• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pembelajaran berbasis masalah dinilai mampu meningkatkan kemampuan komunikasi siswa. Hal itu dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fachrurozi (2011: 76-89) terhadap siswa kelas IV SD dari 13 sekolah di Kecamatan Makmur Kabupaten Bireuen Propinsi Aceh mengungkapkan bahwa model PBL dapat meningkatkan kemampuan matematis siswa daripada pembelajaran konvensional.

Peningkatan kemampuan siswa yang dapat diperoleh dari model PBL juga diperoleh dengan kombinasi dari model PBL dan pendekatan saintifik. Berdasarkan penelitian Mustikawati (2014) yang dilakukan pada siswa kelas VII materi segiempat, penerapan pendekatan saintifik dengan model PBL dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Karena dengan suatu pendekatan berpikir dan berbuat yang diawali dengan mengamati dan menanya sampai kemudian mereka dapat berupaya untuk mengumpulkan informasi, mengasosiasi hingga akhirnya mengkomunikasikan. Dalam pendekatan itu, pembelajaran dengan permasalahan terkait dunia nyata tentunya akan membuat siswa lebih mudah untuk memperoleh pengetahuan.

Selain menggunakan model dan pendekatan dalam pembelajaran, guru tentunya perlu untuk mengetahui gaya belajar siswa untuk memudahkan mendorong siswa dalam belajar. Gaya belajar yang dimaksud adalah, gaya belajar yang dikategorikan menjadi tiga gaya belajar, yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditorial dan gaya belajar kinestetik. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2009) yang menyatakan bahwa siswa dengan gaya belajar visual lebih baik prestasi belajar matematikanya dibandingkan dengan gaya belajar kinestetik, tetapi lebih baik dari siswa dengan gaya belajar auditorial. Dan siswa dengan gaya belajar auditorial

lebih baik prestasi belajar matematikanya dibandingkan siswa dengan gaya belajar kinestetik.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2013:6) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain- lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Peneliti menggunakan penelitian kualitatif karena memungkinkan untuk menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa SMP kelas VIII ditinjau dari gaya belajar menurut Deporter dan Hernacki, yaitu gaya belajar visual, gaya belajar auditorial, dan gaya belajar kinestetik, atau disingkat V-A-K, dimana dalam komunikasi matematis mengacu pada indikator pada aspek tertulis dari NCTM. Dalam konteks masalah ini, jika dibandingkan pendekatan non-kualitatif, maka pendekatan kualitatif tentu lebih cocok untuk mendapatkan informasi deskriptif holistik berdasarkan pengumpulan dari data yang bersifat lisan atau tulisan.

3.2

Situasi Sosial Penelitian

Menurut Spradley sebagaimana dikutip oleh Sugiyono (2013: 297) penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi situasi sosial yang terdiri dari tiga unsur yakni (1) tempat (place); (2) pelaku (actors); dan (3) aktivitas (activity). Dalam penelitian ini, ketiga unsur tersebut dijabarkan melalui penjelasan berikut.

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah kelas VIII SMP Negeri 1 Trangkil, yang beralamatkan di Desa Ketanan,Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

3.2.2 Subjek atau Pelaku Penelitian

Menurut Sugiyono (2013: 314) actor, pelaku atau orang-orang yang sedang memainkan peran tertentu. Ia juga berpendapat actor: the people involve: yaitu semua orang yang terlibat dalam situasi sosial. Dalam penelitian ini, subjek penelitian menjadi sumber informasi adalah 9 orang siswa dari kelas VIII-A SMP Negeri 1 Trangkil, Kabupaten Pati tahun pelajaran 2014/2015. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Yuni Saadah diperoleh informasi bahwa kelas VIII-A merupakan kelas dengan kemampuan matematika siswa yang baik, sehingga peneliti dapat memperoleh informasi secara maksimal. Pemilihan subjek penelitian ini didasari oleh beberapa pertimbangan, yaitu: (1) siswa kelas VIII semester 2 (dua) sudah memiliki pengalaman belajar yang cukup,sehingga dapat diharapkan dapat berkomunikasi lebih baik di bidang matematika; (2)

sedang tidak dalam tekanan ujian nasional maupun tekanan sebagai siswa baru di sekolah; dan (3) lebih mudah diwawancarai untuk memperoleh data akurat yang dibutuhkan pada penelitian ini.

Pemilihan subjek penelitian berdasarkan teknik pengambilan

purposive sampling.Penentuan subjek penelitian berhubungan dengan pengambilan sampel penelitian. Menurut Moleong (2013: 224) pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif bermaksud untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya (construction). Dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik. Maksud kedua dari sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample). Penelitian ini berkepentingan untuk memunculkan simpulan deskripsi komunikasi matematis ditinjau dari gaya belajar, sehingga memerlukan dasar berupa data-data dari gaya belajar siswa. Oleh karena itu, berdasarkan konstruksi tujuan: (1) mengelompokkan siswa berdasarkan penggolongan gaya belajar; (2) menggali data dari siswa untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis berdasarkan gaya belajar; (3) mencapai simpulan deskriptif kemampuan komunikasi matematis berdasarkan gaya belajar sehingga digunakan teknik sampel bertujuan (purposive sampling).

Penentuan subjek penelitian sebanyak 9 (sembilan) siswa tersebut berdasarkan pengambilan sampel secara purposive sampling dari siswa di satu kelas di kelas VIII. Berdasarkan tes penggolongan gaya belajar dari DePorter dan Hernacki akan diperoleh tiga gaya belajar siswa. Dalam penelitian kualitatif tidak ada aturan khusus tentang banyak subjek yang harus diteliti, namun memperhatikan ketercukupan informasi yang diperoleh. Menurut klasifikasi tersebut diambil masing-masing 3 orang setiap gaya belajar untuk dijadikan subjek yang dipandang cukup untuk memberikan gambaran kemampuan komunikasi matematis.

Untuk menentukan gaya belajar dilakukan cara dengan langkah- langkah sebagai berikut.

(1) Dari hasil penggolongan gaya belajar, setiap kelompok gaya belajar dipilih tiga subjek penelitian secara purposive. Subjek dipilih dengan mempertimbangkan hasil penggolongan gaya belajar dan hasil tes tertinggi kemampuan komunikasi matematis (TKKM).

(2) Pemilihan subjek secara bertahap dimulai dari menyiapkan instrumen penggolongan gaya belajar, melaksanakan tes tertulis penggolongan gaya belajar, menganalisis hasil tes tertulis gaya belajar kemudian menyiapkan instrumen penggolongan tes kemampuan komunikasi matematis, menetapkan kriteria pemilihan subjek, melaksanakan tes tertulis tes kemampuan komunikasi matematis, menganalisis hasil tes tertulis tes kemampuan komunikasi matematis, dan terpilih subjek penelitian yang memenuhi kriteria.

Kemudian, berikut akan dijelaskan tujuan (purpose) penentuan sampel yang selanjutnya disebut subjek penelitian yang terdiri dari 9 (sembilan) siswa.

(1) Peneliti meyakini bahwa di dalam suatu kelas setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda dengan yang lainnya.

(2) Secara ideal subjek-subjek penelitian adalah seluruh siswa di kelas. Namun karena keterbatasan peneliti tentang tenaga, waktu, kemampuan, dan kondisi geografis sehingga cukup dipilih sembilan subjek yang terdiri dari masing-masing berjumlah tiga dari gaya belajar

visual,tiga dari gaya belajar auditorial, dan tiga dari gaya belajar

kinestetik.

(3) Secara umum, pemilihan 9 (sembilan) subjek yang terdiri dari tiga gaya belajar tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran kemampuan komunikasi matematis ditinjau dari gaya belajar secara holistik.

Gambar 3.1 Subjek Penelitian

3.3

Data dan Sumber Data Penelitian

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lainnya. Data kualitatif dibedakan menjadi 2 yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dan data sekunder merupakan data yang tidak langsung diperoleh dari subjek penelitian. Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah sumber data primer yang berupa dokumen serta hasil wawancara dengan siswa yang ditentukan oleh peneliti sebagai subjek.

36 Siswa Kelas VIII-A

Angket Penggolongan Gaya Belajar

Tes Kemampuan Komunikasi Matematis (TKKM)

Visual Auditorial Kinestetik

3 Siswa Gaya Belajar Visual 3 Siswa Gaya Belajar Auditorial 3 Siswa gaya Belajar Kinestetik

3.4

Teknik Pengumpulan Data

Data-data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penggunaan teknik-teknik sebagai berikut.

3.4.1 Tes Tertulis

Tes dalam penelitian ini yaitu tes untuk menganalisis kemampuan matematis matematis siswa setelah ditinjau dari gaya belajar. Untuk memperoleh data tentang gaya belajar siswa, siswa diberikan lembar angket penggolongan gaya belajar dan siswa mulai mengerjakan dengan aturan penggolongan gaya belajar.

Sedangkan untuk memperoleh proses kemampuan komunikasi matematis, maka dapat dilakukan dengan siswa diberi lembar tugas untuk menyelesaikan masalah matematika, siswa diminta untuk mengerjakan 5 (lima) butir soal materi kelas VIII yang sesuai dengan indikator kemampuan komunikasi matematis pada aspek tertulis dari NCTM sekaligusmenuliskan dan mengungkapkan secara verbal apa yang dipikirkan saatmenyelesaikan masalah tersebut setelah melakukan tes.

3.4.2 Wawancara

Peneliti menggunakan teknik wawancara untuk mengumpulkan data mengenai kemampuan komunikasi matematis siswa ditinjau dari gaya belajar. Keterangan-keterangan berupa data/informasi selanjutnya akan diolah dengan teknik triangulasi teknik untuk menyusun simpulan.

Menurut Susan Stainback sebagaimana dikutip oleh Sugiyono (2013: 318) menyatakan bahwa dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui

hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Wawancara ini memuat pertanyaan-pertanyaan dengan maksud mengungkap aktivitas karakteristik kemampuan komunikasi matematis siswa. Pedoman wawancara bersifat semi-struktur dengan tujuan menemukan masalah dengan terbuka, artinya subjek diajak mengemukakan pendapat dan ide-idenya dengan jawaban yang telah ditulis. Hal ini dilakukan karena tidak semua yang ada di dalam pikiran subjek penelitian tertuang secara tertulis pada lembar jawaban.

Pelaksanaan wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara berbasis tes. Tes yang dimaksud adalah tes tertulis terkait kemampuan komunikasi berdasarkan indikator dari NCTM, sehingga kemampuan komunikasi siswa akan dapat diteliti lebih dalam pada wawancara tersebut. Hal itu bertujuan untuk mendapatkan kevalidan data yang diperoleh dari subjek.

3.4.3 Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dari arsip-arsip peserta didik. Arsip-arsip peserta didik atau dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Pada penelitian ini dokumen yang digunakan hasil angket gaya belajar, hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa, rekaman audio wawancara, dan foto-foto selama penelitian berlangsung. Metode ini dilakukan untuk memperoleh deskripsi

kemampuan komunikasi matematissiswa kelas VIIIditinjau dari gaya belajar.

3.5

Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2013: 306) menyatakan bahwadalam penelitian kualitatif segala sesuatu yang akan dicari dari obyek penelitian belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang diharapkan semuanya belum jelas. Rancangan penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti memasuki obyek penelitian. Dengan demikian dalam penelitian kualitatif ini belum dapat dikembangkan instrumen penelitian sebelum masalah yang diteliti jelas sama sekali. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan instrumen kunci. Hal ini dimaksudkan karena penelitian ini akan menganalisis berpikir masing- masing gaya belajar siswa dalam memecahkan masalah matematika.

Karena penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam mengumpulkan data, yang dibantu dengan instrumen pendukung yaitu: (1) instrumen penggolongan gaya belajar; (2) instrumen tes kemampuan komunikasi matematis (TKKM); dan (3) pedoman wawancara.

3.5.1 Instrumen Penggolongan Gaya Belajar

Instrumen lembar tugas pertama dalam penelitian ini adalah lembar angket untuk menentukan penggolongan gaya belajar. Instrumen lembar angket ini bertujuan untuk memperoleh data gaya belajar siswa menurut

Deporter dan Hernacki. Instrumen ini diambil dari buku Quantum Learningkarangan DePorter dan Hernacki dan sebagai sumber pendukung digunakan juga data gaya belajar yang sejenis dari buku Accelerated Learning karangan Colin Rose. Instrumen dalam buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sehingga peneliti sudah dapat menggunakannya.

Instrumen penggolongan gaya belajar ini berupa angket. Angket penggolongan gaya belajar ini terdiri dari 30 butir pertanyaan dan tiap butir pertanyaan terdiri dari tiga pilihan jawaban. Ketiga jawaban tersebut sudah pasti mewakili ciri-ciri dari salah satu gaya belajar, jawaban a untuk mewakili gaya belajar visual, jawaban b mewakili gaya belajar auditorial, dan jawaban c mewakili gaya belajar kinestetik. Tugas siswa dalam penggolongan gaya belajar ini adalah memilih salah satu dari tiga pilihan jawaban yang tersedia pada masing-masing butir pertanyan. Untuk membedakan seorang siswa termasuk dalam gaya belajar tertentu, digunakan skor dominan yang mempunyai selisih lebih dari atau sama dengan setengah deviasi standar atau simpangan baku dari skor yang lain dari siswa tersebut. Jika selisihnya kurang dari deviasi standar maka siswa tersebut tidak dikualifikasikan dalam salah satu gaya. Hal itu berdasarkan salah satu fungsi deviasi standar yaitu sebagai alat untuk mengetahui tingkat variabilitas atau penyebaran data. Adapun rumus deviasi standar yang digunakan sebagai berikut.

√∑ ̅ Keterangan:

s : deviasi standar : skor gaya ke-i ̅ : rata-rata skor n : jumlah jenis gaya

Setelah instrumen dibuat berdasarkan indikator gaya belajar, maka diperlukan validator dari ahli Psikologi (satu orang) untuk menyesuaikan dengan bahasa ilmiah bidang psikologi. Adapun yang dimaksud ahli dalam hal ini adalah para validator yang berkompeten melakukan validasi terhadap instrumen. Validasi instrumen penggolongan gaya belajar diarahkan pada kesesuaian bahasa dan isi dari pertanyaan. Selain validator yang berkompeten dalam bidang psikologi, validator lain dalam penyusunan instrumen ini adalah dua dosen pembimbing dari peneliti.

Nama-nama validator instrumen penggolongan gaya belajar dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Nama-nama Validator Instrumen Penggolongan Gaya Belajar

Validator Nama Pekerjaan

1 Dr. Drs. Edy Purwanto, M.Si Dosen Psikologi UNNES 2 Dr. Mulyono, M.Si Dosen Matematika UNNES 3 Drs. Supriyono, M.Si Dosen Matematika UNNES

Para validator memberikan komentar maupun saran yang langsung pada naskah instrumen. Komentar dan saran lebih mengarah pada revisi kata-kata dan penulisan. Lembar validasi oleh validator dapat dilihat pada

lampiran 5 dan instrumen penggolongan gaya belajar yang telah divalidasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 4.

3.5.2 Instrumen Lembar Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Instrumen lembar tugas ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa yang berkaitan dengan indikator pada aspek tertulis dari NCTM. Penyusunan instrumen kemampuan komunikasi diawali dengan mengkaji materi matematika yang ditetapkan dalam standar kelulusan, selanjutnya dikaji berbagai materi kemampuan komunikasi.

Instrumen lembar tugas ini selanjutnya dikonsultasikan dan divalidasi oleh dua orang ahli. Yang dimaksud ahli adalah dosen pendidikan matematika (dua orang). Validasi diarahkan pada kesesuaian masalah dengan tujuan penelitian, keterbacaan, dan kesesuaian bahasa yang digunakan.

Nama-nama validator instrumen tes kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Nama-nama Validator Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Validator Nama Pekerjaan

1. Dr. Mulyono, M.Si Dosen Matematika UNNES 2. Drs. Supriyono, M.Si Dosen Matematika UNNES

Secara umum berdasarkan hasil validasi terhadap instrumen tes kemampuan komuniasi matematis dapat disimpulkan bahwa kelima butir soal dinyatakan valid oleh kedua validator.Lembar validasi oleh validator dapat dilihat pada lampiran 25 dan lampiran 26 dan instrumen tes

kemampuan komunikasi matematis yang telah divalidasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 21, 22, 23 dan 24.

3.5.3 Instrumen Pedoman Wawancara

Instrumen wawancara ini memuat pertanyaan-pertanyaan dengan maksud mengungkap kemampuan komunikasi matematis. Pedoman wawancara bersifat semi-struktur dengan tujuan menemukan masalah dengan terbuka, artinya subjek diajak mengemukakan pendapat dan ide- idenya dengan jawaban yang telah ditulis. Hal ini dilakukan karena tidak semua yang ada di dalam pikiran subjek penelitian tertuang secara tertulis pada lembar jawaban.Karena penelitian ini akan menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa yang berkaitan dengan indikator pada aspek tertulis dari NCTM ditinjau dari gaya belajar, maka peneliti hanya memberikan kesempatan untuk refleksi kepada siswa yang menjawab salah.

Instrumen wawancara ini selanjutnya divalidasi oleh ahli yang terdiri atas dua orang. Yang dimaksud ahli dalam hal ini adalah dosen pendidikan matematika. Dipilihnya dosen karena dosen dipandang sebagai pakar dan praktisi yang telah ahli dan berpengalaman dalam mengembangkan instrumen penelitian.Validasi instrumen wawancara diarahkan pada kejelasan butir pertanyaan dan apakah pertanyaan sudah mengungkap karakteristik kemampuan komunikasi matematis siswa berdasarkan indikator pada aspek tertulis dari NCTM.

Nama-nama validator instrumen pedoman wawancara dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Nama-nama Validator Instrumen Pedoman Wawancara

Validator Nama Pekerjaan

1. Dr. Mulyono, M.Si Dosen Matematika UNNES 2. Drs. Supriyono, M.Si Dosen Matematika UNNES

Lembar validasi oleh validator dapat dilihat pada lampiran 41 dan pedoman wawancara yang telah divalidasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 40.

3.6

Analisis Instrumen Penelitian

3.6.1 Validitas

Validitas soal ditentukan dengan menggunakan rumus korelasi

product moment dengan mengkorelasikan jumlah skor butir dengan skor total. Menurut Arikunto (2009: 72), cara menghitung validitas suatu soal adalah sebagai berikut.

∑ ∑ ∑

√ ∑

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi product moment n = banyaknya peserta tes

x = skor butir

Hasil perhitungan kemudian diuji dengan harga kritik r product moment

dengan signifikansi 5%, apabila rxy>rtabel maka butir soal itu valid.

Berdasarkan hasil perhitungan validitas butir soal, dari 5 butir soal yang diujikan diperoleh 5 butir soal tersebut valid. Untuk perhitungan validitas butir soal dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 20.

3.6.2 Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2013: 173), reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Seperangkat tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Menurut Arikunto (2009: 109), reliabilitas soal uraian ditentukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach.

Keterangan :

r11 = reliabilitas yang dicari

n = banyaknya butir soal

2

b

 = jumlah varian skor tiap-tiap butir

2 t

 = varians total

Setelah didapatkan r11 kemudian dikonsultasikan dengan harga r product

moment pada tabel. Jika r11

>r

tabel maka soal yang diujikan reliabel.

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh nilai r11 sebesar 0,918028. Sedangkan dari tabel r product moment untuk α = 5%

dengan n = 34 diperoleh r tabel = 0,329. Karena maka soal

reliabel.Untuk perhitungan reliabilitas soal dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 20.

3.6.3 Daya Pembeda Soal

Perhitungan daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana suatu butir soal mampu membedakan siswa yang telah menguasai kompetensi dengan siswa yang belum atau kurang menguasai kompetensi. Semakin tinggi koefisien daya pembeda suatu butir soal, semakin mampu butir soal tersebut membedakan antara siswa yang menguasai kompetensi dengan siswa yang belum menguasai kompetensi.

Daya pembeda suatu butir soal berkisar pada nilai -1,00 s.d. 1,00. Ketentuan daya pembeda adalah jika nilainya mendekati 1,00, maka daya pembeda soal itu semakin baik, dan apabila nilainya mendekati 0,00, maka daya pembeda soal semakin jelek. Jika nilainya negatif, maka kelompok siswa kurang pandai dapat menjawab soal tersebut dengan benar dan banyak siswa pandai yang menjawab salah. Kemudian soal yang mempunyai daya pembeda 0,00 mempunyai arti bahwa soal tersebut tidak mempunyai daya pembeda, atau dengan kata lain soal tersebut tidak dapat memberi informasi kepada kita siswa mana yang termasuk pandai, menengah, dan kurang pandai.

Menurut Arifin (2012:350)untuk menghitung daya pembeda butir soal digunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

DP = daya pembeda

WL = jumlah siswa yang gagal dari kelompok bawah

WH = jumlah siswa yang gagal dari kelompok atas

n = 27% × N

N = jumlah siswa

Kriteria dari daya pembeda sebagai berikut.

Tabel 3.4 Kriteria Daya Pembeda Koefisien Daya Pembeda Kriteria

DP ≥ 0,40 Sangat

tinggi

0,30 ≤ DP ≤ 0,39 Tinggi

0,20 ≤ DP ≤ 0,29 Sedang

≤ 0,19 Rendah

Berdasarkan perhitungan daya pembeda tiap butir soal diperoleh, soal nomor 1, 2 dan 4 memiliki daya pembeda sangat tinggi sedangkan soal nomor 3 memiliki daya pembeda angat rendah dan 4 memiliki daya pembeda sedang. Perhitungan daya pembeda selanjutnya dapat dilihat pada lampiran 20.

3.6.4 Tingkat Kesukaran

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut dengan indeks kesukaran, yang diberi simbol P. Adapun menurut Arikunto (2009: 208), rumus untuk menentukan indeks kesukaran adalah sebagai berikut.

Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya peserta didik yang menjawab benar JS = banyaknya seluruh peserta didik yang mengikuti tes Indeks kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut.

Tabel 3.5 Kriteria Indeks Kesukaran Soal Koefisien Indeks Kesukaran Kriteria

0,00 < P ≤ 0,30 Sukar

0,30 < P ≤ 0,70 Sedang 0,70 < P ≤ 1,00 Mudah

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, diperoleh 1 soal dengan kriteria mudah, 3 soal dengan kriteria sedang dan .1 soal dengan kriteria sukar. Soal dengan tingkat kesukaran mudah yaitu soal nomor 4. Sedangkan soal dengan tingkat kesukaran sedang yaitu soal nomor 1, 2, dan 5. Sedangkan soal dengan tingkat kesukaran sukar yaitu soal nomor 3. Untuk perhitungan taraf kesukaran soal dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 20.

3.7

Uji Keabsahan Data

Peneliti perlu melakukan pemeriksaan keabsahan data sebagai upaya pertanggungjawaban atas penelitian yang dilaksanakannya.Penelitian kualitatif dinyatakan absah atau sahih jika memenuhi kriteria kredibilitas (derajat kepercayaan), keteralihan, kebergantungan, dan kepastian. Menurut

Moleong (2013: 324-325) kriteria kredibilitas dan keteralihan menggantikan konsep validitas internal dari nonkualitatif, kebergantungan menggantikan ukuran reliabilitas, dan kepastian menggantikan ukuran objektivitas dalam nonkualitatif.

Menurut Moleong (2013: 327) menyatakan teknik pemeriksaan kriteria keabsahan meliputi hal-hal yang disajikan lewat Tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6 Teknik Pemeriksaan

Kriteria Keabsahan Teknik Pemeriksaan

(1) Kredibilitas (derajat kepercayaan) (2) Keteralihan (3) Kebergantungan (4) Kepastian a. Perpanjangan keikutsertaan b. Ketekunan pengamatan c. Triangulasi d. Pengecekan Sejawat e. Kecukupan referensial f. Kajian Kasus Negatif g. Pengecekan Anggota h. Uraian Rinci

i. Audit Kebergantungan j. Audit Kepastian

Dalam penelitian ini, pengujian keabsahan data dilakukan melalui teknik-teknik sebagai berikut.

(1) Kriteria kredibilitas akan diperiksa melalui teknik pertama perpanjangan

Dokumen terkait