• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Instalasi Bedah Sentral RSUD dr Moewardi Surakarta selama bulan Agustus 2011 - November 2011, didapatkan subjek sejumlah 30 pasien yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu 15 pasien masuk dalam kelompok yang mendapat premedikasi fentanil-diazepam dan 15 pasien masuk dalam kelompok yang mendapat fentanil-midazolam. Semua subjek penelitian memenuhi kriteria inklusi, eksklusi, dan tidak ada yang mengalami

drop out.

A. Karakteristik Subjek Penelitian

Hasil uji statistik karakteristik subjek penelitian dengan Independent

Samples Test terhadap kedua kelompok menurut umur dan berat badan tidak ada

perbedaan bermakna (p > 0,05) (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Variabel Kelompok Rerata Standar Deviasi p Umur (tahun) fentanil-diazepam 33,87 11,395 0,871

fentanil-midazolam 33,20 10,949

Berat Badan (kg) fentanil-diazepam 51,33 9,325 0,303 fentanil-midazolam 54,80 8,760

Berdasarkan tekanan darah sitolik, diastolik, Mean Arterial Pressure (MAP), dan pengukuran frekuensi denyut jantung tidak didapatkan perbedaan

commit to user

bermakna pada uji statistik Independent Samples Test antara kedua kelompok baik sebelum operasi maupun pasca operasi (p>0,05) (Tabel 2).

Tabel 2. Tekanan Darah Sistolik, Diastolik, dan Frekuensi Denyut Jantung

Waktu Kelompok sebelum premedikasi setelah premedikasi

1. Tekanan darah sistolik

Fentanil-diazepam 129,47 ± 18,981 123,73 ± 17,052

Fentanil-midazolam 133,93 ± 13,646 118,80 ± 10,725

Nilai p 0,465 0,351

2. Tekanan darah diastolik

Fentanil-diazepam 77,73 ± 10,354 74,33 ± 8,389 Fentanil-midazolam 79,07 ± 8,705 73,73 ± 8,276 Nilai p 0,706 0,845 3. MAP Fentanil-diazepam 94,3107 ± 11,37360 90,8000 ± 9,49493 Fentanil-midazolam 96,6900 ± 8,54391 88,7547 ± 8,23262 Nilai p 0,522 0,534

4. Frekuensi Denyut Jantung

Fentanil-diazepam 89,20 ± 14,920 83,93 ± 15,243

Fentanil-midazolam 93,38 ± 16,599 91,27 ± 16,914 Nilai p 0,474 0,223

commit to user

26

Uji statistik Chi-Square terhadap kedua kelompok menurut status fisik (ASA) dan jenis kelamin tidak ada perbedaan bermakna (p > 0,05) (Tabel 3).

Tabel 3. Status Fisik dan Jenis Kelamin

Kelompok Variabel fentanil-diazepam fentanil-midazolam p n % n %

- ASA I 9 60 % 6 40 % 0,439 ASA II 11 73,33 % 4 26,67 %

- Laki - laki 4 26,67 % 6 40 % 0,439 Perempuan 11 73,33 % 9 60 %

B. Efek Premedikasi Anestesi terhadap Perubahan Hemodinamik

Efek obat fentanil-diazepam dan fentanil-midazolam sebagai sebagai premedikasi anestesi terhadap perubahan hemodinamik diukur berdasarkan selisih

Mean Arterial Pressure (MAP) dan selisih frekuensi denyut jantung sebelum

premedikasi dengan setelah premedikasi.

Hasil uji statistik Independent Samples Test terhadap kedua kelompok menurut perubahan MAP tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0,05) yaitu dengan nilai (p = 0,279) (Tabel 6).

Tabel 4. Perubahan MAP

Kelompok Perubahan Tekanan Darah (MAP) Fentanil-diazepam 4,1111 ± 7,39536

commit to user

Nilai p 0,279*

Nilai adalah rerata ± standar deviasi, *p = tidak bermakna

Hasil uji statistik Independent Samples Test terhadap kedua kelompok menurut perubahan frekuensi denyut jantung tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0,05) yaitu dengan nilai (p = 0,279) (Tabel 6).

Tabel 5. Perubahan Frekuensi Denyut Jantung

Kelompok Perubahan Frekuensi Denyut Jantung Fentanil-diazepam 5,27 ± 5,812

Fentanil-midazolam 2,13 ± 7,633 Nilai p 0,216*

Nilai adalah rerata ± standar deviasi, *p = tidak bermakna

Penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan pada kedua kelompok adanya depresi ventilasi yang mengakibatkan terjadinya hipoventilasi. Dan selama operasi tidak didapatkan kondisi kejang dan syok pada seluruh pasien.

commit to user

28 BAB V PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini dapat dilihat penurunan rata-rata tekanan darah yang diwakilkan oleh Mean Arterial Pressure (MAP) dari masing-masing kelompok yang mendapatkan perlakuan menggunakan obat premedikasi fentanil-diazepam dan fentanil-midazolam. Dalam penelitian ini tidak didapatkan perbedaan yang signifikan pada perubahan hemodinamik yang meliputi perubahan MAP dan frekuensi denyut jantung. Padahal hipotesis penelitian ini menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua preparat tersebut dalam menurunkan tekanan darah.

Variabel-variabel yang digunakan untuk membuktikan homogenitas kedua kelompok meliputi jenis kelamin, umur, berat badan, nilai tekanan sistolik, tekanan diastolik, dan frekuensi denyut jantung sebelum premedikasi.

Jenis kelamin kedua kelompok ini secara statistik tak berbeda bermakna dengan p > 0,05. Umur rata-rata pada kedua kelompok ini secara statistik juga berbeda tak bermakna dengan p > 0,05. Berat badan rata-rata pada kedua kelompok ini secara statistik juga tidak berbeda bermakna dengan p > 0,05.

Nilai rata-rata kardiovaskular yang meliputi tekanan sistolik, tekanan diastolik, frekuensi denyut jantung sebelum premedikasi semuanya secara statistik menunjukkan berbeda tak bermakna dengan p > 0,05.

Dengan demikian secara statistik populasi kedua kelompok ini adalah homogen, sehingga apabila ada perbedaan setelah mendapat perlakuan

commit to user

premedikasi, hal itu disebabkan akibat perlakuan premedikasi, dan bukan karena perbedaan populasi.

Hasil penelitian terbukti bahwa terjadi penurunan MAP setelah dilakukan premedikasi, hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Dione et

al., yang menunjukkan bahwa premedikasi anestetik menggunakan golongan

benzodiazepin mampu menurunkan level norepinefrin yang berpengaruh pada penurunan MAP. Nakae et al., menyatakan bahwa penurunan tekanan darah tersebut disebabkan oleh pengaruh langsung dari diazepam dan midazolam dalam menekan kerja otot-otot jantung pada level seluler. Fadhlina menyatakan bahwa fentanil dapat menyebabkan vasodilatasi, sehingga ikut memiliki peran terjadinya penurunan MAP setelah premedikasi.

Dundee et al., (1980) mengatakan bahwa potensi midazolam adalah 2 kali diazepam dalam dosis berat badan yang sama. Oleh karena itu dari hasil penelitian didapatkan mean perubahan MAP kelompok premedikasi midazolam dengan fentanil memiliki nilai yang lebih besar dari kelompok diazepam dengan fentanil.

Coerssen et al., menyatakan mekanisme kerja dari benzodiazepin terhadap susunan saraf pusat adalah mempengaruhi atau membantu pengaruh hambatan oleh GABA terhadap transmisi neuronal di daerah limbik, thalamus, dan hipotalamus serta medula spinalis.

Olkkola and Ahonen juga menjelaskan cara kerja benzodiazepin. Semua benzodiazepin bekerja melalui penghambatan potensiasi saraf yang diperantarai oleh Gamma-Aminobutyric Acid (GABA). Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa semua efek benzodiazepin sebagai hasil kerjanya pada reseptor inotropik

commit to user

30

GABA(A) pada sistem saraf pusat. Benzodiazepin tidak mengaktifkan reseptor GABA(A) secara langsung, namun dalam kerjanya preparat ini memerlukan GABA.

Efek utama benzodiazepin adalah sedasi, hipnosis, menurunkan kecemasan, amnesia anterograd, relaksasi otot, dan anti konvulsi. Sebagai tambahan kerjanya pada sistem saraf pusat, benzodiazepin juga mempunyai efek menurunkan ventilasi dan tekanan darah, serta meningkatkan denyut jantung sebagai akibat dari penurunan tekanan vaskuler sistemik.

Pegujian penurunan MAP secara statistik menggunakan uji t dalam penelitian ini menunjukkan thitung < ttabel yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan diazepam dan midazolam, yang keduanya sama-sama ditambah dengan fentanil. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Lewis et al., yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan diazepam dan midazolam tersebut dalam menurunkan tekanan darah. Menurut Staretz et al., hanya sedikit sekali perbedaan klinis diazepam dan midazolam dalam bentuk hemodinamik terutama dalam menurunkan tekanan darah.

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan hasil yang tidak sesuai dengan hipotesis. Pada beberapa pasien memang menunjukkan perbedaan yang signifikan, namun bila dilakukan perhitungan secara statistik terhadap seluruh sampel uji, tidak ditemukan angka yang signifikan perbedaan kedua preparat benzodiazepin ini dalam menurunkan tekanan darah.

commit to user

Dari penelitian yang dilakukan terhadap perubahan frekuensi denyut jantung masing-masing kelompok diazepam dan midazolam, dilakukan pengujian statistik mengunakan uji t. Hasilnya menunjukkan thitung < ttabel, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunan diazepam dan midazolam pada masing-masing kelompok dalam meningkatkan frekuensi denyut jantung.

Dalam penelitian ini, beberapa sampel terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung dan sebagian yang lain terjadi penurunan denyut jantung. Terjadinya peningkatan frekuensi denyut jantung menurut Agelink et al., di dalam penelitiannya adalah disebabkan penurunan tonus vagal pusat pada kedua preparat tersebut. Mereka menyebutkan bahwa benzodiazepin, yang mana dalam penelitian ini diwakilkan oleh diazepam dan midazolam, dapat mempengaruhi regulasi otonom neurokardiak pada manusia. Kemungkinan, hal ini terjadi akibat interaksi preparat benzodiazepin dengan reseptor gamma aminobutyrat acid A (GABA A) kompleks ion klorida. Pengaruh pada regulasi otonom neurokardiak tersebut melalui dua jalur. Pertama, preparat benzodiazepin menyebabkan penurunan tonus vagal pusat, sehingga terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung. Dan yang kedua, benzodiazepin menurunkan pacemaker jantung secara langsung, sehingga terjadi penurunan denyut jantung.

Terjadinya penurunan frekuensi denyut jantung selain dipengaruhi oleh benzodiazepin juga dipengaruhi oleh fentanil. Fadhlina menyatakan penurunan frekuensi denyut jantung dikarenakan peningkatan tonus vagal secara sentral dan depresi nodus SA dan AV.

commit to user

32

Menurut Raza et al., tidak ada perbedaan secara statistik yang signifikan dalam hemodinamik antara pasien dengan premedikasi anestesi menggunakan diazepam dan midazolam. Bahkan Raza mendapatkan bahwa perubahan frekuensi denyut jantung masing-masing kelompok tidaklah signifikan. Toft and Romer menyatakan tidak ada perbedaan antara diazepam dan midazolam dalam meningkatkan denyut jantung selama operasi.

Dalam penelitian ini, digunakan obat yang ditujukan kepada pelayanan kepada pasien, maka harus diperhatikan mengenai komplikasi obat yang digunakan. Didapatkan bahwa pada kedua kelompok tidak terdapat hipoventilasi yang dapat disebabkan penggunaan fentanil dan midazolam. Sementara utuk mual muntah dari peneliti belum melakukan pengamatan.

Dari hasil penelitian ini tidak didapatkan perbedaan yang tidak bermakna antara penggunaan fentanil-diazepam dan fentanil-midazolam terhadap perubahan hemodinamik. Sehingga secara klinis kedua preparat tersebut masih dapat digunakan dengan efek hemodinamik yang tidak berbeda. Akan tetapi didalam pemberiannya harus diperhatikan efek sedasi dari midazolam. Rachmatjati (2010) menyatakan bahwa efek sedasi midazolam yang lebih kuat daripada diazepam ini memerlukan kehati-hatian dan pengawasan yang lebih cermat dalam penggunaan midazolam secara klinis. Pada sedasi yang dalam terjadi penurunan kemampuan mempertahankan fungsi ventilasi, sehingga pada pengawasan yang buruk memungkinkan terjadi hipoventilasi yang pada akhirnya mengakibatkan henti jantung.

commit to user

Bianchi et al., menyarankan midazolam sebagai drug of choice apabila diharapkan efek amnesia anterograd pada pasien setelah operasi. Staret menyimpulkan dalam penelitian yang dilakukannya bahwa diazepam mempunyai durasi yang panjang dan pemulihan yang bertahap. Sedangkan midazolam berguna untuk onset yang cepat dan prosedur tindakan yang singkat, efek amnesia, dan relatif memberikan pemulihan yang cepat.

commit to user

34 BAB VI

Dokumen terkait