• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN PERUBAHAN HEMODINAMIK ANTARA FENTANIL- DIAZEPAM DAN FENTANIL-MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI UMUM DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN PERUBAHAN HEMODINAMIK ANTARA FENTANIL- DIAZEPAM DAN FENTANIL-MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI UMUM DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PERBANDINGAN PERUBAHAN HEMODINAMIK ANTARA FENTANIL-DIAZEPAM DAN FENTANIL-MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI

ANESTESI UMUM DI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Agung Nugroho G0008044

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta 2011

(2)

commit to user ABSTRAK

Agung Nugroho, G0008044, 2011. Perbandingan Perubahan Hemodinamik antara Fentanil-Diazepam dan Fentanil-Midazolam sebagai Premedikasi Anestesi Umum di RSUD dr Moewardi Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang bermakna pada perubahan hemodinamik antara pemberian fentanil-diazepam dan fentanil-midazolam sebagai premedikasi anestesi umum.

Metode: Penelitian ini bersifat single blind eksperimental. Besar sampel sebanyak 30 pasien yang menjalani prosedur operasi elektif dengan anestesi umum. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara randomisasi sederhana untuk 2 kelompok, Kelompok A mendapatkan premedikasi diazepam 0,05 mg/kg BB IV dan fentanil 1µg/kg BB IV. Kelompok B mendapatkan premedikasi midazolam 0,05 mg/kg BB IV dan fentanil 1µg/kg BB IV. Data penelitian diperoleh dari monitor tekanan darah dan frekuensi denyut jantung di ruang operasi. Kemudian data dianalisis menggunakan program SPSS.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada perubahan hemodinamik antara pemberian fentanil-diazepam dan fentanil-midazolam. Perubahan Mean Arterial Pressure (MAP) didapatkan perbedaan yang tidak bermakna (p = 0,279). Demikian halnya pada perubahan frekuensi denyut jantung didapatkan perbedaan yang tidak bermakna (p = 0,216).

Simpulan: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada perubahan hemodinamik antara pemberian fentanil (1µg/kg BB IV)-diazepam (0,05 mg/kg BB IV) dan fentanil-midazolam sebagai premedikasi anestesi.

(3)

commit to user

v ABSTRACT

Agung Nugroho. G0008044. Comparison of Hemodynamic Change between Fentanyl-Diazepam and Fentanyl-Midazolam as Premedication of General Anesthesia at dr Moewardi General Hospital Surakarta. Medical Faculty of Sebelas Maret University.

Objective:. This study aims to know the significant changes in hemodynamic between fentanyl-diazepam and fentanyl-midazolam as premedication of general anesthesia.

Methods: This study was an analytical single blind experimental. Subject were 30 patients who were going to schedule for elective surgery using general anesthesia. These samples were taken by using simple randomisation for 2 groups. Group A received intravenous premedication of fentanyl 1 µg/kg and diazepam 0,05 mg/kg, group B received intravenous premedication of fentanyl 1 µg/kg and midazolam 0,05 mg/kg. Data was obtained from blood pressure and heart rate monitors in the operating room. Then it was analyzed by using SPSS.

Results: This study shows there was not a significant mean difference of hemodynamic between fentanyl-diazepam and fentanyl-midazolam. Changes in

Mean Arterial Pressure (MAP) obtained was not a significant difference (p = 0,279). Similarly, changes in heart rate obtained was not a significant

difference (0,216).

Conclusion: From this study it can be concluded that the giving of intravenous fentanyl with diazepam and fentanyl with midazolam as premedication of general anesthesia was not a significant changes in hemodynamic.

(4)

commit to user

vii DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 4

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka... 5

B. Kerangka Pemikiran ... 16

C. Hipotesis ... 16

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 17 B. Lokasi Penelitian ... 17 C. Subjek Penelitian ... 17 D. Teknik Sampling ... 18 E. Rancangan Penelitian ... 18 F. Identifikasi Variabel... ... 19

(5)

commit to user

viii

G. Definisi Operasional Variabel ... 20

H. Alat dan Bahan Penelitian... 22

I. Cara Kerja... 22

J. Teknik Analisis Data... 22

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Subjek Penelitian... 24

B. Efek Premedikasi Anestesi terhadap Perubahan Hemodinamik... 26

BAB V PEMBAHASAN ... 28

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... ... 34

B. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35 LAMPIRAN

(6)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 24

Tabel 2. Tekanan Darah Sistolik, Diastolik, dan Denyut Jantung ... 25

Tabel 3. Status Fisik dan Jenis Kelamin ... 26

Tabel 4. Perubahan MAP ... 26

(7)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran ... 16 Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian ... 18

(8)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Responden Penelitian Lampiran 2. Hasil Pengolahan Data SPSS Lampiran 3. Lembar Informed Consent Lampiran 4. Lembar Penelitian

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian dan Pengambilan Sampel Lampiran 6. Surat Keterangan Ethical Clearence

(9)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan pasien yang dioperasi atau tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi, dan penaggulangan nyeri menahun (Mansjoer, 2005). Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu: (1) anestesi lokal, yaitu hilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran; (2) anestesia umum, yaitu hilang rasa sakit disertai hilang kesadaran (Handoko, 2001). Anestesia umum dapat menimbulkan anesthesia atau narkosa (Yun, An = tanpa,

aesthesis = perasaan), yakni suatu keadaan depresi umum yang bersifat

reversibel dari berbagai pusat di susunan saraf pusat, dimana seluruh perasaan dan keadaan ditiadakan, sehingga agak mirip keadaan pingsan (Tjay and Rahardja, 2007).

Dalam anestesiologi, tindakan monitoring sangat penting dalam menjaga keselamatan pasien. Monitoring atau pengamatan fungsi vital merupakan proses pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui adanya penyimpangan dari fungsi normal sedini mungkin agar dapat diambil tindakan yang cepat dan tepat (Karyadi, 2000). Ada tiga fungsi vital yang harus diawasi, yaitu pernafasan, sirkulasi darah, dan kesadaran.

(10)

Pengawasan yang dilakukan bersifat terus-menerus tanpa henti dan berkala dengan selang waktu yang sesingkat mungkin (Karyadi, 2000).

Terdapat kriteria anestetikum yang baik, yaitu mula kerja cepat, tanpa efek samping, dan waktu pemulihan harus cepat tanpa efek sisa. Karena tidak dikenal obat yang mempunyai sifat ini, biasanya anestetikum dikombinasi dengan obat-obat pembantu yang diberikan pada pasien sebagai premedikasi lebih kurang satu jam sebelum induksi dimulai (Tjay dan Rahardja, 2002).

Maksud dan tujuan premedikasi antara lain : menimbukan rasa nyaman bagi pasien, memudahkan atau memperlancar induksi, mengurangi jumlah obat-obat anestetika, menekan reflek yang tidak diinginkan, dan mengurangi sekresi kelenjar saluran napas (Mansjoer, 2005).

Dengan kemajuan teknik anestesi sekarang, tujuan utama pemberian premedikasi tidak hanya untuk mempermudah induksi dan mengurangi jumlah obat-obat yang digunakan, akan tetapi terutama untuk menenangkan pasien sebagai persiapan anestesi (Iskandar, 1989).

Analgesi-Opioid yang sering diberikan saat premedikasi adalah petidin, fentanil, dan morfin. Petidin yang juga dikenal sebagai meperidin menimbulkan analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas, dan efek sentral lain (Santoso, 2003).

Benzodiazepin merupakan golongan obat anestesi yang sering dipakai sebagai premedikasi. Golongan benzodiazepin mempunyai

(11)

commit to user

3

beberapa efek utama yakni anti ansietas, sedasi dan hipnotik, amnesia,

muscle relaxant, dan anti konvulsan (Vincents J Collins, 1996; Endang S.

H., 1993).

Turunan benzodiazepin yang paling sering digunakan sebagai premedikasi anestesi adalah midazolam dan diazepam.Dalam penggunaan sehari-hari kedua preparat tersebut untuk premedikasi anestesi, terdapat perbedaan yang nyata dalam menurunkan tekanan darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung. Namun beberapa teori dan penelitian menyebutkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara diazepam dan midazolam pada kedua efek tersebut.

Dalam penelitian Muellejans, et al. (2006) disebutkan bahwa terdapat perbedaan di dalam penggunaan kombinasi midazolam-fentanil dengan remifentanil. Penggunaan kombinasi midazolam-fentanil memiliki efek analgesi sedatif yang lebih baik dengan peningkatan

heart rate (HR) yang tidak terlalu tinggi pada pasien bedah jantung.

Dalam penelitian Prakash, et al. (2006) fentanil-midazolam lebih baik untuk kondisi intubasi daripada fentanil-lignocaine. Di dalam penelitian Nascimento, et al. (2007) penggunaan fentanil memiliki efek sedatif dan kardiovaskuler yang lebih tinggi dari diazepam.

Dari keterangan di atas, perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik dan perbandingan penggunaan dalam klinik antara fentanil-midazolam dan fentanil-diazepam terhadap perubahan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung.

(12)

B. Perumusan Masalah

Apakah terdapat perbedaan perubahan hemodinamik yang bermakna antara pemberian fentanil-diazepam dan fentanil-midazolam sebagai premedikasi anestesi umum?

C. Tujuan Penelitian

Untuk membandingkan perubahan hemodinamik antara pemberian fentanil-diazepam dan fentanil-midazolam sebagai premedikasi anestesi umum.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Diketahui secara statistik perubahan hemodinamik antara penggunaan fentanil-diazepam dan fentanil-midazolam sebagai premedikasi anestesi umum pada pasien operasi di RSUD dr Moewardi Surakarta. 2. Manfaat Aplikatif

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan bagi dokter dalam memberikan obat premedikasi anestesi.

(13)

commit to user 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Premedikasi

Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan operasi yang pada umumnya dilakukan pada satu atau lebih obat-obatan (Mc leskey, 1999). Premedikasi dilakukan dengan maksud: a. Meniadakan kegelisahan : sering digunakan morfin atau petidin,

juga sedatif seperti klorpromazin, diazepam atau thiopental.

b. Menghentikan sekresi ludah dan dahak yang dapat mengakibatkan kejang-kejang berbahaya di tenggorok. Yang banyak digunakan adalah atropine dan skopolamin bersama morfin.

c. Memperkuat efek anestetik, sehingga anestetikum bekerja lebih “dalam” dan atau dosisnya dapat diturunkan.

d. Memperkuat relaksasi otot selama narkosa, hal ini dapat dicapai dengan pemberian relaksansia otot, seperti tubokurarin dan galamin (Tjay and Rahardja, 2007).

Premedikasi diberikan berdasarkan atas keadaan psikis dan fisiologis pasien yang ditetapkan setelah kunjungan prabedah (Robert S, 1994). Oleh karena itu, pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus selalu memperhitungkan umur pasien, berat badan, status fisik, derajat kecemasan, riwayat hospitalisasi, riwayat alergi,

(14)

riwayat penggunaan obat tertentu yang mungkin berpengaruh, perkiraan lama operasi, macam operasi, dan rencana obat anestesi yang akan digunakan (Karyadi, 2000).

2. Fentanil

a. Sifat Umum

Fentanil atau Phentanyl citrate dengan nama kimia

N-(1-phenethyl-4-piperidyl)propionanilide dihydrogen dan formula

empirisnya adalah C22H28N2O (Dinas Kesehatan, 2010).

Fentanil merupakan obat analgesik opioid, turunan dari fenil piperidin. Fentanil memiliki besar potensi analgesik 75-125 kali lebih baik daripada morfin atau 750- 1250 lebih kuat daripada petidin (Daniel, Malcom M B, Weiskopf, Richard B, 1998).

Fentanil diindikasikan pada nyeri sebelum operasi, selama dan pascaoperasi, penanganan nyeri pada kanker, sebagai suplemen anestesi sebelum operasi untuk mencegah atau menghilangkan takipnea dan delirium pasca operasi emergensi. Fentanil berinteraksi secara predominan dengan mu-reseptor opioid. Analog dari fentanil yaitu alfentanil dan sufentanil di mana sufentanil memiliki potensi lebih baik daripada fentanil, yakni sebesar 5 sampai 10 kali. Secara klinis, efek farmakologi fentanil digunakan dalam sistem saraf pusat. Yang biasa terjadi adalah analgesik, pengubahan mood, euforia, disphoria, dan mengantuk. Stabilitas

(15)

commit to user

7

penyimpanan fentanil yaitu sediaan injeksi disimpan dalam suhu ruangan dan terlindungi cahaya (Dinas Kesehatan, 2010).

b. Farmakokinetik

Fentanil mempunyai mula kerja cepat yaitu 1 – 3 menit untuk sedatif, 5 – 10 menit untuk analgesia, dan lama kerja singkat yaitu 30 – 60 menit (Lee, 1999). Fentanil mempunyai potensi besar karena daya kelarutan dalam lemaknya tinggi, sehingga mudah melalui sawar darah otak (Mikawa K, Nishina K, Maekawa N, Obara H, 1996). Durasinya yang singkat mencerminkan redistribusi ke jaringan lemak dan otot rangka. Fentanil dosis rendah, 1 – 2 mg/kgBB IV digunakan untuk memberi efek analgesi (Sharma S, Mitra S, Grover V K, Kalra R, 1996).

Kadar di dalam plasma darah tertinggi setelah pemberian intravena dicapai dalam waktu 3-5 menit yaitu kadarnya diperkirakan sebesar 125 ng/ml. Fentanil di metabolisme di hepar dengan cara dealkilasi, hidroksilasi, dan hidrolisa amida menjadi metabolit tidak aktif, meliputi norfentanil dan despropionil norfentanil (Stoelting, 1999). Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan tergantung pada aliran darah hepar (Dinas Kesehatan, 2010).

Fentanil dieksresi melalui empedu dan urin, 85 % berada dalam feses dan urin dalam bentuk metabolit yang lebih dari 72 jam

(16)

setelah pemberian dan kurang dari 8 % dalam bentuk tidak berubah. Waktu paruh eliminasi 185-219 menit (Stoelting, 1999). c. Farmakodinamik

Fentanil menyebabkan ketergantungan fisik, euforia, analgesia yang kuat, perlambatan EKG, miosis, mual, dan muntah yang tergantung pada dosis. Efek terhadap kardiovaskuler minimal meskipun laju jantung dapat menurun yang merupakan efek vagal. Fentanil mendepresi ventilasi dan menyebabkan kekakuan otot rangka khususnya otot thorax, abdomen, dan ekstremitas terutama pada pemberian intravena yang cepat. Meningkatkan tekanan intra bilier dengan singkat dan mempunyai aksi kolinergik kuat yang dapat diblok oleh atropin (Bailey, Egan, Stanley, 2000).

Fentanil jarang menyebabkan hipotensi meskipun diberikan pada pasien yang memiliki fungsi ventrikel kiri yang lemah, hal ini diduga karena tidak adanya pelepasan histamin (Katz, 1997). Namun hipotensi dapat terjadi akibat meningkatnya tonus vagal sentral dan depresi nodus SA dan AV (Bowdle, 1995).

d. Efek Samping

1) Depresi pernapasan.

2) Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa mengantuk, koma, euforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, dan kejang.

(17)

commit to user

9

4) Kardiovaskular : aritmia dan hipotensi postural.

5) Reproduksi, ekskresi, dan endokrin : retensi urin dan oliguria. 6) Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, dan palpitasi. 7) Tremor otot, pergerakan yang tidak terkoordinasi, delirium atau

disorientasi, dan halusinasi.

8) Lain-lain : Berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, dan ruam kulit (Dinas Kesehatan, 2010).

3. Benzodiazepin a. Sifat Umum

Benzodiazepin adalah suatu senyawa yang terdiri dari cincin benzene dengan 7 sisi cincin diazepin. Pada umumnya preparat benzodiazepin mengandung 5 subtituen dan cincin 1,4 diazepin (Endang S.H., 1995).

Berdasarkan kecepatan metabolismenya, benzodiazepin dapat dibedakan menjadi tiga kelompok :

1) Obat-obat long acting

Klordiazepoksida, diazepam, nitrazepam, dan flurazepam. 2) Obat-obat short acting

Oksazepam, lorazepam, lormetazepam, temazepam, loprazolam, dan zoplicon.

(18)

Midazolam, triazolam, dan estazolam. (Tjay and Rahardja, 2007).

b. Farmakokinetik

Kecepatan absorbsi berbeda-beda tergantung pada sejumlah faktor, termasuk lipofilitas. Kelarutan di dalam lipid memiliki peranan penting dalam menentukan kecepatan dimana sedatif hipnotika tertentu memasuki sistem saraf (Katzung, 2002).

Kelarutannya yang besar dalam lemak dapat menjadikan berkurangnya faktor eliminasi, sehingga menyebabkan durasi kerja menjadi lama (Vincent J. Collins, 1996).

Pengikatan benzodiazepin pada reseptornya yang hanya berada di Susunan Saraf Pusat (SSP) akan memacu afinitas reseptor GABA sehingga saluran klorida yang berdekatan lebih sering terbuka. Keadaan tersebut akan memacu hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron. Efek klinis berbagai benzodiazepin tergantung pada afinitas ikatan obat pada kompleks saluran ion, yaitu kompleks GABA reseptor dan klorida ( Mycek M.J., Harvey R. A., Champe P.C, 2001).

Sebagian besar golongan benzodiazepin diubah dalam bentuk inaktif metabolit oleh kerja hati. Dua jalur pemecahannya yaitu dengan proses oksidasi oleh enzim mikrosomal hati dan glukoronidase konjugasi (Vincent J. Collins, 1996).

(19)

commit to user

11

Pada hakikatnya, semua senyawa benzodiazepin mempunyai efek utama, yaitu anxiolitis atau anti anxietas, sedatif-hipnotis, anti konvulsif, dan daya relaksasi otot (Tjay and Rahardja, 2007).

Setiap efek ini dapat berbeda-beda kekuatannya pada setiap derivat, hal tersebut memperlihatkan perbedaan yang jelas mengenai kecepatan resorbsi dan eliminasinya (Tjay and Rahardja, 2007). Di samping itu, distribusi di jaringan juga sangat berhubungan dengan efek benzodiazepin (Vincent J. Collins, 1996).

4. Diazepam a. Sifat Umum

Diazepam merupakan derivat benzodiazepin, berupa kristal yang tidak berwarna dan tidak larut dalam air (Wikipedia, 2011). Diazepam memiliki struktur kima yang khas dengan adanya cincin amida (Vincent J. Collins, 1996).

b. Farmakokinetik

Sebagai premedikasi anestesi, diazepam dapat diberikan secara oral, intramuskular, dan intravena (Gillman, 2001). Obat ini 99 % terikat pada plasma albumin. Lama pengaruh diazepam disebabkan karena lamanya waktu eksresi dan lamanya pembentukan metabolit. Hasil metabolisme diazepam utama adalah desmetil diazepam (Vincent J. Collins, 1996).

(20)

c. Farmakodinamik

Diazepam akan menghambat Susunan Saraf Pusat (SSP) dengan efek utamanya adalah sedasi, hipnotik, relaksasi otot, dan anti konvulsi (Trevor A and Walter L.W, 1995). Pemberian dalam dosis rendah bersifat sedatif, sedangkan dalam dosis besar bersifat hipnotik (Mansjoer, 2005). Diazepam mempunyai onset kerja 10 menit. Diazepam bersifat mendepresi sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi (Endang S, 1993).

Setelah pemberian premedikasi diazepam, tekanan sistolik dan

Mean Arterial Pressure (MAP) menurun secara signifikan

(Kitajima et al., 2004).

5. Midazolam a. Sifat Umum

Midazolam adala golongan imidazobenzodiazepin yang berbeda dengan benzodiazepin lain, yaitu mempunyai cincin imidazole. Adanya cincin imidazol ini memberikan keuntungan karena garam ini mudah larut dalam air dengan pH < 4, stabil dalam bentuk larutan, dan cepat dimetabolisme (Marisa Tedja, 2000).

Pada pH rendah atom dasar nitrogen dari cincin imidazole dapat bereaksi dengan asam sehingga membentuk garam dan menerima ion hidrogen, sehingga menjadi bermuatan dan cincin

(21)

commit to user

13

terbuka. Pada pH fisiologis, molekul kehilangan lagi muatannya dan cincin menutup serta menjadi lipofilik, sehingga saat midazolam berada dalam tubuh, midazolam dapat menembus sawar darah otak, dalam pH fisiologis midazolam berbentuk basa (Vincent J. Collins, 1996; Marisa Tedja, 2000).

b. Farmakokinetik

Midazolam adalah obat golongan benzodiazepin yang larut dalam air (Reves, 2000). Midazolam sebagian besar (95 %) terikat pada protein plasma, hanya sekitar 5 % berada dalam bentuk fraksi bebas. Bentuk bebas ini lebih tinggi jumlahnya pada pasien dengan kelainan fungsi ginjal dan pada pasien dengan albumin plasma yang rendah (Pratila, 1993).

Eliminasi midazolam tergantung pada biotransformasi hepatik yang mengubahnya menjadi alfa-hidroksimetil midazolam (Reves, 2000 ; Pratila, 1993), suatu metabolit yang hampir tidak mempunyai aktivitas farmakologis (Holford, 1998).

c. Farmakodinamik

Obat ini mempunyai onset kerja 2-12 menit. Midazolam bekerja pada sistem saraf pusat. Midazolam tidak menyebabkan penekanan penekanan jantung dan tidak mengubah tahanan perifer, sedangkan terhadap pernafasan sedikit dipengaruhi oleh obat ini (Marisa Tedja, 2000).

(22)

Midazolam dapat digunakan pada berbagai keadaan klinis yang memerlukan berbagai derajat disosiasi, seperti premedikasi, induksi anestesi, dan pemeliharaan anestesi (Marisa Tedja, 2000).

6. Tekanan darah

Tekanan darah adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh jantung yang berkontraksi seperti pompa sehingga darah terus mengalir dalam pembuluh darah, kekuatan itu menekan dinding pembuluh nadi. Tekanan ini diperlukan supaya darah tetap dapat mengalir dan melawan gravitasi serta hambatan dalam dinding arteri (Siauw, 1994). Tekanan darah pada dinding arteri dapat terjadi akibat kontraksi otot jantung. Tergantung pada kekuatan gerak jantung, kelenturan dinding

arteri volume, viskositas darah, dan hambatan pada pembuluh darah

(Dorland, 2006). Tekanan darah merupakan manifestasi dari cardiac

output dan resisteni pembuluh darah sistemik (Santoso, 2003).

Segera setelah teranestesi, tekanan darah akan turun dengan cepat karena vasodilatasi. Hal ini menimbulkan timbunan darah di perifer dan mengurangi aliran balik vena sehingga menyebabkan turunnya curah jantung. Pasien dapat mengalami kerusakan organ akibat perfusi yang kurang, bahkan dapat terjadi henti jantung karena kurangnya perfusi koroner (Boulton and Blogg 1994).

Penurunan tekanan darah berhubungan dengan penurunan curah jantung, resistensi pembuluh sistemik, hambatan mekanisme

(23)

commit to user

15

baroreseptor, depresi kontraktilitas miokard, penurunan aktivitas simpatik, dan efek inotropik negatif (Clarke, 1995). Efek depresi miokard dan vasodilatasi terjadi tergantung dosis. Vasodilatasi terjadi akibat penurunan aktivitas simpatik dan efek langsung mobilisasi Ca pada interseluler otot polos (Reves, 2000).

7. Frekuensi deyut jantung

Frekuensi denyut jantung adalah jumlah denyut jantung permenit atau jumlah kontraksi jantung tiap menit dapat dijadikan sebagai parameter sederhana yang mudah diukur dan cukup informatif untuk faal kardiovaskuler (Moeloek, 2007).

Saat jantung berdenyut, maka pembuluh nadi pun ikut berdenyut akibat tekanan darah yang terpompa. Bagian jantung normal berdenyut dalam rangkaian teratur, yaitu kontraksi atrium (sistole atrium) diikuti oleh kontraksi ventrikel (sistole ventrikel) dan selama diastole keempat ruang relaksasi (Fadhlina, 2010).

Pada setiap kali jantung berdenyut terdapat gelombang darah baru yang mengisi arteri. Akibat distensibilitas sistem arteri, darah yang mengalir melalui jaringan hanya terjadi selama sistol jantung, sehingga tidak ada darah yang mengalir selama diastole (Guyton, 1997).

Frekuensi denyut jantung sebagian besar berada di bawah pengaturan ekstrinsik sistem saraf otonom; serabut parasimpatis dan

(24)

simpatis mempersarafi nodus SA dan AV, mempengaruhi kecepatan dan frekuensi hantaran impuls. Stimulasi serabut parasimpatis akan mengurangi frekuensi denyut jantung, sedangkan stimulasi simpatis akan mempercepat denyut jantung (Price and Wilson, 2006).

B. Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan hemodinamik yang bermakna antara pemberian fentanil-diazepam dan fentanil-midazolam selama premedikasi anestesi umum.

Fentanil + Diazepam

Uji t

Penghambatan Sinap

Sistem Saraf

Pengambilan data dan observasi Perubahan Tekanan Darah

dan Frekuensi denyut jantung

(25)

commit to user

17 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan dengan cara single blind.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dan observasi di Instalasi Bedah Sentral RSUD dr. Moewardi Surakarta.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang akan diamati dalam penelitian ini diambil dengan :

1. Kriteria inklusi

a. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan. b. Usia 18-60 tahun.

c. Berat badan 35-70 kg. d. Pasien termasuk ASA I-II. 2. Kriteria eksklusi :

a. Tidak ada kontra indikasi pemberian diazepam dan midazolam. b. Riwayat dengan kelainan jantung dan pembuluh darah.

c. Pasien dengan hipertensi dan hipotensi. d. Pasien hamil.

(26)

commit to user 3. Kriteria terminasi :

a. Pasien syok setelah dilakukan premedikasi. b. Pasien apneu setelah dilakukan premedikasi. c. Pasien muntah setelah dilakukan premedikasi. D. Teknik Sampling

Sampel yang diambil sebagai probandus adalah yang memenuhi kriteria inklusi di atas, dalam hal ini sampel dipilih dengan cara non

probability sampling yakni consecutive sampling, dimana setiap orang

yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. E. Rancangan penelitian

Pemberian Obat Premedikasi Diazepam (0,05mg/kg BB) – Fentanil (1µg/kg BB) Frekuensi Denyut Jantung Awal Tekanan Darah Awal 3 Menit Tekanan Darah Post Premedikasi Frekuensi Denyut Jantung Tekanan Darah Post Premedikasi Frekuensi Denyut Jantung 3 Menit Sampel Fentanil - Diazepam Sampel Fentanil - Midazolam

Pemberian Obat Premedikasi Midazolam (0,05mg/kg BB) –

(27)

commit to user

19

Urutan Masuknya Obat Premedikasi :

1. Menit ke 0 : Saat alat terpasang dilihat tekanan darah dan denyut nadi. (data 1)

2. Menit ke 1 : Pasien diinjeksi midazolam / diazepam intravena dosis 0,05 mg/kg BB.

(Ditunggu selama 1 menit)

3. Menit ke 2 : Pasien diinjeksi fentanil intravena dosis 1µg/kg BB. (Ditunggu selama 2 menit)

4. Menit ke-4 : Diamati tekanan darah dan denyut nadi. (data 2)

5. Menit ke-5 dan seterusnya: Dimulai induksi anestesi, intubasi hingga pasien masuk ke ruang recovery (pemulihan).

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : fentanil, diazepam, dan

midazolam;

skala pengukuran : nominal

2. Variabel terikat : perubahan tekanan darah dan frekuensi

denyut jantung;

skala pengukuran : rasio

3. Variabel pengganggu :

a. Kelainan metabolisme tubuh b. Faktor Penyakit

(28)

commit to user

c. Interaksi obat premedikasi dengan obat anestesi yang digunakan d. Alat monitor tekanan darah

4. Variabel luar a. Terkendali 1) Umur 2) Berat badan b. Tidak terkendali 1) Emosi 2) Kecemasan

3) Sensitivitas individu terhadap obat (farmakodinamik dan farmakokinetik)

G. Definisi Operasional Penelitian 1. Variabel bebas

Premedikasi dengan menggunakan fentanil, midazolam, dan diazepam. Pada percobaan digunakan fentanil intravena dengan dosis 1 µg/kg BB, midazolam intravena dengan dosis 0,05 mg/kg BB, dan diazepam intravena dengan dosis 0,05 mg/kg BB.

2. Variabel terikat

Perubahan hemodinamik pada penelitian ini adalah terbatas pada perubahan tekanan darah dan perubahan frekuensi denyut jantung.

(29)

commit to user

21

Tekanan darah adalah tekanan pada dinding arteri yang sebanding dengan tekanan aliran darah intra arterial yang berasal dari tekanan darah di ventrikel kiri.

Tekanan darah yang dimaksud dalam hal ini adalah tekanan darah rerata dalam arteri melewati siklus komplit denyut jantung

Mean Arterial Pressure (MAP), yang didapat dari hasil

pengukuran :

MAP = 1 sistole + 2 diastole 3

Dimana perubahan tekanan darah adalah merupakan selisih MAP sebelum dan setelah premedikasi menggunakan fentanil-diazepam atau fentanil-midazolam.

Frekuensi denyut jantung adalah jumlah denyut jantung permenit atau jumlah kontraksi jantung tiap menit. Frekuensi denyut jantung yang diukur dalam hal ini adalah dari EKG, dimana perubahan denyut jantung adalah merupakan selisih denyut jantung sebelum dan setelah premedikasi menggunakan fentanil-diazepam atau fentanil-midazolam.

Kedua variabel tersebut menggunakan skala rasio. 3. Variabel pengganggu terkendali

Variabel pengganggu terkendali adalah hal-hal yang dapat mengganggu hasil perhitungan variabel terikat namun dapat dikendalikan.

(30)

commit to user

4. Variabel penggganggu yang tak terkendali

Variabel pengganggu tak terkendali adalah hal-hal yang dapat mengganggu hasil perhitungan variabel terikat namun tidak dapat dikendalikan.

(31)

commit to user

23

H. Alat dan Bahan Penelitian

Obat yang digunakan : fentanil, diazepam, dan midazolam I. Cara Kerja

1. Pencatatan identitas dan data pasien yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

2. Pengukuran tekanan darah sebelum premedikasi pada masing-masing kelompok.

3. Diberikan premedikasi pada kelompok I dengan preparat diazepam dan kelompok II dengan preparat midazolam, kemudian dilanjutkan pemberian obat pada kedua kelompok dengan fentanil.

4. Pengukuran tekanan darah setelah premedikasi pada masing-masing kelompok.

J. Teknik Analisis Data

Statistik parametris yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif rata-rata dua sampel adalah dengan uji t. Uji t tersebut dilakukan dengan taraf kepercayaan 95%, α = 0,05 dan p < 0,05.

Penelitian ini dilakukan dengan uji t, dimana : SD1

(32)

commit to user

Ho : tidak ada perbedaan perubahan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung yang bermakna antara pemberian fentanil-diazepam dan fentanil-midazolam.

H1 : ada perbedaan perubahan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung yang bermakna antara pemberian diazepam dan fentanil-midazolam.

(33)

commit to user

24 BAB IV

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Instalasi Bedah Sentral RSUD dr Moewardi Surakarta selama bulan Agustus 2011 - November 2011, didapatkan subjek sejumlah 30 pasien yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu 15 pasien masuk dalam kelompok yang mendapat premedikasi fentanil-diazepam dan 15 pasien masuk dalam kelompok yang mendapat fentanil-midazolam. Semua subjek penelitian memenuhi kriteria inklusi, eksklusi, dan tidak ada yang mengalami

drop out.

A. Karakteristik Subjek Penelitian

Hasil uji statistik karakteristik subjek penelitian dengan Independent

Samples Test terhadap kedua kelompok menurut umur dan berat badan tidak ada

perbedaan bermakna (p > 0,05) (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian

Variabel Kelompok Rerata Standar Deviasi p Umur (tahun) fentanil-diazepam 33,87 11,395 0,871

fentanil-midazolam 33,20 10,949

Berat Badan (kg) fentanil-diazepam 51,33 9,325 0,303 fentanil-midazolam 54,80 8,760

Berdasarkan tekanan darah sitolik, diastolik, Mean Arterial Pressure (MAP), dan pengukuran frekuensi denyut jantung tidak didapatkan perbedaan

(34)

commit to user

bermakna pada uji statistik Independent Samples Test antara kedua kelompok baik sebelum operasi maupun pasca operasi (p>0,05) (Tabel 2).

Tabel 2. Tekanan Darah Sistolik, Diastolik, dan Frekuensi Denyut Jantung

Waktu Kelompok sebelum premedikasi setelah premedikasi

1. Tekanan darah sistolik

Fentanil-diazepam 129,47 ± 18,981 123,73 ± 17,052

Fentanil-midazolam 133,93 ± 13,646 118,80 ± 10,725

Nilai p 0,465 0,351

2. Tekanan darah diastolik

Fentanil-diazepam 77,73 ± 10,354 74,33 ± 8,389 Fentanil-midazolam 79,07 ± 8,705 73,73 ± 8,276 Nilai p 0,706 0,845 3. MAP Fentanil-diazepam 94,3107 ± 11,37360 90,8000 ± 9,49493 Fentanil-midazolam 96,6900 ± 8,54391 88,7547 ± 8,23262 Nilai p 0,522 0,534

4. Frekuensi Denyut Jantung

Fentanil-diazepam 89,20 ± 14,920 83,93 ± 15,243

Fentanil-midazolam 93,38 ± 16,599 91,27 ± 16,914 Nilai p 0,474 0,223

(35)

commit to user

26

Uji statistik Chi-Square terhadap kedua kelompok menurut status fisik (ASA) dan jenis kelamin tidak ada perbedaan bermakna (p > 0,05) (Tabel 3).

Tabel 3. Status Fisik dan Jenis Kelamin

Kelompok Variabel fentanil-diazepam fentanil-midazolam p n % n %

- ASA I 9 60 % 6 40 % 0,439 ASA II 11 73,33 % 4 26,67 %

- Laki - laki 4 26,67 % 6 40 % 0,439 Perempuan 11 73,33 % 9 60 %

B. Efek Premedikasi Anestesi terhadap Perubahan Hemodinamik

Efek obat fentanil-diazepam dan fentanil-midazolam sebagai sebagai premedikasi anestesi terhadap perubahan hemodinamik diukur berdasarkan selisih

Mean Arterial Pressure (MAP) dan selisih frekuensi denyut jantung sebelum

premedikasi dengan setelah premedikasi.

Hasil uji statistik Independent Samples Test terhadap kedua kelompok menurut perubahan MAP tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0,05) yaitu dengan nilai (p = 0,279) (Tabel 6).

Tabel 4. Perubahan MAP

Kelompok Perubahan Tekanan Darah (MAP) Fentanil-diazepam 4,1111 ± 7,39536

(36)

commit to user

Nilai p 0,279*

Nilai adalah rerata ± standar deviasi, *p = tidak bermakna

Hasil uji statistik Independent Samples Test terhadap kedua kelompok menurut perubahan frekuensi denyut jantung tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0,05) yaitu dengan nilai (p = 0,279) (Tabel 6).

Tabel 5. Perubahan Frekuensi Denyut Jantung

Kelompok Perubahan Frekuensi Denyut Jantung Fentanil-diazepam 5,27 ± 5,812

Fentanil-midazolam 2,13 ± 7,633 Nilai p 0,216*

Nilai adalah rerata ± standar deviasi, *p = tidak bermakna

Penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan pada kedua kelompok adanya depresi ventilasi yang mengakibatkan terjadinya hipoventilasi. Dan selama operasi tidak didapatkan kondisi kejang dan syok pada seluruh pasien.

(37)

commit to user

28 BAB V PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini dapat dilihat penurunan rata-rata tekanan darah yang diwakilkan oleh Mean Arterial Pressure (MAP) dari masing-masing kelompok yang mendapatkan perlakuan menggunakan obat premedikasi fentanil-diazepam dan fentanil-midazolam. Dalam penelitian ini tidak didapatkan perbedaan yang signifikan pada perubahan hemodinamik yang meliputi perubahan MAP dan frekuensi denyut jantung. Padahal hipotesis penelitian ini menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua preparat tersebut dalam menurunkan tekanan darah.

Variabel-variabel yang digunakan untuk membuktikan homogenitas kedua kelompok meliputi jenis kelamin, umur, berat badan, nilai tekanan sistolik, tekanan diastolik, dan frekuensi denyut jantung sebelum premedikasi.

Jenis kelamin kedua kelompok ini secara statistik tak berbeda bermakna dengan p > 0,05. Umur rata-rata pada kedua kelompok ini secara statistik juga berbeda tak bermakna dengan p > 0,05. Berat badan rata-rata pada kedua kelompok ini secara statistik juga tidak berbeda bermakna dengan p > 0,05.

Nilai rata-rata kardiovaskular yang meliputi tekanan sistolik, tekanan diastolik, frekuensi denyut jantung sebelum premedikasi semuanya secara statistik menunjukkan berbeda tak bermakna dengan p > 0,05.

Dengan demikian secara statistik populasi kedua kelompok ini adalah homogen, sehingga apabila ada perbedaan setelah mendapat perlakuan

(38)

commit to user

premedikasi, hal itu disebabkan akibat perlakuan premedikasi, dan bukan karena perbedaan populasi.

Hasil penelitian terbukti bahwa terjadi penurunan MAP setelah dilakukan premedikasi, hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Dione et

al., yang menunjukkan bahwa premedikasi anestetik menggunakan golongan

benzodiazepin mampu menurunkan level norepinefrin yang berpengaruh pada penurunan MAP. Nakae et al., menyatakan bahwa penurunan tekanan darah tersebut disebabkan oleh pengaruh langsung dari diazepam dan midazolam dalam menekan kerja otot-otot jantung pada level seluler. Fadhlina menyatakan bahwa fentanil dapat menyebabkan vasodilatasi, sehingga ikut memiliki peran terjadinya penurunan MAP setelah premedikasi.

Dundee et al., (1980) mengatakan bahwa potensi midazolam adalah 2 kali diazepam dalam dosis berat badan yang sama. Oleh karena itu dari hasil penelitian didapatkan mean perubahan MAP kelompok premedikasi midazolam dengan fentanil memiliki nilai yang lebih besar dari kelompok diazepam dengan fentanil.

Coerssen et al., menyatakan mekanisme kerja dari benzodiazepin terhadap susunan saraf pusat adalah mempengaruhi atau membantu pengaruh hambatan oleh GABA terhadap transmisi neuronal di daerah limbik, thalamus, dan hipotalamus serta medula spinalis.

Olkkola and Ahonen juga menjelaskan cara kerja benzodiazepin. Semua benzodiazepin bekerja melalui penghambatan potensiasi saraf yang diperantarai oleh Gamma-Aminobutyric Acid (GABA). Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa semua efek benzodiazepin sebagai hasil kerjanya pada reseptor inotropik

(39)

commit to user

30

GABA(A) pada sistem saraf pusat. Benzodiazepin tidak mengaktifkan reseptor GABA(A) secara langsung, namun dalam kerjanya preparat ini memerlukan GABA.

Efek utama benzodiazepin adalah sedasi, hipnosis, menurunkan kecemasan, amnesia anterograd, relaksasi otot, dan anti konvulsi. Sebagai tambahan kerjanya pada sistem saraf pusat, benzodiazepin juga mempunyai efek menurunkan ventilasi dan tekanan darah, serta meningkatkan denyut jantung sebagai akibat dari penurunan tekanan vaskuler sistemik.

Pegujian penurunan MAP secara statistik menggunakan uji t dalam penelitian ini menunjukkan thitung < ttabel yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan diazepam dan midazolam, yang keduanya sama-sama ditambah dengan fentanil. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Lewis et al., yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan diazepam dan midazolam tersebut dalam menurunkan tekanan darah. Menurut Staretz et al., hanya sedikit sekali perbedaan klinis diazepam dan midazolam dalam bentuk hemodinamik terutama dalam menurunkan tekanan darah.

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan hasil yang tidak sesuai dengan hipotesis. Pada beberapa pasien memang menunjukkan perbedaan yang signifikan, namun bila dilakukan perhitungan secara statistik terhadap seluruh sampel uji, tidak ditemukan angka yang signifikan perbedaan kedua preparat benzodiazepin ini dalam menurunkan tekanan darah.

(40)

commit to user

Dari penelitian yang dilakukan terhadap perubahan frekuensi denyut jantung masing-masing kelompok diazepam dan midazolam, dilakukan pengujian statistik mengunakan uji t. Hasilnya menunjukkan thitung < ttabel, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara penggunan diazepam dan midazolam pada masing-masing kelompok dalam meningkatkan frekuensi denyut jantung.

Dalam penelitian ini, beberapa sampel terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung dan sebagian yang lain terjadi penurunan denyut jantung. Terjadinya peningkatan frekuensi denyut jantung menurut Agelink et al., di dalam penelitiannya adalah disebabkan penurunan tonus vagal pusat pada kedua preparat tersebut. Mereka menyebutkan bahwa benzodiazepin, yang mana dalam penelitian ini diwakilkan oleh diazepam dan midazolam, dapat mempengaruhi regulasi otonom neurokardiak pada manusia. Kemungkinan, hal ini terjadi akibat interaksi preparat benzodiazepin dengan reseptor gamma aminobutyrat acid A (GABA A) kompleks ion klorida. Pengaruh pada regulasi otonom neurokardiak tersebut melalui dua jalur. Pertama, preparat benzodiazepin menyebabkan penurunan tonus vagal pusat, sehingga terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung. Dan yang kedua, benzodiazepin menurunkan pacemaker jantung secara langsung, sehingga terjadi penurunan denyut jantung.

Terjadinya penurunan frekuensi denyut jantung selain dipengaruhi oleh benzodiazepin juga dipengaruhi oleh fentanil. Fadhlina menyatakan penurunan frekuensi denyut jantung dikarenakan peningkatan tonus vagal secara sentral dan depresi nodus SA dan AV.

(41)

commit to user

32

Menurut Raza et al., tidak ada perbedaan secara statistik yang signifikan dalam hemodinamik antara pasien dengan premedikasi anestesi menggunakan diazepam dan midazolam. Bahkan Raza mendapatkan bahwa perubahan frekuensi denyut jantung masing-masing kelompok tidaklah signifikan. Toft and Romer menyatakan tidak ada perbedaan antara diazepam dan midazolam dalam meningkatkan denyut jantung selama operasi.

Dalam penelitian ini, digunakan obat yang ditujukan kepada pelayanan kepada pasien, maka harus diperhatikan mengenai komplikasi obat yang digunakan. Didapatkan bahwa pada kedua kelompok tidak terdapat hipoventilasi yang dapat disebabkan penggunaan fentanil dan midazolam. Sementara utuk mual muntah dari peneliti belum melakukan pengamatan.

Dari hasil penelitian ini tidak didapatkan perbedaan yang tidak bermakna antara penggunaan fentanil-diazepam dan fentanil-midazolam terhadap perubahan hemodinamik. Sehingga secara klinis kedua preparat tersebut masih dapat digunakan dengan efek hemodinamik yang tidak berbeda. Akan tetapi didalam pemberiannya harus diperhatikan efek sedasi dari midazolam. Rachmatjati (2010) menyatakan bahwa efek sedasi midazolam yang lebih kuat daripada diazepam ini memerlukan kehati-hatian dan pengawasan yang lebih cermat dalam penggunaan midazolam secara klinis. Pada sedasi yang dalam terjadi penurunan kemampuan mempertahankan fungsi ventilasi, sehingga pada pengawasan yang buruk memungkinkan terjadi hipoventilasi yang pada akhirnya mengakibatkan henti jantung.

(42)

commit to user

Bianchi et al., menyarankan midazolam sebagai drug of choice apabila diharapkan efek amnesia anterograd pada pasien setelah operasi. Staret menyimpulkan dalam penelitian yang dilakukannya bahwa diazepam mempunyai durasi yang panjang dan pemulihan yang bertahap. Sedangkan midazolam berguna untuk onset yang cepat dan prosedur tindakan yang singkat, efek amnesia, dan relatif memberikan pemulihan yang cepat.

(43)

commit to user

34 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan perubahan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung yang bermakna antara pemberian fentanil-diazepam dan fentanil-midazolam sebagai premedikasi anestesi umum.

B. Saran

1. Pada penelitian ini diperlukan jumlah sampel yang lebih banyak agar dapat memperlihatkan hasil yang lebih baik

2. Penelitian sebaiknya menggunakan menggunakan jenis penelitian eksperimental double blind sehingga dapat meminimalkan faktor dari luar.

3. Penelitian sebaiknya dilakukan di dalam satu ruang operasi dengan alat monitor yang sama, sehingga akan mengurangi faktor perancu dari perbedaan alat monitor tekanan darah dan frekuensi denyut jantung.

4. Diperlukan pencatatan tambahan mengenai ada tidaknya mual muntah pada pasien.

(44)

Gambar

Gambar  1.  Skema Kerangka Pemikiran ...........................................................
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel  2.  Tekanan  Darah  Sistolik,  Diastolik,  dan  Frekuensi  Denyut  Jantung
Tabel 3. Status Fisik dan Jenis Kelamin
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Saran bagi praktisi pendidikan adalah: (1) Guru harus menciptakan, mendesain, dan mampu mengimplemen-tasikan model-model pembelajaran yang kreatif dan

1) Transfer melalui bank belum masuk atau penyetor belum melakukan konfirmasi kepada pihak koperasi. Jika ini merupakan kesalahan teknis, pihak koperasi masih

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLI-B3, 2016 XXIII ISPRS Congress, 12–19 July 2016, Prague,

(4) pungtuasi belum dikuasai. Dalam pembelajaran di sekolah terdapat beberapa hal yang harus dipelajari salah satunya menyimpulkan isi pantun. Menyimpulkan isi pantun merupakan

Tujuan dari penelitian ini adalah mencari alternatif solusi dalam pengedalian pemanas pemanggang kopi , yaitu dengan cara mengendalikan tingkat pemanasan elemen

OPTIMASI BENTUK ROTATING DISK BERDASARKAN. TEGANGAN TANGENSIAL

BERBEDA // ANAK ANAK USIA SEKOLAH MULAI DIKENALKAN PENDIDIK LUAR KELAS / SEPERTI PENGENALAN PROSES PEMBUATAN TALK.

Kombinasi-kombinasi jumlah data tersebut dipilih bervariasi dari 1 buah data, 5 buah, 10 buah, 20 buah dan seterusnya sampai penggunaan seluruh data arus lalu