bebas : Pemakaian dan tanpa pemakaian kawat gigi 2. Variabel Terikat : Jumlah koloni bakteri rongga mulut

3. Variabel Luar :

a. Terkendali : menyikat gigi, obat-obatan, umur/usia, penyakit infeksi gigi dan mulut

b. Tak terkendali : kebersihan gigi dan mulut, makanan, pH mulut Setelah menyikat gigi

Pada pemakai kawat gigi Pada bukan pemakai kawat gigi

Jumlah koloni bakteri rongga mulut Jumlah koloni bakteri rongga mulut

(26)

H. Definisi Operasional Variabel dan Instrumen Pengukuran Variabel 1. Jumlah koloni bakteri rongga mulut

Kuantitas bakteri hasil berkumur dihitung dengan colony counter dengan satuan koloni. Variabel ini termasuk variabel rasio.

2. Pemakaian kawat gigi

Pemakaian kawat gigi permanen atau behel minimal satu bulan pemakaian. Hal ini untuk menghindari berkurangnya asupan makanan akibat nyeri yang timbul pada masa awal pemakaian kawat gigi. Sampel yang digunakan dalam susunan giginya sudah tidak terdapat maloklusi (maloklusi telah terkoreksi, namun masih mengenakan alat orthodonsi). Variabel ini termasuk variabel nominal, di mana hanya ada dua kategori kelompok, yakni pemakai dan bukan pemakai kawat gigi.

3. Menyikat gigi

Menyikat gigi yang dilakukan sebelum pemeriksaan koloni dimaksudkan untuk secara equal menghilangkan debris atau sisa makanan pada gigi. Sikat gigi dilakukan tanpa menggunakan pasta gigi, hanya disertai kumur dengan akuades.

4. Obat-obatan

(27)

5. Usia/umur

Usia yang dimaksud di sini adalah umur dari subyek penelitian ketika dilakukan penelitian. Usia mempengaruhi jenis makanan dan kemampuan pertahanan tubuh terhadap benda asing, salah satunya bakteri mulut, sehingga dengan adanya perubahan usia juga terjadi perubahan lingkungan mulut (Black, 1999).

6. Penyakit infeksi gigi dan mulut

Penyakit gigi dan mulut yang dimaksud adalah semua penyakit yang disebabkan oleh kuman patogen maupun flora normal yang karena faktor-faktor tertentu menjadi patogen bagi host. Penyakit infeksi gigi dan mulut menyebabkan terjadinya pergeseran perbandingan jumlah bakteri Gram-positif dengan bakteri Gram-negatif dan pergeseran perbandingan jumlah bakteri aerob dengan anaerob (Jawetz, et al, 1991).

7. Kebersihan gigi dan mulut

Kebersihan gigi dan mulut ialah suatu keadaan yang dipengaruhi oleh kemampuan individu dalam menjaga kebersihan gigi dan mulutnya. Sisa makanan dan sel-sel epitel mati merupakan bahan yang disukai kuman (Madigan, et al, 2000). Bakteri juga ditemukan pada plak gigi. Plak gigi yang tidak dihilangkan secara bersih dan teratur, merupakan akumulasi bakteri-bakteri penghasil asam (Black, 1999).

(28)

Makanan yang dimaksud adalah jenis makanan yang sering dikonsumsi dan mungkin tertinggal dalam mulut. Mempengaruhi nutrisi jenis-jenis kuman tertentu. Polisakarida dan terutama serat sulit atau hampir tidak bisa dicerna oleh bakteri mulut. Disakarida akan diubah menjadi monosakarida seperti glukosa dan fruktosa. Bakteri mulut ada yang hanya menggunakan satu monosakarida tetapi ada juga yang menggunakan glukosa dan fruktosa secara bersamaan, misalnya Streptococcus mutans (Jawetz, et al, 1986).

9. pH mulut

pH adalah derajat keasaman (asam-basa) dari mulut. pH merupakan faktor fisik yang mempengaruhi pertumbuhan kuman (Black, 1999).

I. Alat dan Bahan Penelitian 1. Pipet ukur

2. Gelas ukur 3. Colony counter 4. Stopwatch

5. Media nutrient agar plate

Media ini berfungsi sebagai media penyubur untuk pertumbuhan lebih dari satu jenis mikroorganisme. Dalam tiap 1000 mL air nutrient agar plate mengandung:

(29)

(Cappucino and Sherman, 1983)

6. Akuades

J. Cara Kerja Penelitian

1. Pengambilan sampel, besar sampel 20 orang untuk masing-masing kelompok, yakni pemakai dan bukan pemakai kawat gigi.

2. Subyek penelitian menyikat gigi tanpa pasta gigi dengan sikat gigi yang disediakan Peneliti, selama 3 menit. Kemudian subyek penelitian berkumur 10 detik untuk membuang sisa menyikat gigi.

3. Setelah 30 menit, subyek penelitian berkumur dengan akuades steril 15 ml selama 30 detik.

4. Akuades hasil berkumur ditampung dengan gelas ukur kemudian diambil 1 mL dan dicampur akuades sampai 10 mL sehingga didapatkan pengenceran sampai 10 kali (Finegold and Martin, 1982).

5. Kemudian dari hasil pengenceran diambil 250 µ L dan diratakan di atas nutrient agar plate, kemudian inkubasi selama 24 jam dengan suhu 370 C. 6. Dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri.

7. Dilakukan pemotretan pada hasil biakan.

8. Dilakukan uji t terhadap jumlah koloni bakteri masing-masing kelompok.

Diagram:

Pemakai Kawat Gigi Bukan Pemakai Kawat gigi

(30)

Bagan 3. Cara Kerja Penelitian

K. Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh guna menguji hipotesis akan dianalisis dengan uji statistik parametrik berupa Uji Perbedaan 2 Rerata dengan uji T. Uji T adalah uji untuk membandingkan perbedaan rerata antara dua kelompok (Murti, 2003).

Tunggu 30 menit

Kumur akuades steril 15 mL selama 30 detik, tampung hasil kumuran

1 mL hasil kumur encerkan sampai menjadi 10 mL

Ambil 250 µ L dari hasil enceran, ratakan di nutrient agar plate

Inkubasi dalam 370C selama 24 jam

(31)
(32)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada tanggal 5 Januari sampai 12 Februari 2010 di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNS Surakarta, di mana tiap harinya diperiksa 4 orang subyek. Keseluruhan besar sampel adalah 40 orang mahasiswa yang dibagi menjadi 2 kelompok, 20 orang untuk kelompok pemakai kawat gigi, dan 20 orang lainnya untuk kelompok bukan pemakai kawat gigi. Subyek penelitian diambil dari mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS Angkatan 2006, 2007, dan 2008 yang dicuplik dengan cara purposive sampling.

Subyek penelitian dicuplik berdasar kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan pada rancangan penelitian. Kriteria inklusi, yakni pemakai kawat gigi atau bukan pemakai kawat gigi serta tidak adanya maloklusi dipastikan melalui inspeksi (melihat dan mengamati), sedangkan kriteria eksklusi, yang terdiri atas penggunaaan obat kumur antiseptik, penggunaan antibiotik sistemik, keberadaan karang gigi, terdapatnya karies gigi, terdapatnya stomatitis, serta merokok, dipastikan dengan anamnesa terhadap subyek penelitian.

Subyek penelitian datang dalam keadaan 2 jam atau lebih setelah makan. Kemudian subyek menyikat gigi tanpa pasta gigi selama 3 menit dengan sikat gigi yang diberikan oleh Peneliti. Kemudian subyek berkumur untuk membuang sisa penyikatan. Setelah 30 menit, subyek berkumur dengan akuades steril sebanyak 15 mL dan hasil kumurannya ditampung. 1 mL dari hasil kumuran diambil untuk

(33)

kemudian diencerkan, dan 250 µL dari enceran diambil kemudian ditanam pada media agar.

A. Karakteristik Subyek Penelitian

Dari penelitian yang telah didapatkan, diperoleh data untuk kelompok pemakai kawat gigi dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 6 orang (30%), perempuan sebanyak 14 orang (70%). Sedang untuk kelompok bukan pemakai kawat gigi dengan jenis kelamin laki- laki sebanyak 8 orang (40%), dan perempuan sebanyak 12 orang (60%). Data ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin

Pemakai kawat gigi Bukan pemakai kawat gigi No Jenis Kelamin

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 Laki-laki 6 30% 8 40%

2 Perempuan 14 70% 12 60%

Total 20 100% 20 100%

Pearson Chi-Square x2 = 0,440 Sig = 0,507

Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa setelah dilakukan uji homogenisasi pada variabel jenis kelamin dengan menggunakan uji Chi- Square, didapatkan

nilai signifikansi 0,507. Nilai ini lebih besar dari 0,05 yang mengakibatkan H0

diterima dan H1 ditolak (Sarwono, 2009). Berarti, distribusi dari proporsi yang

(34)

Pada tabel 2 dapat diketahui umur dari subyek penelitian yang digunakan. Untuk kelompok pemakai kawat gigi, subyek yang berumur 19 tahun sebanyak 1 orang (5%), 20 tahun sebanyak 7 orang (35%), 21 tahun sebanyak 6 orang (30%), 22 tahun sebanyak 6 orang (30%), dan tidak terdapat subyek yang berumur 23 tahun.

Untuk kelompok bukan pemakai kawat gigi, subyek yang berumur 19 tahun sebanyak 2 orang (10%), 20 tahun sebanyak 5 orang (25%), 21 tahun sebanyak 6 orang (30%), 22 tahun sebanyak 5 orang (25%), dan yang berumur 23 tahun sebanyak 2 orang (10%)

Tabel 2. Distribusi sampel berdasarkan umur

Pemakai kawat gigi Bukan pemakai kawat gigi

No Umur

(tahun) Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1 19 1 5% 2 10%

2 20 7 35% 5 25%

3 21 6 30% 6 30%

4 22 6 30% 5 25%

5 23 0 0% 2 10%

Total 20 100% 20 100%

Rata-rata umur

20,85 21

(35)

Setelah dilakukan uji homogenisasi terhadap variabel umur dengan menggunakan uji non parametrik Kolmogorov- Smirnov, didapatkan hasil

signifikansi 1,000. Nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 ini mengakibatkan

H0 diterima dan H1 ditolak (Sarwono, 2009). Berarti, distribusi dari proporsi yang

berhubungan dengan umur adalah berbeda tidak bermakna pada kedua populasi.

B. Hasil Penelitian

Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut: Tabel 3. Jumlah Koloni Bakteri Rongga Mulut setelah Menyikat Gigi pada Pemakai

dan Bukan Pemakai Kawat Gigi

No. Pemakai Kawat Gigi (A) Bukan Pemakai Kawat Gigi (B)

(36)

Dari tabel 1 didapatkan rata-rata jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah menyikat gigi pada pemakai kawat gigi adalah sebesar 215,20 koloni, sedangkan pada bukan pemakai kawat gigi adalah sebesar 70,3 koloni.

Data jumlah koloni bakteri rongga mulut yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan menggunakan Uji Perbedaan 2 Rerata (Uji T independent) untuk menguji hipotesis yang diajukan. Data diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.0 for Windows sehingga akan diperoleh nilai dari Uji T independent yang akan menentukan ada tidaknya perbedaan signifikan antara 2 variabel yang dibandingkan.

Karena nilai variansi dari kedua kelompok tidak sama, maka digunakan penghitungan dengan Equal variances not assumed. Dari olah statistik ini, dengan taraf signifikansi yang digunakan yakni 0,05 (Nasir, 1999), didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga H0 yang

menyatakan tidak ada perbedaan jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah

(37)

menyikat gigi antara pemakai dan bukan pemakai kawat gigi ditolak. Dan H1, yang

(38)

BAB V PEMBAHASAN

Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah menyikat gigi pada pemakai kawat gigi lebih besar dibanding pada bukan pemakai kawat gigi. Perbedaan jumlah ini dinyatakan bermakna setelah diolah dengan uji statistika. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan pernyataan Adams, 1991 bahwa pemakai kawat gigi cenderung lebih sering mengalami masalah kesehatan mulut dan gigi karena sulit membersihkan gigi secara manual. Sela antara kawat dan gigi menjadi tempat strategis pertumbuhan koloni bakteri dan sering tak terjangkau dengan pembersihan manual.

Meskipun demikian, keberadaan bakteri pada rongga mulut tidak selalu menimbulkan penyakit atau yang disebut dengan flora normal rongga mulut. Pada permulaan kehidupan, selaput lendir mulut yang sering kali steril pada waktu lahir, mulai ditumbuhi stafilokokus aerob dan anaerob, diplokokus gram-negatif (neisseria, Branhamella), difteroid, dan kadang-kadang laktobasil. Bila gigi-geligi mulai keluar, spirokheta anaerobik, Bacteriodes (khususnya B melaninogenicus), spesies Fusobacterium dan beberapa vibrio anaerob serta laktobasil akan menetap. Spesies Actinomyces dalam keadaan normal terdapat dalam jaringan tonsil dan gingival orang dewasa (Jawetz, 1991). Flora normal ini membantu pencegahan kolonisasi, invasi, dan infeksi mikroorganisme patogen. Meski tidak berbahaya di tempat yang biasa

(39)

mereka tinggali, organisme-organisme ini dapat mengakibatkan penyakit jika keluar dari tempat asalnya dan berubah menjadi organisme oportunis (Mikat, 1981).

Terkadang, bakteri di rongga mulut juga dapat mengakibatkan penyakit. Salah satu penyakit yang sering timbul pada gigi adalah karies. Karies merupakan suatu desintegrasi gigi yang dimulai pada permukaan dan berkembang ke arah dalam. Awalnya permukaan email yang keseluruhannya nonseluler mengalami demineralisasi akibat pengaruh asam hasil peragian kuman. Selanjutnya, dekomposisi dentin dan semen melibatkan pencernaan matriks dan protein. Langkah pertama yang penting pada karies adalah pembentukan plak. Plak terutama terdiri dari endapan gelatin dari glukan yang mempunyai berat molekul besar, di mana kuman penghasil asam melekat pada email (Jawetz, 1991).

Pembersihan plak secara mekanis yang banyak dilakukan oleh masyarakat adalah dengan menggunakan sikat gigi. Penggunaan sikat gigi merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi akumulasi plak (Priantojo, 1995). Bila pemilihan sikat gigi dan pasta gigi sudah benar, cara menyikat gigi juga harus benar. Ini sering dilupakan dan dianggap tidak penting (Ardini, 2003).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Sripriya pada tahun 2007 yang meneliti tentang penyikatan gigi, persentase rata-rata reduksi plak oleh sikat gigi adalah sekitar 53 %. Pada permukaan depan gigi, persentase reduksi plak ini lebih besar dibanding pada permukaan belakang gigi. Namun tidak nampak adanya perbedaan yang bermakna antara reduksi plak di permukaan atas, bawah, bukal dan lingual.

(40)

menghilangkan plak sebagian besar tergantung pada kemampuan individu dalam menyikat, yaitu setiap menyikat gigi memungkinkan bisa mencapai semua permukaan gigi. Penting untuk mengganti sikat gigi secara teratur paling tidak setiap tiga bulan atau jika bulu sikat tidak lurus lagi. Pemakaian sikat yang sudah tidak layak ini tidak akan membersihkan gigi dengan baik.

Hal ini dijadikan kritik bagi Penulis karena dalam penelitiannya, Penulis hanya mempertimbangkan masalah kuantitas dalam menyikat gigi yaitu durasi penyikatan. Penulis tidak mempertimbangkan masalah kualitas menyikat gigi yang meliputi teknik menyikat gigi dan kemampuan individu untuk menjangkau seluruh permukaan gigi dengan sikatnya.

Tidak terjangkaunya seluruh permukaan gigi pada penyikatan juga dapat disebabkan oleh susunan gigi yang tidak teratur atau misalignment, yang dalam dunia kedokteran gigi disebut dengan istilah maloklusi (Houwink, 1993). Penggunaan kawat gigi atau peralatan ortodonsi merupakan suatu upaya penatalaksanaan maloklusi dengan prinsip merapikan garis geligi sehingga terbentuk oklusi (PDGI online, sitasi 2009). Oklusi merupakan kesesuaian susunan gigi bagian atas dan bagian bawah, di mana gigi bagian atas dan bawah mempunyai penonjolan dan permukaan yang saling berhadapan. Hal ini memungkinkan penangkapan dan penggilingan partikel makanan yang sekecil apapun di antara permukaan gigi (Guyton & Hall, 1997).

(41)

Kelalaian perawatan dapat berakibat penanganan gagal, karies, dan bahkan penyakit yang lebih parah (Maria, 2004). Dalam kehidupan sehari-hari, tersedia sikat gigi khusus yang diperuntukkan bagi para pemakai kawat gigi sehingga lebih optimal dalam menjangkau permukaan gigi dan kawat gigi. Gambar sikat gigi dengan susunan bulu sikat yang khusus ini dapat dilihat pada lembar Lampiran.

Pada hasil penelitian, terdapat jumlah koloni bakteri rongga mulut dengan angka-angka ekstrem, misalkan 2 koloni hingga 327 koloni pada kelompok bukan pemakai kawat gigi, serta 17 koloni hingga 526 koloni pada pemakai kawat gigi. Terdapatnya jumlah koloni yang sangat besar (327 koloni) pada bukan pemakai kawat gigi menunjukkan selisih yang besar dibanding subyek lain pada kelompok yang sama. Hal ini dapat diakibatkan beberapa hal, seperti ketidakmampuan individu menjangkau seluruh permukaan giginya dengan sikat gigi maupun ketidak hati-hatian Peneliti pada proses pengambilan spesimen sehingga terdapat kontaminan.

Penelitian ini disadari Penulis memiliki beberapa kekurangan, seperti Penulis tidak melibatkan beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah koloni bakteri rongga mulut, seperti jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari dan pH mulut. Selain itu, penilaiaan kriteria inklusi dan eksklusi pada sampel dilakukan secara subyektif karena tidak terdapat standar pasti.

(42)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

C. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik

kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada jumlah koloni bakteri rongga mulut setelah menyikat gigi antara pemakai dan bukan pemakai kawat gigi.

D. Saran

Dari hasil penelitian, Penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Agar dapat dijadikan pertimbangan bagi para pemakai kawat gigi untuk semakin intensif menjaga kebersihan gigi dan mulutnya dengan cara pembersihan yang adekuat, mengingat bakteri dapat bersembunyi di sela gigi dan kawat yang kemudian dapat mengakibatkan penyakit gigi dan mulut. 2. Perlunya dilakukan penelitian lanjutan yang melibatkan faktor kualitas dari

menyikat gigi yang meliputi teknik penyikatan serta kemampuan individu untuk menjangkau seluruh permukaan giginya, faktor lain yang mempengaruhi jumlah koloni bakteri rongga mulut, serta rentang umur subyek penelitian yang lebih luas.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, C. Philips, 1991. Desain, Konstruksi dan Kegunaan Pesawat Ortodonti Lepas Edisi 5, Jakarta: Penerbit Widya Medika

Amerongen, 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah Arti Bagi Kesehatan Gigi, Jogyakarta: Gajah Mada University Press

Ardini, Agnes Susi, Sehat Gigi dan Mulut dalam Intisari edisi April 2003, Jakarta Black, J.G., 1999. Microbiology Principles and Explorations. 4th ed. Prentice Hall,

New Jersey. pp: 71-9, 118-35, 318, 632

Brotosoetanto, 1997. Peran Mikroorganisme dalam Proses Terjadinya Caries Gigi dalam Jurnak Kedokteran Gigi UI Vol.4 KPPIKG XI. Jakarta. Hal 728-739 Cappucino, J.G., Sherman, N., 1983. Microbiology: A Laboratory Manual.

Massachussets: Addison-Wesley Publishing Co. p: 96 Combe, E.C., 1992. Sari Dental Material. Jakarta: Balai Pustaka Dolles, O.K., Gjermo, P., Scand, J., 1980. Dent. Res. 88: 22-7

Deshmukh, J., et al, 2006. Clinical evaluation of an ionic tooth brush on oral hygiene status, gingival status, and microbial parameter. Indian Journal of Dental Research Vol.17. 2: 74-7

Frank, J., Kalisvaart, J., Kaplan, Z., 1997. The Effects of Mouthwash on Gram-negative and Gram-positive Bacteria. http://www.mvsh.fuhsd/~i-heng/biowebsite/journals/vol_1/3/a9.html

Finegold, S.M., Martin, W.J., 1982. Bailey and Scott’s Diagnostic Microbiology. 6th ed. St. Louis: The CV Mosby Co. p: 96

Gayford, J.J., Haskell, R., 1990. Penyakit Mulut (Clinical Oral Medicine). Edisi II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Guyton, Arthur C., Hall, John E., 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Houwink, B, 1993. Prevalensi Penyakit Gigi dan Mulut, Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, Jogyakarta: Gajah Mada University Press

Jawetz, E., Melnick, J., Adelberg, E., 1991. Mikrobiologi untuk Profesi Kedokteran. Edisi XVI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Katz, S., Mc Donald, J.L., Stookey, G.K., 1977. Preventive Dentistry For The Dental Hygienist For the Dental Assistant, Indianapolis: Indiana University

Foundation

Kidd dan Bechal, 1992. Dasar-dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: EGC

Madigan, M.T., Martinko, J.M., Parker, J., 2000. Brock’s Biology of Microorganisms. 9th ed. New Jersey: Prentice-Hall International Inc. pp: 776-7

Mandel, I.D., 1972. New Approaches to Plaque Prevention. Dent. Clin. N. Am. 16: 661-71

Maria, P.I., 2003, Gigi Indah, Sehat, Terawat dengan Kawat. Harian Umum Sore Sinar Harapan. Jakarta

Mikat, Dorothy M., Mikat, Kurt W., 1981. A Clinicians Dictionary Guide to Bacteria and Fungi. Indiana: Eli Lilly and Company

(44)

Nasir, Mohammad., 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Priantojo, 1995. Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Kebersihan Mulut dalam Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, No 5 hal 329-333, Jakarta Rasubala, 1996. Tingkat Kebersihan Mulut Anak SD di Ujung Pandang, Jurnal

Medika Nusantara, vol.17, Jakarta, hal 163-166

Sarwono, Jonathan., 2009. Statistik Itu Mudah, Panduan Lengkap untuk Belajar Komputasi Statistik Menggunakan SPSS 16. Yogyakarta: C.V. Andi Offset Schuurs, A.H.B., 1988. Patologi Gigi Geligi. Yogyakarta: Gajahmada University

Press. p:37

Sripriya, N., Ali, K.H.S.H., 2007. A comparative study of the efficacy of four different bristle designs of tooth brushes in plaque removal. 25: 76-81

Tortora, G.J., Funke, B.R., Case, C.L., 1986. Microbiology: An Introduction. The Benjamin/Cumming Publishing Co. Inc. pp: 626-46

www.depkes.go.id./index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=233&1itemid www.PDGIonline.com/caramenyikatgigiyangbenar

www.PDGIonline.com/lakukanperawatangigimenyeluruh www.PDGIonline.com/rapikansusunangigianda

www.PDGIonline.com/perawatankesehatangigidanmulut

Gambar

Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin
Tabel 2. Distribusi sampel berdasarkan umur
Tabel 3.  Jumlah Koloni Bakteri Rongga Mulut setelah Menyikat Gigi pada Pemakai

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian tentang miskonsepsi dengan penerapan metode pembelajaran eksperimen berbasis masalah yang bertujuan meminimalisasi miskonsepsi memiliki kesamaan

Maka, dengan memanfaatkan perkembangan android saat ini, peneliti akan membuat sebuah aplikasi augmented reality sebagai alat peraga atau media pembelajaran pengenalan hardware

Sasaran ketiga yang diampu oleh Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas sumberdaya peternakan, dengan

Humanisme pada masa renaisans adalah jargon yang sejajar dengan artista (seniman) atau iurista (ahli hukum). Humanisme pada awalnya adalah guru atau murid yang

The increasing industrial production in Asia leads to over exploitation of water resources and discharge of significant pollution load. Water and wastewater reuse is the solution

Dinding prostat dijahit dengan cat gut cromic no 2 dan dklem dengan pean bengkok sebanyak 6, bagian bawah dan bagian atas diklem dengan pean lurus, diantara

Berdasarkan hasil analisa keragaman terhadap sabun transparan dengan konsentrasi gel lidah buaya 5, 10, 15, dan 20% pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) menunjukkan

1 INPUT B pimpinan UGD A Administrasi 2 PROSES 3 OUTPUT D1 Kriteria D2 Pasien D3 Layanan D6 Hasil Data Kriteria C Pasien Data pasien Data Kriteria Data Dokter Data Hasil Data